"Shit!”Umpatan itu meluncur dari mulut Radev. Lelaki itu lalu menatap nanar pada pesan yang baru diterimanya.Di pesan itu terlampir foto yang memuat kebersamaan Starla dan Gathan serta diberi caption, “Dev, sebelum gue balikin Starla gue mau short time bentar. Ya ... gue nggak perlu sih izin dari lo. Gue cuma mau kasih tahu biar lo nggak cemas kalo nanti Starla telat balik ke kantor.”Radev menahan kesal sendiri. Tangannya terkepal erat melihat di foto itu Gathan melingkarkan tangannya ke pundak Starla. Perempuan itu juga terlihat sangat menikmati kebersamaan mereka.Radev tidak sanggup lagi menahan emosinya. Gathan boleh saja memainkan siapa pun. Perempuan dari mana pun, asal jangan Starla.Jari-jari lelaki itu lantas bergerak di atas layar sentuh ponselnya untuk membalas pesan tersebut.“Lo di mana, Bajingan?”Menunggu beberapa detik, Gathan membalas pesannya.“Kenapa? Lo mau ngebuktiin sendiri gue bohong apa nggak? Wait, abis ini gue send alamatnya. Bentar.”Radev menunggu sesaa
Starla terdiam seribu bahasa. Mulutnya terkatup rapat. Tidak sepatah kata pun mampu terlontar dari bibirnya. Ingin marah dan membela diri tapi setiap akan bersuara Radev lebih dulu memutus perkataannya.“Kenapa diam kamu? Takut saya nggak sanggup bayar?”Starla tidak sanggup lagi untuk tetap diam. Radev menyinggung harga dirinya dengan menganggap Starla bagai perempuan murahan. Sejak tadi saat ia akan memberi penjelasan lelaki itu tidak memberinya kesempatan, jadi bagaimana Starla tidak akan diam?“Dengar ya, Pak, saya bukan perempuan murahan seperti yang ada di pikiran kotor Bapak. Saya tahu uang yang Bapak miliki nggak berseri, saya juga tahu Bapak mampu membeli segalanya dengan uang itu, tapi maaf, uang Bapak itu nggak bisa membeli saya.”Bibir Radev mencetak senyum asimetris sebagai reaksi atas kata-kata yang diucapkan sekretarisnya.“Jadi kalau bukan perempuan murahan apa namanya? Apa ada perempuan baik-baik yang pergi dengan laki-laki lalu hanya berdua di kamar?” Radev balas men
“La, lo lagi sama Pak Boss? Suruh dia balik ke kantor, please. Gue udah jamuran nunggu dia dari tadi. Gue mau minta approval dari pagi, coba.”Starla ikut meringis membaca pesan singkat yang dikirim dengan emoji menangis itu. Pesan tersebut berasal dari Kia. Pesan itu juga yang membangunkan Starla dari tidurnya karena notifikasi ponselnya yang tidak berhenti berdenting. Masih banyak lagi pesan yang Kia kirimkan yang intinya adalah perempuan itu menunggu Radev karena butuh tanda tangannya.Starla menggerakkan kepala, melirik Radev yang berada di sebelahnya. Pria itu masih pulas dalam lelap dengan sebelah tangan melingkari perut Starla. Sedangkan sebelah tangannya lagi berada di bawah kepala Starla, menjadi bantal untuk perempuan itu.Seulas senyum terukir di bibir Starla saat mengingat betapa manisnya perlakuan Radev hari ini. Ternyata di balik sifatnya yang keras lelaki itu juga bisa bersikap lembut.Starla mengangkat kepala lalu menepis tangan Radev dari sana. Saat bangun nanti lelak
Radev yang sudah terlanjur menampakkan diri tidak lagi bisa menghindar. Tentu saja dia terkejut melihat keberadaan pegawainya yang muncul tanpa diduga. Namun, karena dirinya masih mengenakan handuk, demi kesopanan pria itu pun kembali ke kamarnya.Sementara itu Starla harus menghadapi tatapan Kia yang memandangnya dengan curiga.“Sejak kapan lo dan Pak Boss jadi sedekat itu, La?”“Dekat gimana?”“Lo dan dia udah manggil aku kamu. Kurang dekat apa coba?”“Oh. Mungkin dia salah sebut. Dipikir gue temennya kali.” Starla tersenyum untuk menyembunyikan rasa groginya. “Yuk masuk yuk, katanya lo mau minta tanda tangan.”Kia melangkahkan kakinya ke dalam apartemen Radev bersama banyak pikiran yang mengganggu kepalanya. Apa yang dia lihat malam ini terasa begitu janggal. Mulai dari Starla yang tadi mengatakan tidak tahu Radev di mana, tapi ternyata sedang bersama lelaki itu dengan keadaan yang tidak pernah Kia duga. Lalu cara Radev memanggil Starla mengesankan bahwa mereka begitu dekat. Hubung
“Mulai besok kamu pake kontrasepsi ya, La. Kamu sukanya apa? Pil atau injeksi?”Starla menggelengkan kepala tidak setuju dengan usul yang dicetuskan Radev. “Ini yang terakhir, Dev. Apa yang kita lakuin ini salah.”“Let it be. Aku hanya ingin bahagia dan inilah caraku untuk bahagia.” Lelaki itu berbisik di telinga Starla sambil mengelus lembut pundaknya yang terbuka. Saat ini mereka sudah berada di kamar setelah bercinta di sofa ruang tamu tadi.“Apa pun yang kamu katakan dan sekuat apa kamu membantah, tapi kita nggak mungkin terus menerus begini. Kamu masih terikat sama Ajeng.”“Itu hanya secara kata-kata. Aku nggak pernah terikat secara hati dan batin dengan dia.” Radev terus mengingkarinya.Starla merutuki diri yang terlalu lemah. Entah kenapa ia terjatuh lagi pada lubang yang sama. Seharusnya tadi ia mengikuti tawaran Kia untuk pulang bareng. Bukannya bertahan di apartemen Radev lalu mengikuti permintaan lelaki itu untuk bercinta dengannya.“Kamu udah bicarain mengenai hubungan den
“Aku nggak mau kamu berhubungan lagi dengan Gathan, apa pun alasannya.”“Tapi dia—”“Tolong, La, kamu jangan membantah.”Nada tegas dalam suara Radev membuat bibir Starla terkatup. Saat ini ia baru selesai mandi dan akan mengenakan pakaiannya. Entah mengapa tiba-tiba Radev membicarakan Gathan.Starla sedang berkaca sambil menyisir rambutnya ketika Radev sudah berdiri di belakangnya serta ikut memandang ke cermin yang sama. Laki-laki itu lalu melingkarkan tangannya ke perut Starla.“Aku bilang begini semua demi kebaikan kamu, La. Gathan itu berbahaya buat kamu.”“Tapi dia baik sama aku, Dev.”“Baik?” Radev mengerutkan dahi sembari mengulangi kata-kata Starla. “Kamu jangan terlalu naif. Aku harap kamu nggak lupa sebelumnya aku udah pernah bilang kalau semua laki-laki di dunia ini adalah buaya.”“Kecuali kamu.” Starla menimpali kata-kata Radev seperti yang pernah diucapkannya waktu itu.“Nah, itu kamu tahu.” Radev mengulum senyum sambil menumpukan dagunya di pundak Starla.Starla membala
Tubuh Starla luruh ke lantai. Perempuan itu terduduk lemas sambil memandangi test pack di tangannya dengan sorot tak percaya. Bulir-bulir air mata menetes deras di pipinya tanpa mampu ia cegah.Starla menyesali semua kebodohannya. Mungkin benar jika dirinya begitu naif. Seharusnya sedari awal ia menyadari jika tanda-tanda yang dialaminya belakangan ini merupakan gejala dari kehamilan.“La, udah belum?” panggil Kia dari luar karena sejak tadi Starla masuk namun masih belum keluar sampai saat ini.Starla tidak menjawab. Perempuan itu tergugu dalam tangisnya.“Starla! Lo jangan bikin gue takut dong! Lo nggak apa-apa kan?” Kia kembali memanggil, kali ini dengan lebih keras sembari berdiri tepat di depan pintu.Daun pintu kemudian terbuka bersamaan dengan sosok Starla yang keluar dengan wajah basah. Kia tidak perlu bertanya apa hasil test pack tersebut karena ia sudah tahu apa jawabannya.Namun tetap diambilnya test pack yang berada dalam genggaman Starla agar lebih yakin. Lalu dua garis y
Radev termangu menyaksikan benda pipih yang diletakkan Starla di meja. Seumur-umur rasanya baru kali ini ia melihat ada dua garis sejajar di benda itu yang penampakannya begitu nyata seperti saat ini. Entah mengapa kepalanya mendadak blank.Sementara Starla yang duduk di hadapannya semakin tak karuan menyaksikan reaksi yang ditunjukkan Radev.“Pak Radev ...,” panggil Starla dengan jantung berdebar kencang.Radev tersentak dari keterdiaman begitu mendengar suara perempuan yang dicintainya. “Apa? Gimana tadi? Siapa yang hamil?”“Saya, Pak. Setelah dokter mengatakan saya hamil, saya berinisiatif untuk periksa sendiri. Saya ingin membuktikan langsung makanya saya beli test pack, dan hasilnya adalah seperti yang Bapak lihat saat ini,” urai Starla panjang lebar.Radev mengerjap. Matanya menatap nanar pada benda itu. Benar-benar ada dua garis di sana.“Jadi ini punya kamu?” tanyanya lagi.“Iya, Pak, ini punya saya.” Starla menjawab dengan perasan semakin tidak jelas. Apalagi melihat respon R
"Pokoknya kalian wajib datang. Gue nggak mau ya nerima alasan apa pun.""Apa pun?""Ya, apa pun!" tegas suara di seberang sana penuh penekanan.“Ya udah, gue tanya Kaka dulu ya, dia mau apa nggak.”"Ya pasti mau lah. Kalau nggak mau gue pecat dia jadi adek ipar."Rachel tertawa lalu memutus panggilan."Siapa, Ra?" tanya Bjorka yang baru keluar dari kamar mandi."Rai.""Raihana?"Rachel mengiakan dengan anggukan kepala.Bjorka tidak bertanya lagi. Masih dengan mengenakan handuk dia membuka lemari mencari bajunya di sana. Biasanya Rachel yang menyediakan. Tapi karena tadi asyik teleponan dengan Rai, Rachel jadi lupa."Ka, Rai minta kita hadir di acara nikahannya." Rachel menyampaikan isi pembicaraan dengan Rai tadi.Setelah bertualang dari pelukan satu laki-laki ke laki-laki lain, akhirnya Rai memantapkan hati untuk menikah. Bukan pernikahan yang pertama memang. Dan mirisnya lagi adalah calon suami Rai berumur hampir dua kali lipat dari usianya. Saat Rachel protes, "Lo yakin mau nikah s
Prosesi pernikahan Rachel dan Bjorka akhirnya berjalan dengan lancar dan baru saja berakhir.Rachel tidak merasa lelah sedikit pun meski rangkaian acara tersebut berlangsung hampir lima belas jam lamanya. Yang ada hanya perasaan bahagia.Perlahan pikirannya mulai mereka ulang lagi adegan demi adegan yang terselenggara tadi. Mulai dari prosesi akad nikah yang mengharukan sampai acara resepsi yang mewahnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata.Zoia yang mulai saat ini ia panggil dengan sebutan Mama mengusahakan semuanya agar sempurna. Dia selalu memberikan yang terbaik untuk pernikahan kliennya, dan tentu saja saat pernikahan anak sendiri harus luar biasa.Seperti yang Rachel sepakati dengan Bjorka, Bjorka akan menunggunya di ballroom. Setelah mendengar komando dari MC, Rachel kemudian masuk diiringi oleh para bridesmaid. Yang menjadi bridesmaid adalah Starla, model-model Lavender Manajemen serta para sepupu Bjorka.Setelah menapakkan kaki di ballroom, wajah Rachel tertimpa lampu flas
Bagi orang-orang mungkin keputusan Bjorka untuk menikahi Rachel hanya dalam jangka waktu satu bulan setelah status mereka berpacaran adalah keputusan yang paling gila. Mungkin mereka juga menganggap Bjorka tidak berpikir panjang. Tapi demi apa pun Bjorka sudah memikirkan semua ini.Setelah jadian malam itu Bjorka mulai memikirkan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan Rachel. Bjorka sudah mengenalnya bertahun-tahun. Ia tahu persis bagaimana sifat dan karakter Rachel. Dalam waktu satu bulan itu juga ia mulai merasakan chemistry demi chemistry di antara mereka yang tidak pernah ia temukan saat dulu bersama Nicole. Perlahan Bjorka menyadari bahwa ia lebih cocok dengan Rachel. Maka saat menyampaikan pada mamanya bahwa ia sudah punya pacar dan juga mengatakan ingin menikahi pacarnya itu mamanya terkejut oleh kenekatan Bjorka. Mungkin Bjorka memang nekat. Tapi nekat yang ini bukan tanpa alasan. Nekat yang ini juga akan ia pertanggungjawabkan.Setelah meyakinkan kedua orang tuany
Starla menatap Rachel sambil senyum-senyum sendiri menyaksikan tingkah adik iparnya itu.Saat ini Rachel sedang mematut diri di cermin sambil memindai diri dari puncak kepala hingga bawah kaki. Rachel mengenakan dress berwarna peach dan masih merasa ada yang kurang. Ini entah dress ke berapa yang ia coba sejak tadi.Malam ini Bjorka akan mengajak ke rumahnya. Dan status sebagai kekasihnya yang Rachel sandang saat ini membuatnya merasa harus memberikan yang terbaik. Rachel memang sudah ribuan kali mondar-mandir ke rumah Bjorka, namun itu sebagai sahabat. Malam ini adalah untuk pertama kalinya ia akan menginjakkan kaki di sana sebagai pacar Bjorka. Dan rasanya gugup bukan main."Gimana, Ra? Masih belum juga?" tanya Starla melihat Rachel yang masih bimbang akan mengenakan baju yang mana."Ini sih bagus, tapi agak ketat di bagian dada," jawab Rachel."Atau coba yang ini."Rachel menerima midi dress floral berwarna putih dengan motif bunga-bunga kecil berwarna biru yang Starla sodorkan la
"Please, Ka, jangan sekarang." Rachel menolak ketika Bjorka mengatakan akan membawa ke rumahnya dan mengenalkan pada orang tuanya bahwa saat ini Rachel adalah kekasihnya.Sudah satu bulan mereka berpacaran namun tidak seorang pun tahu perubahan status tersebut karena sejak awal mereka mengetahui keduanya bersahabat. Semua berjalan sebagaimana biasa."Kenapa nggak boleh?" Bjorka menatap Rachel lekat, ingin tahu apa alasannya.Tentu saja Rachel tidak siap dengan semua ini adalah karena ia khawatir respon yang akan diterimanya dari orang tua Bjorka. Selama ini mereka bisa menerima Rachel sebagai teman anak mereka. Namun hal yang sama belum tentu akan terjadi jika mereka tahu bahwa Rachel adalah kekasih putra mereka. Rachel tidak akan pernah lupa ucapan mamanya Bjorka yang pernah ia dengar dengan tidak sengaja. Dari sana sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan sikap mereka pada Rachel."Bukan nggak boleh tapi aku rasa belum saatnya," jawab Rachel mengatakan alasannya."Jadi kapan saatnya
Satu tahun kemudian.365 hari telah berlalu. Bjorka kehilangan jejak Nicole. Sejak Nicole resign Bjorka tidak tahu lagi bagaimana kabarnya. Bjorka tidak pernah mencari tahu atau menghubunginya. Karena jika keep in touch dengannya semua akan semakin sulit.Hari-hari terasa begitu berat, hampa dan sunyi. Ternyata begini rasanya patah hati. Sampai detik ini Bjorka masih memikirkan perkataan Nicole waktu itu.Pintu kamar Bjorka diketuk. Lalu kepala Papanya menyembul. Javas tampak sudah rapi dengan Polo shirt hitam dan jeans biru pudar. Walau sudah bapak-bapak tapi papanya masih muda. Papanya bahkan jarang mengenakan celana kain selain ke kantor."Nggak malmingan, Ka?""Mau malmingan sama siapa, Pa?"Javas mendekat lalu duduk di pinggir tempat tidur tempat Bjorka berbaring."Masa udah mau kepala tiga masih jomblo aja," ledek Javas padanya."Ya mau gimana, nggak ada yang mau sama aku.""Yaelah, Ka, Ka ... Baru kehilangan cewek satu kali letoynya sampai satu tahun." Papa menoyor kepala Bjorka
Radev tidak menjawab pertanyaan Rachel. Aura dingin yang menguar dari ekspresinya membuat Rachel jadi ketakutan. Dulu Radev sudah menasihatinya agar jangan terpengaruh oleh Megan. Tapi yang terjadi Megan berhasil memanfaatkan Rachel. Megan tahu Rachel adalah anak yang patuh dan penurut. Kelemahannya itu digunakan Megan untuk menekan Rachel."Dev, lo tahu dari mana?" tanya Rachel sekali lagi masih dengan ekspresi yang sama. Takut-takut seperti tadi."Nggak penting gue tahu dari mana. Yang penting adalah gue tahu.""Lo tahu dari Kaka?""Sahabat gue bukan orang munafik. Dia pandai menjaga rahasia. Dia nggak bakal koar-koar ke mana-mana sekalipun sama gue."Rachel menggigit pipi bagian dalam. Kalau memang bukan dari Bjorka lantas dari mana Radev tahu? Apa selama ini Radev mengawasi pergerakan Rachel dari jauh? "Udah berkali-kali gue kasih nasihat. Lo mesti hati-hati sama Mami. Tapi nyatanya dia berhasil menjebak lo.""Sorry, Dev, gue emang salah. Abisnya gue kasihan sama Mami. Lagian wak
Hujan gerimis mengiringi pemakaman Marvel. Langit seakan berduka dan turut menangis. Satu demi satu para pelayat sudah mulai pulang. Takut kena gerimis yang akan menjelma menjadi hujan deras.Rachel masih terpaku memandangi gundukan tanah di hadapannya. Jasad Marvel sudah terkubur jauh di dalam tanah sana namun Rachel masih belum bisa menghentikan air matanya.Saat ini hanya tinggal Rachel, Radev, Starla dan Bjorka di pemakaman tersebut. Teman-teman dari Lavender Manajemen serta rekan kerja Radev sudah pulang. Sedangkan Megan dan Rai tidak mau datang sama sekali meskipun ini adalah untuk terakhir kalinya."Ra, sudah. Kita sama-sama ikhlasin Papi biar beliau tenang di alam sana," bujuk Radev mengusap punggung Rachel."Gue masih nggak percaya kalau Papi bunuh diri, Dev. Seharusnya nggak begini. Papi mengambil jalan pintas karena ngerasa nggak ada yang mendukungnya, dia ngerasa sendiri," ratap Rachel dengan perasaan sedih yang tidak kunjung habis. Mata gadis itu merah dan bengkak akibat
Sidang akan dimulai ketika Bjorka, Nicole dan Rachel masuk ke dalam ruangan.Rachel melihat Marvel mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Tubuhnya terlihat semakin kurus dan ceking. Membuat Rachel ingin menangis melihat kondisi sang ayah. Di saat-saat begini seharusnya pria itu mendapatkan support dari orang-orang terdekatnya. Terutama istrinya. Yang terjadi, istrinya malah meninggalkannya dan meminta cerai darinya. Lalu pacaran dengan pria lain yang kaya-raya.Rachel tidak sempat berbicara dengan Marvel. Tapi mereka sempat saling mengirim tatapan. Marvel bersyukur. Semua orang meninggalkannya. Hanya putri bungsunya yang selalu setia mengunjungi dan memberi support.Sidang atas kasus penyuapan itu dimulai. Diawali oleh pembacaan susunan acara oleh panitera. Selama itu pula detak jantung Rachel tidak karuan. Semoga saja hukuman untuk papinya tidak terlalu berat.Jika diibaratkan dengan kata-kata, mungkin Rachel sudah begah oleh sidang demi sidang yang disaksikannya. Hari ini sua