“Regan bukan orang yang bisa kamu handle, Dek.”
Poppy berbalik badan. Suara Dante tadi pagi kembali terngiang. Padahal sudah dua belas jam lewat sejak kakaknya mengucapkan kalimat itu. Bahkan, langit sudah berubah menjadi gelap dan Dante sudah mendengkur di kamarnya sekarang, tetapi Poppy masih belum bisa melupakannya.
Kepalanya bertambah penuh kala obrolan mereka berlanjut setelah itu.
“Kamu keluarga aku satu-satunya, kamu tau, kan? Kakak cuma gak mau kamu sakit.”
Hahh….
Poppy mendesah panjang, mengubah posisi tidurnya menjadi berbaring—menatap langit-langit kamar.
Poppy hanya tahu kalau kakaknya kurang peka, tetapi apa yang mendasarinya mengucapkan hal itu tadi pagi? Apakah Poppy dan Regan terlalu jelas di matanya? Atau ini insting dari seorang kakak? Poppy tidak paham, yang pasti dia merasa kha
Entah bagaimana lima menit waktu yang dijanjikan berubah menjadi berjam-jam lamanya. Namun, pada akhirnya Poppy tidak bisa protes karena dirinya sendiri yang jatuh tertidur lebih dulu. Begitu Poppy terjaga, jam sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi dan Regan sudah tidak ada di sana. Entah jam berapa pria itu meninggalkan kamarnya.Poppy hanya berharap, Dante tidak melihatnya.Karena ini hari Sabtu, Poppy agak sedikit bersemangat. Jadi, tanpa mandi terlebih dulu, Poppy keluar dari kamar dan siap untuk membuat sarapan. Dante bilang, hari ini ia tetap harus ke kantor karena ada berkas penting yang harus diurus. Lagi pula, mereka memang biasa untuk tetap sarapan ringan walaupun libur sekali pun.Namun, sebelum langkahnya mencapai dapur, Poppy sudah mencium aroma sedap. Harumnya seperti bawang bombai yang ditumis. Benar saja, semakin kakinya melangkah, ia bisa mendengar suara peralatan dapur beradu di sana.Dan matan
“Maksud lain?”Dante tidak menyahut selama beberapa detik, hanya matanya yang terus menatap lurus Regan. Tangan Poppy yang memegang sendoknya sudah berkeringat, tapi Regan masih saja bersikap santai sambil makan.“Lo sendiri aja gak bisa?” tanya Dante berikutnya, suaranya lebih terdengar serius dan dingin.Alarm di kepala Poppy langsung menyala. Jadi, sebelum Regan membuka mulutnya, ia buru-buru menyela. “Maaf, Kak Regan, aku gak bisa ikut. Aku lupa ada janji sama temen aku hari ini.”Dante buru-buru memutar kepalanya. “Janji sama siapa?”“Layla, teman kerja aku.”Walaupun belum memiliki janji sama sekali dengan Layla, ia harus memastikannya setelah ini. Apa pun itu asalkan tidak ada di rumah dan tidak bersama Regan. Menghadapi dua pria yang sama-sama keras kepala ini malah membuat kepala Poppy sakit sendiri.Dante sudah perc
Kata ‘terserah’ yang diucapkan dengan marah oleh Poppy itu seolah tidak diacuhkan Regan. Begitu Poppy dan Layla keluar dari restoran dan berjalan menuju mobil Layla, sebuah mobil hitam di parkiran membunyikan klaksonnya dua kali. Ketika menoleh, Poppy pun hanya bisa menghela napas. Ia hapal betul siapa pemilik mobil Fortuner hitam itu.Seolah belum cukup mengejutkan Poppy, Regan pun keluar dari mobil dan menyapa Layla. Ia juga meminta izin wanita itu untuk membawa Poppy bersamanya. Janji untuk berbelanja jilid dua pun batal, dan Layla jelas-jelas terlihat semringah “menitipkan” Poppy kepada Regan—seperti ibu-ibu di Serenity Spring School.Poppy sendiri tidak bisa bertingkah. Sekuat apa pun keinginannya untuk menolak ajakan Regan, tatapan pria itu lebih menghipnotisnya. Poppy seperti anak bebek yang mengikuti sang induk ke mana saja.“Dari mana Kakak tahu aku lagi di mana?&rd
Poppy menyingkirkan tangan Regan dari pipinya, lalu mengelap air matanya sendiri. Wanita itu tampak mengatur suaranya beberapa saat sebelum menjawab panggilan.Regan mendengus, lalu kembali bersandar pada kursinya.“Halo? Kenapa, Kak?” sapa Poppy. Ia sedikit menyedot hidungnya dan melirik Regan sekilas.“Kamu udah selesai?”“Iya, ini udah jalan pulang.”“Oke, bagus, deh!” suara Dante terdengar sangat bersemangat. “Nanti malam ikut Kakak, ya. Kita makan bareng sama teman Kakak.”Alis Poppy berkerut. Dante memang sering mengajaknya makan di luar, tetapi kenapa dia sampai harus mengajak temannya?“Makan bareng?”“Itu loh, yang fotonya sempat Kakak kirimin ke kamu.”Ah, itu….Setelah mengirimkan foto seorang pria, Dante terus-terusan membahasnya. Baik itu ketika pulang kerja atau melalui pesan. Dante akan membangga-banggakan pria yang katanya berusia 29 tahun itu. Lalu, puncaknya hari ini, Dante malah mengajaknya untuk makan bersama.“Kita makan berdua aja deh, Kak….” Poppy berusaha menca
Dante Januar: [foto]Dante Januar: Gimana? Cocok, kan?Regantara Dashar: Siapa?Dante Januar: Poppy sama junior gue. Mereka lagi gue kenalin.Regantara Dashar: Di mana?Dante Januar: Gak ya. Gue gak bakal kasih tau. Gue gak mau traktir lu, Pak Dok!Ada yang lebih membuat kepala Regan berdenyut selain jadwal operasi berturut-turut dalam satu hari dan disambung oleh seminar, yaitu kenyataan bahwa Poppy berbohong kepadanya. Awalnya, Regan tidak mau protes banyak ketika tahu Poppy hanya akan makan malam dengan Dante. Namun, melihat bagaimana teman kurang ajarnya itu justru pamer kedekatan Poppy dengan pria lain, Regan tidak bisa tidak menyalahkan wanita itu juga.Regan sampai memperbesar foto yang dikirimkan Dante berkali-kali, memastikan kalau temannya itu tidak berbohong. Berapa kali dilihat pun, itu memang Poppy dengan baju terusan berwarna biru dengan rambut ditata sederhana. Regan juga masih ingat jepitan kecil yang ia sematkan di rambut wanita itu.Jadi, dia dandan cantik buat ketem
Poppy tidak menjawab dan sekarang jelas-jelas menghindari mata Regan.“Poppy!” panggil Regan dengan suara tegas.Wanita itu melirik ke dalam rumah dengan wajah panik. Regan paham, Poppy pasti khawatir apakah Dante masih ada di sana atau tidak. Setelah memastikan Dante tidak ada di sekitar mereka, wajah wanita itu kembali menatapnya.“Kalau aku jujur, Kakak pasti ngehalangin aku lagi, kan?” walaupun agak berbisik, Regan bisa merasakan kekesalan dalam suaranya.“Jadi, kamu udah tahu? Kamu udah tahu kalau Dante bawa temannya buat dikenalin ke kamu?” Regan tidak percaya kalau wanita yang ia kira polos, ternyata bisa berpikiran licik seperti ini.“Kak Dante cuma mau kita kenalan.”“Aku tahu, kamu gak bodoh, Poppy.”Sebelum berpacaran, Poppy tahu kalau Regan adalah orang yang tegas. Bukan berarti dia pria dingin dan kaku, hanya saja Regan selalu mempunyai kemampuan untuk mengintimidasi lawan. Itulah kenapa Poppy tidak mau banyak berurusan dengan Regan sebelumnya.Poppy kira, sifat itu akan
Persiapan yang begitu grasak-grusuk, membuat Poppy memilih pakaian sederhana saja. Ia memakai kaus putih crop-top yang dipadukan dengan celana jeans high-waist berwarna putih. Agar tidak terlalu polos, Poppy juga menambahkan jaket jeans oversized berwarna hitam. Rambutnya hanya disisir tanpa aksesoris apa pun. Make-up pun seadanya, asal wajahnya tidak terlihat pucat saja.Benar saja, klakson mobil pun terdengar di depan rumahnya ketika Poppy sedang mengoleskan lipstik. Ia semakin terburu-buru, mengambil tas dan memasukan ponsel serta dompetnya. Kali ini, Poppy memilih memakai flat shoes daripada sepatu kets yang lebih ribet.Setelah mengunci pintu dan mengabari Dante, Poppy pun menghampiri Mami yang sudah tersenyum lebar dari dalam mobil. Wajah wanita itu terlihat sangat semringah ketika menurunkan kaca jendela mobilnya.“Lama nunggu?” tanya Mami ketika Poppy berjalan mendekat.Justru aku kayak orang kesetanan karena Mami kecepetan, gerutu Poppy dalam hati. “Gak, kok, Mam. Pas banget
Regan mendesah panjang sambil menyandarkan kepalanya di kursi mobil. Ia baru saja tiba di rumah orang tuanya, tapi tidak mau langsung keluar dari mobil itu. Hatinya berkata untuk memutar mobil dan pergi ke rumah Dante untuk menemui Poppy. Di satu sisi, egonya tidak bisa dikalahkan.Wanita itu yang berbohong, kenapa Regan yang harus memohon?Beruntung, maminya menyuruh untuk pulang ke rumah hari ini, jadi Regan tidak perlu mencari alasan tidak pulang ke rumah Dante. Jadi, setelah pekerjaannya selesai lebih awal karena akhir pekan, Regan pun meluncur ke sini tanpa memberi kabar apa pun kepada Poppy.Setelah sudah lebih tenang, Regan akhirnya keluar dari mobil. Seorang asisten rumah tangga yang sedang membersihkan teras pun menyapanya. Sambil berbasa-basi, wanita paruh baya itu memberitahu jika maminya sedang memasak di dapur bersama yang lain.Tadinya, Regan pikir “yang lain” itu adalah Mbok Yati, asisten rumah tangganya yang paling senior dan biasa membantu Mami di dapur. Namun, alih-a
“ADEEEK! KAMU KE MANA AJA?!”“Kenapa hape kamu mati, hah?! Kamu hampir buat Kakak gila tau, gak?!”“Polsek?? Kenapa kamu bisa di polsek?!”“Tapi, kamu gak diapa-apain, kan?”“Heh, dokter gadungan! Motor gue mana?!”Serangkaian ocehan Dante akhirnya bisa redam ketika Poppy mengatakan dirinya sangat lelah dan ingin tidur. Sebawel-bawelnya Dante, ia tidak akan membiarkan Poppy kelelahan. Jadi, sebelum pria itu berubah pikiran lagi, Poppy buru-buru melesat ke kamarnya dan menutup pintu.Poppy melempar dirinya ke kasur dan menarik napas panjang. Begitu banyak yang terjadi hari ini. Mulai dari pengalaman pertama naik kendaraan umum, tersesat, sampai kecopetan. Jangan lupakan juga bagian dirinya yang luluh dengan mudah dengan ucapan manis Regan.Poppy membuka matanya dan bangun. Ia harus
“Kamu—hah….” Regan menghela napas panjang, menyatukan dahi mereka berdua. “Jangan jalan-jalan sendiri lagi, oke? Kamu bisa marah-marah ke aku, pukul aku, maki-maki aku, atau bahkan ngadu ke Dante—apa pun itu—asal jangan pergi sendirian lagi, oke?”Poppy mengangguk. “Terus, HP-ku—”“Nanti aku yang urus,” potong Regan, kemudian menoleh kepada pria paruh baya yang berdiri di sana. “Pak Ferdi, terima kasih. Saya mohon bantuannya untuk mengurus sisanya.”Ah, Poppy baru ingat. Beberapa saat setelah ia melaporkan diri soal dirinya yang tersesat dan kehilangan barangnya, pria itu datang. Dia bilang kalau dirinya adalah teman Papi dan Regan, dan Regan sedang dalam perjalanan menuju polsek. Pada saat itu, rasanya Poppy ingin kabur kembali. Ia sudah membayangkan betapa buruk perasaannya jika harus bertemu Regan lagi.Namun ternyata, yang
“Mbak Poppy sudah ditemukan di Polres XX, Mas Regan.”Regan tidak peduli dengan ucapan Pak Ferdi selanjutnya. Ia bahkan tidak sadar kalau yang disambarnya adalah kunci motor Dante, sebelum melihat bahwa alarm mobilnya tak kunjung bunyi. Merasa tidak ada waktu untuk menukar kunci, jadi ia langsung saja mengendarai motor itu dan melesat menuju tempat Poppy.Sepanjang perjalanan, pikiran Regan tidak tenang. Apa yang terjadi sampai Poppy berada di tempat yang berjarak dua jam lebih dari rumahnya. Untuk dikatakan kabur dari rumah, itu terlalu mudah ditemukan. Namun di satu sisi, sangat mustahil juga Poppy berpergian seperti ini tanpa mengabari Dante.Satu yang akhirnya mungkin menjadi jawaban adalah Poppy sedang menghindari Regan.Mengingat itu, amarahnya tentu tak terbendung lagi.Perjalanan sejauh itu Regan tempuh seperti orang gila. Ia hanya membutuhkan satu jam lebih sepuluh menit untuk
Hari berjalan lambat setelah kejadian kemarin. Regan seperti tidak diberikan kesempatan untuk menjelaskan oleh Semesta. Poppy terus mengabaikannya, ditambah sikap Dante semalam, Regan juga khawatir jika bersikap terang-terangan di rumah.Begitu banyak waktu yang Regan buang hanya dengan memandangi layar ponsel. Tidak ada jadwal operasi hari ini—berbanding terbalik dengan kemarin. Regan hanya visite dan konsultasi dengan beberapa pasien. Namun, justru itu yang membuatnya lebih membenci hari ini.Ruang chat Poppy masih sehambar kemarin. Wanita itu tidak mengangkat panggilan video atau panggilan suara darinya. Beberapa chat hanya dibaca dan sisanya bahkan tidak dibaca sama sekali. Hari ini pun Regan sudah mencoba kembali, tetapi hasilnya masih sama.Regantara Dashar: Pop, tolong angkatRegantara Dashar: Ayo kita ketemu, aku mau jelasin semuanyaRegantara Dashar: Aku gak bisa jelasin di
Pintu kayu di depannya terasa begitu mengintimidasi di mata Regan. Jantungnya berdebar sangat kencang karena tahu Poppy ada di dalam sana. Hari sudah berganti dan jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Regan baru saja pulang dari rumah sakit setelah seharian disibukkan dengan pasien.Sepertinya, Semesta tidak mengizinkannya untuk tenang hari ini.Sekali lagi, ia melihat ponselnya yang menunjukkan ruang obrolan dengan Poppy. Wanita itu belum membaca pesan terakhirnya—yang mengajak Poppy untuk berbicara setelah Regan pulang. Regan menghela napas, tangannya sudah terangkat ingin mengetuk pintu itu sebelum sebuah suara menginterupsinya.“Jangan.”Pria itu menoleh. Beberapa langkah darinya, tepatnya di depan dispenser, Dante sudah berdiri sambil membawa mug berbentuk kepala anjing. Regan lupa kalau sahabatnya itu suka keluar tengah malam untuk mengambil minum.Regan tidak bisa melihat wajah
“Kenapa berhenti, Babe—oh, ada tamu, ya?”Regan tidak menghiraukan ucapan Claudia itu, malah mendorongnya untuk menyingkir, dan segera menghampiri Poppy. Dia tidak tahu kenapa keadaannya menjadi seperti ini. Bodohnya Regan yang terlalu terbuai dengan sentuhan itu sebelum memastikan siapa yang memeluknya. Tubuh dan pikirannya yang kelelahan membuat semua otaknya tidak bisa bekerja dengan baik.Seharusnya ia sadar waktu Claudia memeluknya dari belakang dan langsung menarik tubuhnya untuk berbalik. Poppy bukan wanita yang bisa bersikap agresif di depan pria mana pun, bahkan di depan Regan sendiri.“Pop, ini gak—”Kepala Regan terasa kosong hanya untuk memberikan penjelasan. Apalagi ketika melihat Poppy jelas-jelas menepis tangannya itu. Wajah wanita itu sudah tampak pias, dengan bola mata bergetar. Satu gerakan lagi saja, mungkin Poppy bisa menangis di sana.&ldquo
Tidak perlu waktu lama untuk Regan memacu mobilnya menuju rumah sakit. Begitu sampai pun, sudah ada perawat yang menunggunya untuk menjelaskan situasi. Regan mengantar Poppy ke ruangannya sambil mendengarkan penjelasan sang perawat. Setelah memastikan Poppy sampai dengan selamat di ruangannya, Regan segera pergi ke ruang operasi bersama perawat itu.Dan sekarang, Poppy kebosanan.Ruangan Regan sama monotonnya dengan ruang dokter lainnya. Hanya ada seperangkat komputer, tumpukan dokumen, dan buku-buku medis. Furnitur lainnya yaitu satu sofa kecil—tempat Poppy duduk sekarang. Mungkin karena ini ruangan pribadi Regan, yang biasanya menjadi tempat pria itu menyusun laporan dan konsultasi saja, tidak ada ranjang pasien di sini.Poppy pikir, ia hanya perlu menunggu paling lama setengah jam. Namun, dua jam berlalu, Regan tidak juga kembali. Perutnya mulai keroncongan. Poppy baru ingat kalau terakhir ia makan adalah saat jam isti
Ada kebanggaan yang membuncah ketika Regan melihat binar mata Poppy sekarang. Kerja kerasnya terbayar sudah. Ia tidak menyesal telah merogoh tabungannya lebih dalam, sampai beberapa kali bersitegang dengan arsitek dan interior desainer demi rumah ini. Wanita itu terlihat sangat bahagia.Walaupun pasti tidak sebanding dengan apa yang Regan rasakan sekarang.“Kak? Serius?”Itu bukan pertanyaan pertama Poppy ketika memasuki ruangan ini—ruangan yang khusus Regan buat untuk wanita itu. Ruangan ini juga yang paling banyak menyita waktu renovasi. Hampir sebulan penuh Regan habiskan untuk konsultasi desainnya.“Gimana? Suka?” Regan malah balik bertanya.“Siapa yang gak suka perpustakaan pribadi!” Poppy memekik senang dengan bibir yang tak berhenti tersenyum. “Dan… dan… buku-bukunya! Oh my God!”Baru kali ini Regan melihat ekspr
Poppy sempat berpikir Regan sedang menjahilinya kembali. Namun, begitu melihat pintu garasi rumah itu terbuka otomatis hanya dengan satu tekan di ponsel Regan, ia tidak bisa berkata-kata. Regan pun dengan tenangnya memasukan mobil ke garasi.“Ayo, turun,” ajak pria itu sambil membuka sabuk pengaman.“Sebentar, sebentar….” Poppy mengangkat satu tangannya. “Rumah kita? Maksudnya… kok, bisa—gak, maksudku, aku gak merasa pernah beli rumah atau nabung buat beli rumah….”Rancauan Poppy dibalas Regan dengan senyuman dan cubitan ringan di pipinya. “Aku jelasin di dalam, ya.”Melihat tidak ada tanda-tanda Poppy akan keluar dengan cepat, Regan pun memutar langkahnya dan membuka pintu di sebelah Poppy. Ia menuntun wanita itu untuk turun dari mobil, lalu membawanya ke sebuah pintu di sana. Pintu itu ternyata terhubung dengan tangga yang membawa mereka ke