James masih sibuk di dapur rumahnya, dia terlihat sangat santai seharian ini, karena dia memang tidak berangkat ke kantornya. Hari ini aktivitasnya hanya berputar di dalam rumah tanpa gangguan oleh siapapun. Hanya tadi pagi Cassie menghubunginya untuk memberitahukan bahwa dia pergi ke CS Studio untuk rapat, dan gadis itu juga mengingatkan soal desain interior terakhir yang dikirimkan padanya. Namun, James masih belum memiliki niat untuk melanjutkan proyek tersebut mengingat kondisi Cassie yang masih belum pulih sepenuhnya. Saat dirinya masih sibuk dengan adonan pancake di teflon anti lengket, tiba-tiba saja terdengar suara bel rumah yang berbunyi. Dengan terpaksa James mematikan api kompornya dan pergi memeriksa ke depan rumah dalam kondisi apron yang masih melekat di tubuhnya. Bel kembali berbunyi, tetapi James tidak langsung membuka pintu rumahnya. Dia mengintip pada door viewer dan mendapati Grace yang berdiri di depan pintu dengan wajah ceria. Gadis itu melambaikan tangannya s
Ternyata pertemuan antara Ralph dengan pihak Pavlina Company tidak berjalan dengan baik. Pihak Pavlina Company menginginkan Ralph menyelesaikan permasalahan di Venesia secepat mungkin, dikarenakan Pavlina Store harus segera dibuka pada bulan Desember. Ralph hanya memiliki waktu dua bulan lagi untuk menyelesaikan semuanya."Bagaimana jika kita berangkat malam ini saja, Tuan?" Carlo memberi masukan pada Ralph yang sedang duduk di kursi kebesarannya seraya mengurut keningnya yang terasa pening.Banyak hal yang melintasi kepalanya. Dia harus menyelesaikan semuanya satu per satu. Ralph juga ingat besok dia harus menemani Cassie ke rumah sakit untuk memeriksakan kakinya. Namun, dia juga harus segera tiba di Venesia secepat mungkin.Dengan berat hati, setelah menimbang semua kemungkinan dari yang terbaik hingga yang terburuk, Ralph memutuskan untuk berangkat ke Venesia malam ini. "Segera siapkan helikopter, Carlo. Aku akan mengusahakan semuanya agar selesai secepat mungkin.""Baik, Tuan. Say
"Nona, hari ini jadwal pemeriksaan ke rumah sakit. Aku dan Dorothea akan menemanimu nanti." Marjorie datang menghampiri Cassie setelah gadis itu selesai dengan kegiatan sarapannya.Cassie mengernyit sesaat. Benar, dia bahkan melupakan jadwal check up nya yang tiba di hari ini. "Oh ya, aku bahkan melupakannya. Baiklah, kalau begitu aku akan mengganti bajuku agar lebih leluasa saat pemeriksaan nanti." Balas Cassie yang diangguki oleh Marjorie.Setelah itu Cassie ditemani Marjorie mengganti bajunya di kamar Ralph. Cassie memilih menggantinya dengan celana high waist berwarna hitam yang dipadukan dengan sweater hitam putih. "Apakah kau tahu kapan Ralph akan pulang?" tanya Cassie pada Marjorie saat mereka dalam perjalanan ke rumah sakit.Marjorie menggelengkan kepalanya. "Maafkan aku, Nona. Tetapi aku tidak mendapatkan kabar itu."Mendengar itu, Cassie hanya menghela napasnya dan mengangguk kecil. Kemudian dia melempar pandangannya ke luar jendela. Oh tidak, ia harus segera mengembalikan
"James Arthur?!!" seru Cassie dengan lantang. Kedua matanya membola karena terkejut. Dia tak percaya dengan pemandangan di depannya. Jadi, selama ini James Murphy yang sering diceritakan oleh ibunya adalah James Arthur? Sahabatnya sendiri? Oh Tuhan, sejenak Cassie merasa menjadi orang paling bodoh di dunia ini. Dia bahkan tak mempedulikan Samuel yang kini sudah tertawa senang melihat drama yang tersaji di hadapannya. James yang mendengar seruan Cassie sejenak menutup kedua telinganya dengan tangan. "Lama tidak berjumpa, Nona Smeraldo." Sapa James dengan cirikhas senyum tengilnya. Cassie masih melotot, dan kini alisnya mengernyit tertahan. "Selama ini? Selama ini kau menyembunyikan identitasmu dariku, James Arthur sialan. Aku merasa dibodohi." James tertawa keras, begitupun dengan Samuel yang sejak tadi belum menghentikan tawanya. "Kau juga tahu soal ini, Sam?!" tanya Cassie yang beralih pada Samuel. Tawa Samuel mereda seketika. Dia berdeham rendah sebelum berbicara. "Ya, em
Di kamar hotelnya, Ralph sedang beristirahat. Dia menyandarkan punggungnya di kepala ranjang seraya memeriksa beberapa pesan yang dikirimkan oleh Robin. Diantaranya adalah pesan suara.Ralph mulai memutarnya dan keningnya seketika mengernyit saat mendengar seorang lelaki yang amat dikenalnya. Itu suara James."Jadi, aku ditolak olehmu Nona Smeraldo?""Lagipula kalaupun aku harus menerima kencan buta yang direncanakan oleh ibuku, aku tidak akan pernah menerima lelaki sepertimu." Suara Cassie yang membalas pertanyaan James membuat Ralph semakin bingung, situasi apa ini.Hari ini Robin hanya melaporkan bahwa Cassie pergi ke rumah sakit dan setelahnya makan siang bersama ibunya. Bahkan Robin, Marjorie dan Dorothea pun ikut makan siang bersama. Namun, mengapa tiba-tiba James juga turut hadir di sana? Apakah ibu Cassie masih merencanakan kencan buta lagi untuk putrinya?Setelah itu terdengar suara James yang membalas ungkapan Cassie sebelumnya. "Kau menyakiti hati kecilku, Cas." Ralph ingi
Pukul delapan malam pesawat jet pribadi milik keluarga Holt telah sampai mengantarkan Cassiel Smeraldo di Bandara Internasional Venice Marco Polo. Cassie turun dan disambut oleh Jovan bersama dengan beberapa anggotanya yang lain."Selamat datang, Nona. Mari lewat sini," sapa Jovan dengan ramah, meskipun wajahnya tetap datar layaknya pengawal lainnya.Cassie mengangguk kecil. "Terima kasih banyak, Jovan."Mereka berdua berjalan melewati rute yang berbeda dari penumpang lainnya. Tentu saja hal itu untuk menjaga keamanan privasi Cassie dan keluarga Holt, juga untuk menghindari paparazi yang gemar sekali mencari informasi mengenai Ralph Holt.Langkah mereka terhenti pada mobil Rolls Royce yang biasanya dipakai oleh Ralph ketika berpergian. Kedua mata Cassie berbinar antusias, dia sangat menantikan pertemuannya dengan Ralph. Beberapa hari tanpa lelaki itu sudah membuat Cassie merindukannya.Jovan membukakan pintu untuk Cassie. Awalnya Cassie sangat bergembira, namun s
Cassiel Smeraldo—nama lengkap dari gadis yang kini sedang duduk di kursi bar dengan segelas martini di tangan kanannya. Dia tampak menawan dengan gaun sabrina yang memiliki belahan dada rendah. Warna merah maroon pada gaun tersebut juga terlihat sangat kontras dengan kulitnya yang seputih salju.Sesekali dia tampak menyesap martininya, kemudian beralih pandang pada jajaran minuman beralkohol di hadapannya. Samuel, sang bartender terkadang mengajaknya berbincang ringan. Mereka tampak akrab, karena memang pada kenyataannya seperti itu. Cassie sering mendatangi bar ini setiap malam minggu untuk mengusir kepenatannya. Dia sibuk bekerja setiap hari dan akan melupakan segala masalahnya di malam ini."Kudengar ibumu menyuruhmu pergi kencan buta lagi," kata Samuel saat Cassie menyesap kembali martininya."Dari mana kau tau?" tanya Cassie menatap Samuel penuh selidik."Ibumu yang bercerita langsung padaku akhir pekan lalu saat kami sedang makan siang bersama." Samuel menjawab dengan santai.Ca
"Kenapa kau melihatku dengan pandangan seperti itu?" tanya Ralph dengan raut was-was. Pasalnya Samuel memandanginya dengan senyum mencurigakan."Sepertinya aku punya solusi untukmu." Ucap Samuel sambil menaik turunkan alisnya.Ralph mendesah lesu. "Apa yang akan kau tawarkan padaku?"Pria muda itu sungguh lelah dengan segala hal yang mengganggunya akhir-akhir ini. Memang orang tuanya tidak begitu menyetujui hubungannya dengan Abigail Bloom, tentunya bukan karena kasta, karena Abigail berasal dari keluarga terpandang juga. Hanya saja pekerjaan Abigail sebagai model itu mengharuskan dia bergaul dengan banyak model pria, bahkan terkadang dia juga menerima tawaran foto intim dengan lawan jenis. Bagi keluarga Ralph sendiri, hal tersebut bisa mencoreng nama baik keluarga. Oleh karenanya, keluarga Ralph tidak terlalu menyetujui hubungan keduanya.Walaupun hubungan Ralph dan Abigail telah berakhir sebulan yang lalu, dan Ralph juga sudah mulai melupakan Abigail, tapi bukan berarti dia akan den