Itu bukan urusanmu untuk menyuruhku berhenti bekerja. Aku ingin bekerja di mana pun, berapa pekerjaan yang aku lakukan semua itu bukan urusanmu.” Rupanya dia ingin aku keluar dari sini. Tapi apa masalahnya sampai aku harus keluar, memangnya dia siapa?
“Jangan serakah Patricia, perusahaan tempatmu bekerja adalah perusahaan multinasional yang memiliki banyak bisnis salah satunya adalah ritel supermarket terbesar. Gajimu pasti puluhan juta dari tempat itu, kenapa kau mau bekerja paruh waktu yang bahkan gajinya sangat jauh dari tempatmu bekerja sekarang.” Milla terus menekan agar Patricia keluar bekerja dari tempat ini dengan terus mengungkit gaji dari perusahaan tempatnya bekerja.
“Kenapa mengaturku harus bekerja di mana. Sudah kubilang aku bisa bekerja di mana saja, tentang gajiku itu bukan urusanmu. Kamu tidak perlu tahu kenapa aku mengambil pekerjaan lain selain menjadi karyawan perusahaan. Bagaimana kamu bisa tahu profil perusahaanku, apa sebelumnya kamu juga bekerja disana?” cecarku. Dia pasti pernah bekerja di sana walau sebentar.
“Aku benar-benar membenci perusahaan itu dan orang-orang yang bekerja di sana, mereka memecatku begitu saja tanpa memberiku kesempatan untuk menjelaskan bahkan tidak memberiku pesangon sedikit pun. Aku diusir dari apartemenku, bahkan aku harus menjual mobil dan hartaku untuk bertahan hidup,” ujarnya dengan tatapan dan nada marah pada.
“Jika mereka sampai memecatmu, pasti ada kesalahan besar yang kamu lakukan di tempat kerjamu. Dan itu urusanmu bukan aku. Lebih baik kita mengurus urusan masing-masing saja. Permisi.” Milla menarik tangan Patricia dengan kasar, tepat ditempat dia terkena minyak panas tadi.
“Keluar dari tempat ini sekarang, sebelum aku melakukan hal-hal yang nekat padamu. Kamu sudah mendapat gaji yang sangat besar dari tempat itu, jangan mengambil hak orang lain dengan bekerja di tempat rendahan seperti ini. Apa gajimu tidak cukup untuk memenuhi gaya hidupmu? Atau kamu terlilit utang yang besar sampai kamu rela bekerja apa saja? Kenapa tidak menjual dirimu saja,” ucapnya dengan nada yang merendahkan.
“Aku bukan orang yang seperti itu, jika kamu tidak tahu apa-apa tentang hidupku lebih baik kamu diam saja dan jangan ikut campur. Kamu tidak akan sanggup bertahan sepertiku jika kamu tahu apa yang terjadi padaku.” Aku membentaknya karena aku tidak suka ada orang lain yang membicarakan hidupku tanpa tahu apa pun yang terjadi.
Milla, terus mengganggu dengan apa yang sedang Patricia lakukan. Saat sedang mengepel lantai, dia sengaja menjatuhkan minuman atau sisa makanan lain sehingga membuat lantai yang sudah dipel kembali kotor. Begitu pun saat sedang mengelap meja, dia sengaja menumpahkan sisa minuman yang dia ambil dari tempat sampah dan menumpahkannya di meja yang sudah dibersihkan.
Dia terus melakukan itu ketika tidak ada orang lain yang sedang memperhatikan kami berdua. Milla sepertinya berusaha membuat Patricia tidak nyaman, kesal dan marah, lalu membuat masalah dengannya. Dia berusaha memancing emosi Patricia, lalu bersikap bahwa dia adalah korbannya. Perempuan licik ini tidak bisa dibiarkan sama sekali.
“Kerja bagus! Kalian bekerja dengan sangat cepat dan gesit sehingga para pelanggan itu tidak menunggu terlalu lama. Kita tidak menduga jika ada seorang pelajar yang merayakan ulang tahunnya di sini dan membuat kita kewalahan dengan pesanan besar. Patricia, aku melihatmu bekerja keras meskipun itu bukan tugasmu. Kau yang bekerja di dapur, membantu ke bagian depan bahkan membereskan sampah yang ditinggalkan anak-anak muda itu. Kuharap yang lain juga meniru semangat kerjanya.”
Asistan manajer datang untuk mengapresiasi kerja kami sekaligus memuji-muji kinerja Patricia yang menangani banyak pekerjaan. Beberapa karyawan lain juga bertepuk tangan dan berterima kasih karena sudah membantu kerjaan mereka, hanya satu orang yang terlihat tidak suka. Milla.
“Itu bukan apa-apa, aku hanya membantu sebisaku, ini bukan hal yang besar sampai kalian memperlakukanku seperti ini,” aku sedikit tersipu karena mereka terlalu berlebihan dalam memuji.
“Bukan hal besar apanya, jika tidak ada kamu yang membantuku mungkin aku sudah di complain karena terlalu lama untuk menyajikan pesanan mereka,” sahut seseorang yang tadi memintaku untuk membantunya menyajikan pesanan pada pembeli.
“Itu benar, aku melihat kerjamu yang begitu cepat dan kamu cukup peka untuk melihat mana yang harus dibantu lebih dulu. Apa kamu tidak mau menjadi pekerja tetap saja daripada menjadi pekerja paruh waktu? Aku bisa menawarkan posisi yang lebih baik daripada hanya menggoreng di dapur,” tawar asisten manajer.
Suara decakan kesal yang tidak lain dari mulut Milla, matanya yang melotot tajam dan marah karena Patricia mendapatkan semua pujian. Ditambah lagi dengan mereka yang mendukung untuk menjadi pekerja tetap di sini membuat hatinya semakin panas.
“Terima kasih, aku tidak bisa menjadi pekerja tetap di sini karena aku tidak bisa bekerja di siang hari karena aku bekerja di tempat lain.” Orang-orang ini memang tidak tahu aku bekerja di sebuah perusahaan yang cukup besar. Mereka hanya tahu tempat kerjaku yang lama, karena aku hanya mencantumkan tempat kerja yang lama sebelum mendapatkan pekerjaan di perusahaan yang besar.
“Sayang sekali, kamu sepertinya sosok pegawai yang teladan, gesit dan sangat peka dengan lingkungan kerjamu. Sepertinya gaji di restoran lain yang itu sangat kecil sampai kau harus bekerja di dua tempat sekaligus. Jika kau ingin bekerja penuh di sini, aku akan menawarkanmu posisi sebagai crew leader.”
Ucapan sang asistan manajer itu membuat semua karyawan yang mendengarkan terkesiap. Mereka tidak menyangka posisi ditawarkan begitu saja padahal mereka mereka harus bekerja mati-matian agar nilai evaluasi mereka selalu bagus. Mereka semua mengakui bahwa kerja Patricia lebih baik dari mereka.
“Seharusnya posisi itu ditawarkan pada orang yang sudah bekerja lebih lama dari dia, jangan bersikap tidak adil Danny.” Protes Milla pada asisten manajer yang bernama Danny itu.
“Tentu saja aku bersikap adil Milla, aku akan memberikan posisi itu jika dia mau jadi karyawan full time di sini. Selain itu, aku tidak memberikan kenaikan posisi pada siapa pun berdasarkan berapa lama mereka bekerja di sini, tetapi berdasarkan nilai evaluasi kalian. Posisi itu akan kuberikan jika ada yang mendapat nilai evaluasi yang lebih baik dari Patricia. Bekerja keraslah jika menginginkan posisi tertentu.”
Kata-kata sang asisten manajer itu sepertinya cukup menohok untuk Milla, karena dia terlihat tidak bisa membalas apa pun lagi. Aku tidak mau menambah masalah dan segera kembali ke dapur begitu asistan manajer itu mengobrol dengan yang lainnya.
Perutku terasa sangat sakit dan perih karena hari ini aku tidak makan dengan benar. Mereka memberi satu paket makanan untuk karyawan yang bekerja, aku bisa saja memakannya tapi aku memikirkan Karin. Aku selalu membawa makanan ini untuknya sebagai makan malam yang cukup larut. Melihatnya memakan makanan fastfood dengan wajah yang senang membuat perasaan hatiku ikut senang. Mungkin aku bisa memakan kentangnya saja, ayamnya akan kuberikan pada Karin.
Waktu sudah menunjukkan hampir jam sebelas malam, sebentar lagi waktu untuk pulang karena cabang restoran fastfood ini tidak buka selama dua puluh empat jam. Sebelum itu ada yang harus dilakukan dengan perempuan bernama Milla itu. Perempuan itu pasti belum pulang karena apron yang dia pakai belum tergantung di tempat seharusnya. Para pegawai lain yang bertugas untuk bersih-bersih biasanya akan pulang belakangan, kulihat mereka juga sedang merapikan kursi-kursi dan membuang sampah keluar. Milla tidak ikut bersih-bersih di sini, mungkin dia ada di tempat lain.
Satu persatu telusuri tempat kemungkinan dia berada, dari toilet sampai dapur namun masih belum menemukannya. Satu tempat yang belum didatangi adalah area didekat freezer room, tempat menyimpan semua bahan makanan. Patricia menghampiri tempat itu dengan perlahan-lahan agar tidak mengagetkannya. Tetapi yang dia temukan jauh lebih mengejutkan daripada seharusnya, suara desahan dari dua orang yang saling bersahutan terdengar didekat ruangan freezer room.
“Apa yang kalian berdua lakukan disini?!” Patricia memergoki mereka berdua yang sedang melakukan hal yang sangat intim di dalam ruangan khusus untuk menyimpan makanan. Dua orang itu langsung meraih baju mereka yang berserakan dan menutupi bagian tubuh mereka yang terlihat.
“Patricia, kukira kamu sudah pulang,” sahut Fred sambil memakai pakaiannya dengan terburu-buru. Aku ingat dia bekerja di bagian kasir. Begitu pun dengan Milla, dia sibuk memakai semua pakaiannya kembali.
“Apa-apaan kalian, menjijikkan sekali melakukan hal seperti itu di tempat di mana semua makanan disimpan.” Aku menatap tidak percaya pada dua orang itu yang bersikap tidak tahu malu di tempat kerja sendiri.
“Aku dan Milla melakukannya karena suka sama suka. Kebetulan kami sudah lama tidak melakukannya, kami melakukan momen yang pas sampai akhirnya kita seperti ini,” jawabnya tanpa malu dan bersalah sedikit pun.
“Kalian berdua benar-benar tidak waras melakukan di tempat seperti ini, aku akan melaporkannya pada asisten manajer besok pagi.” Aku benar-benar jijik melihat dua orang ini melakukan hal yang tidak pantas, setelah ketahuan pun mereka seperti tidak malu sama sekali.
“Jangan, kumohon jangan lakukan itu. Aku benar-benar bisa kehilangan pekerjaanku, aku harus membantu pengobatan nenekku. Dia anggota keluargaku satu-satunya,” mohon Fred sambil berusaha memegang tanganku, aku menolak tanganku disentuh dengan tangannya dengan gerakan kasar.
“Jangan menyentuhku dengan tangan kotormu itu.” Kutepis tangan kotor itu yang hampir saja mengenai tanganku. Tidak sudi satu inchi saja tubuhku disentuh olehnya.
“Laporkan saja, aku sama sekali tidak takut. Sebaliknya, aku juga akan melaporkanmu karena kamu sudah melakukan penipuan dan membohongi semua orang. Aku akan memberi tahu pekerjaanmu yang sebenarnya di Shire.Group,” ancam Milla. Kali ini aku menatapnya dengan tajam.
“Baik, kita lakukan saja sesuai keinginanmu. Meskipun aku dipecat nanti, aku tidak kehilangan apa pun karena aku masih punya pekerjaan lain, sebaliknya ini adalah pekerjaanmu satu-satunya bukan? Kita lihat siapa yang akan lebih dimaafkan. Melakukan hubungan seks di tempat kerja apalagi melakukannya di dekat bahan makanan yang disimpan, atau aku yang membohongi mereka karena satu alasan.” Aku mengancamnya balik tanpa rasa takut.
Setelah menatap mereka berdua, aku pergi meninggalkan mereka dengan perasaan yang campur aduk, jijik, marah, kesal. Tidak habis pikir bagaimana dua orang itu bisa melakukannya di tengah-tengah bahan makanan yang akan digunakan restoran ini. Tidak peduli mereka saling mencintai atau tidak, yang mereka lakukan benar-benar menjijikkan.
Patricia menunggu bus terakhir yang tidak kunjung datang padahal masih ada sedikit waktu sampai selesai beroperasi. Angin yang berembus membuat tubuhnya sedikit kedinginan karena sebentar lagi akan memasuki musim gugur, mungkin sebaiknya besok membawa pakaian yang sedikit tebal dan hangat.
“Tricia?” seseorang memanggil namanya dari dalam mobil yang berada di seberang jalan. Dia melihat Patricia dari balik kaca mobil yang sudah dia buka. Siapa? sama sekali tidak mengenal orang itu. Pria itu turun dari dalam mobilnya, kemudian menyebrang dengan berlari kecil.
“Sedang apa kamu malam-malam masih berada diluar?” dia duduk disamping Patricia dengan wajah yang khawatir.
“Kamu mengenalku?” Patricia menatap wajah pria itu. Wajahnya cukup tampan, rahangnya cukup tajam, matanya yang tegas dan hidungnya yang lancip. Fitur wajah yang sempurna untuk seorang lelaki.
“Kamu pasti terlalu fokus pada pekerjaanmu sampai tidak memerhatikan orang-orang disekitarmu. Aku Allan Walton, bekerja di bagian keuangan.” Dia menyodorkannya untuk bersalaman denganku. Kusambut uluran tangannya sambil berpikir karena sama sekali tidak pernah melihatnya.
“Oh? Kamu adalah orang yang menjadi primadona para wanita di kantor!” tunjukku dengan heboh. Julia pernah membicarakan orang tampan ini. Dia hanya tersenyum malu-malu ketika aku menyebutnya primadona wanita kantor.
“Julukan itu sangat memalukan, banyak yang lebih tampan dariku di kantor,” ujarnya malu-malu.
“Entahlah, aku tidak begitu memerhatikan. Tapi jelas itu adalah kamu yang selalu dibicarakan oleh semua karyawan wanita. Kenapa kamu masih diluar?” aku mengganti topik karena wajahnya mulai memerah ketika aku membicarakan tentang dirinya.
“Aku baru saja pulang dari rumah orang tuaku, lalu kau sendiri? Kenapa masih di luar?”
“Ah, aku mencari udara segar saja, berjalan-jalan sampai tidak sadar sudah larut malam.” Aku berbohong karena tidak mau siapa pun tahu bekerja di tempat lain selain di kantor sebagai penanggung jawab administrasi perusahaan.
“Kamu sudah mau pulang? Mau aku antar?”
“Kamu? Mengantarku pulang?” Allan mengangguk.
“Memangnya kamu ingin diantar kemana, hm? Aku bersedia mengantarmu kemana saja,” tawarnya lagi.
“Ah, aku … aku …”
Apa yang Patricia lakukan di dalam mobil dengan seorang lelaki yang baru saja dia kenal beberapa menit yang lalu? Bus yang ditunggu juga tidak kunjung datang dan tidak mungkin juga berjalan kaki sampai rumah. Malam hari di New York sedikit berbahaya, meskipun terkenal sebagai kota yang tidak pernah tidur, pelaku kejahatan, pelecehan seksual, pencuri juga tidak pernah tidur. Lebih tidak mungkin lagi naik taksi yang harganya jauh lebih mahal dibanding naik bus. Anggap saja hari ini adalah hari keberuntungan setelah semua kesialan yang dialami dengan mendapat dua tumpangan gratis.“Kamu sering jalan-jalan sampai larut malam seperti ini Tricia?” tanya Allan memecah keheningan. Sejak masuk ke dalam mobilnya, kami berdua hanya diam saja dengan sedikit canggung. Bukannya tidak mau mengobrol dengannya, hanya saja tidak terbiasa untuk membuka obrolan lebih dahulu.“Ya, aku selalu berjalan-jalan malam seperti ini sepulang kerja. Ini sangat menenangkan pikiranku setelah penat dan lelah yang aku
Patricia terlihat sangat sibuk pagi ini. Jemarinya tidak berhenti mengetikkan sesuatu, tatapan matanya sangat fokus menatap layer laptop. Sesekali keningnya berkerut untuk menambah konsentrasi karena orang-orang di sekelilingnya mulai mengganggu konsentrasi kerjanya.“Patricia, bisakah kamu memeriksa ini lebih dulu? Kuharap sudah selesai sebelum makan siang…”“Tricia, bagaimana menurutmu? Apakah ini sudah cukup bagus untuk aku serahkan pada atasan atau masih ada yang kurang?”“Tricia, tolong bantu aku menyiapkan materi untuk meeting nanti siang,”“Patricia, apa laporanmu sudah selesai? Cepat berikan pada Thomas, dia sudah menanyakannya sejak satu jam yang lalu…”Orang-orang ini, kenapa mereka selalu membebankan pekerjaan mereka pada orang lain. Apa mereka tidak tahu kalau masing-masing orang juga punya pekerjaan sendiri di sini? Kenapa mereka selalu bergantung pada orang lain, apa mereka tidak bisa melakukannya sendiri? Patricia menahan rasa marahnya dengan menggenggam pulpen dengan e
Seperti yang sudah diduga, mereka semua menghindari Patricia saat dia masuk kedalam ruang kerjanya. Tidak ada satu orang pun yang berani menatap matanya, bahkan saat Patricia datang mereka buru-buru menghindar ke tempat yang agak jauh dari posisi Patricia berada. Di sisi yang lain, Patricia melihat melihat mereka sedang berbisik-bisik dengan pandangan yang menghakimi. Baiklah, biarkan saja mereka seperti itu, setidaknya mereka tidak akan mengganggu saat sedang bekerja. Patricia benar-benar harus menyelesaikan semuanya sebelum jam pulang tiba atau dia akan dipaksa lembur lagi.“Patricia, Crazy…maksudku Thomas memanggilmu untuk datang ke ruangannya. Dia bilang ada pekerjaan mendesak,” ujar salah satu rekan kerjaku. Baru saja aku bisa bernapas lega karena tidak ada yang menggangguku, Crazy Baldie ini merusak ketenanganku.“Hati-hati Tricia…mungkin kamu akan mendapat surat peringatan karena membuat keributan di kantor, atau ini adalah hari terakhirmu bekerja disini” Melanie lagi-lagi beru
“Apa yang sebenarnya terjadi padamu sampai menyerang temanmu? Kenapa kamu bisa semarah itu padanya?” Patricia sedang berbicara dengan Karin setelah keluar dari ruangan kepala sekolah, berada jauh dari lingkungan sekolahnya agar dia tidak merasa malu saat aku menasehatinya.“Karina, kamu tidak mau menjawabku?” tanyaku lagi sambil menghadapnya. Karin menatap marah kearah lain dan menolak kontak mata dengan Patricia.“Aku tidak akan memarahimu, jadi katakan saja padaku kenapa kamu memukul dan menjambak teman sekelasmu Karin, apa aku sama sekali tidak boleh tahu bagaimana kehidupan sekolahmu?” Karin tetap tidak bergeming sama sekali.“Ya sudah, aku tidak akan memaksamu untuk bicara sekarang. Tapi aku tetap harus tahu apa yang terjadi padamu tadi, ayo aku antar naik bus. Kamu harus pulang dan aku harus bekerja.” Aku merangkul pundak Karin dan mengajaknya untuk berjalan bersama. Dia mungkin merasa terkejut sudah melukai teman sekelasnya, Karin, anak manis ini tidak mungkin berbuat kasar pad
“Apa lantai ruanganku kotor? Kenapa kamu terus menunduk seperti itu?” tanya sang manajer yang dengan santai menyesap kopinya.Patricia yang tadi hendak masuk ke ruangan manajer, kemudian mengurungkan niatnya dan menunggu sedikit lebih lama di luar. Dia pasti heran melihat Patricia membuka pintu, kemudian menutupnya lagi dengan keras. Patricia bersikap seperti itu karena begitu dia membuka pintu, manajer sedang bertelanjang dada mengganti kemeja yang dipakainya dengan kaus berwarna hitam. Tanpa sengaja Patricia melihat tubuh telanjang lelaki lain selain adiknya William. Tubuhnya memang sangat bagus, bahu yang lebar, dada yang bidang dan perut yang berotot kencang.“Aku menunggu kamu berbicara karena kamu bilang ada yang ada ingin kamu bicarakan, tapi kamu datang dan masuk ke dalam ruanganku untuk diam saja sambil menunduk?” manajer mengamati Patricia sambil bersandar pada meja. Kakinya dia disilangkan, kedua tangan terlipat di dada.“Ah maaf, aku sedikit melamun.” Patricia menyelipkan
“Nomor siapa lagi yang meneleponku?” Patricia mengernyit begitu melihat layer ponselnya menunjukan nomor tidak dikenal terus meneleponnya. Sudah ada belasan nomor asing yang terus menghubunginya. Tak ingin diganggu lagi, Patricia mematikan teleponnya sebentar. “Kenapa, Kak?” Karin bertanya padaku karena Patricia terdiam cukup lama sambil menatap ponselnya. “Hari ini banyak sekali nomor yang tidak dikenal meneleponku. Mungkin aku harus mengganti nomor agar orang-orang ini tidak menggangguku lagi. Bagaimana dengan Will? Dengan menghubungimu lagi?” Karin mengambil bantal sofa lalu memeluknya. “Ya, hari ini dia cukup menggangguku dengan mengirimkan banyak pesan. Kamu bisa membacanya sendiri kalau mau tahu.” Karin menyodorkan ponselnya pada Patricia dan memperlihatkan pesan yang dikirimkan oleh adik lelakinya itu. Pesan yang dikirimkan William kurang lebih sama seperti yang sebelumnya, meminta uang milik Karin berapa pun yang dia punya. Cara memintanya pun sepertinya sangat mendesak, se
“Mengubah hidupku? Memangnya kamu siapa? Kamu Tuhan? Cukup, jangan bermain-main denganku Sean Fernandez. Aku bisa melaporkanmu pada polisi dengan tuduhan mengganggu orang lain.” Suara di telepon tertawa terbahak-bahak begitu mendengar ancaman yang keluar dari Patricia.“Kamu pikir itu lucu? Aku serius akan melaporkanmu jika kamu terus menggangguku seperti ini,” imbuh Patricia.“Lucu sekali caramu mengancamku. Lebih baik kau tahu dulu dengan siapa orang yang kau ancam, atau kau akan kehilangan semuanya yang kamu punya saat ini.” Kata-katanya membuat Patricia marah.“Kehilangan semuanya? Memangnya apa lagi yang mau kamu ambil dari hidupku? Aku sudah tidak memiliki apa pun lagi yang berharga selain adik dan ibuku. Kamu ingin mengambil mereka? Langkahin dulu mayatku, brengsek!” umpat Patricia dengan kesal.“Aku sama sekali tidak butuh adik dan ibumu, tidak ada gunanya aku mendapatkan mereka. Aku akan membantumu, kau sedang kesulitan keuangan bukan? Aku akan memberikanmu apa pun asalkan …”
Suara-suara pukulan yang membabi buta dan juga erangan kesakitan terdengar di belakang Patricia. Patricia terlalu takut untuk melihat apa yang terjadi di belakangnya, tubuhnya gemetar dengan sangat hebat karena ketakutan. Ingin berteriak minta tolong, tapi dia hanya membuka mulut tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Untuk berlari menjauh pun dia tampak tidak sanggup untuk berdiri, hanya bisa menangis dan berharap ada orang baik yang akan menolongnya.“Dasar berengsek, beraninya menyerang wanita yang berjalan sendirian di malam hari!” hardik seseorang. Tiba-tiba dia tidak berkata apa pun sehingga membuat suasana menjadi sangat hening. Patricia memohon pada siapa pun, jangan menganggu dan pergi saja, tinggalkan dirinya sendiri.“Kamu tidak apa-apa?” suara seorang pria dewasa bertanya dan menghampiri Patricia yang terduduk sambil memeluk kakinya. Patricia hanya diam saja tidak mau menjawab orang itu, siapa tahu dia adalah orang jahat lain yang mempunyai niat yang tidak baik padanya. Saa
“Apa-apaan kau! Aku masih bicara dengan ibuku dan kau malah menyeretku masuk kedalam mobil!” protes Patricia. Sean mengunci mobilnya sehingga dia tidak bisa kabur.“Kau sudah pergi meninggalkan pekerjaanmu selama dua jam dan membiarkanmu mengerjakan semuanya sendiri. Bisa-bisanya asisten pribadiku meninggalkan pekerjaannya tanpa persetujuanku. Meeting tadi hampir kacau karena kau tidak menyiapkan apa yang aku butuhkan!” Sean benar-benar marah dengan sikap seenaknya Patricia.“Aku tahu aku melakukan kesalahan, aku juga akan bertanggung jawab dengan menambah jam kerjaku selama beberapa hari. Tolong buka kuncinya, ibuku sedang menunggu di rumah, dia pasti merasa cemas karena aku tidak kembali,” pinta Patricia.“Baiklah.”“Sean! Sean!”Sean keluar dari mobilnya dan tetap mengunci Patricia dari dalam. Dia tidak mau Patricia punya kesempatan kabur dan bersembunyi dibalik ibunya. Maka, dia sendiri yang akan menghadapi ibu dari Patricia. Sean menekan bell pintu dan menunggu beberapa saat samp
Patricia semakin panik karena ternyata ibunya tidak ada di rumah. Semua sudut rumah sudah dijelajahi, namun tidak ada satu pun jejak ibunya berada bahkan dia tidak membawa ponselnya sama sekali. Ponsel milik Karina yang ditinggalkan untuk ibunya.“Kemana dia pergi? Sejak kapan dia pergi dari rumah?” bisik Patricia pada dirinya sendiri. Dia berjalan bolak balik dengan linglung, tidak tahu harus mencari ibunya kemana dan kemana dia harus mencari lebih dulu.“Haruskah aku menelpon polisi dan melaporkan orang hilang?”Ditengah rasa kebingungannya memutuskan sesuatu, Sean menelponnya.“Kau sudah pergi terlalu lama, cepat kembali dan bantu pekerjaanku. Sudah pergi tanpa izinku, pergi terlalu lama, siapa boss Perusahaan tempatmu bekerja, hah!” omel Sean di telepon.“Maaf Sean, aku pergi keluar terlalu lama. Tapi ini benar-benar serius, ibuku menghilang. Dia pergi dari rumah,” jawab Patricia dengan nada yang cemas.“Sudahlah Patricia, kau terlalu cemas berlebihan. Ibumu itu wanita dewasa, dia
Karina yang sedang duduk di sofa sambil memakan cemilannya terlihat bingung melihat kakaknya terlihat cemas. Dia sudah tahu sejak tadi menjemput ibu mereka, Patricia bersikap seperti itu. Dia pikir kakaknya seperti itu karena gugup, tapi sepertinya ada hal lain yang mengganggu pikiran kakaknya.“Ya? Bicara saja, aku akan mendengarkanmu,” sahut Karin. Patricia melirik ke arah kamar tempat ibu mereka berada.“Jangan pernah membicarakan atau mengungkit apa pun pada Mama tentang rumah dan apa pun tentang rumah itu,” ujar Patricia sambil berbisik sangat pelan.“Memangnya kenapa Mama tidak boleh tahu?” tanyanya dengan wajah polos.“Kau lupa apa saja yang sudah terjadi di rumah itu? Perampokan, preman, apa kau ingin Mama tahu dan kembali depresi memikirkan semua itu?”Mendengar hal itu membuat Karina membuka kedua mulutnya kemudian mengangguk.“Benar, aku tidak mau membuat Mama kepikiran hal itu lalu depresinya kembali,” ucap Karin menyetujui ide Patricia.“Berbohonglah apa saja jika dia mul
Patricia meremas kedua tangannya dengan gelisah, perasaan dan pikirannya bercampur aduk karena suatu kejadian yang membuat pikirannya tidak bisa melupakan hal itu dan menghapusnya dari pikirannya. Kejadian itu terus berputar-putar tanpa henti di otaknya dengan cepat.“Apa kamu gugup bertemu dengan Mama?” tanya Karina yang sejak tadi memerhatikan kakaknya yang terlihat tidak tenang di dalam mobil. Karina mengerutkan keningnya karena tidak biasanya kakaknya bersikap seperti itu dengan sangat jelas.“Hah? Ya, tentu saja aku merasa gugup. Ini pertama kalinya kita menjemput Mama pulang, dia akan kembali tinggal bersama dengan kita setelah beberapa tahun. Tentu saja aku merasa gugup,” jawab Patricia.“Aku sangat senang karena akhirnya Mama kembali bersama kita. Aku akan memberitahu Will dan dokter Malvine tentang hal ini. Tapi belakang ini Will sangat sulit dihubungi, ponselnya pun tidak aktif, apa terjadi sesuatu padanya?” tanya Karin padaku dengan wajah penasaran.Patricia menggelengkan k
“Apa yang ingin kamu bicarakan sampai membawaku ke taman rooftop?” tanya Patricia. Dia sama sekali tidak menyangka ada taman rooftop seindah ini.“Berapa dia membayarmu?” wanita itu menatap marah pada Patricia.“Apa maksudmu? Ah, jika maksudmu gajiku sebagai asisten pribadinya itu hampir tiga digit,” jawab Patricia.“Katakan padaku berapa dia membayarmu untuk menjadi teman kencannya? Aku akan membayarmu dua kali lipat jika kau mau menjauhinya,” perintahnya.“Kenapa kamu ingin aku menjauhinya? Harusnya kamu yang menjauh darinya karena dia milikku.”Kata “milikku” yang diucapkan Patricia membuat perempuan Bernama Oliv itu tersulut emosi.“Jaga kata-katamu jalang! Dia tidak akan pernah menjadi milikmu!”“Kamu yang jalang! Sudah tahu dia memilihku masih saja terus menyangkal! Seharusnya kamu sadar diri!”Tangan kanan Oliv terangkat dan menampar keras pipi Patricia sampai menimbulkan bunyi yang sangat nyaring. Tak hanya diam, Patricia juga turut membalas apa yang wanita itu lakukan padanya
Sudah selama dua minggu ini Patricia menjadi kekasih sewaan dari seorang Sean Fernandes. Banyak perubahan yang terjadi di hidupnya, termasuk gaya pakaian dia yang biasanya sederhana dan murah berubah menjadi fashionable dan bermerek mahal. Tak hanya itu, dia juga mendapat perawatan ke salon setiap akhir pekan. Dia benar-benar berubah dari ujung kaki sampai ke ujung kepala.“Tidak, hari ini aku tidak bisa menginap di tempatku. Aku dan Karina ingin menjemput Mama pulang dari rumah sakit jiwa,” tolak Patricia pada permintaan Sean yang memintanya untuk menginap kembali di rumahnya.“Ya. Dokter Fhadh menyarankan untuk perawatan di rumah agar kondisi ibuku lebih stabil lagi. Katanya, jauh dari keluarga bisa membuat kondisinya naik turun. Dokter Alvin juga dulu menyarankan hal ini tapi aku tidak mendengarkannya dan memilih sibuk bekerja. Jadi, aku tidak mau mengulang kesalahan yang sama kali ini,” beber Patricia Panjang lebar.“Kalau begitu nanti aku akan kirim makanan untuk kalian berdua,”
Patricia keluar kamar mandi dengan memakai jubah mandi dan handuk yang melilit kepalanya. Dia melihat Sean masih berada di situ dengan sebuah laptop di pangkuannya. Merasa heran karena sudah semalam ini orang itu masih saja bekerja dan dia juga tidak pernah melihatnya beristirahat sedikit pun, sekadar ketiduran di tempat kerjanya pun tidak pernah.“Apa yang ingin kamu bicarakan denganku tadi? Kamu bilang ada yang ingin dibicarakan setelah aku mandi, sekarang aku sudah selesai. Jadi apa itu?” Patricia datang menghampiri Sean lalu terhenti. “Jangan menatapku seperti itu! Atau aku akan melempar kepalamu dengan vas bunga ini!”Patricia mengambil vas bunga kecil yang terletak di meja terdekatnya dan bersiap melemparnya ke kepala Sean.“Apa gunanya mata jika tidak untuk melihat, Patcy. Ternyata seperti itu dirimu setelah mandi, menarik,” godanya pada Patricia. Patricia yang takut segera merapatkan jubah mandinya.“Kapan pelayanmu itu membawakan baju untukku?” tanya Patricia.“Mungkin sebent
Patricia terdiam beberapa saat, dia sadar apa pun jawabannya bisa jadi merugikan dirinya. Terlebih lelaki ini bisa saja memanfaatkan dan memanipulasi situasi yang terjadi.“Apa pun, aku akan melakukan apa pun asalkan kedua adikku aman dan selamat dari ancaman Evelyn. Orang seperti dia pasti tidak main-main dengan ucapannya bukan? Aku juga tidak boleh setengah-setengah untuk melindungi keluargaku. Akan kulakukan apa pun untuk melindungi mereka,” ucap Patricia sambil menatap pada Sean.“Kau yakin dengan jawaban yang keluar dari mulutmu itu? Apa pun, berarti aku berhak meminta sesuatu darimu tanpa penolakan sama sekali bukan?”Patricia kembali terdiam, dia seperti sadar sudah mengucapkan hal yang salah dan ingin menarik ucapannya kembali.“Kau ragu dengan jawabanmu bukan? Ingin menariknya kembali? Tapi apa yang sudah terucap tidak bisa kau tarik kembali. Jadi aku bertanya sekali lagi padamu, apa kau yakin dengan jawabanmu itu?”“Aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak punya uang, tidak p
“Apa aku tidak salah dengar?” Sean memutar tubuhnya sehingga menghadap Patricia sepenuhnya, namun Patricia menolak menatap Sean dan memilih melihat lurus ke jalan.“Kau tidak salah dengar, aku menyetujui menjadi wanitamu,” balas Patricia.“Tunggu dulu Patcy, kenapa kau tiba-tiba seperti ini?”“Ini tidak tiba-tiba, aku sudah memikirkannya matang-matang.”“Kapan? Kapan kau memikirkan hal itu?” cecar Sean. “Hei, lihat aku.”Patricia menatap Sean dengan wajah datarnya. Wajahnya terlihat lelah, matanya juga sedikit sembab karena sempat menangis.“Apakah itu penting? Bukankah yang paling penting itu sudah menyetujuinya sekarang?” Patricia menjawab Sean dengan sebuah pertanyaan lagi.“Tidak, ini seperti bukan dirimu,” timpal Sean sambil menggelengkan kepala.“Memangnya kau tahu apa tentang diriku? Jangan bertingkah seolah kau tahu semua tentangku,” balas Patricia sambil memutar bola matanya.“Jujur saja aku merasa senang tapi sekaligus kecewa. Aku memang ingin mendapatkanmu, tapi bukan denga