Share

Telfon Dari Dewi

Author: Uci ekaputra
last update Last Updated: 2022-09-19 22:09:23

Aira menghembuskan nafas lelah, sudah dari tadi dia memeriksa angka-angka yang ada di layar laptopnya, tapi tak juga kunjung selesai. Pekerjaannya benar-benar menumpuk.

Itu semua terjadi karena moodnya yang tiba-tiba buruk, setelah mendapat telfon dari sang Ibu yang memaksanya untuk pulang akhir pekan ini.

Bukannya Aira tak mau untuk pulang, tetapi kenangan buruknya saat berada di rumah membuat traumanya kadang kembali lagi. Dia harus sering mengkonsumsi obat kembali jika sudah seperti itu.

Aira menggerakkan tubuh mencoba merenggangkannya, badannya terasa pegal karena dari tadi duduk di kursi. Dia berharap dengan menggerakkan tubuh bisa sedikit mengusir pegal-pegal di badannya karena duduk terus-menerus memandang layar laptop.

Aira berdiri dari kursi berniat membuat secangkir kopi untuk menghilangkan kantuknya. Kaki Aira melangkah menuju dapur, setelah tiba di dapur, dia bergegas membuat kopi.

Aira memanaskan air untuk menyeduh kopi, dia lebih suka kopi pahit tanpa gula sama sekali. Rasa pahitnya mengingatkan kisah hidupnya yang teramat pahit.

Sejauh ini dia masih mengingat semua luka yang pernah dia dapatkan, bahkan bekas luka di tubuhnya masih ada sampai sekarang.

Aira menghela nafas kasar, masih saja dia merasakan tubuhnya gemetar saat mengingat masa-masa yang dulu. Kalau sudah begitu mana bisa dia meneruskan pekerjaannya.

Setelah selesai membuat kopi, Aira bergegas membawanya ke kamar. Dia harus segera menyelesaikan pekerjaannya sebelum akhir bulan ini.

Hani pasti akan mengomel lagi jika dia tak kunjung menyelesaikannya. Apalagi memang sudah waktunya Aira menyelesaikan semuanya.

Netra Aira kembali berselancar menatap layar laptop, dia bermaksud menyelesaikan pekerjaannya yang tinggal sedikit.

Setelah semua selesai dia ingin segera beristirahat, besok dia harus berangkat pagi menuju kantor.

Saat sedang fokus bekerja, Aira mendengar ponselnya berdering. Netra Aira beralih menatap ponsel yang tergeletak di samping laptopnya.

Tangan Aira terulur mengambil ponsel tersebut, Aira ingin tahu siapa yang menelfonnya malam-malam begini.

"Ibu?" ucap Aira saat melihat ponsel di tangannya.

Aira mendecakkan lidah, begitu mengetahui siapa yang menelfonnya. Ingin sekali dia tidak menerima panggilan telfon dari sang Ibu. Namun, jika dia tidak segera menerima panggilan tersebut, Dewi pasti akan semakin marah.

Tangan Aira pun menekan tombol hijau, dan menyapa Dewi, "Assalamu'alaikum, Bu."

"Wa'alaikumsalam." Terdengar balasan Dewi dari sambungan telfon.

"Ada apa telfon malam-malam, Bu?" tanya Aira.

"Kamu lupa atau pura-pura lupa? Bukankah Ibu memintamu untuk pulang akhir pekan ini?" tanya Dewi dengan nada sedikit marah.

"Maaf, Bu. Pekerjaanku sangat banyak, aku belum bisa pulang meninggalkan pekerjaanku," jawab Aira mencoba menjelaskan.

"Halah, banyak alasan kamu! Memang dasar kamu anak tidak tahu diuntung! Kamu bikin malu Ibu saja. Padahal Ibu sudah menghubungi keluarga Pradikta untuk makan malam," hardik Dewi pada Aira.

Sementara Aira hanya terdiam membisu mendengar perkataan sang Ibu yang menyakitkan. Perkataan Dewi menusuk hatinya, hingga membuat nyeri dan sesak di dalam dada.

"Ma-af, Bu," cicit Aira.

"Pokoknya Ibu tidak mau tahu, akhir pekan depan kamu harus pulang! Jika kamu tidak pulang, Ibu akan menyeretmu untuk pulang," ancam Dewi pada sang putri.

Setelah memberi ancaman pada sang putri, Dewi mengakhiri sambungan telfonnya secara sepihak. Tangan Aira gemetar menatap layar ponsel yang telah mati.

Selalu saja seperti itu, setiap Dewi menelfon tangan Aira akan gemetar, teringat rasa sakit yang selalu dia terima semenjak Aira masih kecil.

Bergegas Aira membuka laci di meja kerjanya, tangan Aira mencari-cari sesuatu dengan tergesa-gesa.

Aira mengeluarkan semua barang-barang di dalam laci berharap menemukan apa yang dia cari.

Mata Aira langsung berbinar ketika menemukan apa yang dia cari, sebuah botol kecil berisi obat penenang. Aira segera membuka botol tersebut dan mengambil satu butir obat tersebut, lalu meminumnya dengan tergesa.

Aira menghela nafas lega setelah meminum obat tersebut. Dia menyandarkan punggung di kursi sembari mendongakkan kepala.

"Sampai kapan aku harus seperti ini? Selalu mengkonsumsi obat penenang jika rasa takut ini datang kembali. Aku sudah bosan dengan semua pengobatan yang aku jalani," lirih Aira.

Trauma yang dia terima teramat membekas di ingatannya. Aira sudah sangat lelah, kadang terbesit untuk mengakhiri saja hidupnya. Agar dia bisa terbebas dari rasa sakit akibat traumanya.

Akan tetapi, dosa yang Aira terima jika sampai bunuh diri tidak akan terampunkan. Jika saja bunuh diri itu bukan dosa besar, dia pasti akan melakukannya dari dulu.

Aira merasa tidak sanggup memikul kebencian yang mendalam dari sang Ibu. Kadang dia bertanya-tanya, apa sebenarnya salahnya. Hingga sebegitu bencinya Dewi kepadanya.

Untuk apa Aira dilahirkan jika pada akhirnya dia tidak pernah diharapkan? Untuk apa Aira ada di dunia ini, jika kehadirannya selalu terabaikan?

Padahal Aira sangat menyayangi Dewi, bahkan melebihi rasa sayang terhadap dirinya sendiri. Tapi kenapa Dewi membencinya seolah Aira bukanlah anak kandungnya sendiri?

Aira bangkit dari duduknya melangkah menuju ranjang, segera dia merebahkan tubuhnya begitu sampai. Mata Aira semakin berat karena efek dari obat yang baru saja dia konsumsi.

Sebelum kesadaran Aira sepenuhnya hilang, dada sebelah kirinya berdenyut nyeri. Aira merintih tertahan merasakan sakitnya.

Memang akhir-akhir ini Aira sering merasakan nyeri di dadanya, tapi dia tidak pernah ingin memeriksakannya. Kadang dia juga berpikir, memang hanya rasa sakit yang selalu menemaninya seumur hidupnya. "Apa aku tidak berhak bahagia sama sekali? Apa aku hanya akan merasakan sakit, hingga ajal menjemputku nanti?" batin Aira.

Mata Aira sudah tidak bisa menahan rasa ingin memejam, perlahan dia pun menutup mata merasakan kedamaian yang semu. Jika esok datang rasa sakitnya akan kembali lagi menemaninya.

Related chapters

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Persiapan

    Mata Aira mengerjap pelan, mencoba menyesuaikan dengan cahaya lampu. Tangannya menggapai jam di atas nangkas, dia ingin melihat jam berapa sekarang. Netra Aira membulat ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul empat lebih tiga puluh menit.Buru-buru dia menyibak selimut yang dipakainya, Aira pun bergegas turun dari ranjang menuju kamar mandi. Dia segera mandi dan melaksanakan sholat Subuh setelahnya.Aira bangun kesiangan, padahal pekerjaannya kurang sedikit lagi selesai. Padahal dia sudah memasang alarm tepat jam tiga dini hari. Tapi Aira tidak mendengar bunyi alarm sama sekali.Setelah melakukan ritual pagi, Aira segera menyelesaikan pekerjaannya. Hani bisa mengamuk nanti jika belum juga selesai.Aira mengerjakan sisa pekerjaannya dengan cepat. Dia menghela nafas berat, ini semua gara-gara telfon dari sang Ibu. Jika saja Dewi tidak menelfon tentu semua pekerjaan Aira sudah selesai dari semalam.Setelah semua pekerjaannya selesai, Aira bergegas mengganti pakaian bersiap untuk beran

    Last Updated : 2022-09-19
  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Perjodohan

    "Apalagi, Han?" tanya Aira pada Hani melalui sambungan telfon."Kamu tega Ai, cuti tidak memberitahuku terlebih dahulu," rengek Hani."Maaf, Han. Aku cuti juga karena mendadak. Sudahlah, aku sedang menyetir sekarang. Nanti aku hubungi lagi jika aku sudah sampai di rumah." Aira segera mematikan sambungan telfon dari Hani, kupingnya terasa pengang mendengar omelan Hani karena dia tidak memberitahukan cutinya terlebih dahulu pada Hani.Aira memang tidak memberitahukan karena kepulangannya yang mendadak, dan dia juga tidak mau Hani terlalu banyak tanya jika dia mendengarnya.Setelah meletakkan ponsel, Aira kembali fokus menatap jalanan yang cukup ramai di akhir pekan seperti ini. Jika bukan karena desakan sang Ibu tentu dia lebih memilih berdiam diri di kamar daripada harus berkendara di akhir pekan yang selalu ramai dan macet.Jalanan yang berdebu dan ramainya kendaraan yang berlalu lalang membuat Aira merasa malas, mobil yang dia kendarai pun melaju dengan pelan karena sudah banyak kend

    Last Updated : 2022-09-19
  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Kembali Terluka

    Plak!!Sebuah tangan mendarat keras di pipi kanan Aira. Dia merasakan panas mulai menjalar di area pipi yang terkena tamparan. Aira meringis, tangannya sedikit gemetar memegang pipinya yang memerah."Dewi! Apa yang telah kau lakukan?" Arman bergegas mendekati sang putri dan melihat pipinya yang memerah."Iya Ibu, kenapa Ibu menampar Aira?" Aina pun ikut mendekat pada Aira.Aira hanya diam membisu mendapat tamparan dari Dewi. Padahal para tamu baru saja pergi, tetapi Dewi sudah melayangkan tangannya pada Aira. Jujur Aira tidak menyangka jika sang Ibu akan menamparnya begitu para tamu pergi. Aira pikir Dewi akan berubah setelah dia dewasa, tapi nyatanya Dewi tetap saja suka melayangkan tangannya pada Aira.Hati Aira kembali terluka, bahkan rasa bekas tamparan Dewi tidak ada apa-apanya dibanding dengan rasa sakit yang sekarang hatinya rasakan."Aku hanya memberi pelajaran pada anak tidak tahu sopan santun itu. Kamu jangan ikut campur, Mas! Dia pantas mendapatkannya karena telah mempermal

    Last Updated : 2022-09-19
  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Berhenti Berharap

    Suasana ruang makan terlihat begitu hangat, Aira menyunggingkan bibir, tersenyum miris. Netranya mengembun melihat pemandangan yang membuat hatinya ngilu. Dewi, Arman serta Aina sedang sarapan bersama dengan bersanda gurau. Nampak mereka sangat bahagia sekali.Aira sedang berdiri di anak tangga paling atas menatap keakraban mereka bertiga dengan tatapan sendu, dia sangat iri dengan suasana hangat di sana. "Apakah aku tidak punya sedikit tempat di antara mereka?" batin Aira bertanya-tanya.Aira ingin sekali bergabung dengan mereka, tertawa bersama mereka. Tapi itu semua mustahil dan tidak akan pernah terwujud. Dia hanya bisa terluka jika mencoba mendekat, tidak ada tempat untuknya di sana.Aira juga bagian dari keluarga itu, tapi kenapa seolah dia ini hanyalah orang asing saja. Sejak dulu pun dia tidak pernah bergabung untuk makan bersama mereka. Aira selalu makan seorang diri setelah mereka menyelesaikan makannya.Aira sudah terbiasa tersisih, tetapi hatinya masih saja sakit jika mel

    Last Updated : 2022-10-05
  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Pernyataan Cinta

    Terik matahari sudah mulai membakar kulit Aira, tetapi dia masih saja betah duduk berlama-lama di pesisir pantai, menikmati suasana pantai yang sepi karena awal pekan.Setelah dua jam Aira berkendara tanpa arah, dia memutuskan untuk mengarahkan mobilnya ke arah pantai. Aira ingin mencoba menenangkan dirinya sebelum kembali bekerja.Netra Aira menatap ombak yang bergulung-gulung dengan kuat, dia ingin sekali menenggelamkan tubuhnya di tengah-tengah ombak tersebut. Mungkin dengan begitu dia tidak perlu merasakan penderitaan lagi. Mungkin juga rasa sakitnya akan menghilang bersamaan dengan menghilangnya ombak-ombak tersebut.Hijab Aira berkibar-kibar diterpa angin yang kencang. Dia pun memejamkan mata menikmati suara deburan ombak yang menabrak karang.Rasanya nyaman, tidak ada suara sang Ibu yang memarahi ataupun membentaknya. Sedikit demi sedikit hatinya mulai merasa tenang. Kesendirian membuatnya merasa sangat nyaman.Sendiri juga membuat Aira tidak terluka semakin dalam lagi. Dia mer

    Last Updated : 2022-10-15
  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Terlambat

    "Ai, aku mencintaimu."Kata-kata yang tak pernah Aira bayangkan keluar dari mulut Fandi. Aira bahkan tidak pernah lagi mengharapkan kata-kata tersebut diucap seseorang padanya.Sejak seringkali dikecewakan oleh harapan semu membuat hati Aira beku. Dia tak lagi memimpikan kebahagiaan dicintai oleh orang lain. Hatinya seperti mati rasa sejak itu.Hening.Hanya keheningan yang Aira rasakan walaupun suasana restoran cukup ramai. Dia sedang sibuk merangkai kata untuk menolak Fandi dengan sopan. Dia tidak mau hubungannya dengan sang bos berakhir buruk sebelum dia resign dari perusahaan yang selama ini menaunginya."Maaf, Pak. Saya tidak bisa menerima perasaan Bapak. Karena sebentar lagi saya akan menikah. Orang tua saya sudah menjodohkan saya dengan lelaki pilihan mereka," ucap Aira dengan suara pelan. Takut membuat Fandi semakin kecewa padanya.Hati Fandi langsung mencelos mendengar penolakan dari wanita pujaannya itu. Tidak disangka kalau dia telah terlambat mengutarakan isi hatinya pada

    Last Updated : 2022-10-19
  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Tak Sengaja Bertemu

    "Ai, kamu tahu nggak Pak Fandi kenapa? Dari kemarin raut wajahnya terlihat suram," tanya Hani sembari menyesap minuman di tangannya.Hani dan Aira sedang berada di sebuah restoran, mereka baru saja pulang kerja dan mampir untuk mencari makan.Aira tersentak mendengar pertanyaan Hani, dia merasa bersalah telah membuat Fandi berubah seperti yang dikatakan oleh Hani. Tapi dia pun tidak bisa berbuat apa-apa tentang perasaan Fandi itu."Sejak pulang dari meeting denganmu itu, dia selalu uring-uringan. Ada saja yang salah di depannya. Aku jadi makin takut jika berhadapan dengannya, Ai," tambah Hani makin membuat Aira tidak enak hati.Tapi Aira juga tidak bisa mengubah semuanya, dia tidak bisa menerima perasaan Fandi di saat dia sudah berjanji akan menerima perjodohan yang diatur oleh keluarganya."Aku tidak tahu, Han. Mungkin Pak Fandi sedang ada masalah pribadi." Aira tidak bisa jujur pasa Hani tentang apa yang sebenarnya terjadi. Dia tidak mau jika Hani mengetahui apapun tentangnya."Apa

    Last Updated : 2022-10-22
  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Resign

    "Kamu tidak lupa kan jika dua minggu lagi kamu akan menikah?" tanya Dewi melalui sambungan ponsel.Aira memutar bola matanya jengah dengan pertanyaan Dewi, mana mungkin dia bisa lupa jika sebentar lagi dia akan menikah. Sudah berkali-kali Dewi menelfonnya hanya untuk mengingatkannya tentang pernikahan. Padahal Aira hanya ingin merasakan ketenangan untuk sebentar saja, sebelum dia menikah."Apa kamu tuli, hingga tidak bisa menjawab pertanyaanku?" sentak Dewi.Hati Aira berdenyut nyeri mendengar suara sang Ibu meninggi. Hal yang biasa Aira terima tapi masih mampu menggetarkan tubuhnya."Aku mendengarnya, Bu. Ibu jangan khawatir, aku pasti akan segera pulang sebelum hari pernikahanku. Bukankah aku sudah bilang kalau aku tidak akan kabur dari perjodohan ini, jadi Ibu tenang saja," sahut Aira benar-benar sudah merasa jengah dengan semuanya."Jika kamu berani kabur, aku pasti akan mencarimu dan mematahkan kakimu itu!" ancam Dewi pada Aira, lalu dia pun memutuskan sambungan telfon.Aira menu

    Last Updated : 2022-10-24

Latest chapter

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Firasat

    Arman hanya memandangi piring yang berisi nasi dan lauk pauknya. Dari tadi pikirannya sedang melayang, mengingat putri bungsunya yang telah berada di rumah suaminya.Arman pun belum menyentuh makanannya sama sekali. Sejak bangun tidur tadi, hatinya terasa tidak enak. Dia selalu teringat dengan Aira. Entah pikirannya selalu terngiang akan wajah sang putri. Arman ingin sekali mengetahui keadaan Aira saat ini, tapi dia bingung sekali harus bagaimana.Aina yang melihat ayahnya sedang melamun pun meletakkan sendok makannya di atas piring. "Ayah tidak makan?" tanya Aina pada sang ayah.Arman pun tersentak, lalu segera melihat ke arah piring di depannya dengan tak berselera. Piring tersebut masih terlihat penuh, tanpa berkurang sedikitpun. Nafsu makannya benar-benar telah hilang."Ada apa, Yah? Kenapa Ayah tidak makan?" tanya Aina lagi.Dewi yang mendengar pertanyaan Aina pun melirik sang suami, sejak pertengkarannya beberapa waktu lalu dengan sang suami membuat hubungan keduanya menjadi din

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Mala Petaka

    Revan mengerjapkan matanya, dia mendesis merasakan pusing begitu matanya terbuka sempurna. Kepalanya pun terasa sangat berat. Efek dari minuman haram yang ditenggaknya sungguh buruk.Revan bukanlah seorang pemabuk, baru semalam dia menyentuh minuman haram itu untuk melampiaskan rasa frustasinya. Dengan perlahan Revan mulai bangun dari posisinya, lalu dia menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya. Tapi, betapa terkejutnya dia ketika menyadari bahwa dia tidak mengenakan apapun.Pandangan matanya beralih menatap sisi ranjangnya yang kosong, terdapat noda bercak merah. Mata Revan langsung membulat, lalu dia mencoba menggali ingatannya lebih dalam.Samar-samar gambaran tentang perbuatan buruknya pada Aira melintas di ingatannya. Revan tersentak begitu mengingat apa yang telah dilakukannya pada Aira."Apa yang telah kamu lakukan, Van! Bodoh sekali kamu," maki Revan pada dirinya sendiri sembari memukul-mukul kepalanya.Tidak pernah terbayangkan di benak Revan untuk mengambil kesucian Aira wa

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Terenggut

    Revan menggebrak pintu rumah dengan keras, dia melakukannya berkali-kali. "Buka ... buka pintunya!" seru Revan sembari terus menggebrak pintu rumahnya.Revan berdiri sembari bersandar ke pintu, dia tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.Sementara Aira tergopoh-gopoh menuju pintu. Dia terkejut ketika mendengar pintu rumahnya digedor dengan keras, padahal waktu sudah sangat malam. Aira segera membuka pintu begitu memastikan jika yang menggedor pintu adalah Revan, bukan orang yang berniat jahat padanya."Ya Allah, Mas ...!" seru Aira ketika pintu sudah terbuka. Revan terjatuh, tubuhnya membentur lantai yang dingin. Aira memandang Revan dengan tatapan kasihan, suaminya itu pulang dalam keadaan yang sangat berantakan dan mabuk berat.Buru-buru Aira membantu Revan berdiri, dia memapah Revan yang berdiri dengan sempoyongan karena mabuk. Tadi Revan menuju bar setelah pertengkarannya dengan Helen. Dia pun menenggak minuman haram demi melampiaskan rasa frustasinya karena sang kekasih tidak m

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Meyakinkan

    "Tunggu ...!" teriak Aira.Revan menghentikan langkahnya ketika akan menaiki tangga. Dia pun segera menoleh ke arah Aira yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya. Revan mengernyitkan keningnya saat melihat wanita yang bergelar istrinya itu berjalan mendekat ke arahnya."Ada yang ingin aku bicarakan padamu," ucap Aira ketika sudah sampai di dekat Revan."Ada apa?" tanya Revan dingin, tampak tidak tertarik untuk berbicara dengan Aira. Sebenarnya Revan sangatlah lelah setelah pulang dari tempat kerjanya. Ada sedikit masalah di kantornya. Dia ingin segera merebahkan tubuhnya di kasur. Tapi dia tidak bisa mengabaikan Aira begitu saja. Walaupun Aira hanyalah istri di atas kertas, secara tidak langsung Revan mempunyai tanggung jawab pada gadis itu.Aira pun menghela napas berat, andai saja tadi Helen tidak datang, tentu dia tidak akan menahan Revan seperti itu. Aira pasti akan enggan untuk berbicara dengan lelaki dingin macam Revan."Apakah kamu tidak memberitahu Helen tentang pernikahan

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Bertemu Fandi

    "Jaga dirimu baik-baik, Ai. Jika kamu tidak sanggup lagi menjalani pernikahanmu, jangan diteruskan lagi, hiduplah dengan baik. Aku siap mendengarkan apapun keluhanmu, jangan pernah merasa sendiri," pesan Hani, ketika Aira mengantarkannya kembali ke penginapan. Sebenarnya Hani merasa sangat berat meninggalkan Aira dalam keadaan yang buruk, tapi mau bagaimanapun Hani ingin, dia tidak bisa tetap berada di samping Aira, dia harus kembali pulang.Aira hanya mengangguk, dia sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Aira sudah teramat lelah menghadapi masalahnya yang tiada habisnya."Ah ... aku jadi tidak rela meninggalkanmu di sini, Ai." Hani memeluk Aira sembari meneteskan air mata kembali. Dia teramat sedih mendengar cerita dari sahabatnya itu. Hani kira selama ini kehidupan Aira tidaklah setragis itu, dia kira kehidupan Aira menyenangkan. Hani tidak pernah menyangka jika di balik sosok Aira yang cuek itu tersimpan kesedihan yang mendalam akibat perlakuan tidak baik dari keluarganya sendiri.A

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Menjelaskan

    "Perkenalkan nama saya Aira dan sebelum saya menjelaskan semuanya, saya harap Mbak Helen mau menahan diri hingga saya selesai menjelaskan. Bagaimana, Mbak? Apa Mbak Helen bersedia?" Tanpa menunggu lama, Aira pun memulai membuka suaranya setelah mereka bertiga duduk di ruang tamu.Helen pun mengangguk, dia tidak punya pilihan lain selain menyetujui apa yang Aira katakan. Dia ingin segera tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia sudah terlalu lama menahan semua pertanyaan-pertanyaan yang ada di pikirannya tentang siapa Aira dan tentang apa hubungannya dengan Revan, kekasihnya.Aira pun menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan, dia mempersiapkan diri untuk menjelaskan semuanya pada Helen. Dia tidak mau kalau sampai salah berkata hingga membuat Helen marah padanya ataupun Revan. Aira bisa dalam masalah besar jika sampai Helen salah paham dan marah padanya."Sebelumnya saya minta maaf, Mbak. Jika apa yang saya jelaskan ini tidak berkenan di hati Mbak Helen dan tolong jangan salah p

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Helen

    "Aku tahu kamu pasti sudah pulang." Sosok wanita tersebut membalikkan badan dengan senyum lebarnya ketika mendengar suara langkah kaki, tapi seketika dia membelalakkan matanya menatap Aira dengan pandangan penuh tanya."Siapa kamu?" tanya wanita tersebut sembari menatap Aira dari atas sampai bawah.Tadi saat mendengar suara langkah kaki, dia pikir jika orang tersebut adalah sosok yang sangat dirindukannya, bukan sosok gadis berkerudung yang tidak dikenalinya sama sekali.Aira pun berbalik bertanya pada wanita tersebut "Kamu sendiri siapa? Kenapa ada di rumah ini? Apakah kamu salah satu keluarga Mas Revan?" tanya Aira bertubi-tubi memandang wanita cantik berambut hitam itu."Mas Revan? Kamu ternyata mengenal Revan? Siapa kamu sebenarnya?" tanya wanita itu heran. Lalu, dia terdiam sejenak sembari menatap tajam ke arah Aira. "Kamu belum menjawab pertanyaanku, siapa kamu? Kenapa kamu ada di sini? Aku Helen, calon istri dari lelaki yang kau panggil Mas itu," lanjutnya. Lalu dia melangkah

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Siapa

    "Ada apa meneleponku, Han? Apalagi pagi-pagi seperti ini," tanya Aira.Hani menghela napas berat mendengar pertanyaan Aira. Dia sedang merasa kesal pada sang bos. Sebenarnya hari ini mereka bisa langsung kembali ke kota, tapi tiba-tiba Fandi membatalkan kepulangan mereka. Jadilah hari ini Hani merasa bosan di tempat yang tidak dikenalinya itu."Aku tidak jadi pulang, Ai. Hari ini tiba-tiba si bos membatalkan kepulangan kami. Nggak mungkin aku pulang sendiri, sementara aku berangkatnya bareng sama Pak Fandi. Aneh betul itu orang, apalagi sejak kamu keluar, dia jadi pendiem, jarang marah-marah lagi, kerjaannya cuma melamun aja," papar Hani membuat kening Aira berkerut.Aira tidak bisa menanggapi ucapan Hani, dia tidak tahu harus menjawab apa celotehan sahabatnya itu. Dia tidak mungkin bercerita jika dialah penyebab dari perubahan Fandi. Bisa heboh Hani nanti mengetahuinya."Jika kamu bosan, aku bisa menemanimu berkeliling, Han," cetus Aira. Dia juga sedang tidak ada pekerjaan. Mungkin b

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Menyesal

    Aira menatap langit-langit kamar yang telah dihias sedemikian rupa, kini dia telah berada di kamar pengantin. Setelah acara pernikahan selesai, Revan langsung membawa Aira ke rumahnya.Rumah yang Revan tinggali sendiri, karena dia memilih keluar dari rumah keluarga besarnya semenjak keluarganya menentang hubungannya dengan sang kekasih.Aira menghela napas panjang, dia merasa tidak nyaman dengan tempat asing. Tapi sebisa mungkin dia harus terbiasa mulai sekarang. Paling tidak di rumah asing itu Aira tidak lagi merasakan penderitaan diperlakukan buruk oleh sang ibu.Aira mencoba memejamkan mata karena waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Dia harus mengistirahatkan tubuhnya agar siap menjalani hari esok dengan status barunya. Entah apa yang akan menantinya nanti, kebahagiaan atau malah penderitaan yang tak berujung. Aira tidak tahu pasti. Dia hanya berharap bisa merasakan sedikit ketenangan tanpa ada lagi gangguan dari sang ibu. *** "Tidak perlu memasak untukku dan mengurus

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status