“Karis, tau enggak kalau suamimu ini sebenarnya bukan asisten rumah tangga biasa.”Karisma terperangah. Begitu pula dengan Dudung.“Jangan kamu pikir, Papah hanya setuju dengan usulan Viona dan mengabaikan kehidupan kamu,” kata Mahardika. Setelah menatap putri tunggalnya itu, dia beralih kepada Dudung. “Kamu pernah drop out kuliah karena biaya kan, Dung?”Dudung bergerak kikuk, dia melirik kepada Karisma. Tangannya kembali meremas celananya sendiri.“Papah tau, sudah Papah selidiki semua soal Dudung, Karis.”Mendengar hal itu, Dudung merasa tubuhnya makin mengkerut, getaran di kakinya kini menjalar semakin naik, lalu berubah menjadi guncangan. Dudung menggigil ketakutan, titik-titik air mulai muncul di dahinya.Karisma melirik tak berselera kepada lelaki kerempeng di sebelahnya yang terlihat pucat pasi. Kenapa bisa ayah kandungnya berpikir untuk menukar sosok Tyo yang begitu tampan, dengan lelaki modelan kuli seperti Dudung. Mau dipoles sampai seratus lapisan belum tentu bisa menyamai
“Keadaan fisik Pak Jagat sudah jauh lebih baik dari saat pertama dia datang,” kata Reinald kepada Riana. “Mungkin satu atau dua hari lagi sudah bisa pulang.”“Syukurlah, terima kasih, Dok,” ucap Riana tulus.“Tetapi … tadi saya menemukan Pak Jagat sedang menangis … bahkan hampir di setiap jam pemeriksaan saya, Pak Jagat tampak habis menangis.”Riana menunduk, menghela napas.“Ya, suami saya memang akhir-akhir ini jadi lebih cengeng. Sebenarnya karena memang ada persoalan yang lumayan ruwet sebelum kasus penganiayaan yang dia alami. Dan persoalan itu belum seratus persen selesai,” tutur Riana.Entah mengapa dia berkata jujur kepada Reinald. Hati perempuan itu merasa bahwa sang dokter adalah orang baik. Buktinya Reinald peduli pada mental Jagat, padahal dia hanya dokter umum biasa. Seharusnya dia hanya memeriksa yang menjadi bagiannya saja, selesai. Toh dia digaji memang hanya untuk itu. Namun kenyataannya dokter Reinald berbeda.“Mohon maaf, Bu, apakah hubungan Ibu dengan Pak Jagat sed
“Masalah ini sebenarnya bisa selesai, kalau kamu kembali ke rumah dan kita menjalani hidup kita seperti dulu lagi. Yang punya perasaan beda kepada pernikahan kita kan kamu, Dek. Yang perasaannya berubah ke aku juga kamu. Kalau aku tidak berubah, aku masih seperti Jagat yang kamu kenal dulu,” ucap Jagat. Nadanya kentara sekali jika dia menjadi jengkel, tetapi masih dia usahakan untuk bicara seperti tidak terjadi apa-apa.“Jadi menurutku, yang butuh psikolog itu justru kamu,” tukas Jagat pada akhirnya. Dia mendongak, menahan air mata yang tiba-tiba berkumpul di ujung matanya.Riana mengangguk. “Iya, kita berdua, Mas. Supaya sembuh semua luka batin kita berdua.”Jagat menggeleng. Dia menggapai-gapai tangan Riana, dan sang istri tampak menyambutnya dengan setengah hati. “Dek, percayalah sama aku. Ayo kita jalani pernikahan kita seperti dulu lagi. Kamu maafkan kesalahan-kesalahan aku, dan akan aku pastikan aku tidak akan menyakiti kamu lagi. Itulah yang akan membuat kita berdua baik, Dek.”
“Oh!”Satu kata dari mulut Maya yang membuat dirinya sendiri menjadi melongo lebar. Terlihat seperti orang yang sangat syok. Perempuan itu mengerjapkan mata dan bertanya, “Terus?”“Entahlah, May, aku merasa Mas Tyo tidak berbohong—““Jadi kamu lebih membela kakak iparmu dibanding suamimu sendiri, Ri?”Riana melenguh. “Bukan begitu, Maya …. Maksudku, kalau ternyata memang Mas Jagat yang berbohong, itu namanya fitnah dong.”“Terus di ubun-ubun kamu itu muncul kalimat bahwa fitnah lebih kejam daripada pembunuhan,” cibir Maya. Tiba-tiba dia menjadi ikut emosi jiwa, plus sedikit gemas. Dia tidak mengerti jalan pikiran Riana. “Itu namanya sama aja kamu lebih percaya sama kakak iparmu, dan itu berarti sama dengan kamu lebih membela kakak iparmu. Huh, Riana Nurmalasari, kurujak juga kamu nih!”Maya menggerakkan tangan. Tangan kanannya mengepal, lalu dipukul-pukulkan berulang kali kepada tangan kirinya sendiri. Matanya mendelik sebal.Melihat ekspresi yang berlebihan itu Riana malah tertawa.
(Dung, apa yang mertuamu katakan memang benar. Perjanjian itu kita batalkan saja. Kamu kalau mau pergi dari Karisma tidak apa-apa. Tuanmu sebentar lagi juga masuk penjara, jadi perkara ini saya anggap sudah selesai. Sebagai tanda terima kasih, saya sudah transfer kamu ya. Untuk ongkos kamu pulang, atau bekal untuk mencari pekerjaan baru, sebab kamu tidak bisa lagi kerja di rumah saya).Dudung membaca pesan itu berkali-kali agar dia tidak salah mengartikannya.“Jadi semua ini akan berakhir?” desis Dudung. “Bahkan kesenangan sesungguhnya baru saja dimulai.”Lelaki itu mengedikkan bahu. Baik Vivi maupun Tyo bukanlah majikannya lagi, jadi untuk apa dia menurut perintah mereka? Lagi pula sedari dulu majikan sesungguhnya adalah uang, jadi di mana uang mengalir di situlah dia akan letakkan kesetiaannya.“Kamu kontak sama perempuan culas itu lagi ya?”Dudung terlonjak mendengar suara Karisma yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya.“I-iya, Mbak.”Karisma tertawa. “Apa katanya?”Dudung meringi
“Mau ngapain kamu, Dung?”Dudung terperanjat kaget. Langkahnya terhenti seketika. Dia pun berbalik badan dengan hati-hati, dan mendapati sosok bapak mertuanya dengan jaket tebal. Sepertinya dia akan pergi untuk kasak kusuk dengan tim pemenangannya. Memang begitu kegiatan Mahardika akhir-akhir ini.“Mau ngerokok di belakang, Pak. Lagi enggak bisa tidur. Mikirin besok mau kuliah lagi.”Mahardika tergelak sekejap. “Terus ini mau ngerokok lagi sama si Wahyu?”Dudung mengangguk sopan. “Iya, Pak. Cuma sebentar.”“Kamu itu jangan terlalu bergaul akrab sama pembantu, kastamu sekarang beda, Dung. Kamu menantuku, hati-hati bergaul sama mereka.”“Ta-tapi, Pak … mohon maaf, kata Bapak kita akan menampilkan welas asih* kepada wong cilik.”Mahardika tertawa menggelegar. “Dudung, Dudung … dasar hatimu polos dan baik ya! Peran itu ditampilkan di muka publik saja, bukan dihayati sepanjang hari. Eh, tapi … bagus juga idemu itu, nanti aku akan bilang sama tim, kayaknya ini bisa dijadikan iklan kampanye.
“Mmm … ak ak ak … mmm.”Dudung menghentikan gerakannya dalam membasuh badan. Telinganya dipasang pada pemancar yang paling tinggi. Suara itu terdengar lagi, hilang timbul, suara seperti orang yang ingin bicara tetapi mulutnya sedang disumpal sesuatu.“Ak ak ak.”Dudung mematikan shower. Setelah yakin bahwa sumber suara berasal dari balik pintu kamar mandi ini, alias kamarnya sendiri, Dudung bergegas mengambil handuk. Terburu-buru dia memakai pakaiannya kembali. Karisma pernah mengeluarkan peraturan untuk Dudung, yaitu dirinya tidak boleh terlihat hanya berhanduk, atau memakai pakaian tidak lengkap. Tentu saja Dudung menuruti semua perintah yang dikeluarkan dari mulut Karisma, demi memuluskan aktingnya menjadi orang lugu,.Begitu keluar dari kamar mandi, dia melihat kepala Karisma bergerak-gerak.“Mmm … ak ak ak ….”“Loh, Mbak Karisma!” Dudung gegas berlari ke arah istrinya itu. Ternyata suara yang dia dengar berasal dari mulut Karisma. “Mbak Karisma ken—“Lelaki itu membeliak, bola ma
“Nyonya Karisma mengalami kelumpuhan syaraf, dugaan sementara sebab dia overdosis obat penenang. Dalam darahnya ada zat yang banyak terkandung obat tersebut. Apakah beberapa hari ini yang bersangkutan menunjukkan gejala depresi?” Dokter menatap Mahardika, lalu Sinta, dan … mengernyit saat sampai pada sosok Dudung.Mahardika menghela napas. “Yah … memang anak kami sedang dalam tekanan yang berat. Istilahnya ada kasus begitu, yang sedang menimpanya.”“Oh, kenapa tidak langsung ditangani psikiater? Atau obat penenang itu justru dari psikiater?” Dokter menyelidik lagi.Serempak Mahardika dan sang istri menggeleng.“Apa anak kami akan bisa sembuh seperti sediakala, Dok?” tanya Sinta.“Kita harus selalu optimis, Ibu, namun dalam kejadian Nyonya Karisma ini … jujur harus saya sampaikan bahwa hanya keajaiban Tuhan yang akan ….” Sang dokter sengaja tidak menuntaskan pembicaraannya. Kedua tangan yang tertumpu di atas meja, membuka membentuk bunga yang merekah. Lalu menangkup lagi dalam dua deti