***"Gem."Sibuk merenung di sebuah bangku yang ada di gedung belakang rumah sakit, Gema menoleh setelah panggilan tersebut terdengar dari sebelah kanan.Mendapati seorang pria berjas putih seperti yang dia pakai, seulas senyum terukir sebelum akhirnya Gema pun buka suara."Rakhsan," gumamnya pelan, sebelum kemudian menunggu sang sahabat menghampiri.Waktu istirahat tiba, Gema memutuskan untuk tak beristirahat di ruangannya seperti biasa. Berhenti sejenak dari kesibukan, pria itu melakukan hal yang sama seperti Alnaira ketika sedang sedih, yaitu; mencari tempat sepi untuk kemudian melamun sendirian.Merasa tak punya teman untuk bercerita, setelah pagi tadi Dhana menyudutkannya atas apa yang dia lakukan, Gema merenung dan tentu saja sejak beberapa menit lalu yang dia rasakan adalah sakit, karena menahan rindu pada Alnaira bukan sesuatu yang mudah untuknya.Jika bisa, Gema ingin sekali menjenguk pujaan hatinya itu. Namun, larangan dari Regan membuat dia tak berani sehingga alih-alih men
***"Anes enggak mau," kata Gema dengan suara yang sedikit bergetar. "Enggak tahu terbuat dari apa hati dia, tapi semalam pas gue minta Anes buat donorin darahnya ke Nana, dia nolak. Dia enggak peduli sama adiknya. Padahal, semalam nyawa Nana beneran ada di ujung tanduk dan hidup dia bergantung sama Anes. Gue pikir di kondisi itu, Anes bakalan lupain sejenak masalahnya sama Nana, tapi gue salah. Dia enggak sebaik itu, dia jahat.""Lalu pada akhirnya Nana dapat donor dari siapa sampai bisa selamat kaya sekarang?" tanya Rakhsan dengan suara yang terdengar lembut."Dari Anes, cuman buat donorin darahnya ke Nana, dia minta imbalan," kata Gema dengan kedua mata berkaca-kaca, karena ketika menceritakan lagi kejadian semalam, cairan bening tersebut rasanya gatal jika tak merembes. "Gue yang semalam enggak tahu harus apa, mutusin buat nyanggupin apa pun yang Anes minta dan dia pengen balik sama gue, San. Dia pengen rencana pernikahan kita yang udah batal, dilanjutin lagi dan itu berarti gue h
***"Elara!"Barusaja keluar dari kamar rawat, Elara menoleh setelah panggilan tersebut didengarnya dari jarak beberapa meter. Bukan orang lain, yang barusaja memanggil ternyata Regan sehingga tak pergi ke mana-mana, Elara menunggu sampai suaminya tiba ke tempat dirinya berdiri sekarang.Tak absen, Regan memang tetap bekerja seperti biasa dan karena hari ini pria itu memiliki jadwal operasi, sejak pagi tadi Regan belum kembali menjenguk Alnaira."Mas.""Kamu mau ke mana?" tanya Regan setibanya di dekat Elara. Tak ada yang berbeda, pria itu masih memakai jas putih kebanggaannya karena memang belum jam pulang, sekarang jarum jam baru sampai di angka setengah tiga sore. "Nana sama siapa di dalam? Ada yang jagain enggak?""Nana sendiri, Mas, dia lagi tidur," kata Elara. "Dan ini aku mau nebus obatnya dia. Dokter kasih resepnya tadi, tapi aku harus nenangin Nana dulu. Jadi baru sempat ke apotek sekarang.""Jadi Nana beneran udah bangun?" tanya Regan yang memang sudah mendengar perihal sang
***Refleks menoleh, selanjutnya itulah yang Regan lakukan setelah suara parau nan pelan milik sang putri tengah, terdengar. Lekas menyelimuti lagi kedua kaki Alnaira, Regan buka suara."Nak, kamu keganggu sama suara Papa ya? Maaf, Papa enggak bermaksud ganggu tidur kamu.""Enggak usah minta maaf, aku bangun bukan karena suara Papa, tapi karena tidur aku emang enggak nyenyak," kata Alnaira. "Jadi bangun.""Bukan karena Papa?""Bukan," ucap Alnaira. "Papa barusan ya ke sininya?""Iya," kata Regan. "Papa tadi ada operasi dan baru selesai dua puluh menitan lalu. Jadi langsung ke sini buat jenguk kamu. Beberapa jam enggak ketemu, Papa kangen, Na, sama kamu."Mendengar ucapan Regan, Alnaira mengukir senyum tipis. Jika boleh jujur, dia sebenarnya tak ingin tersenyum meskipun itu sedikit. Namun, entah kenapa ketika bertemu dengan Regan, Alnaira tak bisa jika tak mengukir senyuman."Gimana kamu sekarang? Better?""Papa udah ketemu sama Mama?" tanya Alnaira. "Kalau udah, Papa pasti tahu kondis
***"Pa, sakit! Papa apa-apaan sih? Kasar banget sama aku."Berhasil melepaskan cengkraman Regan di pergelangan tangan kirinya, seruan tersebut Aneska lontarkan dengan perasaan yang cukup sebal.Datang untuk menjenguk Alnaira, beberapa waktu lalu Aneska kembali berulah dengan membongkar habis-habisan niat Gema setelah ini. Mengungkap rencana pernikahan mereka yang sempat batal, hal tersebut Aneska lontarkan dan sebelum Alnaira sempat memberi respon, Regan lebih dulu menghampirinya untuk kemudian menarik paksa dia keluar dari kamar rawat.Cengkraman tangan sang papa cukup kuat, Aneska tak bisa melawan hingga setelah beberapa meter dari kamar rawat sang adik, Aneska akhirnya memiliki celah untuk melepaskan diri."Kamu yang apa-apaan?" tanya Regan yang sore ini tak sesantai biasanya, karena apa yang dilakukan sang putri sulung berhasil membuat dia marah. "Sadar enggak kamu apa yang barusan kamu lakuin, hm? Kamu pikir hebat ngomong begitu di depan Alnaira? Iya?""Salahnya di mana?" tanya
***Tak lagi bicara, Aneska membisu sementara Regan menghela napas pelan sebelum akhirnya melangkah pergi begitu saja. Namun, belum jauh dia berjalan, Regan kembali berbalik dan kali ini arah pandangnya tertuju pada Elara."El, kamu jangan dulu masuk. Aku mau tenangin Nana karena setelah kejadian barusan, dia pasti enggak baik-baik aja," kata Regan. "Kamu temenin Anes.""Tapi, Mas-""Bagi tugas," potong Regan yang setelahnya kembali berjalan menuju kamar rawat.Membuka pintu secara perlahan, bisa Regan lihat dengan jelas Alnaira sibuk mengusap air mata dan hal tersebut membuat hatinya tergores. Kasihan bahkan sakit, itulah yang dia rasakan tatkala bertemu kembali dengan sang putri kedua setelah kejadian beberapa waktu lalu."Na.""Pa," ucap Alnaira dengan senyuman tipis yang terukir di bibir. "Anes mana? Kaget banget aku pas Papa tadi narik dia keluar. Enggak perlu sampe kaya gitu padahal, Pa. Kasihan."Tak langsung menjawab, Regan memilih untuk menghampiri dulu sang putri sebelum kem
***"Ya udah kalau gitu gue tutup teleponnya ya, lo baik-baik di sana dan jangan sedih karena apa yang terjadi sama lo pasti ada hikmahnya nanti. Tunggu tiga sampai empat jam, gue bakalan datang dan lo bisa cerita banyak ke gue biar enggak sedih. Setuju?"Setelah sebelumnya mengobrol banyak hal dengan sang lawan bicara, ucapan panjang lebar tersebut Sky lontarkan dengan senyuman terukir. Berada di teras rumah, kegiatannya sejak beberapa menit lalu memang berbincang dengan seseorang dan bukan orang lain, lawan bicaranya adalah Alnaira.Baru mendengar kabar kecelakaan yang menimpa Alnaira beberapa waktu lalu, Sky yang saat ini ada di Bandung, dilanda khawatir. Mengadu pada sang mama, selanjutnya Sky menelepon Alnaira guna memastikkan kabar yang dia dapat dan ternyata tak salah, Alnaira benar-benar mengalami kecelakaan bahkan dari mulut perempuan itu sendiri Sky mengetahui fakta mengejutkan, yaitu; Alnaira mengalami kelumpuhan sementara.Meskipun ketika bicara dengannya, suara sedih Alna
***Pukul setengah empat sore, Sky meninggalkan rumah. Pergi ke tempat oleh-oleh, dia membeli tempe goreng krispi juga satu kilogram dodol untuk kemudian dibawa ke Jakarta.Memasuki tol sekitar pukul empat sore, Sky manut untuk beberapa kali beristirahat sehingga sekitar pukul setengah delapan malam, dia baru sampai di Jakarta.Menempuh perjalanan selama setengah jam dari gerbang tol, Sky akhirnya tiba dengan selamat di rumah sakit. Menenteng kresek putih besar, pria itu berjalan memasuki rumah sakit dan setelah mendapat informasi kamar rawat Alnaira, dia melanjutkan langkah.Tak hanya makanan yang ditenteng di tangan kiri, Sky juga memeluk sebuket bunga mawar putih di tangan kanan yang sengaja dia beli sebelum ke rumah sakit."Semoga Nana suka sama apa yang gue bawa, dan semoga Gema enggak salah paham karena mawar yang gue bawa warnanya putih," kata Sky di sela langkah. "Putih kan lambang persahabatan."Tersenyum sendiri, Sky akhirnya tiba di depan kamar rawat Nana. Tak langsung masu
***"Tapi Gema enggak cinta sama Anes, Na, dia cintanya sama lo dan gue rasa percuma juga kalau pernikahan mereka dilanjutin," kata Sky. "Jujur deh coba ke Om Regan sama Tante El. Siapa tahu mereka bisa cari jalan keluar terbaik atau barangkali kalau tahu semuanya, pernikahan Anes sama Gema bakalan langsung dibatalin.""Apa aku bisa sejahat itu?" tanya Alnaira. "Menikah sama Gema pasti impian Anes banget. Apa aku tega hancurin mimpi dia setelah sebelumnya aku pernah lakuin hal sama? Kamu ingat? Anes pengen jadi dokter lho, Sky, tapi semuanya enggak bisa diwujudin setelah dia punya phobia sama darah dan kamu enggak lupa, kan, siapa yang bikin Anes punya phobia?""Ya tapi kan, Anes juga udah jahat sama lo, Na," kata Sky. "Peduli amat lo sama perasaan dia. Anes aja enggak peduli."Tak menjawab, Alnaira hanya bisa menghela napas kasar sebagai respon. Memandang Sky dengan raut wajah bingung, itulah dia sekarang sehingga untuk beberapa saat suasana diantara dirinya dan Sky hening."Na.""En
***"Makanannya enggak enak ya, Na?"Setelah sebelumnya memperhatikan, pertanyaan tersebut Sky lontarkan dengan rasa penasaran yang kini melanda. Tengah makan malam bersama, itulah dia dan Alnaira sekarang karena memang usai banyak drama menghampiri putri tengah Regan tersebut, Sky akhirnya datang juga.Belum tahu apa pun termasuk undangan pernikahan Aneska dan Gema, Sky sendiri datang sekitar dua puluh menit lalu, sehingga belum bercerita apa-apa, Alnaira masih menyimpan semuanya sendirian."Eh, enak kok. Kata siapa enggak enak?" tanya Alnaira yang memang sejak beberapa saat lalu menyantap makanan pemberian Sky.Bukan masakan sang mama, makanan tersebut Sky beli dari restoran favoritnya seperti biasa, dan tak aneh, makanan yang dia bawa adalah; nasi dengan olahan daging sapi dan sayuran."Kirain enggak enak," kata Sky. "Gue perhatiin lo makannya enggak semangat kaya biasa. Jadi gue pikir makanannya enggak enak.""Enak kok, cuman emang pikiran aku lagi agak ke mana-mana. Jadi gitu deh
*** "Aku cinta sama kamu dan sampai kapan pun perasaanku enggak akan berubah," kata Gema—membuat Alnaira memasang raut wajah kaget. Namun, tentunya tetap bersikap tenang sehingga setelahnya dia pun melanjutkan ucapan. "Kalau kamu pikir keputusan aku buat nikahin Anes dilandasi rasa capek karena hubungan kita yang enggak bisa mulus, kamu salah karena kalau bisa milih, aku lebih baik hadapin jalan terjal asalkan sama kamu dibanding lewatin jalanan mulus tapi sama orang lain." "Jadi intinya apa?" tanya Alnaira. "Coba to the point karena aku bingung sama ucapan kamu." Gema menghela napas pelan. "Intinya aku nikahin Anes demi keselamatan hidup kamu," ucapnya kemudian. Tak mau terus memendam rahasia besar tersebut sendirian, pada akhirnya Gema memutuskan untuk jujur. Meskipun semua tak akan berubah karena Alnaira yang akan tetap memintanya bersama Aneska, setidaknya dia ingin sang pujaan hati tahu jika sampai detik ini, tak ada sedikit pun perubahan di dalam rasa cintanya untuk perempua
***"Nah, itu pasti Sky."Dengan senyuman merekah, tebakan tersebut keluar dari mulut Alnaira setelah bunyi bel dari pintu apartemen kembali terdengar. Tak banyak menunda, dengan segera dia bergegas menuju pintu.Sudah menunggu Sky cukup lama, Alnaira antusias menunggu kedatangan sahabatnya itu sehingga ketika pintu terbuka, tanpa ba bi bu sapaan pun dilontarkan."Sky, akhirnya kamu datang jug ... Gema?"Senyuman seketika luntur, itulah yang terjadi pada Alnaira setelah di depannya kini yang dia dapati bukan Sky, melainkan Gema. Sebulan tak bertemu, jujur saja Alnaira kaget ketika calon suami dari kakaknya itu datang tanpa permisi sehingga setelaahnya yang dia lakukan adalah; diam—memandang sang calon kakak ipar lekat.Beberapa detik berlalu, suasana masih saja hening hingga akhirnya Gema buka suara lebih dulu."Hai, Na. Apa kabar?""Gem," panggil Alnaira. "Kabar aku baik. Kamu sendiri gimana?"Canggung.Demi apa pun itulah yang Alnaira rasakan karena cukup lama tak bertemu, bahkan be
***Meskipun kesal, dongkol, bahkan benci pada calon istrinya itu, Gema tetap mengejar Aneska menuju lift. Berbeda dengan dia dan sang calon istri yang masih terus berdebat, Alnaira sendiri sudah kembali tenang.Tak lagi memegang undangan, dia kini tengah menikmati angin di balkon hingga di tengah kegiatannya itu, sebuah panggilan masuk.Mengambil ponselnya itu, senyuman terukir di bibir Alnaira setelah nama Regan terpampang, sehingga dengan segera dia pun menjawab panggilan."Halo, Pa.""Halo, cantiknya Papa. Apa kabar kamu hari ini, Nak? Baik?""Alhamdulillah baik, Pa," ucap Alnaira. "Papa sama Mama gimana? Baik?""Baik, Cantik. Alhamdulillah," kata Regan. "Oh ya, Anes sama Gema udah ke sana? Mereka katanya mau anterin undangan ke kamu sama yang lainnya di Bandung.""Udah, Pa," kata Alnaira. "Anes aja sih, Gema enggak ada. Dia mungkin nunggu di mobil atau anterin undangan ke tempat lain, aku sendiri enggak tahu.""Oh gitu," kata Regan. "Lama enggak Anesnya di sana? Sebulan enggak ke
***"Bukan siapa-siapa. Orang iseng kayanya, udah pergi juga tuh barusan yang pencet bel."Memberikan jawaban bohong, itulah Aneska setelah pertanyaan tentang siapa yang datang ke apartemen Alnaira, dilontarkan sang pemilik.Bukan tanpa alasan, jawaban bohong tersebut sengaja dia katakan karena bukan orang asing, faktanya yang sejak tadi menekan bel adalah Gema dan sebagai calon istri yang akan segera dinikahi oleh pria itu, Aneska tak mau Gema bertemu dengan Alnaira."Oh, kirain Sky," kata Alnaira. "Dia janji buat ke sini soalnya.""Bukan," kata Aneska sambil tersenyum. Mendekat pada Alnaira, dia kemudian berkata, "Oh ya, Na, karena aku masih ada urusan di Bandung, aku pamit dulu ya. Kamu nanti jangan lupa pulang karena aku sama Gema nunggu kehadiran kamu.""Buru-buru banget.""Iya, karena masih ada undangan yang harus aku bagiin," kata Aneska. "Teman aku kan ada juga yang di Bandung.""Oh gitu ya," kata Alnaira. "Ya udah kalau gitu hati-hati di jalan ya. Habis dari Bandung, kalau bi
***"Iyalah, apa coba yang enggak gue tahu tentang lo?" tanya Sky. "Semua rasa sakit lo aja gue tahu. Iya enggak?""Mulai deh," kata Alnaira sambil tersenyum."Kenapa?" tanya Sky."Enggak sih," kata Alnaira. "Bingung juga harus ngomong apa.""Yeee, enggak jelas," kata Sky yang direspon senyuman oleh Alnaira, sehingga tak ada lagi obrolan, setelahnya suasana hening.Berlangsung selama beberapa detik, Sky kembali memulai percakapan dan kalimat yang dia lontarkan adalah; sebuah harapan."Semoga enggak cuman kaki, hati lo bisa sembuh juga di sini ya, Na," kata Sky. "Enggak ada lagi kesedihan dan air mata, gue harap ke depannya cuman senyuman yang lo tampilin dan kalau boleh, gue berharap lo bisa nemuin pengganti Gema di sini yang jauh lebih baik daripada dia. Lo gadis yang baik dan lo sangat pantas buat dapatin laki-laki baik."Tersenyum sambil memandang Sky yang kini berdiri sambil bersandar pada pagar, kedua mata Alnaira berkaca-kaca. Bukan karena sedih, semua terjadi karena dirinya bah
***"Udah, kan? Kita udah tahu di mana apartemen Nana selama tinggal di Bandung. Jadi daripada diem terus di sini mendingan kita pergi, karena selama di Bandung aku pengen mampir dulu ke suatu tempat."Memandangi Alnaira dan yang lainnya di lobi gedung apartemen, ucapan tersebut Aneska lontarkan pada Gema. Berada di parkiran depan apartemen, sejak beberapa waktu lalu dia dan sang calon suami mengawasi Alnaira beserta keluarganya karena kata Gema, pria itu tak mau pergi sebelum Alnaira memasuki apartemen.Beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di Bandung. Tak ketahuan, keberadaan Aneska dan Gema sampai saat ini aman karena meskipun selalu berada di dekat mobil yang dikendarai Sky, tak ada satu pun yang curiga perihal Aneska dan Gema yang ikut pergi ke Bandung.Tak sia-sia meminjam mobil sang sahabat, Gema lega karena meskipun tak bisa bertemu langsung, setidaknya dia bisa mengawal Alnaira dengan selamat sampai tempat tujuan, dan karena cintanya pada perempuan itu masih sangat
***"Selama gue belum punya istri, lo boleh bergantung sama gue kapan pun lo mau, Na," ucap Sky. "Gue bakalan selalu ada buat lo, karena gue cinta sama lo, cuman tolong jangan terbebani sama perasaan gue karena meskipun cinta, gue enggak berambisi buat dapatin lo. Ambisi gue tuh bahagiain lo dan kalau nanti lo bahagia sama cowok lain, gue tentunya ikhlas. Lega malah karena lo bahagia, gue bahagia.""Kamu baik banget Sky," ucap Alnaira. "Aku sampe bingung mau bilang apa saking baiknya kamu.""Bilang gue ganteng aja udah cukup kok," kata Sky sambil tersenyum. "Udah ah, jangan sedih-sedih. Daripada mikirin Anes, mendingan lo nikmatin perjalanan sambil senderan di bahu gue. Setelahnya mau tidur? Silakan, gue enggak akan keberatan.""Pegal nanti.""Enggak akan," ucap Sky. "Ayo buruan senderan.""Enggak apa-apa?""Enggak apa-apa, Nana. Ayo buruan mumpung gue lagi baik."Tak banyak bicara, selanjutnya Alnaira memilih untuk melakukan apa yang Sky anjurkan. Bersandar di bahu kiri sang sahabat,