Share

Persiapan

Penulis: Uci ekaputra
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-19 22:11:54

Mata Aira mengerjap pelan, mencoba menyesuaikan dengan cahaya lampu. Tangannya menggapai jam di atas nangkas, dia ingin melihat jam berapa sekarang. Netra Aira membulat ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul empat lebih tiga puluh menit.

Buru-buru dia menyibak selimut yang dipakainya, Aira pun bergegas turun dari ranjang menuju kamar mandi. Dia segera mandi dan melaksanakan sholat Subuh setelahnya.

Aira bangun kesiangan, padahal pekerjaannya kurang sedikit lagi selesai. Padahal dia sudah memasang alarm tepat jam tiga dini hari. Tapi Aira tidak mendengar bunyi alarm sama sekali.

Setelah melakukan ritual pagi, Aira segera menyelesaikan pekerjaannya. Hani bisa mengamuk nanti jika belum juga selesai.

Aira mengerjakan sisa pekerjaannya dengan cepat. Dia menghela nafas berat, ini semua gara-gara telfon dari sang Ibu. Jika saja Dewi tidak menelfon tentu semua pekerjaan Aira sudah selesai dari semalam.

Setelah semua pekerjaannya selesai, Aira bergegas mengganti pakaian bersiap untuk berangkat ke kantor.

Dia mengambil hijab dan memakainya dengan tergesa-gesa, setelah selesai  bersiap, Aira mengambil tas dan membawa hasil pekerjaan yang telah dia selesaikan. Dia melangkahkan kaki dengan tergesa-gesa menuju mobil dan masuk ke dalamnya. Aira memacu mobil dengan kecepatan tinggi agar tidak terlambat sampai kantor.

Mobil yang dia pakai sekarang adalah pemberikan Arman, sang Ayah. Tanpa sepengetahuan Dewi tentunya. Arman membelikan Aira mobil untuk transportasinya selama bekerja di kota yang jauh dari tempat tinggalnya.

Ya, Arman memang tak seperti Dewi, dia menyayangi Aira sama seperti Aina. Arman tidak pernah membeda-bedakan antara kedua putrinya.

Akan tetapi, itu juga yang membuat Arman sering bertengkar dengan Dewi. Kadang kala karena itulah Dewi akan semakin kejam menyiksa Aira.

Aira menghela nafas kasar, masih saja dia mengingat ingat masa-masa kelamnya dulu. Padahal dia harus memikirkan pekerjaannya jika ada yang salah, dia harus mengerjakannya lagi.

Selang tiga puluh menit Aira pun sampai di kantor, dia memarkirkan mobil di area parkir pegawai. Lalu dia bergegas turun begitu mobil sudah terparkir.

Aira berjalan menuju ruang kerjanya dengan tergesa. Dia melihat Hani sudah duduk manis sambil menyesap kopi di tangannya. Netranya mendelik begitu melihat kedatangan Aira.

"Tumben telat, Ai?" tanyanya begitu Aira menghempaskan tubuhnya di kursi di belakang meja kerja.

"Sstt ... jangan ganggu aku dulu, Han. Aku belum sempat memeriksa pekerjaanku. Kalau ada yang terlewat kamu mau tanggung?" tanya Aira membuat Hani bergidik ngeri.

"Sudah-sudah, cepat periksa pekerjaanmu sebelum Pak Fandi datang," ucap Hani takut.

Setelah mendengar ucapan Hani, Aira bergegas mengeluarkan laptop dari dalam tasnya dan mulai menyalakannya. Netra Aira berselancar memandang layar laptop, memeriksa apakah ada yang terlewat atau ada yang belum dia kerjakan.

Aira menghela nafas lega setelah memeriksa semua pekerjaannya Akhirnya dia bisa sedikit santai, sambil menunggu sang bos datang.

"Sudah selesai, Ai?" tanya Hani sambil mendongakkan kepala melihat layar laptop Aira.

"Alhamdulillah, sudah Han." jawab Aira sambil merenggangkan tubuhnya.

"Aku sudah takut akan dimarahi Pak Bos, Ai. Untunglah kamu sudah menyelesaikannya." Hani berkata sembari memoleskan bedak di wajahnya. Hani memang hobi sekali berdandan, bahkan di dalam tasnya hanya berisi alat-alat make up dan dompet saja.

Segala macam alat make up lengkap, selalu ada di dalam tas Hani. Berbeda sekali dengan Aira, dia bahkan tidak terbiasa bermake up. Aira hanya berpikir untuk apa harus ribet dan menghabiskan banyak waktu untuk berdandan jika akan terhapus kembali.

Aira memang tidak terlalu suka hal-hal yang merepotkan, termasuk berdandan seperti Hani. Jika akan berangkat kerja dia hanya memoleskan bedak bayi di wajahnya, bahkan dia tidak tahu perbedaan foundation ataupun cushion, lucu bukan?

"Selamat pagi," sapa Fandi membuat Aira dan Hani terkejut.

"Selamat pagi, Pak," jawab Aira dan Hani serentak.

"Aira, apakah perkerjaanmu sudah selesai?" tanya Fandi pada Aira.

"Alhamdulillah sudah, Pak. Akan segera saya kirim ke email Bapak," jawab Aira membuat Fandi menganggukkan kepala dan berlalu pergi.

Begitu bayangan Fandi telah tiada, Hani mendekat ke meja kerja Aira dan berbisik, "Huh, Pak Bos dingin banget. Masak cuma menganggukkan kepala doang, dasar bos kutub." Hani menggerutu.

"Ada apa, Han? Apakah kamu tidak ada kerjaan hingga mengganggu pekerjaan Aira?" tanya Fandi yang tiba-tiba sudah berada di depan pintu.

Hani terkesiap mendengar pertanyaan Fandi, dia segera berbalik menatap keberadaan sang bos dan menggelengkan kepala sambil berucap, "Ti-dak, Pak. Saya tidak mengganggu Aira."

Aira hanya bisa menahan tawa melihat tingkah Hani yang ketakutan karena kedatangan Fandi yang tiba-tiba.

"Aira, tolong ke ruangan saya sebentar." Fandi melangkah kembali masuk ke ruangannya setelah selesai memanggil Aira.

Aira melepaskan tawanya begitu melihat Fandi masuk ke dalam ruangannya. Sementara Hani mengerucutkan bibirnya mendengar tawa Aira.

"Gara-gara kamu nih, Ai!" gerutu Hani dengan bibir manyun.

"Sudah, aku masuk dulu. Nanti kamu dimarahi Pak Fandi kalau aku nggak masuk-masuk," ucap Aira sembari bangkit dari duduk, dan melangkah menuju ruang Fandi.

Aira mengetuk pintu pelan, walau sudah disuruh masuk, dia pasti akan mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk. Aira merasa tidak sopan jika langsung masuk begitu saja.

Setelah mendengar Fandi mempersilahkan masuk, Aira pun bergegas membuka pintu dan masuk. Dia melangkah menuju meja kerja Fandi.

"Ada apa memanggil saya, Pak?" tanya Aira tanpa basa basi.

Fandi hanya diam menatap Aira, seolah dia ragu ingin mengatakan sesuatu pada wanita muda yang menarik hatinya itu. Padahal biasanya Fandi tidak pernah seperti itu. Dia selalu bisa menguasai sikapnya, agar Aira merasa nyaman berhadapan dengannya.

"Pak?" panggil Aira, dia tidak sabar ingin kembali ke mejanya dan memeriksa pekerjaannya hingga akhir pekan. Dia ingin mengerjakan semua pekerjaanya sebelum pulang akhir pekan ini, memenuhi perintah sang Ibu.

"Eh, maaf. Saya cuma mau tanya, minggu ini kamu ada acara?" tanya Fandi mulai memberanikan diri.

Aira mengernyitkan kening mendengar pertanyaan dari sang bos. Dia merasa heran apa maksud dari pertanyaannya bosnya itu.

"Ehm ... rencana saya mau pulang ke rumah ibu saya, Pak. Sekalian saya juga mau ijin cuti jika saya belum bisa kembali bekerja setelah pulang dari sana."

"Oh, begitu. Baiklah. Kebetulan kamu belum pernah mengajukan cuti. Silahkan pergunakan waktumu dengan baik," ucap Pandu dengan nada sedikit kecewa. Rencananya dia ingin mengungkapkan isi hatinya pada Aira.

"Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi jika sudah tidak ada yang Bapak sampaikan."

Fandi pun hanya mengangguk menanggapi ucapan Aira. Sementara Aira bergegas melangkah keluar setelah mendapat jawaban dari Fandi.

Aira tidak mau terlalu lama menunda perkejaannya. Karena selain memeriksa pekerjaan hingga selesai, dia  juga harus menyiapkan keperluannya untuk pulang. Termasuk obat-obatannya, Aira harus mempunyai stok yang banyak agar tidak kebingungan ketika sudah habis.

Dan yang paling utama, Aira harus menyiapkan mentalnya untuk menghadapi keluarganya. Atau dia harus menebalkan hatinya agar jangan sampai terluka lagi semakin dalam.

Bab terkait

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Perjodohan

    "Apalagi, Han?" tanya Aira pada Hani melalui sambungan telfon."Kamu tega Ai, cuti tidak memberitahuku terlebih dahulu," rengek Hani."Maaf, Han. Aku cuti juga karena mendadak. Sudahlah, aku sedang menyetir sekarang. Nanti aku hubungi lagi jika aku sudah sampai di rumah." Aira segera mematikan sambungan telfon dari Hani, kupingnya terasa pengang mendengar omelan Hani karena dia tidak memberitahukan cutinya terlebih dahulu pada Hani.Aira memang tidak memberitahukan karena kepulangannya yang mendadak, dan dia juga tidak mau Hani terlalu banyak tanya jika dia mendengarnya.Setelah meletakkan ponsel, Aira kembali fokus menatap jalanan yang cukup ramai di akhir pekan seperti ini. Jika bukan karena desakan sang Ibu tentu dia lebih memilih berdiam diri di kamar daripada harus berkendara di akhir pekan yang selalu ramai dan macet.Jalanan yang berdebu dan ramainya kendaraan yang berlalu lalang membuat Aira merasa malas, mobil yang dia kendarai pun melaju dengan pelan karena sudah banyak kend

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-19
  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Kembali Terluka

    Plak!!Sebuah tangan mendarat keras di pipi kanan Aira. Dia merasakan panas mulai menjalar di area pipi yang terkena tamparan. Aira meringis, tangannya sedikit gemetar memegang pipinya yang memerah."Dewi! Apa yang telah kau lakukan?" Arman bergegas mendekati sang putri dan melihat pipinya yang memerah."Iya Ibu, kenapa Ibu menampar Aira?" Aina pun ikut mendekat pada Aira.Aira hanya diam membisu mendapat tamparan dari Dewi. Padahal para tamu baru saja pergi, tetapi Dewi sudah melayangkan tangannya pada Aira. Jujur Aira tidak menyangka jika sang Ibu akan menamparnya begitu para tamu pergi. Aira pikir Dewi akan berubah setelah dia dewasa, tapi nyatanya Dewi tetap saja suka melayangkan tangannya pada Aira.Hati Aira kembali terluka, bahkan rasa bekas tamparan Dewi tidak ada apa-apanya dibanding dengan rasa sakit yang sekarang hatinya rasakan."Aku hanya memberi pelajaran pada anak tidak tahu sopan santun itu. Kamu jangan ikut campur, Mas! Dia pantas mendapatkannya karena telah mempermal

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-19
  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Berhenti Berharap

    Suasana ruang makan terlihat begitu hangat, Aira menyunggingkan bibir, tersenyum miris. Netranya mengembun melihat pemandangan yang membuat hatinya ngilu. Dewi, Arman serta Aina sedang sarapan bersama dengan bersanda gurau. Nampak mereka sangat bahagia sekali.Aira sedang berdiri di anak tangga paling atas menatap keakraban mereka bertiga dengan tatapan sendu, dia sangat iri dengan suasana hangat di sana. "Apakah aku tidak punya sedikit tempat di antara mereka?" batin Aira bertanya-tanya.Aira ingin sekali bergabung dengan mereka, tertawa bersama mereka. Tapi itu semua mustahil dan tidak akan pernah terwujud. Dia hanya bisa terluka jika mencoba mendekat, tidak ada tempat untuknya di sana.Aira juga bagian dari keluarga itu, tapi kenapa seolah dia ini hanyalah orang asing saja. Sejak dulu pun dia tidak pernah bergabung untuk makan bersama mereka. Aira selalu makan seorang diri setelah mereka menyelesaikan makannya.Aira sudah terbiasa tersisih, tetapi hatinya masih saja sakit jika mel

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Pernyataan Cinta

    Terik matahari sudah mulai membakar kulit Aira, tetapi dia masih saja betah duduk berlama-lama di pesisir pantai, menikmati suasana pantai yang sepi karena awal pekan.Setelah dua jam Aira berkendara tanpa arah, dia memutuskan untuk mengarahkan mobilnya ke arah pantai. Aira ingin mencoba menenangkan dirinya sebelum kembali bekerja.Netra Aira menatap ombak yang bergulung-gulung dengan kuat, dia ingin sekali menenggelamkan tubuhnya di tengah-tengah ombak tersebut. Mungkin dengan begitu dia tidak perlu merasakan penderitaan lagi. Mungkin juga rasa sakitnya akan menghilang bersamaan dengan menghilangnya ombak-ombak tersebut.Hijab Aira berkibar-kibar diterpa angin yang kencang. Dia pun memejamkan mata menikmati suara deburan ombak yang menabrak karang.Rasanya nyaman, tidak ada suara sang Ibu yang memarahi ataupun membentaknya. Sedikit demi sedikit hatinya mulai merasa tenang. Kesendirian membuatnya merasa sangat nyaman.Sendiri juga membuat Aira tidak terluka semakin dalam lagi. Dia mer

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-15
  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Terlambat

    "Ai, aku mencintaimu."Kata-kata yang tak pernah Aira bayangkan keluar dari mulut Fandi. Aira bahkan tidak pernah lagi mengharapkan kata-kata tersebut diucap seseorang padanya.Sejak seringkali dikecewakan oleh harapan semu membuat hati Aira beku. Dia tak lagi memimpikan kebahagiaan dicintai oleh orang lain. Hatinya seperti mati rasa sejak itu.Hening.Hanya keheningan yang Aira rasakan walaupun suasana restoran cukup ramai. Dia sedang sibuk merangkai kata untuk menolak Fandi dengan sopan. Dia tidak mau hubungannya dengan sang bos berakhir buruk sebelum dia resign dari perusahaan yang selama ini menaunginya."Maaf, Pak. Saya tidak bisa menerima perasaan Bapak. Karena sebentar lagi saya akan menikah. Orang tua saya sudah menjodohkan saya dengan lelaki pilihan mereka," ucap Aira dengan suara pelan. Takut membuat Fandi semakin kecewa padanya.Hati Fandi langsung mencelos mendengar penolakan dari wanita pujaannya itu. Tidak disangka kalau dia telah terlambat mengutarakan isi hatinya pada

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-19
  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Tak Sengaja Bertemu

    "Ai, kamu tahu nggak Pak Fandi kenapa? Dari kemarin raut wajahnya terlihat suram," tanya Hani sembari menyesap minuman di tangannya.Hani dan Aira sedang berada di sebuah restoran, mereka baru saja pulang kerja dan mampir untuk mencari makan.Aira tersentak mendengar pertanyaan Hani, dia merasa bersalah telah membuat Fandi berubah seperti yang dikatakan oleh Hani. Tapi dia pun tidak bisa berbuat apa-apa tentang perasaan Fandi itu."Sejak pulang dari meeting denganmu itu, dia selalu uring-uringan. Ada saja yang salah di depannya. Aku jadi makin takut jika berhadapan dengannya, Ai," tambah Hani makin membuat Aira tidak enak hati.Tapi Aira juga tidak bisa mengubah semuanya, dia tidak bisa menerima perasaan Fandi di saat dia sudah berjanji akan menerima perjodohan yang diatur oleh keluarganya."Aku tidak tahu, Han. Mungkin Pak Fandi sedang ada masalah pribadi." Aira tidak bisa jujur pasa Hani tentang apa yang sebenarnya terjadi. Dia tidak mau jika Hani mengetahui apapun tentangnya."Apa

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-22
  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Resign

    "Kamu tidak lupa kan jika dua minggu lagi kamu akan menikah?" tanya Dewi melalui sambungan ponsel.Aira memutar bola matanya jengah dengan pertanyaan Dewi, mana mungkin dia bisa lupa jika sebentar lagi dia akan menikah. Sudah berkali-kali Dewi menelfonnya hanya untuk mengingatkannya tentang pernikahan. Padahal Aira hanya ingin merasakan ketenangan untuk sebentar saja, sebelum dia menikah."Apa kamu tuli, hingga tidak bisa menjawab pertanyaanku?" sentak Dewi.Hati Aira berdenyut nyeri mendengar suara sang Ibu meninggi. Hal yang biasa Aira terima tapi masih mampu menggetarkan tubuhnya."Aku mendengarnya, Bu. Ibu jangan khawatir, aku pasti akan segera pulang sebelum hari pernikahanku. Bukankah aku sudah bilang kalau aku tidak akan kabur dari perjodohan ini, jadi Ibu tenang saja," sahut Aira benar-benar sudah merasa jengah dengan semuanya."Jika kamu berani kabur, aku pasti akan mencarimu dan mematahkan kakimu itu!" ancam Dewi pada Aira, lalu dia pun memutuskan sambungan telfon.Aira menu

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Berpamitan

    Pagi ini, Aira sudah selesai bersiap. Ia sudah selesai mengemas barang-barang yang akan dibawanya pulang dan hanya tinggal berangkat saja.Tidak terasa waktu cepat sekali berlalu, pernikahan Aira sudah ada di depan mata. Satu minggu lagi, dia akan benar-benar terbebas dari belenggu sang ibu. Tapi siapa yang tahu masa depan, mungkin saja Dewi masih tetap mengganggu kehidupan Aira meski dia sudah menikah. Entahlah.Rencananya Aira akan berangkat setelah selesai sarapan, bukankah dia harus mengumpulkan banyak tenaga untuk perjalanan yang akan dia tempuh sekaligus untuk menghadapi Dewi jika dia sudah sampai di rumah? Bisa saja kan di saat Aira baru tiba Dewi langsung berbuat buruk pada Aira?Aira masih berkutat di dapur, dia memasak nasi goreng sebagai sarapan paginya. Dia tidak mau ribet, cukup membuat masakan sederhana untuk menghemat waktu. Setelah selesai memasak, Aira memindahkan nasi goreng tersebut ke atas piring. Lalu dia membawanya ke meja makan, dan memulai sarapannya.Saat akan

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-26

Bab terbaru

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Firasat

    Arman hanya memandangi piring yang berisi nasi dan lauk pauknya. Dari tadi pikirannya sedang melayang, mengingat putri bungsunya yang telah berada di rumah suaminya.Arman pun belum menyentuh makanannya sama sekali. Sejak bangun tidur tadi, hatinya terasa tidak enak. Dia selalu teringat dengan Aira. Entah pikirannya selalu terngiang akan wajah sang putri. Arman ingin sekali mengetahui keadaan Aira saat ini, tapi dia bingung sekali harus bagaimana.Aina yang melihat ayahnya sedang melamun pun meletakkan sendok makannya di atas piring. "Ayah tidak makan?" tanya Aina pada sang ayah.Arman pun tersentak, lalu segera melihat ke arah piring di depannya dengan tak berselera. Piring tersebut masih terlihat penuh, tanpa berkurang sedikitpun. Nafsu makannya benar-benar telah hilang."Ada apa, Yah? Kenapa Ayah tidak makan?" tanya Aina lagi.Dewi yang mendengar pertanyaan Aina pun melirik sang suami, sejak pertengkarannya beberapa waktu lalu dengan sang suami membuat hubungan keduanya menjadi din

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Mala Petaka

    Revan mengerjapkan matanya, dia mendesis merasakan pusing begitu matanya terbuka sempurna. Kepalanya pun terasa sangat berat. Efek dari minuman haram yang ditenggaknya sungguh buruk.Revan bukanlah seorang pemabuk, baru semalam dia menyentuh minuman haram itu untuk melampiaskan rasa frustasinya. Dengan perlahan Revan mulai bangun dari posisinya, lalu dia menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya. Tapi, betapa terkejutnya dia ketika menyadari bahwa dia tidak mengenakan apapun.Pandangan matanya beralih menatap sisi ranjangnya yang kosong, terdapat noda bercak merah. Mata Revan langsung membulat, lalu dia mencoba menggali ingatannya lebih dalam.Samar-samar gambaran tentang perbuatan buruknya pada Aira melintas di ingatannya. Revan tersentak begitu mengingat apa yang telah dilakukannya pada Aira."Apa yang telah kamu lakukan, Van! Bodoh sekali kamu," maki Revan pada dirinya sendiri sembari memukul-mukul kepalanya.Tidak pernah terbayangkan di benak Revan untuk mengambil kesucian Aira wa

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Terenggut

    Revan menggebrak pintu rumah dengan keras, dia melakukannya berkali-kali. "Buka ... buka pintunya!" seru Revan sembari terus menggebrak pintu rumahnya.Revan berdiri sembari bersandar ke pintu, dia tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.Sementara Aira tergopoh-gopoh menuju pintu. Dia terkejut ketika mendengar pintu rumahnya digedor dengan keras, padahal waktu sudah sangat malam. Aira segera membuka pintu begitu memastikan jika yang menggedor pintu adalah Revan, bukan orang yang berniat jahat padanya."Ya Allah, Mas ...!" seru Aira ketika pintu sudah terbuka. Revan terjatuh, tubuhnya membentur lantai yang dingin. Aira memandang Revan dengan tatapan kasihan, suaminya itu pulang dalam keadaan yang sangat berantakan dan mabuk berat.Buru-buru Aira membantu Revan berdiri, dia memapah Revan yang berdiri dengan sempoyongan karena mabuk. Tadi Revan menuju bar setelah pertengkarannya dengan Helen. Dia pun menenggak minuman haram demi melampiaskan rasa frustasinya karena sang kekasih tidak m

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Meyakinkan

    "Tunggu ...!" teriak Aira.Revan menghentikan langkahnya ketika akan menaiki tangga. Dia pun segera menoleh ke arah Aira yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya. Revan mengernyitkan keningnya saat melihat wanita yang bergelar istrinya itu berjalan mendekat ke arahnya."Ada yang ingin aku bicarakan padamu," ucap Aira ketika sudah sampai di dekat Revan."Ada apa?" tanya Revan dingin, tampak tidak tertarik untuk berbicara dengan Aira. Sebenarnya Revan sangatlah lelah setelah pulang dari tempat kerjanya. Ada sedikit masalah di kantornya. Dia ingin segera merebahkan tubuhnya di kasur. Tapi dia tidak bisa mengabaikan Aira begitu saja. Walaupun Aira hanyalah istri di atas kertas, secara tidak langsung Revan mempunyai tanggung jawab pada gadis itu.Aira pun menghela napas berat, andai saja tadi Helen tidak datang, tentu dia tidak akan menahan Revan seperti itu. Aira pasti akan enggan untuk berbicara dengan lelaki dingin macam Revan."Apakah kamu tidak memberitahu Helen tentang pernikahan

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Bertemu Fandi

    "Jaga dirimu baik-baik, Ai. Jika kamu tidak sanggup lagi menjalani pernikahanmu, jangan diteruskan lagi, hiduplah dengan baik. Aku siap mendengarkan apapun keluhanmu, jangan pernah merasa sendiri," pesan Hani, ketika Aira mengantarkannya kembali ke penginapan. Sebenarnya Hani merasa sangat berat meninggalkan Aira dalam keadaan yang buruk, tapi mau bagaimanapun Hani ingin, dia tidak bisa tetap berada di samping Aira, dia harus kembali pulang.Aira hanya mengangguk, dia sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Aira sudah teramat lelah menghadapi masalahnya yang tiada habisnya."Ah ... aku jadi tidak rela meninggalkanmu di sini, Ai." Hani memeluk Aira sembari meneteskan air mata kembali. Dia teramat sedih mendengar cerita dari sahabatnya itu. Hani kira selama ini kehidupan Aira tidaklah setragis itu, dia kira kehidupan Aira menyenangkan. Hani tidak pernah menyangka jika di balik sosok Aira yang cuek itu tersimpan kesedihan yang mendalam akibat perlakuan tidak baik dari keluarganya sendiri.A

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Menjelaskan

    "Perkenalkan nama saya Aira dan sebelum saya menjelaskan semuanya, saya harap Mbak Helen mau menahan diri hingga saya selesai menjelaskan. Bagaimana, Mbak? Apa Mbak Helen bersedia?" Tanpa menunggu lama, Aira pun memulai membuka suaranya setelah mereka bertiga duduk di ruang tamu.Helen pun mengangguk, dia tidak punya pilihan lain selain menyetujui apa yang Aira katakan. Dia ingin segera tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia sudah terlalu lama menahan semua pertanyaan-pertanyaan yang ada di pikirannya tentang siapa Aira dan tentang apa hubungannya dengan Revan, kekasihnya.Aira pun menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan, dia mempersiapkan diri untuk menjelaskan semuanya pada Helen. Dia tidak mau kalau sampai salah berkata hingga membuat Helen marah padanya ataupun Revan. Aira bisa dalam masalah besar jika sampai Helen salah paham dan marah padanya."Sebelumnya saya minta maaf, Mbak. Jika apa yang saya jelaskan ini tidak berkenan di hati Mbak Helen dan tolong jangan salah p

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Helen

    "Aku tahu kamu pasti sudah pulang." Sosok wanita tersebut membalikkan badan dengan senyum lebarnya ketika mendengar suara langkah kaki, tapi seketika dia membelalakkan matanya menatap Aira dengan pandangan penuh tanya."Siapa kamu?" tanya wanita tersebut sembari menatap Aira dari atas sampai bawah.Tadi saat mendengar suara langkah kaki, dia pikir jika orang tersebut adalah sosok yang sangat dirindukannya, bukan sosok gadis berkerudung yang tidak dikenalinya sama sekali.Aira pun berbalik bertanya pada wanita tersebut "Kamu sendiri siapa? Kenapa ada di rumah ini? Apakah kamu salah satu keluarga Mas Revan?" tanya Aira bertubi-tubi memandang wanita cantik berambut hitam itu."Mas Revan? Kamu ternyata mengenal Revan? Siapa kamu sebenarnya?" tanya wanita itu heran. Lalu, dia terdiam sejenak sembari menatap tajam ke arah Aira. "Kamu belum menjawab pertanyaanku, siapa kamu? Kenapa kamu ada di sini? Aku Helen, calon istri dari lelaki yang kau panggil Mas itu," lanjutnya. Lalu dia melangkah

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Siapa

    "Ada apa meneleponku, Han? Apalagi pagi-pagi seperti ini," tanya Aira.Hani menghela napas berat mendengar pertanyaan Aira. Dia sedang merasa kesal pada sang bos. Sebenarnya hari ini mereka bisa langsung kembali ke kota, tapi tiba-tiba Fandi membatalkan kepulangan mereka. Jadilah hari ini Hani merasa bosan di tempat yang tidak dikenalinya itu."Aku tidak jadi pulang, Ai. Hari ini tiba-tiba si bos membatalkan kepulangan kami. Nggak mungkin aku pulang sendiri, sementara aku berangkatnya bareng sama Pak Fandi. Aneh betul itu orang, apalagi sejak kamu keluar, dia jadi pendiem, jarang marah-marah lagi, kerjaannya cuma melamun aja," papar Hani membuat kening Aira berkerut.Aira tidak bisa menanggapi ucapan Hani, dia tidak tahu harus menjawab apa celotehan sahabatnya itu. Dia tidak mungkin bercerita jika dialah penyebab dari perubahan Fandi. Bisa heboh Hani nanti mengetahuinya."Jika kamu bosan, aku bisa menemanimu berkeliling, Han," cetus Aira. Dia juga sedang tidak ada pekerjaan. Mungkin b

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Menyesal

    Aira menatap langit-langit kamar yang telah dihias sedemikian rupa, kini dia telah berada di kamar pengantin. Setelah acara pernikahan selesai, Revan langsung membawa Aira ke rumahnya.Rumah yang Revan tinggali sendiri, karena dia memilih keluar dari rumah keluarga besarnya semenjak keluarganya menentang hubungannya dengan sang kekasih.Aira menghela napas panjang, dia merasa tidak nyaman dengan tempat asing. Tapi sebisa mungkin dia harus terbiasa mulai sekarang. Paling tidak di rumah asing itu Aira tidak lagi merasakan penderitaan diperlakukan buruk oleh sang ibu.Aira mencoba memejamkan mata karena waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Dia harus mengistirahatkan tubuhnya agar siap menjalani hari esok dengan status barunya. Entah apa yang akan menantinya nanti, kebahagiaan atau malah penderitaan yang tak berujung. Aira tidak tahu pasti. Dia hanya berharap bisa merasakan sedikit ketenangan tanpa ada lagi gangguan dari sang ibu. *** "Tidak perlu memasak untukku dan mengurus

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status