Pagi-pagi sekali, Cassie sudah mandi dan turun ke lantai dasar untuk membuat sarapan. Para maid sudah melarangnya, termasuk Marjorie yang ikut turun tangan, tetapi dasar Cassie yang keras kepala, dia tetap melakukannya. Hanya ini usaha yang dapat dia lakukan agar Ralph tidak marah padanya lagi.
Meski saat menyiapkan sarapan Cassie harus menggunakan kursi roda, namun semua hal itu tak menyurutkan semangat Cassie. Gadis itu menjatuhkan pilihannya pada masakan Asia untuk sarapan mereka. Karena menurutnya Ralph harus mencoba beberapa masakan Asia yang sering dimasak oleh ayahnya dulu. Cassie akan memperkenalkannya pada Ralph satu persatu.Setengah jam berlalu, akhirnya Cassie selesai membuat nasi goreng seafood lengkap dengan telur mata sapi. Tak lupa pula dia menyeduhkan teh melati untuk minumannya.Sambil menunggu Ralph, Cassie berbincang hangat dengan Marjorie di taman belakang. Mereka duduk bersama di bangku taman. "Aku suka sekali dengan suasana di taman ini, Jorie. Apa"Ralph! Aku mencarimu sejak kemarin," suara itu membuat Ralph berbalik ke belakang dan mendapati James yang muncul dari arah ruang tamu.Kedua alis Ralph saling bertaut saat melihat kehadiran James yang tak diundang olehnya. "Ada apa, James?" tanya Ralph sembari menghampiri James."Aku berniat membicarakan proyek Positano sekaligus bermain ke vilamu. Hari ini sungguh membosankan," ungkap James dengan lesu.Mereka pun akhirnya pergi bersama menuju ruang kerja Ralph melalui tangga. "Sepertinya tadi aku mendengar suara perempuan yang mengobrol denganmu. Kau dan Abigail tidak jadi putus?" tanya James di sela-sela perjalanan mereka menuju ruang kerja.Ralph terlihat menegang sesaat, namun dengan cepat dia mengendalikan tubuhnya. "Tentu saja tidak. Untuk apa aku kembali dengan Abigail."James mengernyit. "Lalu, jika bukan Abigail, siapa lagi?" gumam James bertanya-tanya.Ralph tidak menjawab. Dia beralih membuka pintu ruang kerjanya dan mempersilakan James masuk.
Grace mendengus lirih, kemudian dia meraba jari kelingking kanannya dimana terdapat tato kecil di sana. "Seharusnya." Ucapnya lirih."Sebelum aku menghancurkannya." Lanjutnya dengan raut penuh penyesalan.Seorang pelayan datang mengantarkan secangkir cokelat panas milik Terra. "Terimakasih," ucap Terra sebelum pelayan tersebut pergi.Gadis itu mengangkat cangkirnya, menyesap perlahan cokelat panas tersebut. Kemudian meletakkannya kembali ke atas meja."Kupikir kau sudah selesai dengan kejadian enam tahun lalu. Kupikir juga tak ada salahnya kau berteman lagi dengan Cassie." Ucap Terra setelah keheningan yang terjadi di antara mereka.Grace melempar pandangannya ke luar cafe. Sebuah senyuman miris terlihat di wajahnya. "Ya, kuharap juga bisa begitu. Namun, kau tahu sendiri bagaimana tempramen Cassie. Sekali dia disakiti, dia akan memutuskan hubungan dengan orang itu."Terra mengangguk paham. Dia mengerti maksud Grace mengatakannya. "Jadi, kau ingin meminta bant
Seorang gadis terlihat sedang menegak minumannya di meja bar. Wajahnya sudah memerah karena mabuk, namun dia tak kunjung mengakhiri kegiatan meminumnya. "Aish ... kenapa hanya tersisa satu teguk lagi?" ungkapnya kesal. Ia menuangkan sisa whiskey dari botol tersebut ke dalam gelasnya. Lalu, dia beralih pada bartender. "Beri aku sebotol whiskey lagi," ucapnya dengan pandangan tak fokus. Dirinya benar-benar sudah mabuk berat. "Tidak bisa, Nona. Kau sudah mabuk. Sebaiknya kau pulang atau meminta rekanmu menjemputmu." Balas bartender tersebut menolak permintaan gadis itu. Tak mengindahkan ucapan bartender, gadis tersebut justru menegak lagi whiskey di gelasnya hingga tandas. Sampai tangan seseorang menahannya. "Hentikan, Grace!" seruan seorang lelaki membuat gerakan tangan gadis itu terhenti. Kepalanya menoleh dan mendapati seorang lelaki yang dikenalnya berdiri di sana. "Ollie? Kau datang untuk menjemputku? Sudah kuduga kau mas
Grace terbangun dari tidurnya dengan sakit kepala yang menyerangnya dan rasa mual di perutnya. Dia memegangi kepalanya, kemudian menutup mulutnya.Beberapa saat dia duduk terdiam di atas ranjang untuk mencerna semuanya, hingga dia tak bisa lagi menahan rasa mualnya dan langsung berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan semua isi perutnya.Grace ingat semalam dirinya datang ke The Black Dog Bar, bar milik keluarga Holt. Harapannya Ralph datang menjemputnya tatkala dirinya sudah mabuk di sana. Namun, saat terbangun tadi, Grace jelas tahu dimana dia berada saat ini.Ini bukan kediaman keluarga Holt, maupun vila yang ditinggali oleh Ralph sejak lelaki itu lulus SMA. Ini adalah rumah pribadi James Murphy, Grace mengenalinya karena sudah beberapa kali menginap di sini.Grace melempar pandangannya pada cermin di depannya. Sekarang dia tak mengenakan apapun selain dalaman. Tubuhnya dihiasi oleh beberapa bekas gigitan yang memerah. Semua ini pasti ulah James yang mengambil kesempatan pada saat
Sesuai dengan keputusan Ralph tadi pagi, Cassie diantar oleh rombongan Ralph hingga ke gedung CS Studio. Carlo turun dan membantu mengantar Cassie sampai mereka tiba di lantai empat CS Studio. Setelah itu dia kembali ke mobil.Ralph tentu saja tidak bisa ikut turun, di luar akan ada banyak paparazzi yang dapat dengan mudah mengambil gambarnya. Karena mewanti-wanti hal itu juga, Ralph memutuskan menukar mobil Rolls Royce yang biasa digunakan olehnya dengan Lexus."Kau sudah memastikan dia masuk ke ruangannya, Carlo?" tanya Ralph saat Carlo sudah kembali ke mobil.Carlo menoleh ke belakang, dimana Ralph berada. "Sudah, Tuan. Nona Cassie sudah masuk ke ruangannya bersama Nona Terra Amore." Jelasnya dengan suara tenang.Ralph mengangguk, kemudian beralih pada sopir yang duduk di balik kemudi. "Jalanlah."Mobil itu pun perlahan berjalan menjauh dari CS Studio. Ralph menyandarkan kepalanya pada sandaran mobil. Kepalanya terpejam, ingatannya berputar pada kejadian tadi pagi selepas sarapan.
"Jadi, apa yang kau inginkan dariku?" tanya Ralph to the point pada saat Grace sudah masuk ke ruangannya dan duduk dengan tenang di sofa.Grace menyunggingkan senyum manisnya. "Aku tak berani meminta apapun darimu, Oliver. Aku datang ke sini murni untuk meminta maaf atas segala yang telah terjadi sepuluh tahun yang lalu." Ucap Grace dengan berhati-hati.Gadis itu menghela napasnya sesaat sebelum melanjutkan. "Aku tahu dan menyadari, kejadian itu membuat hubungan kita, aku, kau dan Arthur menjadi renggang. Aku tak bermaksud memutus hubungan pertemanan dengan kalian. Aku juga tidak menyangka hal itu akan terjadi."Ralph yang mendengar penjelasan Grace seketika mendesis sinis. Bagaimana mungkin gadis itu mengatakan tak memiliki maksud menghancurkan hubungan persahabatan mereka? Jelas saja dia sengaja berselingkuh darinya."Kurasa sudah cukup sepuluh tahun ini aku lari dari masalah dan mencoba mengindar dari kalian berdua. Tadi aku sudah mengatakan hal yang sama pada Arthur, dan dia berse
Cassie baru saja sampai di villa Ralph setelah selesai makan siang bersama lelaki itu. Ralph harus tinggal di restoran itu karena masih memiliki janji bertemu dengan kliennya, sementara itu Cassie diantar pulang oleh Jovan. "Terimakasih, Jovan." Ungkap Cassie dengan senyum manisnya pada saat Jovan telah mengantarkannya ke kamar Ralph. "Jangan sungkan, Nona. Saya akan membantu Nona. Katakan saja bila Nona butuh bantuan," balas Jovan dengan wajah datar dan kepala yang tertunduk, dia sama sekali tak berani bertatapan mata dengan Cassie mengingat betapa posesifnya Ralph pada kekasihnya itu. Jika Ralph mengetahui Jovan menatap Cassie dengan pandangan memuja, sudah pasti kepala Jovan tak lagi ada di tempat. Bisa jadi dia sudah ditembak mati. Namun, Cassie memang pantas dipuja. Parasnya yang cantik dengan tubuh yang ideal, ditambah lagi dengan prestasinya yang gemilang dan kepribadiannya yang baik, Jovan yakin tak ada lelaki di dunia ini yang tak tertarik pada Cassie. "Kalau begitu, s
James masih sibuk di dapur rumahnya, dia terlihat sangat santai seharian ini, karena dia memang tidak berangkat ke kantornya. Hari ini aktivitasnya hanya berputar di dalam rumah tanpa gangguan oleh siapapun. Hanya tadi pagi Cassie menghubunginya untuk memberitahukan bahwa dia pergi ke CS Studio untuk rapat, dan gadis itu juga mengingatkan soal desain interior terakhir yang dikirimkan padanya. Namun, James masih belum memiliki niat untuk melanjutkan proyek tersebut mengingat kondisi Cassie yang masih belum pulih sepenuhnya. Saat dirinya masih sibuk dengan adonan pancake di teflon anti lengket, tiba-tiba saja terdengar suara bel rumah yang berbunyi. Dengan terpaksa James mematikan api kompornya dan pergi memeriksa ke depan rumah dalam kondisi apron yang masih melekat di tubuhnya. Bel kembali berbunyi, tetapi James tidak langsung membuka pintu rumahnya. Dia mengintip pada door viewer dan mendapati Grace yang berdiri di depan pintu dengan wajah ceria. Gadis itu melambaikan tangannya s