“Aku tidak bisa melupakan bayang-bayang perselingkuhan mereka, Je. Apalagi ternyata mereka masih sering bertemu karena menjadi perwakilan proyek di perusahaan masing-masing. Kecurigaan ternyata mereka masih membina hubungan di belakangku terus saja menghantui.”“Kalian pernah bertengkar di depan Safiya?”“Tidak, tapi sepertinya lambat laun itu akan terjadi. Entah kenapa, di dalam hati aku ingin anakku mengetahui kelakukan busuk papanya. Pasti Dirga akan hancur sekali saat anak yang sangat dekat dengannya berbalik membenci dirinya.”Jihan memejamkan mata. Dia tahu Nia terluka sangat parah. Di dalam sana, hati itu porak poranda. Seperti yang dia rasakan dulu, Nia pasti merasa kebingungan dengan keadaan. Bedanya, Jihan tidak pernah memikirkan apa yang Nia sampaikan. Sebisa mungkin, dia tidak mau kedua anaknya mengetahui hal buruk yang dilakukan Papa mereka.Kembali lagi, setiap orang punya cara tersendiri untuk menyikapi masalah yang dihadapi. Mungkin Nia berpikir suatu saat nanti anakny
“Aku hanya mendengarkan cerita Nia saja, Mas. Dia butuh teman bicara. Lagipula, kalau dia tidak minta pendapat aku juga tidak memberikan pandangan. Dulu, saat aku ada di posisi itu, dia yang mendengarkan semua keluh kesahku. Mungkin saja Nia sampai muak selama sepuluh tahun disuguhkan cerita itu-itu saja.”“Biarkan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri.” Raut tidak nyaman terlihat jelas di wajah Aditya saat Jihan membawa masa-masa kelam pernikahan mereka ke dalam percakapan.“Lagipula, bukannya Nia sudah memutuskan memaafkan Dirga? Lalu apa masalahnya? Seharusnya, saat dia memutuskan melanjutkan pernikahan sudah tidak ada lagi yang dipermasalahkan. Titik. Tutup buku dan buka lembaran baru.”“Memaafkan tidak semudah itu, Mas.” Jihan meletakkan sendok. Rasa manis dari puding buah di hadapannya mendadak hambar. “Mungkin diluar semua terlihat mulai baik-baik saja, tapi tidak di sini.” Jihan menunjuk dadanya dengan tatapan tepat ke mata Aditya.“Berdamai dengan diri sendiri jauh lebih su
"Bi, tolong bawakan minuman dingin dan edamame rebus ke taman belakang." Jihan tersenyum pada Sumi yang langsung bergerak menyiapkan permintaannya. "Nia, aku ganti baju sebentar ya?” Jihan menepuk bahu Nia dan bergegas menuju kamar. Dia baru saja selesai pemotretan salah satu brand hijab baru yang akan segera launching. Jihan yang melihat Nia lebih banyak melamun akhirnya mengajak manajer sekaligus sahabatnya itu mampir ke rumahnya biar lebih enak kalau mau cerita.“Sudah lama kamu tidak main kesini ya, Nia?” Jihan langsung duduk di samping Nia setelah mencomot edamame. Wanita itu terlihat segar dengan dress rumahan motif bunga-bunga yang dia kenakan. Rambut panjangnya yang dijepit asal-asalan justru membuat Jihan terlihat semakin manis.Taman belakang itu memang dilengkapi oleh saung kecil di samping kolam. Di saung itu, biasanya Jihan dan Aditya beserta Rayna dan Damar bersantai menghabiskan waktu bersama. Bantal-bantal empuk dengan nuansa biru muda memenuhi semua sudut.Pohon pale
Jihan mengelus lengan Nia. Beruntung, dulu Aditya tidak begitu. Suaminya itu selalu mengucapkan maaf kapanpun dan dimanapun bahkan hingga saat ini. Lelaki itu juga membuktikan ucapannya untuk terus memperbaiki diri sebagai tanda terima kasih karena Jihan berkenan memberi kesempatan lagi. “Bagaimana kau bisa berdamai dengan semua pengkhianatan Mas Aditya, Je? Aku yang diselingkuhi sekali saja sulit sekali mengembalikan kepercayaan ini. Itu juga aku ketahui secara tidak sengaja sementara Mas Aditya dulu melakukannya dengan terang–terangan. Bukankah kau juga sering diteror oleh para j*alang itu ‘kan?”Jihan menarik napas panjang. Wanita yang mengenakan lipstik baby pink itu membasahi bibirnya dengan lidah sebelum menjawab pertanyaan Nia. Membahas masalah ini, mau tak mau membuat Jihan mengingat lagi hal yang sangat ingin dia lupakan. Namun, dia paham. Nia butuh dukungan dan dikuatkan.Jihan menggigit bibir saat masa-masa kelam itu memenuhi ruang ingatan. Dia menahan sesak saat selapis
"Begitulah, Nia. Itu alasanku bertahan selama ini. Walau sibuk diluaran, Mas Aditya tetap meluangkan waktu untuk anak-anak. Dia tetap Papa terbaik di mata mereka. Selain itu, sikap royal Mas Aditya pada keluargaku juga menjadi pertimbangan. Naif memang, rela tersiksa dan diinjak harga dirinya demi anak dan keluarga. Tapi begitulah adanya.” Jihan tersenyum getir.“Andai orang tahu cerita ini, mungkin orang akan menganggap aku wanita paling bodoh. Tapi tak mengapa. Aku punya alasanku sendiri memilih jalan ini.” Jihan menarik napas panjang.“Kalau kau bertanya kenapa aku bisa berdamai dengan masalah itu? Tak ada salahnya mencoba sekali lagi. Sepuluh tahun telah aku lewati, bertahan, berharap Mas Aditya berubah. Jadi, menurutku tak ada salahnya juga aku memberikannya kesempatan untuk memperbaiki diri.”Nia mengangguk pelan. Dia benar-benar berada di persimpangan. Satu sisi ingin menyerah, sisi lain dia berharap rumah tangganya bisa harmonis kembali dan berhasil bertahan seperti Jihan. Sun
Aditya mendengus kencang. Lelaki itu mengepalkan tangan. Setelah terdiam cukup lama, dia menatap Jihan yang memilih duduk di kasur. Sepanjang pernikahan mereka, baru kali ini wanita itu berbicara dengan nada tinggi padanya. Bahkan dulu, setiap kali perselingkuhan yang dia lakukan terendus oleh Jihan, wanita itu memilih diam menulikan telinga.“Maaf. Saya salah.” Aditya duduk di samping Jihan setelah berhasil meredam emosi.“Aku hanya ingin membantu Nia. Aku tidak tahu kalau Mas mendengar. Kalau aku ingin mengungkit-ungkit masalah itu, pasti aku sudah mengatakannya pada Mas langsung, bukan bercerita pada orang lain.”“Aku tahu, maaf.” Aditya meremas bahu Jihan pelan. Aroma mint tercium dari rambut istrinya.“Aku juga minta maaf kalau ucapanku barusan ada yang menyinggung.” Jihan mengelus tangan Aditya di bahunya. Dia menyadari, kadang, ego lelaki merasa terluka saat kesalahannya selalu diungkit. Tadi dia hanya berbagi cerita dengan Nia, bukan bermaksud mengungkit kesalahan suaminya.Se
Dia tertatih membangun karirnya kembali. Segala upaya dia lakukan untuk membuat namanya diakui lagi sebagai model yang berprestasi. Saat karirnya sedang berada di titik terendah, nama Jihan justru melejit tinggi. Wajah Jihan bahkan hampir memenuhi semua media, menjadi ambassador dan model di semua brand produk ternama.Kebencian itu menggelegak di dada Ralin. Dia benar-benar muak melihat kepura-puraan yang Jihan tampilkan. Bagi Ralin, Jihan seolah sedang berusaha keras menunjukkan hubungannya dengan Aditya baik-baik saja padahal selama ini mereka tak seharmonis postingannya di media sosial. Ralin semakin tidak menyukai Jihan saat kondisi bapaknya kembali jatuh. Bapaknya harus mendapat perawatan intensif setelah menemui Aditya dan Jihan di rumah mereka saat itu. Ralin sempat minta agar Jihan menjenguk untuk memperlihatkan mereka sudah berbaikan agar bapaknya tenang.Namun, dengan angkuhnya wanita itu mengatakan tidak mau terlibat apapun lagi dengan dirinya. Ralin semakin sakit hati sa
“Perayaan awards pada model-model bertalenta kemarin siang cukup menarik perhatian publik. Beberapa nama yang saat ini sedang naik daun juga mendapat trofi sebagai model pendatang baru yang karirnya melesat dalam waktu singkat.”Ralin melepaskan handuk yang membelit rambutnya. Setelah menggantungnya di tempat biasa, wanita itu membesarkan suara televisi. Dia menyalakan hair dryer sambil mendengarkan kabar tentang industri hiburan tanah air.“Ralin Kamala, salah satu yang digadang-gadang sebagai model dengan pencapaian tertinggi sepanjang tahun. Ralin menjadi ambassador banyak produk dan membintangi banyak iklan. Kabar yang beredar mengatakan, model cantik itu akan mulai merambah ke dunia akting mulai tahun depan.”Ralin tersenyum lebar melihat fotonya yang memenuhi layar. Wajah sumringahnya tadi malam terlihat sangat puas saat mengangkat tinggi-tinggi piala yang diberikan.“Pencapaian Ralin tadi malam hampir setara dengan banyaknya kontrak yang Jihan dapatkan belasan tahun lalu saat m
“Mari, Pak Afrizal, Pak Aditya.” Ralin mengangguk sopan dan mengikuti manajernya untuk mulai melakukan pemotretan.Afrizal mengangguk-angguk. Lelaki itu tersenyum lebar melihat ketegangan antara Ralin, Jihan dan Aditya. Apapun yang terjadi, dia akan mendapat keuntungan dari kerjasama ini. Apalagi kalau sampai ada singgungan lagi antara mereka. Produk yang dia keluarkan akan semakin booming. Zaman ini, apapun yang viral akan cepat mendapat perhatian.“Cakra Buana.” Afrizal mendesiskan nama orangtua Aditya. “Tidak kusangka, bisnis kita akan bersinggungan kembali. Puluhan tahun lalu kita gagal saat bekerjasama. Kini, semoga kerjasama ini akan berhasil dan membawa keuntungan besar.” Afrizal memandang nama perusahaan Mata Air Buana yang megah. Simbol kejayaan perusahaan itu di masanya.“Sehat, Pak Afrizal?” Pertanyaan Jihan membuat Afrizal mengalihkan perhatian dari hamparan air yang menjadi latar nama perusahaan Buana. Dia sedikit keheranan kenapa pengusaha itu sampai meluangkan waktu han
“Terima kasih.” Dirga menerima sebotol air mineral yang diberikan Armila. Mereka baru saja memberikan pengarahan pada anggota tim terkait pekerjaan yang akan dimulai pekan depan. “Kalau proyek kali ini sukses juga, mungkin kita akan menjadi perwakilan kerjasama dari perusahaan masing-masing selamanya, Bee.” Armila tersenyum lebar sambil mengangguk. Wanita itu meletakkan helm proyek yang dipakainya. Dia duduk di samping Dirga yang sedang menyelonjorkan kaki.Dirga hanya menanggapi ucapan Armila dengan anggukan kecil. Matanya menatap sekitar. Rencana pembangunan jalan karena akses daerah terputus akibat longsor beberapa bulan lalu mulai mereka tangani.Entah bagaimana caranya para petinggi perusahaan bekerja hingga akhirnya proyek ini bisa dimenangkan oleh mereka. Cuaca yang cukup panas membuat Dirga langsung menenggak habis sebotol air yang diberikan Armila.“Bee?” Armila terus memandangi wajah Dirga yang tidak sekalipun menatapnya. Bee, panggilan sayang darinya untuk Dirga semasa ber
“Begini, sebenarnya, dalam sebuah organisasi, kehadiran itu sangat penting.” Aditya tersenyum saat menatap mata Jihan. “Dengan hadirnya kita, akan terjalin kedekatan emosional. Hal itu akan menyebabkan kita menjadi satu frekuensi. Dari sana, visi dan misi yang sudah disusun bisa dicapai. Tentu saja, keberhasilan usaha akan mengikuti kalau pengelolanya sudah sejalan.”Jihan diam mendengarkan penjelasan Aditya. Dia mulai memikirkan cara agar tidak terlalu sering absen dari RPH. Karirnya di dunia modeling tidak akan lama lagi. Model-model muda sudah mulai berdatangan. Proses regenerasi alami yang pasti terjadi.“Bagaimana hasil pertemuan tadi, Mas?” Jihan bertanya setelah diam beberapa saat. Dia dapat merasakan bahu suaminya sedikit menegang hingga membuat Jihan sedikit menautkan alis. Ada apa?“Perjanjian kerjasama sudah ditandatangani.” Aditya menarik napas panjang. Sebenarnya, sejak tadi dia berpikir keras bagaimana cara menyampaikan tentang Ralin yang terlibat di dalamnya. Dua tahun
“Rencananya nanti pas kelas tiga, Ma. Karena ‘kan minimal usia lima belas tahun. Jadi, belum bisa sekarang-sekarang ini.” Rayna mengambil paha ayam masak lada hitam. Dia hanya memutar bola mata saat Damar mendelik. Ini potongan ayam ketiga yang dia ambil.“Kak Rayna memang tidak takut gendut? Nanti kayak gajah!” Damar terkekeh.“Dih? Kok body shaming? Nggak boleh begitu, Damar!” Rayna mendelik. “Jangan-jangan di sekolah kamu sering membully temanmu yang gendut ya?” Rayna mengacungkan garpu di tangannya ke arah Damar.Jihan menggeleng melihat kelakuan dua anaknya. Bahkan saat di meja makan pun ada saja yang bisa membuat kakak beradik itu beradu argumen. Wanita itu memegang tangan Rayna. Dengan kode mata, dia meminta Rayna menurunkan tangannya yang teracung.Damar tersenyum lebar melihat wajah tertekuk kakaknya saat dipelototi oleh Mama mereka. “Maksud Damar kan baik, Kak, biar Kak Rayna bisa jaga badan."Rayna menatap adiknya gemas. Bisa-bisanya anak kelas tiga SD itu berbicara tentang
“Aku tidak habis pikir kenapa kamu tahan hidup dengan wanita bar-bar ini, Dir.” Armila langsung berjalan keluar ruangan saat mendengar ucapan Nia. “Nia … please.” Dirga menahan Nia. Tatapan matanya penuh permohonan agar Nia tidak lepas kendali dan menghajar Admila di hadapan teman sekantornya yang sebagian besar masih berada di sana.Nia mengembuskan napas kencang. Dia memilih bungkam bahkan setelah mereka berada dalam perjalanan pulang.“Aku dan Armila sudah tidak ada hubungan apa-apa. Kami murni berkomunikasi sebatas urusan pekerjaan, Nia. Aku juga tidak bisa menolak amanah dari perusahaan. Aku tidak bisa menentukan siapa utusan yang akan perusahaan sana kirim untuk perwakilan koordinator mereka.” Dirga mengembuskan napas kencang melihat Nia yang sejak tadi diam saja.“Kamu sering mengantar-jemput dia?”“Hanya mengantar. Ya, adalah beberapa kali. Itupun karena kasihan. Dia kadang datang menggunakan taksi, pulangnya sering kebingungan karena lokasi proyek ke jalan raya jauh ….”“Ah!
“Pak Dirga, sudah ditunggu Pak Siswani di ruang VIP.” Rina, sekretaris perusahaan menunjuk satu ruangan saat Dirga akan duduk bersama rekan-rekan yang lain.“Ruang VIP?” Dirga mengulangi ucapan Rina. Dia melirik Nia yang sudah saling sapa dengan istri rekan kerjanya yang lain. Belasan tahun bekerja disana, antar karyawan dan keluarganya memang cukup dekat. Setiap ada acara kantor, pasti melibatkan keluarga hingga terjalin hubungan baik.“Iya, Pak. Proyek kerjasama kemarin hasilnya sangat memuaskan. Sebagai koordinator selama proyek berlangsung, Bapak diminta ikut bergabung oleh Pak Siswani untuk merayakan keberhasilan bersama rekan bisnis.” Rina tersenyum pada Nia yang datang lagi ke samping Dirga. Mereka saling tanya kabar setelah bersalaman.“Baiklah. Ayo, Sayang, kita kesana.” Dirga melingkarkan tangan ke pinggang Nia. Walau hubungan mereka sedikit renggang akhir-akhir ini, tapi di luar rumah mereka tetap tampil harmonis.“Selamat siang, maaf saya terlambat.” Dirga langsung menyala
Hampir dua jam saat akhirnya mobil Jihan memasuki area RPH. Dia akan mengikuti evaluasi kinerja bulanan setelah dua bulan berturut-turut tidak bisa datang. Wanita itu mengambil ponsel untuk mengabari Aditya sebelum turun, dia lupa memberitahu suaminya saat akan berangkat tadi.“Mas, aku sudah sampai di RPH. Maaf tadi lupa mengabari kalau hari ini aku akan keluar. Semangat, semoga pertemuan rencana kerjasama dengan investor hari ini berjalan lancar.”Di sini, Aditya tersenyum membaca pesan dari istrinya. “Aamiin. Doakan gol ya? Meeting belum dimulai, masih menunggu model yang akan menjadi brand ambassador produk yang mereka ajukan.” Aditya membalas pesan dari Jihan. Lelaki itu tersenyum tipis melihat istrinya sedang mengetik balasan di seberang sana.Usaha yang Aditya kelola memang sedang membutuhkan modal yang cukup besar agar bisa bangkit kembali. Sebenarnya, usaha itu sudah mulai stabil lagi. Namun, kalau tidak ada suntikan modal ya akan begitu-begitu saja. Sementara Aditya ingin u
Ah … tapi, pada akhirnya dia hanya menertawakan pertanyaan itu. Seperti kata Aditya, kalau wanita-wanita itu pintar dan punya ot*k untuk berpikir, pasti mereka tidak akan mau menjadi simpanan.Namun, kali ini dia tergelitik. Bukan wanita itu yang menghubunginya, tapi Nia, sahabat sekaligus mantan manajernya yang memberitahu. Bahkan, kalau Jihan tidak salah dengar, barusan Nia mengatakan affair itu sudah berlangsung setahun lamanya.Luar biasa. Siapa wanita itu yang sangat pintar menyembunyikan perselingkuhan sehingga tidak terendus sedikitpun olehnya?“Ralin Kamala.”“Ralin … siapa?” Jihan menautkan alis. Nama yang disebutkan Nia barusan tidak asing di telinganya. “Ralin! Model yang sedang naik daun itu?” Jihan bertanya sedikit berteriak saat berhasil mengingatnya.“Iya. Baru saja aku memergoki mereka saat akan check in di Bandara. Mereka ada di depanku, Je. Wanita itu menggandeng tangan Mas Aditya mesra sepanjang antrian.” Nia menjelaskan dengan terburu-buru. Jihan dapat mendengar
“Tidak seperti biasa, kemarin, Ralin berlalu begitu saja dengan senyum manisnya saat melewati wartawan. Biasanya, model yang namanya sedang di atas itu selalu menanggapi setiap pertanyaan yang awak media berikan.” Jihan menginjak rem saat lampu hijau di pertigaan sana berubah menjadi merah. Wanita yang mengenakan gamis motif mawar dengan hijab pasmina hitam itu mengencangkan suara radio. Matanya memperhatikan sekitar, penjual asongan berlarian menawarkan dagangan. Memanfaatkan sekian detik lampu merah yang berharga. “Untuk acara fashion show yang iklannya dimana-mana itu sudah deal. Ralin pasti ikut dong. Ibaratnya, kiblat dunia model itu sekarang lagi ke dia ‘kan. Jadi tidak usah ditanyakan lagi lah. Kalau mengenai wajahnya yang belum ada di banner atau belum muncul di iklan, save the best for the last ‘kan?” Jihan ikut tersenyum mendengar kekehan dari radio. Dia kenal sekali suara itu. Rey Mantika, lelaki melambai yang menjadi manajer beberapa model ternama. Namanya cukup dikenal