“Kenapa tidak mengabariku jika kau pulang lebih awal?” tanya Wony dengan tangan terbuka, wanita itu memeluk Darrel singkat. “Pekerjaanku lebih mudah dari apa yang dipikirkan,” jawab Darrel singkat tidak mempedulikan penampilan baru Wony dan luka diwajahnya. “Di mana Petri?” “Dia sedang bermain di rumah temannya,” jawab Wony memperhatikan tangan Darrel yang menjinjing tas kerja. “Berikan tasmu, aku akan membawanya,” pinta Wony. “Tidak perlu,” jawab Darrel singkat. “Aku akan menyiapkan makan siang untukmu.” “Tidak perlu, aku hanya butuh tidur dan tidak diganggu,” tolak Darrel dengan dingin, pria itu langsung pergi melewati Wony begitu saja dan mengabaikannya. Wajah Wony mengeras tampak sangat marah, matanya menatap waspada Darrel yang kini berjalan semakin jauh dari pandangannya. Wony menarik napasnya dalam-dalam dengan tangan terkepal menyalurkan amarah yang membuat dadanya mendadak panas. Setiap detik, menit, jam, dan hari, Wony dilanda mimpi buruk, dia sangat takut Darrel men
Suara kekehan seorang terdengar bersama asap rokok yang mengepul keluar dari mulut. Pria berpakaian bangsawan itu duduk disebuah kursi dengan koran yang tengah dibacanya. Di dalam koran itu tertulis jika terjadi sebuah berita mengenai penyerangan pada beberapa petinggi negara di Inggris bersama beberapa pengawalan mereka. Kasus kematian yang misterius itu membuat banyak orang turun tangan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Alih-alih menemukan pelaku pembunuhan dan motifnya, pihak kepolisian justru menemukan sekte aliran sesat yang melibatkan beberapa petinggi negara, sekte itu melakukan pencucian uang, perjual belian manusia dan menjadikan anak-anak dibawah umur sebagai pekerja seks. “Aku cukup bangga dengan pekerjaan Olivia, satu gerakan yang dia buat bisa membuat satu negara kacau,” ujar Jason tampak menikmati setiap paragrafh berita yang dibacanya. “Aku sudah bisa menebaknya, dia tidak mungkin pulang ke Inggris tanpa sebuah alasan. Dia bertindak lebih cepat
Sore yang cerah datang, suasana mencekam di kediaman Olivia telah berakhir, kini Olivia tengah mengajarkan Leary mengenal angka dan mengenal nomer-nomer darurat. Leary yang masih sangat kecil dan tidak tahu apapun selain bermain, kini terlihat berantusias dan berpikir bahwa apa yang di ajarkan Olivia adalah misi yang menyenangkan. Leary tidak menyadari jika kini Olivia tengah mengajarinya untuk terbiasa melakukan segalanya sendiri karena berjaga-jaga akan sesuatu. Olivia berjaga-jaga agar Leary bisa tetap kuat meski nanti Olivia pergi selamanya. Olivia sadar betul dengan keadaannya sekarang, mungkin waktunya tidak akan lama, Olivia takut dia lebih dulu meninggal sebelum memusnahkan musuhnya dan mempertemukan Leary dengan adik Olivia. Setengah jam berlalu, akhirnya Olivia selesai mengajari Leary. “Baiklah, untuk hari ini belajarnya selesai. Sekarang ibu akan memasak untuk makan malammu,” jawab Olivia seraya membereskan barang-barangnya dan memasukannya ke dalam koper tua. Gerak-
Hujan kembali turun di malam hari, tungku di perapian menyala, Leary duduk di lantai tengah menghangatkan diri sambil memperbaiki buku dongeng barunya dengan lakban. Dalam suasana yang santai, Leary bercerita tentang kentang pemberian Jach, sementara Olivia tengah menjahit kembali boneka Leary yang belum terselesaikan, Olivia sampai harus menyumpal isi boneka dengan beberapa helai kain agar bisa kembali penuh. Leary melihat dinding rumahnya, cahaya dari api di perapian menciptakan bayangan dirinya dengan Olivia yang duduk berdekatan. “Ibu, kapan kita akan pulang?” tanya Leary tiba-tiba. Jarum yang menusuk kain boneka terhenti sejenak. Lagi, dan lagi, Leary kembali menanyakan kapan pulang, semakin sering Leary bertanya pulang, Olivia sadar jika anaknya tidak betah di sini. “Kenapa kau mau pulang cepat?” tanya Olivia dengan tenang. “Aku kesepian di sini, tidak ada taman bermain, tidak ada anak yang mau mengajakku bermain.” “Bagaimana jika nanti setelah hari ulang tahunmu kita pind
“Terima kasih atas bantuan Anda,” Olivia memberikan beberapa lembar uang pembayaran kepada pengrajin, dia harus mengeluarkan cukup banyak uang untuk bisa membuat taman bermain, namun melihat Leary yang bahagia, itu sudah sebanding baginya. Sang pengrajin tersenyum cerah menerima uang pembayarannya. “Jika butuh bantuan, jangan ragu menghubungi saya lagi.” Olivia mengangguk samar dan pengharajin itu pergi dengan meninggalkan beberapa bagian untuk Jach yang sudah bekerja keras membawa kayu dari sebrang desa dengan gerobaknya. “Paman, apa boleh Jach bermain dulu dengan saya?” tanya Leary penuh harap. “Tanyakan saja pada Jach, sampai jumpa,” jawab sang pengrajin sebelum benar-benar pergi. Dua lembar uang berada di tangan Jach, anak laki-laki itu menghela napasnya dengan lega karena upahnya yang dia terima saat ini sama dengan bekerja tiga hari di pasar. Tidak ada salahnya jika kini dia bermain sejenak dengan Leary. “Nyonya, apa boleh saya bermain dengan Leary?” tanya Jach sopan. Seb
Teriakan Ellis yang menangis dan pergi berlari mencuri perhatian para pekerja. Darrel kembali berteriak, dia memanggil Burka yang selama ini dipercaya mengurus paviliun. Darrel tidak suka siapapun yang masuk ke dalam ruangan pribadinya dengan Olivia, dia hanya mengizinkan orang yang dia percaya untuk bisa membersihkannya. Darrel masih sangat berusaha menemukan Olivia dan menantikan kepulangannya sampai detik ini, dia tidak ingin bila nanti Olivia datang, tempat pribadinya berubah. “Burka! Andrew!” teriak Darrel memanggil lebih keras. Burka yang dipanggil berlari datang dari gedung rumah satunya lagi, begitu pula dengan Andrew dan beberapa pelayan lainnya yan bekerja, kini mereka berkumpul dan hanya bisa mengintip karena tuan mereka yang selalu tenang, tiba-tiba marah. “Ada apa Tuan?” Tanya Burka dengan napas tersenggal karena banyak berlari. “Kenapa pintu paviliun tidak dikunci?” geram Darrel bertanya. Burka tertunduk tampak ketakutan. “Maaf Tuan, sepertinya tuan Petri lupa
Pertengkaran yang terjadi tadi pagi menciptakan banyak ketegangan di antara Darrel dan Wony, Darrel tidak suka terjadi suatu kesalahan apapun tanpa mau mendengarkan alasannya. Ada banyak kekhawatiran yang langsung mengganggu pikiran Wony. Jarang sekali Wony dan dan Darrel bertengkar, hal ini berhasil membuat Wony khawatir bila harus mengingat seberapa sulitnya membujuk Darrel bila sudah marah. Wony harus lebih dulu mengamankan situasi, dia harus membuat suasana hati Darrel kembali membaik bagaimanapun caranya. Wony mengangkat sebuah kaca kecil di tangannya, wanita itu mengoleskan lipstick merah di bibirnya dan memperhatikan tatanan riasannya agar selalu terlihat sempurna meski bekas luka sayatan di pipinya selalu mengganggu dan menghantuinya dengan ketakutan yang berlebihan. Hari ini, Wony memutuskan untuk datang secara khusus ke kantor Darrel. Butuh waktu dua puluh menitan untuk bisa sampai ke tempat tujuan. Layaknya seorang nyonya besar, dengan anggun dan senyuman penuh keba
Willis duduk dengan anggun, memperhatikan Olivia yang datang berjalan dengan tongkatnya, diam-diam Willis berdecak kagum memperhatikan kecantikan Olivia seperti sebuah mutiara. Olivia sangat cocok mengenakan pakaian mewah seperti era Great Gatsby yang digandrungi banyak orang kaya, tidak mengherankan juga jika dulu dia primadona yang sangat bersinar di kalangan bangsawan. Bahkan meski kini Olivia berjalan dengan tongkat dan tidak mendapatkan perawatan kecantikan, dia masih bisa mencuri perhatian banyak laki-laki di sekitarnya sampai membuat beberapa wanita yang tinggal di dekat rumahnya harus banyak menegur suaminya agar tidak tergoda. Bibir Willis tertarik membentuk sebuah senyuman miring, sampai saat ini dia masih tidak menyangka, Olivia yang cantik, anggun dan lembut seperti seorang tuan putri adalah wanita berdarah dingin yang tidak segan mengambil nyawa siapapun orang yang sudah mengusiknya. Di antara jari-jarinya yang cantik itu, entah sudah ada berapa nyawa yang sudah dia r
Langit terlihat memerah, dalam waktu beberapa menit lagi akan benar-benar tenggelam. Leary duduk di rerumputan melihat banyaknya daun semanggi yang tumbuh subur.Gadis kecil itu terlihat merenung teringat Petri yang pernah dia beri daun semanggi.Petri, entah mengapa Leary ingin lebih dekat dengannya dan terus memikirkannya. Leary gelisah melihat Petri yang terlihat bersedih.“Apa yang kau lakukan di sini? Masuklah,” titah Chaning yang datang menyusul, sekilas pria itu melihat jauh keberadaan Ferez yang masih menunggangi kudanya di pacuan.Wajah Leary terangkat, menatap lekat Chaning yang kini disinari sinar matahari sore. Pria itu terlihat kuat, indah dan hangat, sehangat matahari sore.Leary tidak bersuara, namun anak itu terus menatap Chaning dalam diam, Leary bergumul dalam pikirannya mencoba untuk merangkai sesuatu untuk diungkapkan.“Kenapa?” tanya Chaning yang menyadari sesuatu.Leary segera berdiri. “Paman, apa boleh saya berteman baik dengan Petri?” tanya Leary terdengar seper
Ferez berjalan sendirian keluar dari kantin sekolah, beberapa saat yang lalu dia sempat pergi ke kelas Leary untuk memastikan keadaannya karena ingin tahu keadaannya. Ferez tidak menemukan keberadaannya, dia sempat berpikir Leary pergi ke kantin sekolah, namun ternyata Leary juga tidak ada.Cukup jauh Ferez melangkah akhirnya dia sampai di taman sekolah, tidak membutuhkan waktu lama untuknya mencari Leary karena kini perhatiannya langsung tertuju pada gadis kecil itu yang kini tersenyum melambaikan tangannya pada Petri yang beranjak pergi meninggalkannya.Ferez juga melihat Duke yang kini tengah berdiri di bawah pohon, Ferez tidak habis pikir dengan keputusan ayahnya yang mengirim Duke dibandingkan pengawal lainnya. Padahal Duke memiliki fisik yang mencolok dibandingkan dengan Romero.Tanpa pikir panjang Ferez segera pergi menghampiri Leary.“Ferez,” sapa Leary dengan senyuman lebar terlihat senang.“Bagaimana kelas pertamamu?” tanya Ferez seraya duduk, namun tatapannya yang tajam it
“Apa boleh saya duduk di sini?” tanya Leary memberanikan diri.Sekali lagi Petri menarik napasnya dalam-dalam, dan berkata, “Duduklah.”Leary memutuskan untuk duduk di samping Petri, sementara Duke berdiri menunggu di bawah pohon sambil berbicara dengan seorang anak laki-laki yang meminta tolong kepadanya karena bolanya menyangkut di dahan pohon.Leary dan Petri duduk berdampingan, keduanya terlihat terjebak dalam kecanggungan meski hatinya saling memiliki rasa penasaran dan bertanya-tanya ingin tahu kabar masing-masing.Petri melirik Leary yang kini membuka bekal makanannya di atas pangkuannya. “Kau mulai sekolah hari ini?”Leary mengangguk dengan senyuman.“Bagaimana perasaanmu?” tanya Petri lagi.“Luar biasa, saya sangat senang.”Petri ikut tersenyum meski jauh di dalam lubuk hatinya dia merasa sedikit iri karena tidak bisa pergi bersama ke sekolah dengan adiknya, malahan kini mereka berdua tampak seperti dua orang asing yang sedang mengobrol.Leary mengambil roti isi yang dibuat o
Noah menopang dagunya memperhatikan gurunya tengah berbicara di depan, perhatiannya sempat teralihkan pada Petri yang tengah membaca buku. Sejak kejadian hari itu, Petri menjadi jarang sekolah, dia harus menanggung banyak tanggung jawab dan lebih mementingkan untuk belajar khusus bisnis dibandingkan dengan sekolah umum untuk anak-anak seusianya.Keadaan Darrel tidak kunjung membaik dan dia terus mendapatkan perhatian khusus, bisa dikatakan mungkin kini keadaan jauh lebih buruk. Beruntung Adelle sering datang membantu Petri dikala dia kesulitan. Kini kediaman keluarga McCwin sudah kosong tidak berpenghuni, Petri lebih memilih tinggal bersama Andrew yang sampai saat ini masih setia kepadanya meski sudah mengundurkan diri.Karena kejadian di hari itu, Petri sempat tidak sekolah selama satu bulan, dia harus mendapatkan banyak bimbingan agar bisa melewati masa traumanya.Kini, Petri yang cerdas dan selalu kompetitif dalam belajar sudah berubah, dia lebih banyak diam dan menyendiri, menja
Chaning dan Liebert duduk dalam ketegangan, kehadiran kedua pria itu membuat seseorang guru yang mengurus administrasi pendaftaran sekolah sempat dibuat diam dan tersenyum canggung.Hari kemarin seseorang bertubuh tinggi besar dangan wajah bertato yang datang memberikan semua berkas keperluan, dan kini yang datang menjadi wali adalah dua pria bertubuh besar.Chaning dan Liebert berpenampilan rapi, namun aura mematikan mereka tetap saja tidak bisa dihindarkan. Terlebih, sebelumnya Russel pernah bertemu dengan Chaning yang pernah mendaftarkan Ferez.Nama Benvolio sangat begitu jarang digunakan, dan nama itu dikenal sebagai nama klan besar keluarga mafia.“Kita pernah bertemu sebelumnya, Anda orang tuanya Ferez?” ucap Russel berbasa-basi, padahal sebelumnya dia sudah dihubungi secara khusus oleh petinggi sekolah bahwa akan ada tamu penting yang akan medaftar anaknya sekolah.Chaning mengangguk samar.Russel berdeham pelan sambil menyeka keringat dingin di keningnya. “Jadi, anak atas nama
“Aku paman kandungnya, aku akan menjadi walinya,” Liebert angkat bicara ditengah-tengah sarapan pagi yang akan dimulai.Pagi ini Chaning dan Liebert tengah berdiskusi mengenai sekolah pertama Leary, nampaknya diskusi itu sedikit terganggu karena Chaning dan Liebert sama-sama ingin menjadi wali Leary.Chaning menengok seketika, pria itu mendorong piring makanan untuk Ferez. “Apa kau sudah lupa? Sekarang aku menjadi ayah angkatnya secara sah, secara garis besar aku lebih berhak menjadi walinya.”Kening Liebert mengerut samar, pria itu tampak tidak setuju dengan apa yang telah Chaning katakan kepadanya. “Ayah angkat di atas kertas, Leary masih memanggilmu paman.”“Memangnya kenapa? Saat kecil, Ferez juga memanggilku Chaning dibandingkan dengan sebutan ayah. Lagi pula, Leary lebih dekat denganku.”Liebert tersenyum miring, pria langsung bersedekap sombong. “Oh ya? Jika kalian sangat dekat, apa kau tahu keahilannya?”“Apa maksudmu? Aku lebih tahu tentang dia dibandingkan denganmu,” debat C
Empat bulan kemudian..Leary terbaring dalam kegelisahan, gadis kecil itu terlihat beberapa kali melihat baju seragam sekolahnya yang digantung di depan lemari. Besok adalah hari pertama dia akan sekolah, Leary sangat gugup dan berdebar hebat tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi besok.Keadaan Leary sudah pulih sejak tiga bulan yang lalu, namun karena dia masih kesulitan berbicara dan takut dengan orang asing, butuh waktu lama untuknya bisa pulih seperti sekarang.Kini, Leary telah kembali menjadi anak yang penuh semangat dan selalu ceria. Sejak tinggal di rumah Chaning, secara perlahan Leary mendapatkan lebih banyak keberaniannya berkat dorongan semua orang.Chaning maupun Liebert, mereka berdua memang tidak begitu bisa bersikap manis dan lembut seperti orang lain. Namun, mereka berdua mampu memberikan banyak kenyamanan dan rasa aman untuk Leary, mereka berdua selalu menumbuhkan rasa percaya diri Leary agar dia berhenti berpikiran buruk lagi dengan orang-orang yang ada di se
Desa Bibury, tempat yang telah Leary tinggalkan, tempat kenangan terakhir Olivia hidup, kini berada di depan mata. Leary berdiri terpaku, berdiri di tengah-tengah rumah kecil sederhana dan kumuh. Pandangannya mengedar melihat ke penjuru tempat, merasakan kembali kenangan indah dirinya bersama ibunya dulu.Leary mengusap dadanya, merasakan sesuatu perasaan yang kosong kini terasa kembali penuh hanya dengan membayangkan wajah Olivia, mencium sisa-sisa aromanya yang masih tertinggal.Di tempat ini, Leary melewati masa indah terakhirnya bersama ibunya. Leary melangkah pelan dalam tuntunan Chaning, mendekati sebuah tungku perapian. Di tempat itu, Olivia menghembuskan napas terakhirnya dalam pelukan Leary. Leary masih ingat, dia memeluk tubuh Olivia yang semula hangat berubah dingin, Leary yang sudah berjanji untuk menjadi anak yang kuat menahan air matanya hingga hembusan napas terakhir Olivia, hingga detak jantung terakhirnya, Leary menangis tanpa suara agar Olivia tidak mendengarnya.
Leary terduduk di kursi rodanya dengan sebuah pakaian yang tebal, gadis kecil itu tidak berhenti memandangi Liebert yang sejak tadi menyisir rambutnya, membantu mengenakan pakaian tebal hingga membantu mempersiapkan kepergian mereka karena pulang dari rumah sakit.Suara ketukan di pintu terdengar, tidak terduga Petri berdiri di ambang pintu. Ini untuk pertama kalinya Petri keluar usai kejadian itu, kini konisi Petri sudah mulai stabil berkat bantuan dokter. Petri berdiri tertunduk terlihat ragu untuk menatap.“Apa aku dibolehkan masuk?” Tanya Petri terdengar pelan nyaris tidak terdengar.Liebert sempat terdiam, pria itu lebih dulu melihat reaksi Leary. Jika Leary ketakutan, maka Liebert akan menolak.Melihat Leary yang terlihat tenang, Liebert akhirnya segera berdiri. “Masuklah,” jawab Liebert memberi izin.Petri mencoba memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan menatap Liebert, orang sudah menembak kaki ayahnya dengan kejam. Namun entah mengapa, tidak ada kebencian di dalam ha