***
"Kita sampai."Setelah menempuh perjalanan dalam kondisi hening, ucapan tersebut akhirnya dilontarkan Gema pada Alnaira yang seperti biasa berada di samping kirinya.Drama taman selesai, keputusan menyesakan akhirnya diambil Gema yaitu; dia bersedia menerima perjodohan dengan Aneska. Tak gratis, hal tersebut perlu ditebus oleh syarat yang dia ajukan pada Alnaira dan tentunya tak mudah, syarat yang harus dipenuhi sang kekasih adalah menikah dengan pria lain sehari sebelum dirinya menikah dengan Aneska nanti.Tak mau berkorban dan sakit sendirian karena harus menikah dengan orang yang tak dicinta, Gema mengajak Alnaira untuk merasakan hal serupa dan tak ada penolakan, Alnaira menyanggupi permintaan tersebut sehingga setelahnya kedua insan itu memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju universitas.Tak datang tepat waktu, keduanya jelas terlambat. Namun, meskipun begitu Alnaira mau pun Gema berharap sang pengajar mengizinkan keduanya masuk karena waktu keterlambatan mereka pun tak lama."Makasih, Gem," ucap Alnaira."Sama-sama."Tak ada obrolan manis seperti biasa, dua sejoli itu berinteraksi dingin bahkan ketika turun dari mobil, keduanya melangkah dengan jarak yang cukup jauh.Sampai di kelas, Alnaira mau pun Gema kompak meminta maaf dan karena sebelum ini keduanya tak pernah terlambat, izin masuk pun didapat.Berlangsung cukup lama, kegiatan Alnaira dan Gema berakhir pukul delapan. Merapikan barang bawaan seperti biasa, Alnaira berusaha melambatkan aktivitasnya agar Gema keluar lebih dulu.Namun, alih-alih pergi, pria yang usianya lebih tua dari Alnaira tersebut justru menghampiri dengan raut wajah yang datar."Ayo buruan keburu malam.""Kamu duluan aja, malam ini aku pulang sendiri," ucap Alnaira—berusaha bersikap sebiasa mungkin, meskipun hatinya jelas berantakan."Bercanda kamu?" tanya Gema. "Hubungan kita mungkin udah berakhir, tapi tetap aja antar jemput kamu itu kewajiban aku. Mau emangnya aku diomelin Om Regan?""Aku nanti chat Papa, kamu enggak usah khawatir," ucap Alnaira. "Lagian malam ini aku enggak pulang ke rumah.""Mau ke mana kamu?" tanya Gema. "Enggak usah aneh-aneh deh. Aku khawatir.""Ke rumah Oma," ucap Alnaira sambil memandang Gema setelah kegiatannya membereskaan barang, selesai. "Aku malam ini tidur di rumah. Jadi kamu sana aja pulang duluan.""Oma siapa?""Oma Rara, Gema," kata Alnaira. "Aku enggak bisa pulang dengan kondisi yang kaya gini. Jadi mendingan aku ke rumah Oma.""Terus kamu pikir dengan pergi ke rumah Oma, mata sembab kamu enggak akan dicurigai?" tanya Gema—paham betul maksud ucapan Alnaira. "Sama aja kali.""Setidaknya kalau aku bohong, Oma sama Opa pasti percaya. Beda sama Papa yang selalu bisa bongkar kebohongan aku," kata Alnaira. "Udah deh mendingan sekarang kamu pulang. Aku udah gede kok, aku bisa pulang sendiri.""Om Regan pinter ya bongkar kebohongan kamu, tapi sayangnya dia enggak cukup peka sama perasaan anaknya," kata Gema. "Atau mungkin Om Regan cuman peka sama perasaan Aneska.""Maksud kamu apa?" tanya Alnaira. "Aku enggak suka ya kamu jelekkin Papa aku. Mau gimana pun sifat orang tua aku, mereka tetap orang yang paling berjasa di hidup aku.""Aku enggak jelekkin, aku cuman menyayangkan," kata Gema. "Mungkin orang tua kita sama childishnya karena main jodohin anak tanpa tanya dulu, tapi aku pikir orang tua kamu lebih egois karena seharusnya dari dua anak, mereka tanya dulu siapa yang mau dijodohin. Bukan malah pilih salah satu anak tanpa tanya dulu.""Gem, udah ya! Aku enggak suka," kata Alnaira yang tanpa ragu beranjak sambil menggebrak meja. "Papa sama Mama enggak egois. Mereka pilih Aneska karena emang dia anak paling tua dan secara kebetulan Aneska suka kamu. Jadi ya udah. Lagian kalau pun Mama sama Papa nanya dulu, hubungan kita tetap berakhir, kan? Aku akan tetap mengalah sama Aneska karena aku sayang sama dia."Mendengar ucapan Alnaira, Gema tersenyum miring. "Aku pikir aku seberharga itu buat kamu, tapi ternyata enggak ya. Aku terlalu pede karena pada kenyataannya aku enggak berarti sama sekali buat kamu.""Gem.""Aku pulang," pamit Gema. "Kamu hati-hati di jalan dan sampai ketemu di rumah sakit besok. Selamat malam."Tak menjawab, Alnaira hanya bisa diam sambil mengepalkan kedua tangan sementara Gema sendiri berbalik. Melangkah menuju pintu, Gema meninggalkan Alnaira begitu saja hingga setibanya di ambang pintu, pria jangkung itu berhenti bahkan menoleh."Jangan lupain syarat yang aku kasih ya. Semua sandiwara ada di tangan aku dan kapan pun aku mau, aku bisa hancurin semuanya. Jadi kalau kamu mau aku menikah sama Aneska, lekas cari pengganti biar aku bisa sepenuhnya lupain kamu dan buka hati buat Aneska," ucap Gema. "Jangan yang pura-pura, cari pacar yang beneran karena nantinya cowok itu bakalan kamu bawa ke pernikahan dan jangan lupa cari cowok baik-baik.""Kamu tenang aja," ucap Alnaira. "Aku bakalan lakuin apa yang kamu minta.""Bagus," ucap Gema sambil mengangkat jempol sebelum akhirnya berkata, "Aku pulang kalau gitu.""Hati-hati.""Hm."Tak ada obrolan, selanjutnya Gema benar-benar pergi meninggalkan Alnaira yang kembali duduk di kursi. Tak peduli suasana kelas yang kini sepi, Alnaira memilih diam selama beberapa saat untuk melampiaskan rasa sedih dan ya ... dia kembali menangis.Tak pernah membayangkan berada di posisi sesulit ini, Alnaira sakit. Namun, dia juga tak mau menyakiti saudara kembarnya karena seperti yang Alnaira bilang pada Gema, Aneska adalah penyelamat hidupnya."Kuat, Nana, kamu pasti bisa."Berusaha sebisa mungkin menenangkan perasaan, selanjutnya itulah yang Alnaira lakukan hingga setelah rasa ingin menangis perlahan menghilang, dia merogoh ponsel untuk menghubungi Regan, sang Papa.Tak menunggu lama, panggilannya dijawab dalam waktu cepat sehingga dengan segera Alnaira pun buka suara."Halo, Pa.""Kenapa, Na?" tanya Regan. "Oh ya, kamu udah kelar kelasnya? Kok bisa telepon Papa?""Udah, Pa, baru kelar beberapa menit," ucap Alnaira. "Ini aku telepon Papa sebenarnya buat minta izin.""Izin apa?"***"Nginep di rumah Oma," ungkap Alnaira to the point. "Enggak tahu kenapa hari ini tuh aku mendadak kangen Oma dan kayanya aku pengen nginep. Jadi aku enggak akan pulang ke rumah. Enggak apa-apa, kan?""Oma yang mana?" tanya Regan. "Oma Dara apa Oma Rara? Sama Gema enggak ke sananya? Lumayan jauh juga, kan, dari kampus kamu."Mendengar pertanyaan beruntun dari sang papa, Alnaira menghela napas sebelum kemudian buka suara untuk memberikan jawaban."Oma Rara, Pa, dan aku kayanya sendiri aja karena Gema udah aku minta pulang duluan," kata Alnaira. "Enggak apa-apa kok, aku berani.""Lho, kenapa enggak bilang sama Papa aja kalau gitu?" tanya Regan. "Kamu perempuan lho, Na, dan ini udah mau setengah sembilan. Masa sendiri? Tunggu deh ya di sana biar Pap-""Enggak usah, Pa," potong Alnaira dengan segera. "Aku bisa sendiri kok. Lagipula aku bukan anak kecil.""Ya emang bukan, tapi kamu anak gadis Papa, Nana," ucap Regan. "Papa khawatir kalau kamu sendiri. Takut ada apa-apa.""Doainnya semog
***"Mau makan siang di mana?"Baru masuk ke ruangan tempatnya dan Gema beristirahat, pertanyaan tersebut langsung didapat Alnaira dari sang mantan kekasih yang nampak duduk di meja kerja.Sabtu kerja.Hari ini Alnaira dan Gema memang tetap menjalani rutinitasnya seperti biasa. Tak ada libur sabtu, keduanya hanya mendapatkan libur di hari minggu sehingga meskipun weekend, pasangan yang sudah mengakhiri hubungan tersebut tetap bekerja."Kantin, kaya biasa."Tak ada interaksi manis seperti sebelumnya, Gema dan Alnaira sama-sama mendinginkan sikap semenjak kejadian semalam.Tak ada berangkat bersama bahkan bertegur sapa ketika bertemu, keduanya kompak acuh—terlebih itu Gema yang masih dilanda kecewa untuk apa yang terjadi pada hubungannya dengan putri tengah Regan tersebut."Sama siapa?""Teman.""Teman?" tanya Gema sambil menaikkan sebelah alis. "Teman di sini?""Bukan," ucap Alnaira. "Kamu sendiri udah makan belum?""Lagi enggak nafsu.""Gem," panggil Alnaira. "Ayolah, kamu udah janji
***Tak menjawab, Sky diam sambil berpikir sebelum akhirnya mengiakan permintaan Alnaira untuk menjaga rahasia.Tak cukup dengan ucapan, selanjutnya—sebelum menceritakan lebih lanjut masalah yang dialami, Alnaira meminta Sky untuk menautkan kelingking dan lagi-lagi pria yang berprofesi sebagai pembalap itu patuh sehingga selanjutnya Alnaira pun bercerita.Meskipun masih dilanda takut terhadap Sky yang mungkin saja menyampaikan semua ceritanya pada orang lain, Alnaira tetap melanjutkan semuanya hingga setelah dirinya selesai menyampaikan apa yang terjadi termasuk tujuannya meminta bertemu Sky, pria di depannya buka suara."Harus banget lo lakuin itu, Na?""Maksudnya?""Ya itu," kata Sky. "Harus banget lo korbanin hubungan lo sama Gema cuman karena Aneska? Okelah, saudara kembar lo suka sama Gema dari lama, tapi kan lo pacarnya, Na. Lo lebih punya kuasa atas Gema dan gue yakin orang tua lo pasti paham kalau lo jujur. Benar enggak?"Alnaira tersenyum. "Kalau seandainya mereka enggak paha
***"Kita bangun kebahagiaan kita masing-masing ya, Gem. Kamu sama Aneska, aku sama Sky, karena mungkin inilah takdir kita yang sebenarnya."Duduk dengan kedua kaki panjangnya yang sengaja ditekuk, Gema menghela napas kasar setelah ucapan Alnaira beberapa waktu lalu kembali melintas di benak.Tak di mobil ataupun di rumah, saat ini Gema menyendiri di pinggir danau tempatnya beberapa hari lalu melamar Alnaira.Menikmati semilir angin sore menjelang malam, itulah kegiatan Gema beberapa waktu lalu karena setelah tahu Alnaira dengan mudah menerima pernyataan cinta Sky, hatinya kembali hancur.Tak bisa untuk baik-baik saja ketika gadisnya menerima cinta orang lain, Gema terluka. Namun, karena kadung berjanji untuk menerima perjodohan dengan Aneska, dia tak bisa melakukan apa pun selain pasrah dan meresapi sakitnya seorang diri.Tak bercerita pada siapa pun termasuk kedua teman dekatnya di rumah sakit, Gema memilih untuk menyimpan semuanya karena dia pikir bercerita pun tak ada gunanya."Ak
***"Pesan dulu kayanya, Mas Devon, biar nanti pas nunggu makanan jadi. Kita baru ngobrol," ucap Elara yang disetujui semua orang, sehingga selanjutnya memanggil pelayan pun dilakukan.Mendapat buku menu masing-masing, semua orang di meja makan sibuk memilih makanan yang ingin disantap, terkecuali Gema yang justru sibuk mencuri pandang ke arah Alnaira yang kini duduk bersebelahan dengan Aneska."Na," bisik Aneska pada sang adik."Ya?""Itu Gema kenapa lihatin terus ke sini ya?" tanya Aneska—masih dengan suara pelan. "Ada yang aneh enggak sih sama penampilan aku? Mendadak degdegan.""Enggak kok, malam ini kamu cantik," balas Alnaira sambil melirik Gema lewat ekor matanya. "Gema lihat ke sini mungkin karena terkesima sama kecantikan kamu.""Na.""Serius aku," kata Alnaira. "Dan ini bisa jadi sinyal baik buat kalian.""Duh, doain aja deh ya. Degdegan aku," ucap Aneska. "Takut banget Gema nolak karena punya gebetan atau mungkin pacar."Alnaira tersenyum tipis. “Aamiin.”Beberapa menit ber
***"Gue tunggu di depan ya. Kebetulan posisi gue sama restoran tempat lo makan, enggak jauh. Jadi sepuluh menitan kayanya gue sampe di sana."Setelah mengobrol selama beberapa menit, ucapan tersebut Alnaira dengar sari Sky usai dirinya menyetujui ajakan pria itu untuk pergi berjalan-jalan.Mengadu tentang rasa sakit yang dia rasakan setelah perjodohan Gema dan Aneska resmi diumumkan, Alnaira memang langsung mendapat ajakan dari Sky, dan karena khawatir tak akan sanggup, Alnaira mau sehingga tanpa banyak ba bi bu, Sky siap menjemput."Iya, Sky. Makasih ya," ucap Alnaira. "Dan maaf kalau aku lagi-lagi ngerepotin kamu.""Ngerepotin dari Hongkong?" tanya Sky. "Gue kebetulan lagi enggak ada kegiatan, Na, jadi tenang aja. Udah sekarang sana pergi dari toilet. Kasihan tuh yang mau berak, karena ada lo."Alnaira tersenyum tipis. "Kamu tuh.""Jangan lupa rapihin penampilan biar yang lain enggak tahu lo habis nangis," ucap Sky. "Terus kalau sekiranya orang tua lo enggak izinin lo pergi, hubung
***"Aman," kata Alnaira. "Papa sama Mama kasih izin dengan catatan, kita enggak boleh pulang terlalu malam. Selain itu Papa juga minta nomor kamu biar bisa telepon kalau seandainya aku belum pulang. Jadi enggak apa-apa kan aku kasih nomor kamu ke Papa?""Kasih aja," kata Sky. "Siapa tahu nanti jadi mertua."Tak menjawab, Alnaira hanya tersenyum tipis sebelum kemudian membuka ponsel untuk mengirim nomor Sky pada sang Papa.Tak ada obrolan, untuk beberapa saat suasana di mobil hening karena Sky sendiri fokus dengan kegiatannya mengemudi, hingga setelah lima menit berlalu, obrolan dibuka."Gimana acara malam ini?" tanya Sky tanpa mengalihkan atensi dari jalanan. "Apa cukup menyakitkan?""Bisa aja kamu nanyanya.""Tapi serius nih gue," ucap Sky. "Lancar enggak acara perjodohannya?""Lancar," kata Alnaira. "Kan tadi aku udah ceritain ke kamu.""Iya sih," kata Sky. "Lo udah ceritain semuanya sambil nangis di wc. Mana suara nangisnya mirip kuntilanak lagi. Kasihan banget yang salah paham da
***(Ciwik lu lagi ngedate sama cowok lain, Gem. Mau lihat enggak?)Memandang layar ponsel dengan seksama, itulah yang dilakukan Gema setelah sebuah pesan masuk dari sang sahabat, Rakhsan.Tak lagi di restoran, saat ini dia sudah berada di mobil usai acara makan malam selesai, dan tentunya tak sendiri, Gema bersama Aneska atas perintah kedua orang tuanya.Diminta untuk mengantar Aneska guna melakukan pendekatan, itulah Gema dan karena sudah pasrah atas semua nasibnya, pria itu manut tanpa melontarkan bantahan sama sekali."Chat dari siapa, Gem? Kok serius banget mukanya."Beberapa detik hening, Aneska akhirnya bertanya—membuat Gema dengan segera menoleh. Bersiap sebiasa mungkin tanpa mau menampakan kesal, Gema tersenyum tipis sebelum akhirnya buka suara."Rakhsan, Nes," kata Gema apa adanya. "Dia ngabarin aku kalau dia lagi nongkrong gitu di tempat kerak telor terus nyuruh aku ke sana.""Oh diajak nongkrong?""Iya.""Ya udah pergi aja kalau gitu," kata Aneska. "Ini malam minggu juga,
***"Tapi Gema enggak cinta sama Anes, Na, dia cintanya sama lo dan gue rasa percuma juga kalau pernikahan mereka dilanjutin," kata Sky. "Jujur deh coba ke Om Regan sama Tante El. Siapa tahu mereka bisa cari jalan keluar terbaik atau barangkali kalau tahu semuanya, pernikahan Anes sama Gema bakalan langsung dibatalin.""Apa aku bisa sejahat itu?" tanya Alnaira. "Menikah sama Gema pasti impian Anes banget. Apa aku tega hancurin mimpi dia setelah sebelumnya aku pernah lakuin hal sama? Kamu ingat? Anes pengen jadi dokter lho, Sky, tapi semuanya enggak bisa diwujudin setelah dia punya phobia sama darah dan kamu enggak lupa, kan, siapa yang bikin Anes punya phobia?""Ya tapi kan, Anes juga udah jahat sama lo, Na," kata Sky. "Peduli amat lo sama perasaan dia. Anes aja enggak peduli."Tak menjawab, Alnaira hanya bisa menghela napas kasar sebagai respon. Memandang Sky dengan raut wajah bingung, itulah dia sekarang sehingga untuk beberapa saat suasana diantara dirinya dan Sky hening."Na.""En
***"Makanannya enggak enak ya, Na?"Setelah sebelumnya memperhatikan, pertanyaan tersebut Sky lontarkan dengan rasa penasaran yang kini melanda. Tengah makan malam bersama, itulah dia dan Alnaira sekarang karena memang usai banyak drama menghampiri putri tengah Regan tersebut, Sky akhirnya datang juga.Belum tahu apa pun termasuk undangan pernikahan Aneska dan Gema, Sky sendiri datang sekitar dua puluh menit lalu, sehingga belum bercerita apa-apa, Alnaira masih menyimpan semuanya sendirian."Eh, enak kok. Kata siapa enggak enak?" tanya Alnaira yang memang sejak beberapa saat lalu menyantap makanan pemberian Sky.Bukan masakan sang mama, makanan tersebut Sky beli dari restoran favoritnya seperti biasa, dan tak aneh, makanan yang dia bawa adalah; nasi dengan olahan daging sapi dan sayuran."Kirain enggak enak," kata Sky. "Gue perhatiin lo makannya enggak semangat kaya biasa. Jadi gue pikir makanannya enggak enak.""Enak kok, cuman emang pikiran aku lagi agak ke mana-mana. Jadi gitu deh
*** "Aku cinta sama kamu dan sampai kapan pun perasaanku enggak akan berubah," kata Gema—membuat Alnaira memasang raut wajah kaget. Namun, tentunya tetap bersikap tenang sehingga setelahnya dia pun melanjutkan ucapan. "Kalau kamu pikir keputusan aku buat nikahin Anes dilandasi rasa capek karena hubungan kita yang enggak bisa mulus, kamu salah karena kalau bisa milih, aku lebih baik hadapin jalan terjal asalkan sama kamu dibanding lewatin jalanan mulus tapi sama orang lain." "Jadi intinya apa?" tanya Alnaira. "Coba to the point karena aku bingung sama ucapan kamu." Gema menghela napas pelan. "Intinya aku nikahin Anes demi keselamatan hidup kamu," ucapnya kemudian. Tak mau terus memendam rahasia besar tersebut sendirian, pada akhirnya Gema memutuskan untuk jujur. Meskipun semua tak akan berubah karena Alnaira yang akan tetap memintanya bersama Aneska, setidaknya dia ingin sang pujaan hati tahu jika sampai detik ini, tak ada sedikit pun perubahan di dalam rasa cintanya untuk perempua
***"Nah, itu pasti Sky."Dengan senyuman merekah, tebakan tersebut keluar dari mulut Alnaira setelah bunyi bel dari pintu apartemen kembali terdengar. Tak banyak menunda, dengan segera dia bergegas menuju pintu.Sudah menunggu Sky cukup lama, Alnaira antusias menunggu kedatangan sahabatnya itu sehingga ketika pintu terbuka, tanpa ba bi bu sapaan pun dilontarkan."Sky, akhirnya kamu datang jug ... Gema?"Senyuman seketika luntur, itulah yang terjadi pada Alnaira setelah di depannya kini yang dia dapati bukan Sky, melainkan Gema. Sebulan tak bertemu, jujur saja Alnaira kaget ketika calon suami dari kakaknya itu datang tanpa permisi sehingga setelaahnya yang dia lakukan adalah; diam—memandang sang calon kakak ipar lekat.Beberapa detik berlalu, suasana masih saja hening hingga akhirnya Gema buka suara lebih dulu."Hai, Na. Apa kabar?""Gem," panggil Alnaira. "Kabar aku baik. Kamu sendiri gimana?"Canggung.Demi apa pun itulah yang Alnaira rasakan karena cukup lama tak bertemu, bahkan be
***Meskipun kesal, dongkol, bahkan benci pada calon istrinya itu, Gema tetap mengejar Aneska menuju lift. Berbeda dengan dia dan sang calon istri yang masih terus berdebat, Alnaira sendiri sudah kembali tenang.Tak lagi memegang undangan, dia kini tengah menikmati angin di balkon hingga di tengah kegiatannya itu, sebuah panggilan masuk.Mengambil ponselnya itu, senyuman terukir di bibir Alnaira setelah nama Regan terpampang, sehingga dengan segera dia pun menjawab panggilan."Halo, Pa.""Halo, cantiknya Papa. Apa kabar kamu hari ini, Nak? Baik?""Alhamdulillah baik, Pa," ucap Alnaira. "Papa sama Mama gimana? Baik?""Baik, Cantik. Alhamdulillah," kata Regan. "Oh ya, Anes sama Gema udah ke sana? Mereka katanya mau anterin undangan ke kamu sama yang lainnya di Bandung.""Udah, Pa," kata Alnaira. "Anes aja sih, Gema enggak ada. Dia mungkin nunggu di mobil atau anterin undangan ke tempat lain, aku sendiri enggak tahu.""Oh gitu," kata Regan. "Lama enggak Anesnya di sana? Sebulan enggak ke
***"Bukan siapa-siapa. Orang iseng kayanya, udah pergi juga tuh barusan yang pencet bel."Memberikan jawaban bohong, itulah Aneska setelah pertanyaan tentang siapa yang datang ke apartemen Alnaira, dilontarkan sang pemilik.Bukan tanpa alasan, jawaban bohong tersebut sengaja dia katakan karena bukan orang asing, faktanya yang sejak tadi menekan bel adalah Gema dan sebagai calon istri yang akan segera dinikahi oleh pria itu, Aneska tak mau Gema bertemu dengan Alnaira."Oh, kirain Sky," kata Alnaira. "Dia janji buat ke sini soalnya.""Bukan," kata Aneska sambil tersenyum. Mendekat pada Alnaira, dia kemudian berkata, "Oh ya, Na, karena aku masih ada urusan di Bandung, aku pamit dulu ya. Kamu nanti jangan lupa pulang karena aku sama Gema nunggu kehadiran kamu.""Buru-buru banget.""Iya, karena masih ada undangan yang harus aku bagiin," kata Aneska. "Teman aku kan ada juga yang di Bandung.""Oh gitu ya," kata Alnaira. "Ya udah kalau gitu hati-hati di jalan ya. Habis dari Bandung, kalau bi
***"Iyalah, apa coba yang enggak gue tahu tentang lo?" tanya Sky. "Semua rasa sakit lo aja gue tahu. Iya enggak?""Mulai deh," kata Alnaira sambil tersenyum."Kenapa?" tanya Sky."Enggak sih," kata Alnaira. "Bingung juga harus ngomong apa.""Yeee, enggak jelas," kata Sky yang direspon senyuman oleh Alnaira, sehingga tak ada lagi obrolan, setelahnya suasana hening.Berlangsung selama beberapa detik, Sky kembali memulai percakapan dan kalimat yang dia lontarkan adalah; sebuah harapan."Semoga enggak cuman kaki, hati lo bisa sembuh juga di sini ya, Na," kata Sky. "Enggak ada lagi kesedihan dan air mata, gue harap ke depannya cuman senyuman yang lo tampilin dan kalau boleh, gue berharap lo bisa nemuin pengganti Gema di sini yang jauh lebih baik daripada dia. Lo gadis yang baik dan lo sangat pantas buat dapatin laki-laki baik."Tersenyum sambil memandang Sky yang kini berdiri sambil bersandar pada pagar, kedua mata Alnaira berkaca-kaca. Bukan karena sedih, semua terjadi karena dirinya bah
***"Udah, kan? Kita udah tahu di mana apartemen Nana selama tinggal di Bandung. Jadi daripada diem terus di sini mendingan kita pergi, karena selama di Bandung aku pengen mampir dulu ke suatu tempat."Memandangi Alnaira dan yang lainnya di lobi gedung apartemen, ucapan tersebut Aneska lontarkan pada Gema. Berada di parkiran depan apartemen, sejak beberapa waktu lalu dia dan sang calon suami mengawasi Alnaira beserta keluarganya karena kata Gema, pria itu tak mau pergi sebelum Alnaira memasuki apartemen.Beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di Bandung. Tak ketahuan, keberadaan Aneska dan Gema sampai saat ini aman karena meskipun selalu berada di dekat mobil yang dikendarai Sky, tak ada satu pun yang curiga perihal Aneska dan Gema yang ikut pergi ke Bandung.Tak sia-sia meminjam mobil sang sahabat, Gema lega karena meskipun tak bisa bertemu langsung, setidaknya dia bisa mengawal Alnaira dengan selamat sampai tempat tujuan, dan karena cintanya pada perempuan itu masih sangat
***"Selama gue belum punya istri, lo boleh bergantung sama gue kapan pun lo mau, Na," ucap Sky. "Gue bakalan selalu ada buat lo, karena gue cinta sama lo, cuman tolong jangan terbebani sama perasaan gue karena meskipun cinta, gue enggak berambisi buat dapatin lo. Ambisi gue tuh bahagiain lo dan kalau nanti lo bahagia sama cowok lain, gue tentunya ikhlas. Lega malah karena lo bahagia, gue bahagia.""Kamu baik banget Sky," ucap Alnaira. "Aku sampe bingung mau bilang apa saking baiknya kamu.""Bilang gue ganteng aja udah cukup kok," kata Sky sambil tersenyum. "Udah ah, jangan sedih-sedih. Daripada mikirin Anes, mendingan lo nikmatin perjalanan sambil senderan di bahu gue. Setelahnya mau tidur? Silakan, gue enggak akan keberatan.""Pegal nanti.""Enggak akan," ucap Sky. "Ayo buruan senderan.""Enggak apa-apa?""Enggak apa-apa, Nana. Ayo buruan mumpung gue lagi baik."Tak banyak bicara, selanjutnya Alnaira memilih untuk melakukan apa yang Sky anjurkan. Bersandar di bahu kiri sang sahabat,