Persiapan yang begitu grasak-grusuk, membuat Poppy memilih pakaian sederhana saja. Ia memakai kaus putih crop-top yang dipadukan dengan celana jeans high-waist berwarna putih. Agar tidak terlalu polos, Poppy juga menambahkan jaket jeans oversized berwarna hitam. Rambutnya hanya disisir tanpa aksesoris apa pun. Make-up pun seadanya, asal wajahnya tidak terlihat pucat saja.Benar saja, klakson mobil pun terdengar di depan rumahnya ketika Poppy sedang mengoleskan lipstik. Ia semakin terburu-buru, mengambil tas dan memasukan ponsel serta dompetnya. Kali ini, Poppy memilih memakai flat shoes daripada sepatu kets yang lebih ribet.Setelah mengunci pintu dan mengabari Dante, Poppy pun menghampiri Mami yang sudah tersenyum lebar dari dalam mobil. Wajah wanita itu terlihat sangat semringah ketika menurunkan kaca jendela mobilnya.“Lama nunggu?” tanya Mami ketika Poppy berjalan mendekat.Justru aku kayak orang kesetanan karena Mami kecepetan, gerutu Poppy dalam hati. “Gak, kok, Mam. Pas banget
Regan mendesah panjang sambil menyandarkan kepalanya di kursi mobil. Ia baru saja tiba di rumah orang tuanya, tapi tidak mau langsung keluar dari mobil itu. Hatinya berkata untuk memutar mobil dan pergi ke rumah Dante untuk menemui Poppy. Di satu sisi, egonya tidak bisa dikalahkan.Wanita itu yang berbohong, kenapa Regan yang harus memohon?Beruntung, maminya menyuruh untuk pulang ke rumah hari ini, jadi Regan tidak perlu mencari alasan tidak pulang ke rumah Dante. Jadi, setelah pekerjaannya selesai lebih awal karena akhir pekan, Regan pun meluncur ke sini tanpa memberi kabar apa pun kepada Poppy.Setelah sudah lebih tenang, Regan akhirnya keluar dari mobil. Seorang asisten rumah tangga yang sedang membersihkan teras pun menyapanya. Sambil berbasa-basi, wanita paruh baya itu memberitahu jika maminya sedang memasak di dapur bersama yang lain.Tadinya, Regan pikir “yang lain” itu adalah Mbok Yati, asisten rumah tangganya yang paling senior dan biasa membantu Mami di dapur. Namun, alih-a
Tok! Tok!Poppy mengerjap ketika mendengar suara ketukan pelan di pintu. Keadaan kamar ini masih terang benderang. Sepertinya, Poppy ketiduran karena lelah menangis setelah mengingat kejadian beberapa belas tahun yang lalu itu. Hari ketika Poppy merasakan seporsi mi goreng terenak yang pernah dimakannya.Mengenang senyum Regan dan tangisan bahagia Dante kala itu adalah titik kembali Poppy mendapatkan warnanya. Sejak saat itu juga Dante berjanji akan membelikan dan melakukan apa pun yang Poppy mau, asalkan wanita itu tidak mogok makan lagi.Apa mungkin, itu adalah kali pertamanya tertarik dengan Regan?Entahlah, Poppy sendiri tidak yakin.Mau bagaimana pun perasaannya, mungkin keluarga Dashar hanya akan tetap menganggap itu sekadar perasaan kagum seorang adik kepada sang kakak. Mungkin, akhirnya Regan akan sadar kalau Putri adalah pasangan yang lebih cocok dibandingkan Poppy.Tok! Tok!Ketukan itu kembali terdengar, membuat Poppy mendesah panjang. Dengan mata yang masih terasa berat, P
Sudah jatuh tertimpa tangga, mungkin itu pribahasa yang cocok untuk Poppy sekarang. Setelah mengikuti “permainan” Regan semalam, ditemani air hangat yang lama-kelamaan menjadi dingin, kini seluruh badannya terasa remuk. Rasa sakit ini berbeda dari sebelumnya.Seluruh tubuh Poppy terasa terbakar dan nyeri. Nyatanya, setelah Regan menggendongnya untuk rebahan di kasur malam tadi, ia sama sekali tidak bisa bergerak normal sampai sekarang. Bahkan untuk berbalik badan saja sepertinya Poppy harus mengeluarkan tenaga dalam.Bercinta di kamar mandi ternyata tidak seindah yang dibayangkannya. Oke, sensasinya memang berbeda, tetapi untuk tubuh lemah seperti Poppy, itu adalah ide terburuk.Setelah memaksakan diri untuk bangkit dari kasur, Poppy sekuat tenaga berjalan ke arah tas besar yang dibawa Dante kemarin—berisi baju ganti dan beberapa perlengkapan bekerjanya. Namun, baru saja ingin berganti pakaian, rasa nyeri itu kembali menyerang kepalanya. Alhasil, Poppy malah kembali duduk di ujung kas
Drama pagi itu akhirnya berakhir juga setelah Papi yang menengahi perdebatan Mami dan Dante. Senyaman apa pun Dante dengan keluarga Dashar, tetap ia lebih menyukai tinggal di rumahnya sendiri. Seminggu tanpa Poppy di rumah pasti akan terasa membosankan, jadi ia tetap mempertahankan argumennya. Di satu sisi, Mami adalah oponen yang kuat. Ia tidak menyerah untuk ingin tetap merawat Poppy di rumah ini.Sekarang, Poppy sudah merasa sedikit lebih tenang setelah minum obat dari Regan. Walaupun sudah mencoba untuk tidur sebentar, kepalanya masih tetap terasa sakit. AC kamar sengaja dimatikan, membuat keringat membanjiri seluruh pakaian Poppy. Kalau tahu bakal tersiksa begini, ia harusnya memukul kepala Regan lebih keras semalam.Poppy meraih ponselnya, memeriksa apakah ada pesan penting yang masuk. Dante bilang, ia sudah mengabari sekolah perihal keadaannya. Namun tetap saja, kadang ada wali murid yang tak paham, sehingga tetap menerornya dengan berbagai ocehan.Di antara pesan-pesan dari wa
Seperti sudah diatur otomatis, mata Poppy terbuka ketika keadaan kamarnya sudah gelap gulita. Cahaya dari luar kamar sudah hilang sepenuhnya, hanya ada seberkas dari lampu balkon. Poppy pun menyalakan lampu tidur di atas nakas, lalu mencari ponselnya di kasur untuk memeriksa jam. Sudah hampir pukul setengah tujuh malam ternyata.Badannya masih terasa sakit—mungkin karena terlalu banyak tidur—tetapi kondisi tubuhnya sudah membaik. Kepalanya sudah tidak pusing dan sepertinya juga tidak demam lagi. Matanya melirik ke arah nakas sekali lagi, ada bekas bungkus obat dan air putih di sana. Poppy pasti sudah mengkhawatirkan banyak orang.Poppy memakai sandal rumah dan berjalan menuju saklar lampu. Seketika, kamarnya menjadi terang benderang. Ia juga bisa melihat kondisinya sendiri dalam cermin. Wajahnya masih pucat dan rambutnya basah karena keringat. Poppy sepertinya harus ganti baju sebelum turun ke bawah.Jam segini biasanya keluarga Dashar sedang berkumpul untuk makan malam. Dari dulu, Po
Mata Poppy refleks membulat begitu mendengar suara Regan dari belakang. Ia bahkan tidak berani menoleh, khawatir Mami menyadari perubahan raut wajahnya. Tidak di depan Dante atau Mami, Regan masih saja bersikap jahil seperti ini.Plak!Mami memukul punggung Regan dengan keras. “Kamu udah tua! Masih aja manja begitu.”Poppy diam-diam mengembuskan napas lega. Sepertinya, Mami berpikir kalau Regan cemburu karena Poppy lebih diperhatikan daripada dirinya—anak Mami sendiri. Buru-buru Poppy menetralkan wajahnya, bersikap seolah tidak terpengaruh dengan aroma sabun mandi Regan, lalu menoleh.“Kak Regan udah pulang ternyata,” ucap Poppy dengan senyum yang dibuat-buat. Ia berkata seolah pesan Regan tadi tidak pernah ada.“Loh? Tadi, kan, dia ke kamar kamu buat cek kondisi kamu. Kamu gak ingat?” Mami yang menyahut.Dahi Poppy berkerut kembali. Ia tidak ingat kalau ada seseorang yang datang ke kamarnya tadi. Ia hanya bermimpi memeluk dan mencium Regan—sebuah mimpi yang biasa ia alami belakangan
Setelah pulih, Poppy akhirnya diizinkan pulang juga oleh Mami. Terkadang, wanita paruh baya itu jauh lebih tegas daripada Regan sendiri—yang notabenenya adalah seorang dokter. Poppy pun sudah kembali bekerja dan kehidupan di rumah Dante berjalan seperti biasanya.Tentu saja masih dengan Regan yang terkadang mencuri waktu untuk bermesraan dengan Poppy tanpa ketahuan Dante.Namun, belakangan ini Poppy merasa kalau Regan lebih menahan diri. Ia tidak terlalu banyak menggoda Poppy terang-terangan ketika ada Dante. Dia jadi lebih pengertian ketika Poppy sudah memberi kode untuk tidak berbuat macam-macam. Mereka juga belum melakukan seks lagi setelah kejadian Poppy sakit di rumah keluarga Dashar.Entah apa Regan yang memang sedang menahan diri atau… Poppy sudah tidak menarik lagi di matanya.Poppy menggelengkan kepala, berusaha mengenyahkan pikiran buruk itu dari kepalanya. Bukankah itu bagus kalau Regan pandai
“ADEEEK! KAMU KE MANA AJA?!”“Kenapa hape kamu mati, hah?! Kamu hampir buat Kakak gila tau, gak?!”“Polsek?? Kenapa kamu bisa di polsek?!”“Tapi, kamu gak diapa-apain, kan?”“Heh, dokter gadungan! Motor gue mana?!”Serangkaian ocehan Dante akhirnya bisa redam ketika Poppy mengatakan dirinya sangat lelah dan ingin tidur. Sebawel-bawelnya Dante, ia tidak akan membiarkan Poppy kelelahan. Jadi, sebelum pria itu berubah pikiran lagi, Poppy buru-buru melesat ke kamarnya dan menutup pintu.Poppy melempar dirinya ke kasur dan menarik napas panjang. Begitu banyak yang terjadi hari ini. Mulai dari pengalaman pertama naik kendaraan umum, tersesat, sampai kecopetan. Jangan lupakan juga bagian dirinya yang luluh dengan mudah dengan ucapan manis Regan.Poppy membuka matanya dan bangun. Ia harus
“Kamu—hah….” Regan menghela napas panjang, menyatukan dahi mereka berdua. “Jangan jalan-jalan sendiri lagi, oke? Kamu bisa marah-marah ke aku, pukul aku, maki-maki aku, atau bahkan ngadu ke Dante—apa pun itu—asal jangan pergi sendirian lagi, oke?”Poppy mengangguk. “Terus, HP-ku—”“Nanti aku yang urus,” potong Regan, kemudian menoleh kepada pria paruh baya yang berdiri di sana. “Pak Ferdi, terima kasih. Saya mohon bantuannya untuk mengurus sisanya.”Ah, Poppy baru ingat. Beberapa saat setelah ia melaporkan diri soal dirinya yang tersesat dan kehilangan barangnya, pria itu datang. Dia bilang kalau dirinya adalah teman Papi dan Regan, dan Regan sedang dalam perjalanan menuju polsek. Pada saat itu, rasanya Poppy ingin kabur kembali. Ia sudah membayangkan betapa buruk perasaannya jika harus bertemu Regan lagi.Namun ternyata, yang
“Mbak Poppy sudah ditemukan di Polres XX, Mas Regan.”Regan tidak peduli dengan ucapan Pak Ferdi selanjutnya. Ia bahkan tidak sadar kalau yang disambarnya adalah kunci motor Dante, sebelum melihat bahwa alarm mobilnya tak kunjung bunyi. Merasa tidak ada waktu untuk menukar kunci, jadi ia langsung saja mengendarai motor itu dan melesat menuju tempat Poppy.Sepanjang perjalanan, pikiran Regan tidak tenang. Apa yang terjadi sampai Poppy berada di tempat yang berjarak dua jam lebih dari rumahnya. Untuk dikatakan kabur dari rumah, itu terlalu mudah ditemukan. Namun di satu sisi, sangat mustahil juga Poppy berpergian seperti ini tanpa mengabari Dante.Satu yang akhirnya mungkin menjadi jawaban adalah Poppy sedang menghindari Regan.Mengingat itu, amarahnya tentu tak terbendung lagi.Perjalanan sejauh itu Regan tempuh seperti orang gila. Ia hanya membutuhkan satu jam lebih sepuluh menit untuk
Hari berjalan lambat setelah kejadian kemarin. Regan seperti tidak diberikan kesempatan untuk menjelaskan oleh Semesta. Poppy terus mengabaikannya, ditambah sikap Dante semalam, Regan juga khawatir jika bersikap terang-terangan di rumah.Begitu banyak waktu yang Regan buang hanya dengan memandangi layar ponsel. Tidak ada jadwal operasi hari ini—berbanding terbalik dengan kemarin. Regan hanya visite dan konsultasi dengan beberapa pasien. Namun, justru itu yang membuatnya lebih membenci hari ini.Ruang chat Poppy masih sehambar kemarin. Wanita itu tidak mengangkat panggilan video atau panggilan suara darinya. Beberapa chat hanya dibaca dan sisanya bahkan tidak dibaca sama sekali. Hari ini pun Regan sudah mencoba kembali, tetapi hasilnya masih sama.Regantara Dashar: Pop, tolong angkatRegantara Dashar: Ayo kita ketemu, aku mau jelasin semuanyaRegantara Dashar: Aku gak bisa jelasin di
Pintu kayu di depannya terasa begitu mengintimidasi di mata Regan. Jantungnya berdebar sangat kencang karena tahu Poppy ada di dalam sana. Hari sudah berganti dan jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Regan baru saja pulang dari rumah sakit setelah seharian disibukkan dengan pasien.Sepertinya, Semesta tidak mengizinkannya untuk tenang hari ini.Sekali lagi, ia melihat ponselnya yang menunjukkan ruang obrolan dengan Poppy. Wanita itu belum membaca pesan terakhirnya—yang mengajak Poppy untuk berbicara setelah Regan pulang. Regan menghela napas, tangannya sudah terangkat ingin mengetuk pintu itu sebelum sebuah suara menginterupsinya.“Jangan.”Pria itu menoleh. Beberapa langkah darinya, tepatnya di depan dispenser, Dante sudah berdiri sambil membawa mug berbentuk kepala anjing. Regan lupa kalau sahabatnya itu suka keluar tengah malam untuk mengambil minum.Regan tidak bisa melihat wajah
“Kenapa berhenti, Babe—oh, ada tamu, ya?”Regan tidak menghiraukan ucapan Claudia itu, malah mendorongnya untuk menyingkir, dan segera menghampiri Poppy. Dia tidak tahu kenapa keadaannya menjadi seperti ini. Bodohnya Regan yang terlalu terbuai dengan sentuhan itu sebelum memastikan siapa yang memeluknya. Tubuh dan pikirannya yang kelelahan membuat semua otaknya tidak bisa bekerja dengan baik.Seharusnya ia sadar waktu Claudia memeluknya dari belakang dan langsung menarik tubuhnya untuk berbalik. Poppy bukan wanita yang bisa bersikap agresif di depan pria mana pun, bahkan di depan Regan sendiri.“Pop, ini gak—”Kepala Regan terasa kosong hanya untuk memberikan penjelasan. Apalagi ketika melihat Poppy jelas-jelas menepis tangannya itu. Wajah wanita itu sudah tampak pias, dengan bola mata bergetar. Satu gerakan lagi saja, mungkin Poppy bisa menangis di sana.&ldquo
Tidak perlu waktu lama untuk Regan memacu mobilnya menuju rumah sakit. Begitu sampai pun, sudah ada perawat yang menunggunya untuk menjelaskan situasi. Regan mengantar Poppy ke ruangannya sambil mendengarkan penjelasan sang perawat. Setelah memastikan Poppy sampai dengan selamat di ruangannya, Regan segera pergi ke ruang operasi bersama perawat itu.Dan sekarang, Poppy kebosanan.Ruangan Regan sama monotonnya dengan ruang dokter lainnya. Hanya ada seperangkat komputer, tumpukan dokumen, dan buku-buku medis. Furnitur lainnya yaitu satu sofa kecil—tempat Poppy duduk sekarang. Mungkin karena ini ruangan pribadi Regan, yang biasanya menjadi tempat pria itu menyusun laporan dan konsultasi saja, tidak ada ranjang pasien di sini.Poppy pikir, ia hanya perlu menunggu paling lama setengah jam. Namun, dua jam berlalu, Regan tidak juga kembali. Perutnya mulai keroncongan. Poppy baru ingat kalau terakhir ia makan adalah saat jam isti
Ada kebanggaan yang membuncah ketika Regan melihat binar mata Poppy sekarang. Kerja kerasnya terbayar sudah. Ia tidak menyesal telah merogoh tabungannya lebih dalam, sampai beberapa kali bersitegang dengan arsitek dan interior desainer demi rumah ini. Wanita itu terlihat sangat bahagia.Walaupun pasti tidak sebanding dengan apa yang Regan rasakan sekarang.“Kak? Serius?”Itu bukan pertanyaan pertama Poppy ketika memasuki ruangan ini—ruangan yang khusus Regan buat untuk wanita itu. Ruangan ini juga yang paling banyak menyita waktu renovasi. Hampir sebulan penuh Regan habiskan untuk konsultasi desainnya.“Gimana? Suka?” Regan malah balik bertanya.“Siapa yang gak suka perpustakaan pribadi!” Poppy memekik senang dengan bibir yang tak berhenti tersenyum. “Dan… dan… buku-bukunya! Oh my God!”Baru kali ini Regan melihat ekspr
Poppy sempat berpikir Regan sedang menjahilinya kembali. Namun, begitu melihat pintu garasi rumah itu terbuka otomatis hanya dengan satu tekan di ponsel Regan, ia tidak bisa berkata-kata. Regan pun dengan tenangnya memasukan mobil ke garasi.“Ayo, turun,” ajak pria itu sambil membuka sabuk pengaman.“Sebentar, sebentar….” Poppy mengangkat satu tangannya. “Rumah kita? Maksudnya… kok, bisa—gak, maksudku, aku gak merasa pernah beli rumah atau nabung buat beli rumah….”Rancauan Poppy dibalas Regan dengan senyuman dan cubitan ringan di pipinya. “Aku jelasin di dalam, ya.”Melihat tidak ada tanda-tanda Poppy akan keluar dengan cepat, Regan pun memutar langkahnya dan membuka pintu di sebelah Poppy. Ia menuntun wanita itu untuk turun dari mobil, lalu membawanya ke sebuah pintu di sana. Pintu itu ternyata terhubung dengan tangga yang membawa mereka ke