Radev pergi meninggalkan rumah orangtuanya dengan perasaan kecewa yang begitu dalam. Seharusnya ia menyadari sejak awal bahwa kedua orangtuanya adalah orangtua yang egois. Percuma bicara baik-baik dengan mereka karena keduanya tidak akan mengerti. Mereka tidak akan paham apa yang Radev rasakan. Kalaupun mereka tahu toh keduanya tidak akan peduli. Bagi mereka yang terpenting adalah uang, harta, bisnis, dan segala hal-hal duniawi lainnya.Mengendara dengan kecepatan kencang Radev tidak tahu akan pergi ke mana. Ia tidak ingin pulang ke apartemennya. Tidak ada apa pun di sana. Ia butuh distraksi yang bisa mengalihkan dari rasa sakitnya malam ini.Dan di sinilah Radev terdampar sekarang. Setelah mengemudi bagai kesetanan langkahnya berakhir di sebuah bar.Dua gelas whiskey sudah berpindah dari gelas ke dalam lambungnya. Tangannya yang berisi gelas kosong terulur pada bartender meminta tambahan berikutnya.“Cukup, Dev! Lo udah banyak minum dari tadi.” Seseorang menghalangi niat Radev sehing
Starla hanya bisa menyaksikan dengan tubuh beku pemandangan di hadapannya hingga berdetik-detik lamanya. Ia harap saat ini sedang bermimpi. Tapi adegan yang tersaji di hadapannya begitu nyata. Ini bukanlah ilusi atau khayalannya saja.Rasanya Starla ingin menampakkan diri di hadapan Radev agar lelaki itu tahu bahwa Starla menyaksikan segalanya. Agar lelaki tahu bahwa Starla tidak mudah dibodohi. Tapi sebelum pikiran itu berkembang lebih liar Starla mengingatkan diri bahwa ia bukanlah siapa-siapa.Dengan hati yang tidak lagi berbentuk Starla merapatkan pintu lalu membawa dirinya pergi dari sana. Baru tadi siang ia dan Radev membicarakan kelanjutan hubungan mereka. Baru beberapa jam yang lalu Radev mengatakan memilih Starla dan akan bicara dengan keluarganya untuk meninggalkan Ajeng. Tapi apa yang Starla saksikan dengan matanya barusan meruntuhkan segala kepercayaannya pada Radev, yang sekaligus membuktikan padanya bahwa lelaki itu tidak lebih dari seorang bajingan.Tahu akan begini Sta
Radev memutuskan berangkat ke pabrik dengan disupiri oleh supir pribadinya. Entah mengapa. Padahal pria itu biasanya selalu menyetir sendiri. Starla mencoba untuk berpikir positif, mungkin saja Radev sengaja membawa supir agar Starla memiliki teman bicara selagi lelaki itu bersama dengan tunangannya.Dan jadilah Starla duduk di depan bersama supir pribadi Radev. Sedangkan Radev duduk berdua dengan Ajeng di jok belakang.Ajeng bermanja-manja dengan Radev meski lelaki itu tidak meresponnya. Ia menyandarkan kepalanya ke pundak Radev, tidak peduli sudah berkali-kali Radev menepisnya dan meminta agar Ajeng duduk baik-baik. Alhasil Radev hanya bisa membiarkan pada akhirnya.Selama perjalanan berlangsung Starla sibuk menenangkan hatinya. Ia mengingatkan lagi posisinya bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa dan tidak boleh mencemburui apa yang dilakukan Radev dan Ajeng di belakang sana. Jangankan beradu bahu, lebih dari itu pun sudah pernah pasangan itu lakukan.Mereka tiba di pabrik sebelum jam
Starla sedang memasukkan barang-barangnya ke dalam tas setelah merapikan meja. Ia bersiap untuk pulang. Tidak ada lagi yang perlu dilakukannya. Radev juga tidak ada tanda-tanda akan menahannya bekerja sampai malam.Begitu akan memasukkan ponsel benda itu berbunyi. Ada nomor tak dikenal tertera di sana. Starla mengernyit. Entah telepon dari mana lagi ini.Karena tidak berhenti Starla memutuskan untuk menerimanya.“Halo.”“Selamat sore, dengan ibu Starla Sashenka?” Suara tegas di seberang sana menyapa Starla.“Sore, dengan saya sendiri.”“Ini dari Bank Berdikari, kami ingin mengingatkan bahwa cicilan hutang Ibu sudah menunggak selama tiga bulan. Kalau besok masih belum dibayar kami terpaksa menyita rumah Ibu.”Suara penuh penekanan itu membuat Starla terkejut. Bagaimana tidak. Starla selalu membayar cicilan utangnya setiap bulan. Walaupun tidak selalu tepat waktu tapi Starla pasti menunaikan kewajibannya itu.“Apa Bapak nggak salah orang? Saya bayar cicilannya tiap bulan kok, Pak, ibu s
Setelah beberapa menit menumpahkan air matanya di dada Gathan Starla melepaskan diri dari pelukan lelaki itu. Ia merasa malu sendiri setelahnya.“It’s okay, kamu nggak usah malu, menangis itu hal yang manusiawi,” ucap Gathan seakan mengerti sembari menyisipkan sejumput rambut yang menutupi sebagian wajah Starla ke belakang telinga.Justru sekarang Starla yang tidak mengerti kenapa Gathan yang jelas-jelas merupakan sepupu Ajeng begitu baik padanya, terlepas dari ucapannya yang blak-blakkan waktu itu.Starla masih sibuk mengemas air matanya ketika Gathan bergerak mengemudikan mobil. Ia tidak tahu lelaki itu akan membawanya ke mana. Tapi Starla yakin jika saat ini ia sudah bersama orang yang tepat.Mobil yang dikendarai Gathan memasuki sebuah komplek apartemen. Setelah memakirkan mobilnya dengan rapi lelaki itu mengajak Starla turun.“Turun sebentar yuk.”Starla mengedarkan mata ke sekeliling, mencari tahu keadaan di sekitarnya. Mungkin tidak ada salahnya ia mengikuti Gathan.Gathan memb
“Gue nggak percaya sama kata-kata lo. Starla nggak mungkin kayak gitu,” tukas Radev menyanggah semua perkataan Gathan.“Mau percaya atau nggak itu urusan lo, bukan urusan gue,” jawab Gathan ringan lalu menarik langkah keluar dari toilet.Radev ikut meninggalkan tempat itu. Ia akan menanyakannya langsung pada Starla.“Sudah?” tanya Starla saat Gathan Kembali ke meja mereka.Lelaki itu mengangguk dengan senyum tersungging di bibirnya. “Pulang yuk,” ajaknya karena makanan mereka sudah habis.Starla berdiri lalu berjalan di sebelah Gathan. Baru beberapa langkah meninggalkan pintu masuk suara seseorang yang begitu familier dengan Starla terdengar memanggilnya.“Starla!”Ditolehkannya kepala untuk mengetahui orang itu yang kini melangkah dengan cepat menghampirinya.“Pak Radev …” Starla bergumam.“Ikut sama saya!” Radev langsung menarik tangan Starla agar meninggalkan lelaki yang berada di sebelahnya.Starla menolak. Ia mencoba untuk melepaskan diri dari belenggu Radev, tapi cekalan pria it
Starla berjalan dengan terburu-buru. Masih sepagi ini ia sudah berada di bank untuk melakukan pembayaran cicilan utangnya yang menunggak. Starla tidak mau ambil risiko dengan memberikannya pada Mayang sehingga ia harus membayarnya langsung dengan konsekuensi mengambil sedikit waktu kerjanya pagi ini.Rasa lega menyelimutinya setelah pembayaran selesai dilakukan. Itu artinya ia bisa bernapas dan menghirup udara dengan tenang. Setelahnya ia kembali ke kantor. Tadi ia sudah memberitahu pada Kia dan menitip pesan jika ia akan datang sedikit terlambat.Baru saja tiba di kantor ponselnya berbunyi. Starla melihat ada nama Gathan di layar. Kemarin Starla dan lelaki itu memang sempat tukaran nomor ponsel masing-masing. Sambil berdiri menunggu lift Starla memutuskan untuk menjawab panggilan dari Gathan.“Halo, pagi, Gat,” sapanya ramah.“Pagi, Starla. Lagi di mana?” Suara lelaki di seberang menjawab tak kalah ramahnya.“Aku udah di kantor, baru aja nyampe. Tadi ke bank dulu buat bayar cicilan.
Sedan hitam yang dikendarai Gathan baru saja melaju meninggalkan Nusantara Building. Kedua manusia yang berada di dalamnya duduk di tempat masing-masing dan melaluinya dalam diam.Tadi dari dalam mobil Starla sempat melihat Radev berbicara dengan Gathan. Tapi tentu saja Starla tidak tahu apa yang mereka perbincangkan.“Gat, tadi Pak Radev bilang apa sama kamu?” Starla menanyakannya karena merasa penasaran.“Dia marah,” jawab Gathan dari belakang kemudi.“Marah kenapa?”“Dia marah karena aku ngajak kamu makan siang. Padahal hanya makan siang biasa. Aku nggak ngerti kenapa dia sampai semarah itu. Dia memang seposesif itu ya?”Starla berdeham sambil memperbaiki posisi duduknya. Sejujurnya, Radev memang sangat posesif, seakan-akan Starla adalah miliknya.“Aku heran kenapa kamu selalu mau diatur Radev. Kamu memang asistennya, tapi bukan berarti dia juga harus mengatur kehidupan pribadi kamu kan? Sekali-sekali kamu juga harus ngelawan biar dia tahu dia nggak bisa seenaknya sama kamu. Sebaga
"Pokoknya kalian wajib datang. Gue nggak mau ya nerima alasan apa pun.""Apa pun?""Ya, apa pun!" tegas suara di seberang sana penuh penekanan.“Ya udah, gue tanya Kaka dulu ya, dia mau apa nggak.”"Ya pasti mau lah. Kalau nggak mau gue pecat dia jadi adek ipar."Rachel tertawa lalu memutus panggilan."Siapa, Ra?" tanya Bjorka yang baru keluar dari kamar mandi."Rai.""Raihana?"Rachel mengiakan dengan anggukan kepala.Bjorka tidak bertanya lagi. Masih dengan mengenakan handuk dia membuka lemari mencari bajunya di sana. Biasanya Rachel yang menyediakan. Tapi karena tadi asyik teleponan dengan Rai, Rachel jadi lupa."Ka, Rai minta kita hadir di acara nikahannya." Rachel menyampaikan isi pembicaraan dengan Rai tadi.Setelah bertualang dari pelukan satu laki-laki ke laki-laki lain, akhirnya Rai memantapkan hati untuk menikah. Bukan pernikahan yang pertama memang. Dan mirisnya lagi adalah calon suami Rai berumur hampir dua kali lipat dari usianya. Saat Rachel protes, "Lo yakin mau nikah s
Prosesi pernikahan Rachel dan Bjorka akhirnya berjalan dengan lancar dan baru saja berakhir.Rachel tidak merasa lelah sedikit pun meski rangkaian acara tersebut berlangsung hampir lima belas jam lamanya. Yang ada hanya perasaan bahagia.Perlahan pikirannya mulai mereka ulang lagi adegan demi adegan yang terselenggara tadi. Mulai dari prosesi akad nikah yang mengharukan sampai acara resepsi yang mewahnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata.Zoia yang mulai saat ini ia panggil dengan sebutan Mama mengusahakan semuanya agar sempurna. Dia selalu memberikan yang terbaik untuk pernikahan kliennya, dan tentu saja saat pernikahan anak sendiri harus luar biasa.Seperti yang Rachel sepakati dengan Bjorka, Bjorka akan menunggunya di ballroom. Setelah mendengar komando dari MC, Rachel kemudian masuk diiringi oleh para bridesmaid. Yang menjadi bridesmaid adalah Starla, model-model Lavender Manajemen serta para sepupu Bjorka.Setelah menapakkan kaki di ballroom, wajah Rachel tertimpa lampu flas
Bagi orang-orang mungkin keputusan Bjorka untuk menikahi Rachel hanya dalam jangka waktu satu bulan setelah status mereka berpacaran adalah keputusan yang paling gila. Mungkin mereka juga menganggap Bjorka tidak berpikir panjang. Tapi demi apa pun Bjorka sudah memikirkan semua ini.Setelah jadian malam itu Bjorka mulai memikirkan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan Rachel. Bjorka sudah mengenalnya bertahun-tahun. Ia tahu persis bagaimana sifat dan karakter Rachel. Dalam waktu satu bulan itu juga ia mulai merasakan chemistry demi chemistry di antara mereka yang tidak pernah ia temukan saat dulu bersama Nicole. Perlahan Bjorka menyadari bahwa ia lebih cocok dengan Rachel. Maka saat menyampaikan pada mamanya bahwa ia sudah punya pacar dan juga mengatakan ingin menikahi pacarnya itu mamanya terkejut oleh kenekatan Bjorka. Mungkin Bjorka memang nekat. Tapi nekat yang ini bukan tanpa alasan. Nekat yang ini juga akan ia pertanggungjawabkan.Setelah meyakinkan kedua orang tuany
Starla menatap Rachel sambil senyum-senyum sendiri menyaksikan tingkah adik iparnya itu.Saat ini Rachel sedang mematut diri di cermin sambil memindai diri dari puncak kepala hingga bawah kaki. Rachel mengenakan dress berwarna peach dan masih merasa ada yang kurang. Ini entah dress ke berapa yang ia coba sejak tadi.Malam ini Bjorka akan mengajak ke rumahnya. Dan status sebagai kekasihnya yang Rachel sandang saat ini membuatnya merasa harus memberikan yang terbaik. Rachel memang sudah ribuan kali mondar-mandir ke rumah Bjorka, namun itu sebagai sahabat. Malam ini adalah untuk pertama kalinya ia akan menginjakkan kaki di sana sebagai pacar Bjorka. Dan rasanya gugup bukan main."Gimana, Ra? Masih belum juga?" tanya Starla melihat Rachel yang masih bimbang akan mengenakan baju yang mana."Ini sih bagus, tapi agak ketat di bagian dada," jawab Rachel."Atau coba yang ini."Rachel menerima midi dress floral berwarna putih dengan motif bunga-bunga kecil berwarna biru yang Starla sodorkan la
"Please, Ka, jangan sekarang." Rachel menolak ketika Bjorka mengatakan akan membawa ke rumahnya dan mengenalkan pada orang tuanya bahwa saat ini Rachel adalah kekasihnya.Sudah satu bulan mereka berpacaran namun tidak seorang pun tahu perubahan status tersebut karena sejak awal mereka mengetahui keduanya bersahabat. Semua berjalan sebagaimana biasa."Kenapa nggak boleh?" Bjorka menatap Rachel lekat, ingin tahu apa alasannya.Tentu saja Rachel tidak siap dengan semua ini adalah karena ia khawatir respon yang akan diterimanya dari orang tua Bjorka. Selama ini mereka bisa menerima Rachel sebagai teman anak mereka. Namun hal yang sama belum tentu akan terjadi jika mereka tahu bahwa Rachel adalah kekasih putra mereka. Rachel tidak akan pernah lupa ucapan mamanya Bjorka yang pernah ia dengar dengan tidak sengaja. Dari sana sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan sikap mereka pada Rachel."Bukan nggak boleh tapi aku rasa belum saatnya," jawab Rachel mengatakan alasannya."Jadi kapan saatnya
Satu tahun kemudian.365 hari telah berlalu. Bjorka kehilangan jejak Nicole. Sejak Nicole resign Bjorka tidak tahu lagi bagaimana kabarnya. Bjorka tidak pernah mencari tahu atau menghubunginya. Karena jika keep in touch dengannya semua akan semakin sulit.Hari-hari terasa begitu berat, hampa dan sunyi. Ternyata begini rasanya patah hati. Sampai detik ini Bjorka masih memikirkan perkataan Nicole waktu itu.Pintu kamar Bjorka diketuk. Lalu kepala Papanya menyembul. Javas tampak sudah rapi dengan Polo shirt hitam dan jeans biru pudar. Walau sudah bapak-bapak tapi papanya masih muda. Papanya bahkan jarang mengenakan celana kain selain ke kantor."Nggak malmingan, Ka?""Mau malmingan sama siapa, Pa?"Javas mendekat lalu duduk di pinggir tempat tidur tempat Bjorka berbaring."Masa udah mau kepala tiga masih jomblo aja," ledek Javas padanya."Ya mau gimana, nggak ada yang mau sama aku.""Yaelah, Ka, Ka ... Baru kehilangan cewek satu kali letoynya sampai satu tahun." Papa menoyor kepala Bjorka
Radev tidak menjawab pertanyaan Rachel. Aura dingin yang menguar dari ekspresinya membuat Rachel jadi ketakutan. Dulu Radev sudah menasihatinya agar jangan terpengaruh oleh Megan. Tapi yang terjadi Megan berhasil memanfaatkan Rachel. Megan tahu Rachel adalah anak yang patuh dan penurut. Kelemahannya itu digunakan Megan untuk menekan Rachel."Dev, lo tahu dari mana?" tanya Rachel sekali lagi masih dengan ekspresi yang sama. Takut-takut seperti tadi."Nggak penting gue tahu dari mana. Yang penting adalah gue tahu.""Lo tahu dari Kaka?""Sahabat gue bukan orang munafik. Dia pandai menjaga rahasia. Dia nggak bakal koar-koar ke mana-mana sekalipun sama gue."Rachel menggigit pipi bagian dalam. Kalau memang bukan dari Bjorka lantas dari mana Radev tahu? Apa selama ini Radev mengawasi pergerakan Rachel dari jauh? "Udah berkali-kali gue kasih nasihat. Lo mesti hati-hati sama Mami. Tapi nyatanya dia berhasil menjebak lo.""Sorry, Dev, gue emang salah. Abisnya gue kasihan sama Mami. Lagian wak
Hujan gerimis mengiringi pemakaman Marvel. Langit seakan berduka dan turut menangis. Satu demi satu para pelayat sudah mulai pulang. Takut kena gerimis yang akan menjelma menjadi hujan deras.Rachel masih terpaku memandangi gundukan tanah di hadapannya. Jasad Marvel sudah terkubur jauh di dalam tanah sana namun Rachel masih belum bisa menghentikan air matanya.Saat ini hanya tinggal Rachel, Radev, Starla dan Bjorka di pemakaman tersebut. Teman-teman dari Lavender Manajemen serta rekan kerja Radev sudah pulang. Sedangkan Megan dan Rai tidak mau datang sama sekali meskipun ini adalah untuk terakhir kalinya."Ra, sudah. Kita sama-sama ikhlasin Papi biar beliau tenang di alam sana," bujuk Radev mengusap punggung Rachel."Gue masih nggak percaya kalau Papi bunuh diri, Dev. Seharusnya nggak begini. Papi mengambil jalan pintas karena ngerasa nggak ada yang mendukungnya, dia ngerasa sendiri," ratap Rachel dengan perasaan sedih yang tidak kunjung habis. Mata gadis itu merah dan bengkak akibat
Sidang akan dimulai ketika Bjorka, Nicole dan Rachel masuk ke dalam ruangan.Rachel melihat Marvel mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Tubuhnya terlihat semakin kurus dan ceking. Membuat Rachel ingin menangis melihat kondisi sang ayah. Di saat-saat begini seharusnya pria itu mendapatkan support dari orang-orang terdekatnya. Terutama istrinya. Yang terjadi, istrinya malah meninggalkannya dan meminta cerai darinya. Lalu pacaran dengan pria lain yang kaya-raya.Rachel tidak sempat berbicara dengan Marvel. Tapi mereka sempat saling mengirim tatapan. Marvel bersyukur. Semua orang meninggalkannya. Hanya putri bungsunya yang selalu setia mengunjungi dan memberi support.Sidang atas kasus penyuapan itu dimulai. Diawali oleh pembacaan susunan acara oleh panitera. Selama itu pula detak jantung Rachel tidak karuan. Semoga saja hukuman untuk papinya tidak terlalu berat.Jika diibaratkan dengan kata-kata, mungkin Rachel sudah begah oleh sidang demi sidang yang disaksikannya. Hari ini sua