Beranda / Romansa / Kekasih Sewaan CEO Nakal / ACT 5. Alasan yang disembunyikan

Share

ACT 5. Alasan yang disembunyikan

Penulis: ini.Viny
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-23 17:08:47

Apa yang Patricia lakukan di dalam mobil dengan seorang lelaki yang baru saja dia kenal beberapa menit yang lalu? Bus yang ditunggu juga tidak kunjung datang dan tidak mungkin juga berjalan kaki sampai rumah. Malam hari di New York sedikit berbahaya, meskipun terkenal sebagai kota yang tidak pernah tidur, pelaku kejahatan, pelecehan seksual, pencuri juga tidak pernah tidur. Lebih tidak mungkin lagi naik taksi yang harganya jauh lebih mahal dibanding naik bus. Anggap saja hari ini adalah hari keberuntungan setelah semua kesialan yang dialami dengan mendapat dua tumpangan gratis.

“Kamu sering jalan-jalan sampai larut malam seperti ini Tricia?” tanya Allan memecah keheningan. Sejak masuk ke dalam mobilnya, kami berdua hanya diam saja dengan sedikit canggung. Bukannya tidak mau mengobrol dengannya, hanya saja tidak terbiasa untuk membuka obrolan lebih dahulu.

“Ya, aku selalu berjalan-jalan malam seperti ini sepulang kerja. Ini sangat menenangkan pikiranku setelah penat dan lelah yang aku rasakan,” jawabku dengan penuh percaya diri tanpa sadar akibat dari ucapanku.

“Benarkah? Memangnya apa saja yang kamu lakukan setelah pulang kerja sampai larut malam, tidak mungkin hanya berjalan-jalan saja tanpa tujuan.” Allan melirikku sekilas sebelum kembali fokus menyetir. Shoot! Jawaban tadi pasti terdengar tidak masuk akal. Bagaimana bisa seorang wanita berjalan-jalan selama beberapa jam di luar sendirian tanpa tujuan. Alasan masuk akal apa yang akan keluar dari mulut ini yang akan membuatnya percaya?

“Ya, tentu saja aku sangat suka melihat aktivitas orang yang sedang lalu lalang, cahaya dari lampu-lampu kota. Aku sangat menyukai pemandangan kota di malam hari, itu seperti semua beban yang ada di pikiranmu menghilang walaupun tidak semuanya. Itu yang aku rasakan.”

Memang benar, saat sedang berjalan sendirian di malam hari aku melupakan semua masalah dengan melihat hiruk pikuk dan menatap lampu-lampu kota yang sangat indah. Tetapi begitu terbangun di pagi hari, kembali menghadapi realita yang menghantam keras kebebasanku. Sejak pergi dari tempat itu, kebebasan Patricia juga terampas, dipaksa untuk tumbuh dewasa sendirian dengan keadaan yang menyedihkan.

“Tricia?” panggil Allan, dia benar-benar menatapku dengan penuh karena lampu lalu lintas sedang menyala merah.

“Hah?” responku terdengar sangat datar, masih terjebak dengan perdebatan pikiran dan batin.

“Aku bertanya di mana rumahmu, tapi sepertinya kamu sedang memikirkan sesuatu? Aku sudah memanggilmu berulang kali tadi,” matanya menatapku dengan rasa keingintahuannya dengan apa yang aku pikirkan. Kulihat jalanan apa yang sudah dia lewati, karena takut terlewat dan harus memutar jauh.

“Tempat tinggalku di Kilps Bay, mungkin sekitar lima belas menit lagi. Maaf, aku tidak konsentrasi dan mengabaikanmu, aku sepertinya mulai mengantuk,” aku menepuk-nepuk pahaku agar aku bisa kembali segar.

“Kamu bisa tidur dulu, masih ada waktu sebelum sampai. Aku akan membangunkanku ketika hampir sampai di Kilps Bay.” Dia mencoba untuk menurunkan sandaran kursi Patricia menjadi lebih rendah.

“Tidak perlu…” terlambat. Sandaran kursinya diturunkan menjadi lebih rendah, posisiku sekarang setengah tiduran.

“Tidak apa-apa, aku ingin kamu lebih nyaman saat denganku. Istirahatlah walau hanya sebentar.” Allan memastikan posisiku sudah nyaman.

“Terima kasih Allan, maaf aku sedikit merepotkanmu.” Allan kembali menjalankan mobilnya.

“Aku hanya ingin kita lebih dekat, aku ingin menjadi temanmu.” Balasnya. Patricia tidak menanggapinya dan melihat pemandangan di luar jendela. Matanya semakin lama semakin berat berat, sampai akhirnya dia tertidur pulas.

***

“Sekali terima kasih sudah mengantarku pulang, Allan. Maaf aku sudah membuatmu repot dengan mengantarku, aku tahu pasti arah rumahmu sangat berlawanan denganku, bukan?” aku berbicara lebih dulu dengan Allan sebelum masuk ke dalam apartemenku. Allan yang ikut turun dari mobil berdiri di sampingku dengan canggung.

“Jangan berterima kasih, aku sangat senang bisa mengantarmu. Aku harap kita berdua bisa lebih dekat lagi sebagai teman.” Entah kenapa aku melihat Allan terlihat lebih gugup.

“Tentu saja. Sepertinya kamu harus segera pulang dan beristirahat untuk besok, kita harus punya tenaga untuk sesuatu yang akan menanti kita di tempat kerja.” Patricia menyunggingkan senyum manisnya, Allan membalas senyumanku dengan gugup. Kenapa dengan orang ini? Batinku.

“Ya, sampai jumpa besok Patricia. Masuklah lebih dulu, udaranya terasa lebih dingin.” Allan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Seperti ada yang ingin dia katakan tetapi dia memutuskan untuk diam dan menyimpannya saja dalam hati.

“Sampai jumpa besok.” Aku tersenyum dan melambaikan tanganku dengan canggung padanya.

Begitu masuk ke dalam apartemen, yang pertama kali dilakukan adalah memeriksa kamar Karin. Apakah dia sudah tidur, atau malah menungguku pulang sambil belajar. Dia sudah tidur dengan lampu yang menyala dan buku yang berantakan di atas meja. Kurapikan meja belajarnya dan menyusun buku-buku itu pada rak. Dia belajar begitu rajin untuk mempertahankan beasiswanya dan mengurangi beban finansial yang kutanggung. Sebentar lagi dia akan berulang tahun yang ketujuh belas, ingin sekali merayakannya kecil-kecilan dengan Will dan juga Mama jika memungkinkan. Dia tidak pernah merayakan ulang tahunnya lagi sejak enam tahun yang lalu.

“Maafkan kakakmu Karin, aku memaksamu ikut denganku meninggalkan rumah itu. Jika kamu tinggal dengan Papa, mungkin hidupmu tidak akan susah seperti ini. Maafkan kakakmu yang egois ini, Karin. Aku akan menebus semuanya nanti, semua yang aku ambil darimu.” Patricia mengelus lembut kepala adik perempuannya dengan penuh rasa sayang, lalu mematikan lampu kamarnya agar dia bisa tidur dengan nyenyak.

***

Patricia terbangun karena mendengar suara orang yang sedang memasak di dapur, ditambah dengan bau masakan yang bisa membuat perutku semakin berbunyi kelaparan. Kesadaran yang belum pulih dan mata yang masih terasa berat untuk dibuka lebar, memaksakan diri untuk bangun dengan meraba-raba dinding untuk memastikan berjalan kearah yang benar. Begitu pintu dibuka, semerbak harum makanan menyerang indera penciuman.

“Karin, kamu memasak?” tanyaku dengan suara yang masih serak, mata yang setengah terbuka.

“Ya, biasanya kau sudah bangun pagi-pagi dan sibuk menyiapkan sarapan untuk kita berdua. Tapi tumben sekali kamu belum bangun.” Karin menuntunku ke meja makan, lalu memberiku segelas air dingin.

“Jam berapa sekarang?” tanyaku begitu kesadaranku pulih.

“Jam setengah delapan pagi,” sahut adikku yang sibuk memindahkan sup pada mangkuk kecil dan menata makanan yang dia buat di meja.

“Apa! kenapa kamu tidak membangunkanku Karin!” bentakku padanya.

“Karena aku tidak mau, kamu terlihat kelelahan jadi kubiarkan saja kamu tidur sedikit lebih lama,” jawabnya sambil menyodorkan sepiring telur orak arik dengan tiga potong sosis dan juga semangkuk sup jamur.

“Sial! Aku harus pergi ke rumah sakit dulu sebelum ke kantor!” aku berlari ke kamar mandi untuk menuntaskan aktivitas pagi.

“Apa terjadi sesuatu lagi pada Mama! Aku juga ingin ikut!” teriak Karin dari ruang makan. Aku tidak menghiraukannya karena aku harus segera mandi dan sedikit berdandan.

Semalam dokter Alvin mengirimi sebuah pesan yang baru aku baca ketika aku sampai di rumah, seharian ini aku sama sekali tidak melihat ponselku karena sibuk. Isinya, dia mengatakan kalau ibuku menangis meraung-raung semalaman sambil memanggil-manggil nama ketiga anaknya. Tingkat kecemasan Patricia kembali meningkat jika itu menyangkut Kesehatan ibunya, belakangan ini kondisi mentalnya menjadi tidak begitu stabil dan penyebabnya juga masih belum diketahui.

Patricia mandi dengan cepat, kemudian mengambil pakaian juga memasukkan satu pakaian ganti ke dalam tas karena hari ini juga seperti biasa akan pulang malam. Merias wajah seadanya dan tidak lupa mengulas lipstick warna nude agar tidak terlihat pucat seperti orang sakit.

“Makanlah dulu, kamu pasti bakal sibuk hari ini.” Kulihat Karin sudah selesai sarapan begitu aku keluar dari kamar. Dia sedang mencuci piring kotor bekas dia makan.

“Kamu sudah memasak untukku, jadi aku harus menghabiskan semuanya.” Aku memakan semua makanan yang dibuat Karin dengan cepat karena tidak ingin terlambat untuk bertemu dengan dokter Alvin.

“Apa Mama baik-baik saja? Aku juga ingin ikut melihat Mama, sudah lama aku tidak bertemu dengannya.” Karin duduk di depanku dengan wajah yang khawatir. Aku menggeleng padanya dengan cepat.

“Kenapa? Aku juga ingin bertemu dengan Mama,” protesnya karena menganggap aku tidak mengizinkannya bertemu dengan Mama.

“Bukan begitu, maksudku aku juga tidak tahu apa-apa karena kondisi mentalnya sangat tidak stabil belakangan ini,” jawabku setelah menelan makanan terakhirku. Lalu aku dengan cepat membawa piring-piring kotor itu untuk dicuci.

“Apa aku bisa bertemu dengannya sekarang?” tanyanya lagi sambil mengikutiku ke tempat cuci piring.

“Tidak sekarang, kamu harus sekolah. Kita akan pergi bersama nanti akhir pekan, Mama pasti senang melihatmu datang,” ujarku sambil tersenyum padanya.

“Kamu tidak kerja diakhir pekan?” Karin memastikan jadwalku.

“Tidak ada pekerjaan dari pagi sampai sore, tapi aku akan bekerja di malam hari. Akhir pekan, kita pergi dan menemani Mama seharian.” Wajah Karin terlihat senang.

“Janji? Aku tidak mau tiba-tiba rencana itu batal karena pekerjaanmu.”

“Aku janji, aku pergi duluan Karin. Jangan lupa kunci rumah dan tutup semua jendela sebelum pergi, aku pulang malam lagi,” ucapku sebelum pergi meninggalkan adikku sendiri.

“Jangan perlakukan aku seperti anak manja yang tidak bisa apa-apa, aku sudah terbiasa ditinggal sendiri. Khawatirkan saja dirimu sendiri.” Entah kenapa perkataan Karin membuat aku merasa sedikit sedih.

“Pokoknya kau harus berhati-hati saat aku dan Will tidak ada, kamu juga harus langsung menghubungiku ketika ada masalah.” Karin menjawabku dengan anggukan malasnya, seolah dia bosan terus mendengar hal yang sama dariku.

***

“Kupikir dia sedikit stres berada di sini dalam waktu yang cukup lama, ibumu sepertinya merindukan keluarganya.” Aku berkonsultasi dengan dokter Malvin perihal kesehatan mental ibuku. Dia cukup tenang berjalan-jalan di taman rumah sakit ditemani dengan satu orang perawat. Bahkan, aku melihatnya bisa tersenyum sambil mengobrol dengan pasien lain.

“Jadi, aku harus membawanya pulang? Tapi aku bekerja sampai malam, adikku juga bersekolah, tidak mungkin aku meninggalkan dia sendirian di rumah. Aku takut sesuatu terjadi padanya ketika dia sedang sendirian.” Mama sudah lebih dari enam tahun dirawat di rumah sakit jiwa mungkin dia juga merasa jenuh dengan lingkungan rumah sakit.

“Memang berisiko membawanya pulang disaat kondisinya sedang tidak stabil,” ujar dokter itu.

“Lalu maksudmu? Apa yang harus aku lakukan sebenarnya?” aku benar-benar bingung dengan maksud dari dokter itu.

“Luangkanlah waktu bersama dengan ibumu, menghabiskan waktu dengan mengobrol dan menemaninya atau kamu bisa mengajaknya berjalan-jalan ke suatu tempat. Melakukan hal seperti itu bisa saja lebih menenangkan ibumu daripada selalu terkurung di tempat seperti ini,” jawabnya sambil melihat ibuku.

“Aku memang berencana menghabiskan waktu dengan Mama dan adikku seharian di sini. Jika kamu mengizinkan, aku ingin membawanya berjalan-jalan ke taman kota, mungkin juga membawa bekal piknik.” Aku menyuarakan ideku pada dokter muda disampingku ini.

“Ide bagus, aku pasti menyetujuinya. Semoga saja itu bisa melepas beban pikiran ibumu, aku yakin dia sedang berjuang melawan semua depresi itu. Kita hanya membantunya untuk melewati semuanya, Oh! Selain namamu yang dia sebut semalam ada satu orang lagi yang dia sebut dalam tangisnya. Dia memanggil seseorang bernama Darren? Apa dia ayahmu?”

Sekujur tubuh Patricia membeku mendengar nama itu kembali disebut, nama yang selama ini sudah dia kubur dalam-dalam kembali muncul ke permukaan. Nama seorang pria berengsek yang sudah merusak keluarganya sendiri.

“Ayahku sudah lama mati,” jawabku dengan penuh kebencian.

“Benarkah? Aku minta maaf karena sudah menyinggung soal ayahmu. Tetapi bukankah itu sedikit kasar? Kamu terlihat membenci ayahmu yang sudah tiada, seharusnya kamu mendoakan aya…”

“Aku yang menganggapnya sudah mati. Dia sudah merusak keluarganya sendiri dengan berselingkuh dan membawa wanita yang usianya tidak beda jauh dariku ke rumah. Itu membuat Mama depresi berat sampai seperti ini,” beberku pada dokter itu.

“Maaf?” dokter itu terlihat bingung. Dokter tidak tahu sama sekali permasalahan sebenarnya karena aku selalu menutupi penyebab Mama depresi dengan mengatakan bahwa ayahku sudah mati.

“Aku tidak mau menceritakannya sekarang, hatiku masih terasa sakit membicarakan orang itu.” Aku berdiri untuk meninggalkan dokter itu.

“Mau ke mana? Kamu tidak mau berpamitan dulu dengannya?” dokter itu menarik tanganku. Aku melihat Mama yang tersenyum padaku di kejauhan. Dia memang tersenyum padaku, tetapi sorot matanya terlihat sedih.

“Haruskah, dia tidak pernah merespon apa pun,” jawabku pelan.

“Coba saja, jangan menyerah untuk hal yang sederhana yang bisa kamu lakukan,” bujuknya.

“Entahlah, saat kamu menyebut nama itu membuatku ingin membenci semua lelaki termasuk dirmu dokter.” Aku menatap tajam dokter itu.

“Tidak semua lelaki itu…” Patricia menatap mata dokter itu dengan ekspresi yang penuh luka dan kesedihan.

“Bisakah tidak membicarakan ini? Aku tidak mau mengingat hal itu lagi,” pintaku pada dokter Alvin.

“Aku tahu ini berat untukmu dan ibumu, tapi sebagai dokter, aku harus tahu sampai ke akarnya untuk bisa menyembuhkan luka kalian berdua, terutama ibumu. Jangan ragu untuk ceritakan apa pun padaku, aku tidak akan menghakimi apa yang sudah kamu lakukan Patricia. Kumohon, demi kalian berdua,” bujuk dokter Alvin.

“Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Itu … cukup rumit. Jadi aku…”

Bab terkait

  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 6. Prasangka

    Patricia terlihat sangat sibuk pagi ini. Jemarinya tidak berhenti mengetikkan sesuatu, tatapan matanya sangat fokus menatap layer laptop. Sesekali keningnya berkerut untuk menambah konsentrasi karena orang-orang di sekelilingnya mulai mengganggu konsentrasi kerjanya.“Patricia, bisakah kamu memeriksa ini lebih dulu? Kuharap sudah selesai sebelum makan siang…”“Tricia, bagaimana menurutmu? Apakah ini sudah cukup bagus untuk aku serahkan pada atasan atau masih ada yang kurang?”“Tricia, tolong bantu aku menyiapkan materi untuk meeting nanti siang,”“Patricia, apa laporanmu sudah selesai? Cepat berikan pada Thomas, dia sudah menanyakannya sejak satu jam yang lalu…”Orang-orang ini, kenapa mereka selalu membebankan pekerjaan mereka pada orang lain. Apa mereka tidak tahu kalau masing-masing orang juga punya pekerjaan sendiri di sini? Kenapa mereka selalu bergantung pada orang lain, apa mereka tidak bisa melakukannya sendiri? Patricia menahan rasa marahnya dengan menggenggam pulpen dengan e

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-02
  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 7. Kesempatan

    Seperti yang sudah diduga, mereka semua menghindari Patricia saat dia masuk kedalam ruang kerjanya. Tidak ada satu orang pun yang berani menatap matanya, bahkan saat Patricia datang mereka buru-buru menghindar ke tempat yang agak jauh dari posisi Patricia berada. Di sisi yang lain, Patricia melihat melihat mereka sedang berbisik-bisik dengan pandangan yang menghakimi. Baiklah, biarkan saja mereka seperti itu, setidaknya mereka tidak akan mengganggu saat sedang bekerja. Patricia benar-benar harus menyelesaikan semuanya sebelum jam pulang tiba atau dia akan dipaksa lembur lagi.“Patricia, Crazy…maksudku Thomas memanggilmu untuk datang ke ruangannya. Dia bilang ada pekerjaan mendesak,” ujar salah satu rekan kerjaku. Baru saja aku bisa bernapas lega karena tidak ada yang menggangguku, Crazy Baldie ini merusak ketenanganku.“Hati-hati Tricia…mungkin kamu akan mendapat surat peringatan karena membuat keributan di kantor, atau ini adalah hari terakhirmu bekerja disini” Melanie lagi-lagi beru

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-05
  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 8. Pertengkaran

    “Apa yang sebenarnya terjadi padamu sampai menyerang temanmu? Kenapa kamu bisa semarah itu padanya?” Patricia sedang berbicara dengan Karin setelah keluar dari ruangan kepala sekolah, berada jauh dari lingkungan sekolahnya agar dia tidak merasa malu saat aku menasehatinya.“Karina, kamu tidak mau menjawabku?” tanyaku lagi sambil menghadapnya. Karin menatap marah kearah lain dan menolak kontak mata dengan Patricia.“Aku tidak akan memarahimu, jadi katakan saja padaku kenapa kamu memukul dan menjambak teman sekelasmu Karin, apa aku sama sekali tidak boleh tahu bagaimana kehidupan sekolahmu?” Karin tetap tidak bergeming sama sekali.“Ya sudah, aku tidak akan memaksamu untuk bicara sekarang. Tapi aku tetap harus tahu apa yang terjadi padamu tadi, ayo aku antar naik bus. Kamu harus pulang dan aku harus bekerja.” Aku merangkul pundak Karin dan mengajaknya untuk berjalan bersama. Dia mungkin merasa terkejut sudah melukai teman sekelasnya, Karin, anak manis ini tidak mungkin berbuat kasar pad

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-06
  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 9. Sedikit Kebohongan

    “Apa lantai ruanganku kotor? Kenapa kamu terus menunduk seperti itu?” tanya sang manajer yang dengan santai menyesap kopinya.Patricia yang tadi hendak masuk ke ruangan manajer, kemudian mengurungkan niatnya dan menunggu sedikit lebih lama di luar. Dia pasti heran melihat Patricia membuka pintu, kemudian menutupnya lagi dengan keras. Patricia bersikap seperti itu karena begitu dia membuka pintu, manajer sedang bertelanjang dada mengganti kemeja yang dipakainya dengan kaus berwarna hitam. Tanpa sengaja Patricia melihat tubuh telanjang lelaki lain selain adiknya William. Tubuhnya memang sangat bagus, bahu yang lebar, dada yang bidang dan perut yang berotot kencang.“Aku menunggu kamu berbicara karena kamu bilang ada yang ada ingin kamu bicarakan, tapi kamu datang dan masuk ke dalam ruanganku untuk diam saja sambil menunduk?” manajer mengamati Patricia sambil bersandar pada meja. Kakinya dia disilangkan, kedua tangan terlipat di dada.“Ah maaf, aku sedikit melamun.” Patricia menyelipkan

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-08
  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 10. Keresahan

    “Nomor siapa lagi yang meneleponku?” Patricia mengernyit begitu melihat layer ponselnya menunjukan nomor tidak dikenal terus meneleponnya. Sudah ada belasan nomor asing yang terus menghubunginya. Tak ingin diganggu lagi, Patricia mematikan teleponnya sebentar. “Kenapa, Kak?” Karin bertanya padaku karena Patricia terdiam cukup lama sambil menatap ponselnya. “Hari ini banyak sekali nomor yang tidak dikenal meneleponku. Mungkin aku harus mengganti nomor agar orang-orang ini tidak menggangguku lagi. Bagaimana dengan Will? Dengan menghubungimu lagi?” Karin mengambil bantal sofa lalu memeluknya. “Ya, hari ini dia cukup menggangguku dengan mengirimkan banyak pesan. Kamu bisa membacanya sendiri kalau mau tahu.” Karin menyodorkan ponselnya pada Patricia dan memperlihatkan pesan yang dikirimkan oleh adik lelakinya itu. Pesan yang dikirimkan William kurang lebih sama seperti yang sebelumnya, meminta uang milik Karin berapa pun yang dia punya. Cara memintanya pun sepertinya sangat mendesak, se

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-16
  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 11. Ancaman

    “Mengubah hidupku? Memangnya kamu siapa? Kamu Tuhan? Cukup, jangan bermain-main denganku Sean Fernandez. Aku bisa melaporkanmu pada polisi dengan tuduhan mengganggu orang lain.” Suara di telepon tertawa terbahak-bahak begitu mendengar ancaman yang keluar dari Patricia.“Kamu pikir itu lucu? Aku serius akan melaporkanmu jika kamu terus menggangguku seperti ini,” imbuh Patricia.“Lucu sekali caramu mengancamku. Lebih baik kau tahu dulu dengan siapa orang yang kau ancam, atau kau akan kehilangan semuanya yang kamu punya saat ini.” Kata-katanya membuat Patricia marah.“Kehilangan semuanya? Memangnya apa lagi yang mau kamu ambil dari hidupku? Aku sudah tidak memiliki apa pun lagi yang berharga selain adik dan ibuku. Kamu ingin mengambil mereka? Langkahin dulu mayatku, brengsek!” umpat Patricia dengan kesal.“Aku sama sekali tidak butuh adik dan ibumu, tidak ada gunanya aku mendapatkan mereka. Aku akan membantumu, kau sedang kesulitan keuangan bukan? Aku akan memberikanmu apa pun asalkan …”

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-20
  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 12. Kesempatan untuk berdua

    Suara-suara pukulan yang membabi buta dan juga erangan kesakitan terdengar di belakang Patricia. Patricia terlalu takut untuk melihat apa yang terjadi di belakangnya, tubuhnya gemetar dengan sangat hebat karena ketakutan. Ingin berteriak minta tolong, tapi dia hanya membuka mulut tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Untuk berlari menjauh pun dia tampak tidak sanggup untuk berdiri, hanya bisa menangis dan berharap ada orang baik yang akan menolongnya.“Dasar berengsek, beraninya menyerang wanita yang berjalan sendirian di malam hari!” hardik seseorang. Tiba-tiba dia tidak berkata apa pun sehingga membuat suasana menjadi sangat hening. Patricia memohon pada siapa pun, jangan menganggu dan pergi saja, tinggalkan dirinya sendiri.“Kamu tidak apa-apa?” suara seorang pria dewasa bertanya dan menghampiri Patricia yang terduduk sambil memeluk kakinya. Patricia hanya diam saja tidak mau menjawab orang itu, siapa tahu dia adalah orang jahat lain yang mempunyai niat yang tidak baik padanya. Saa

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21
  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 13. Beban dan Kecemasan

    Begitu masuk kedalam rumah, Patricia memergok Karin yang sedang bertelepon di ruang tamu. Gerakan mulut Karin memberitahuku bahwa William sedang menelponnya. Patricia bergegas mendekati Karin dan memintanya untuk menggunakan speaker tanpa dicurigai, tentu saja Patricia melakukan itu dengan gerakan mulutnya. Jika dia tidak mau berbicara pada kakaknya, Patricia akan meminta Karin untuk berbicara mewakilinya bicara.“Ayolah Karin, dia pasti memberimu uang kan? Pinjamkan aku beberapa, aku benar-benar sedang membutuhkan uang saat ini,” ujar William di telepon.“Will, kakak sudah memberimu uang yang cukup besar. Kenapa kamu bisa seboros itu menggunakan uangmu? Memangnya kamu pakai untuk apa saja?” Patricia mengetikkan hal-hal yang harus Karin tanyakan di ponselku.“Aku perlu uang untuk pindah apartemen, uang yang dia kirim sama sekali tidak cukup. Ditambah lagi aku juga perlu uang untuk membeli makanan juga uang untuk ikut kelas tambahan. Aku harus bayar untuk bisa ikut, itu akan sangat mem

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-22

Bab terbaru

  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 74. Tempat yang tidak bisa kau tolak

    “Apa-apaan kau! Aku masih bicara dengan ibuku dan kau malah menyeretku masuk kedalam mobil!” protes Patricia. Sean mengunci mobilnya sehingga dia tidak bisa kabur.“Kau sudah pergi meninggalkan pekerjaanmu selama dua jam dan membiarkanmu mengerjakan semuanya sendiri. Bisa-bisanya asisten pribadiku meninggalkan pekerjaannya tanpa persetujuanku. Meeting tadi hampir kacau karena kau tidak menyiapkan apa yang aku butuhkan!” Sean benar-benar marah dengan sikap seenaknya Patricia.“Aku tahu aku melakukan kesalahan, aku juga akan bertanggung jawab dengan menambah jam kerjaku selama beberapa hari. Tolong buka kuncinya, ibuku sedang menunggu di rumah, dia pasti merasa cemas karena aku tidak kembali,” pinta Patricia.“Baiklah.”“Sean! Sean!”Sean keluar dari mobilnya dan tetap mengunci Patricia dari dalam. Dia tidak mau Patricia punya kesempatan kabur dan bersembunyi dibalik ibunya. Maka, dia sendiri yang akan menghadapi ibu dari Patricia. Sean menekan bell pintu dan menunggu beberapa saat samp

  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 73. Pergi tanpa bilang

    Patricia semakin panik karena ternyata ibunya tidak ada di rumah. Semua sudut rumah sudah dijelajahi, namun tidak ada satu pun jejak ibunya berada bahkan dia tidak membawa ponselnya sama sekali. Ponsel milik Karina yang ditinggalkan untuk ibunya.“Kemana dia pergi? Sejak kapan dia pergi dari rumah?” bisik Patricia pada dirinya sendiri. Dia berjalan bolak balik dengan linglung, tidak tahu harus mencari ibunya kemana dan kemana dia harus mencari lebih dulu.“Haruskah aku menelpon polisi dan melaporkan orang hilang?”Ditengah rasa kebingungannya memutuskan sesuatu, Sean menelponnya.“Kau sudah pergi terlalu lama, cepat kembali dan bantu pekerjaanku. Sudah pergi tanpa izinku, pergi terlalu lama, siapa boss Perusahaan tempatmu bekerja, hah!” omel Sean di telepon.“Maaf Sean, aku pergi keluar terlalu lama. Tapi ini benar-benar serius, ibuku menghilang. Dia pergi dari rumah,” jawab Patricia dengan nada yang cemas.“Sudahlah Patricia, kau terlalu cemas berlebihan. Ibumu itu wanita dewasa, dia

  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 72. Tidak boleh diketahui

    Karina yang sedang duduk di sofa sambil memakan cemilannya terlihat bingung melihat kakaknya terlihat cemas. Dia sudah tahu sejak tadi menjemput ibu mereka, Patricia bersikap seperti itu. Dia pikir kakaknya seperti itu karena gugup, tapi sepertinya ada hal lain yang mengganggu pikiran kakaknya.“Ya? Bicara saja, aku akan mendengarkanmu,” sahut Karin. Patricia melirik ke arah kamar tempat ibu mereka berada.“Jangan pernah membicarakan atau mengungkit apa pun pada Mama tentang rumah dan apa pun tentang rumah itu,” ujar Patricia sambil berbisik sangat pelan.“Memangnya kenapa Mama tidak boleh tahu?” tanyanya dengan wajah polos.“Kau lupa apa saja yang sudah terjadi di rumah itu? Perampokan, preman, apa kau ingin Mama tahu dan kembali depresi memikirkan semua itu?”Mendengar hal itu membuat Karina membuka kedua mulutnya kemudian mengangguk.“Benar, aku tidak mau membuat Mama kepikiran hal itu lalu depresinya kembali,” ucap Karin menyetujui ide Patricia.“Berbohonglah apa saja jika dia mul

  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 71. Kepulangan

    Patricia meremas kedua tangannya dengan gelisah, perasaan dan pikirannya bercampur aduk karena suatu kejadian yang membuat pikirannya tidak bisa melupakan hal itu dan menghapusnya dari pikirannya. Kejadian itu terus berputar-putar tanpa henti di otaknya dengan cepat.“Apa kamu gugup bertemu dengan Mama?” tanya Karina yang sejak tadi memerhatikan kakaknya yang terlihat tidak tenang di dalam mobil. Karina mengerutkan keningnya karena tidak biasanya kakaknya bersikap seperti itu dengan sangat jelas.“Hah? Ya, tentu saja aku merasa gugup. Ini pertama kalinya kita menjemput Mama pulang, dia akan kembali tinggal bersama dengan kita setelah beberapa tahun. Tentu saja aku merasa gugup,” jawab Patricia.“Aku sangat senang karena akhirnya Mama kembali bersama kita. Aku akan memberitahu Will dan dokter Malvine tentang hal ini. Tapi belakang ini Will sangat sulit dihubungi, ponselnya pun tidak aktif, apa terjadi sesuatu padanya?” tanya Karin padaku dengan wajah penasaran.Patricia menggelengkan k

  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 90.

    “Apa yang ingin kamu bicarakan sampai membawaku ke taman rooftop?” tanya Patricia. Dia sama sekali tidak menyangka ada taman rooftop seindah ini.“Berapa dia membayarmu?” wanita itu menatap marah pada Patricia.“Apa maksudmu? Ah, jika maksudmu gajiku sebagai asisten pribadinya itu hampir tiga digit,” jawab Patricia.“Katakan padaku berapa dia membayarmu untuk menjadi teman kencannya? Aku akan membayarmu dua kali lipat jika kau mau menjauhinya,” perintahnya.“Kenapa kamu ingin aku menjauhinya? Harusnya kamu yang menjauh darinya karena dia milikku.”Kata “milikku” yang diucapkan Patricia membuat perempuan Bernama Oliv itu tersulut emosi.“Jaga kata-katamu jalang! Dia tidak akan pernah menjadi milikmu!”“Kamu yang jalang! Sudah tahu dia memilihku masih saja terus menyangkal! Seharusnya kamu sadar diri!”Tangan kanan Oliv terangkat dan menampar keras pipi Patricia sampai menimbulkan bunyi yang sangat nyaring. Tak hanya diam, Patricia juga turut membalas apa yang wanita itu lakukan padanya

  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 69. Yang pantas itu Aku

    Sudah selama dua minggu ini Patricia menjadi kekasih sewaan dari seorang Sean Fernandes. Banyak perubahan yang terjadi di hidupnya, termasuk gaya pakaian dia yang biasanya sederhana dan murah berubah menjadi fashionable dan bermerek mahal. Tak hanya itu, dia juga mendapat perawatan ke salon setiap akhir pekan. Dia benar-benar berubah dari ujung kaki sampai ke ujung kepala.“Tidak, hari ini aku tidak bisa menginap di tempatku. Aku dan Karina ingin menjemput Mama pulang dari rumah sakit jiwa,” tolak Patricia pada permintaan Sean yang memintanya untuk menginap kembali di rumahnya.“Ya. Dokter Fhadh menyarankan untuk perawatan di rumah agar kondisi ibuku lebih stabil lagi. Katanya, jauh dari keluarga bisa membuat kondisinya naik turun. Dokter Alvin juga dulu menyarankan hal ini tapi aku tidak mendengarkannya dan memilih sibuk bekerja. Jadi, aku tidak mau mengulang kesalahan yang sama kali ini,” beber Patricia Panjang lebar.“Kalau begitu nanti aku akan kirim makanan untuk kalian berdua,”

  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 68. Kita lakukan sekarang saja

    Patricia keluar kamar mandi dengan memakai jubah mandi dan handuk yang melilit kepalanya. Dia melihat Sean masih berada di situ dengan sebuah laptop di pangkuannya. Merasa heran karena sudah semalam ini orang itu masih saja bekerja dan dia juga tidak pernah melihatnya beristirahat sedikit pun, sekadar ketiduran di tempat kerjanya pun tidak pernah.“Apa yang ingin kamu bicarakan denganku tadi? Kamu bilang ada yang ingin dibicarakan setelah aku mandi, sekarang aku sudah selesai. Jadi apa itu?” Patricia datang menghampiri Sean lalu terhenti. “Jangan menatapku seperti itu! Atau aku akan melempar kepalamu dengan vas bunga ini!”Patricia mengambil vas bunga kecil yang terletak di meja terdekatnya dan bersiap melemparnya ke kepala Sean.“Apa gunanya mata jika tidak untuk melihat, Patcy. Ternyata seperti itu dirimu setelah mandi, menarik,” godanya pada Patricia. Patricia yang takut segera merapatkan jubah mandinya.“Kapan pelayanmu itu membawakan baju untukku?” tanya Patricia.“Mungkin sebent

  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 67. Tidak ada cara lain, itu jawabanku

    Patricia terdiam beberapa saat, dia sadar apa pun jawabannya bisa jadi merugikan dirinya. Terlebih lelaki ini bisa saja memanfaatkan dan memanipulasi situasi yang terjadi.“Apa pun, aku akan melakukan apa pun asalkan kedua adikku aman dan selamat dari ancaman Evelyn. Orang seperti dia pasti tidak main-main dengan ucapannya bukan? Aku juga tidak boleh setengah-setengah untuk melindungi keluargaku. Akan kulakukan apa pun untuk melindungi mereka,” ucap Patricia sambil menatap pada Sean.“Kau yakin dengan jawaban yang keluar dari mulutmu itu? Apa pun, berarti aku berhak meminta sesuatu darimu tanpa penolakan sama sekali bukan?”Patricia kembali terdiam, dia seperti sadar sudah mengucapkan hal yang salah dan ingin menarik ucapannya kembali.“Kau ragu dengan jawabanmu bukan? Ingin menariknya kembali? Tapi apa yang sudah terucap tidak bisa kau tarik kembali. Jadi aku bertanya sekali lagi padamu, apa kau yakin dengan jawabanmu itu?”“Aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak punya uang, tidak p

  • Kekasih Sewaan CEO Nakal   ACT 66. Apa yang kudapat darimu?

    “Apa aku tidak salah dengar?” Sean memutar tubuhnya sehingga menghadap Patricia sepenuhnya, namun Patricia menolak menatap Sean dan memilih melihat lurus ke jalan.“Kau tidak salah dengar, aku menyetujui menjadi wanitamu,” balas Patricia.“Tunggu dulu Patcy, kenapa kau tiba-tiba seperti ini?”“Ini tidak tiba-tiba, aku sudah memikirkannya matang-matang.”“Kapan? Kapan kau memikirkan hal itu?” cecar Sean. “Hei, lihat aku.”Patricia menatap Sean dengan wajah datarnya. Wajahnya terlihat lelah, matanya juga sedikit sembab karena sempat menangis.“Apakah itu penting? Bukankah yang paling penting itu sudah menyetujuinya sekarang?” Patricia menjawab Sean dengan sebuah pertanyaan lagi.“Tidak, ini seperti bukan dirimu,” timpal Sean sambil menggelengkan kepala.“Memangnya kau tahu apa tentang diriku? Jangan bertingkah seolah kau tahu semua tentangku,” balas Patricia sambil memutar bola matanya.“Jujur saja aku merasa senang tapi sekaligus kecewa. Aku memang ingin mendapatkanmu, tapi bukan denga

DMCA.com Protection Status