Hi, readers! Bagaimana kabar kalian? Semoga baik-baik saja, yaa ... Maaf aku baru bisa melanjutkan kembali cerita Ralph dan Cassiel, karena beberapa bulan ini aku terlalu sibuk di real life. Aku harap kalian mengerti, yaa ... Tapi tenang saja, setelah ini aku akan kembali melanjutkan cerita ini sampai tamat. Tetap simak cerita ini, yaa ... Bye all🙌🏻✨
"Tunggu aku di sini. Setelah rapatku selesai, ayo kita jalan-jalan! Kau jadi tour guide!" seru Ralph sebelum tubuhnya hilang di balik pintu. Cassie menyunggingkan senyumannya tatkala mengingat ucapan Ralph terakhir kali. Pria muda itu pergi setelah menyelesaikan sarapan bersama Cassie di kamar mereka. Selama dua jam setelahnya Cassie disibukan dengan kegiatan mencocokkan pakaian. Ada banyak pakaian terbuka, berhubung ini musim panas. Namun, dia sungguh tidak mau merusak suasana hati Ralph jika menggunakan pakaian terbuka. Pada akhirnya dia memilih atasan putih tulang dengan lengan balon dan memakai rok biru muda bermotif bunga-bunga. Dari semua pakaian yang dibawanya, sepertinya hanya pakaian itu yang paling aman untuknya. Sementara itu, dia juga harus menyiapkan pakaian santai untuk Ralph. Tidak mungkin kan pria itu pergi jalan-jalan dengan celana bahan dan kemeja slimfit-nya? Pilihan Cassie jatuh pada kemeja oversize lengan pendek
"Jadi, kita mau pergi kemana?" tanya Cassie sembari menatap Ralph dari samping. Lelaki bermarga Holt itu hanya berdeham rendah seraya mengetikkan sesuatu di ponselnya. Hal itu berlangsung beberapa saat, sampai Cassie hampir kesal menunggunya. Ketika Cassie akan membuka suaranya, Ralph sudah lebih dulu berbicara. "Hari ini kau tour guide-nya, nona." "Bagaimana, nona? Tempat apa yang akan kita kunjungi pertama?" Jovan ikut bertanya setelah Ralph selesai berbicara. Cassie mengambil napas, kemudian tersenyum. "Baiklah, akan kuperkenalkan kalian pada kampung halamanku." "Karena waktu sudah siang, kita pergi ke Grand Canal terlebih dahulu." Lanjut Cassie. Mobil Rolls Royce Phantom itu terus melaju di jalanan kota Venesia menuju sebuah destinasi wisata yang menjadi incaran utama para turis. Grand Canal adalah terusan perairan yang berada di kota Venesia. Grand Canal terkenal di seluruh dunia karena istana-istana berusia berabad-abad yang berdiri di kedua sisi air. Sebagian besar beras
"Cassiel?" suara Ralph yang memanggilnya, menyadarkan Cassie pada kenyataan. "Ya?" Cassie mendongak dan lagi-lagi tatapan mereka bertemu. "Ingin mencobanya denganku?" tanya Ralph sungguh-sungguh. Cassie memilin jemarinya, rasa gugup dan ragu masih menyelimuti hati dan pikirannya. "Mencoba apa?" "Menjadi kekasih sungguhan." Ucap Ralph penuh keberanian. Manik matanya tak lepas memandangi Cassie. "Bagaimana jika ..." Cassie menggantung kalimatnya, sedangkan Ralph masih setia menunggu lanjutannya. Entah mengapa, melihat Ralph yang begitu tulus membuat Cassie tak ingin melukai hati pria muda itu. Perasaan ini jelas berbeda dengan perasaannya pada James. Inikah perasaan yang dimiliki oleh ibunya? Yang menjadi buta akan segala hal buruk yang dilakukan oleh ayahnya? Yang menjadi tuli akan cacian semua orang yang ditujukan padanya? Yang selalu siap untuk berkorban dan setia kepada pasangannya. "Apakah ada hal ata
Setelah meminta izin pada Ralph, Cassie pergi menemui James untuk bertemu dengan kolega yang dimaksud oleh sahabatnya itu. Mereka bertemu langsung di lobby hotel Vetle Venesia, tempat Ralph dan Cassie menginap, sekaligus hotel milik keluarga Murphy. "Hi, James Arthur! What's up!" sapa Cassie pada James yang sedang berbicara dengan salah satu pegawai hotel. James menoleh setelah mendengar sapaan Cassie. Dilihatnya sosok perempuan yang berjalan anggun dengan blouse hitam lengan tiga per empat yang dipadukan loose pants berwarna krem. "Hai, aku baik. Bagaimana denganmu Nona Smeraldo?" James balik bertanya, kemudian mereka tertawa bersama. "Seperti yang kau lihat," balas Cassie seraya memeragakan gerakan melompat meski dirinya memakai heels. "Oh tidak, jangan lakukan itu, Cassie. Aku lebih menyayangkan heels Cristian Louboutin yang kau beli di musim dingin tahun lalu itu." Ungkap James yang menatap miris pada sepatu hak tinggi milik Cassie. "Tidak, ini aman. Tapi kau jahat, ka
"Kalian tidak mungkin saling tertarik satu sama lain, kan?" tiba-tiba saja suara James menginterupsi hingga memutuskan kontak mata antara Cassie dan Ralph. Mendengar itu Cassie langsung tergagap. Entah mengapa ia merasa lidahnya kelu, padahal tadinya ia sangat lancar menjelaskan desain yang dibawanya. Jantungnya juga bereaksi lain, berdegup kencang jauh berbeda dari sebelumnya. "Aku? Kau mungkin sedang bercanda, Tuan James. Mana mungkin aku berani mengencani Tuan Muda Holt." Balas Cassie dengan segera. Ralph menyunggingkan senyuman miringnya. Dalam hal menghindari pertanyaan, Cassie memang jagonya. Tetapi sepertinya gadis itu melupakan satu hal, James Arthur merupakan pembaca mimik wajah yang handal. James terlihat mengernyit setelah mendengar jawaban Cassie. "Oh ya? Tetapi sepertinya aku tidak mengatakan kau berniat mengencani Tuan Holt. Kupikir kau hanya tertarik padanya, karena dia sangat ahli dalam bidang arsitektur
"Apakah semuanya aman, Bambolotta?" suara lembut dari seberang sana cukup membuat rasa penat Cassie berkurang.Gadis itu merebahkan tubuhnya di atas ranjang, masih dengan pakaian yang sama. Ia hanya menanggalkan sepatu hak tinggi dari kedua kakinya."Ya, kurasa." Balas Cassie seraya memijat pelipisnya."Tapi suaramu tidak menunjukkan hal yang sama, Bambolotta. Apakah ada sesuatu yang kau tutupi dariku?" tanya Iris sedikit khawatir.Cassie menggeleng ringan. "Tidak, aku hanya butuh beristirahat karena desain yang kubawa akan direvisi kembali.""Ah, begitu rupanya. Ya, kau memang perlu istirahat putriku. Madre akan pulang besok, mari bertemu di rumah." Ujar Iris yang merasa iba.Cassie mengangguk, kembali melupakan bahwa mereka sedang berbicara melalui telepon."Oh, iya. Kenapa aku bisa melupakannya?" Iris tiba-tiba berseru dan berbicara pada dirinya sendiri.Sementara itu Cassie melenguh kecil, dia sedikit terkejut dengan seruan ibunya. "Ada apa, Madre? Kau mengagetkanku.""Besok janga
James berlarian menggendong Grace dari depan IGD, para perawat yang melihat kehadiran mereka segera bertindak mengambil bed mobile atau tempat tidur pasien yang dapat digeser."Selamat malam, Tuan. Apa yang terjadi?" seorang dokter IGD menghampiri James setelah berhasil meletakkan tubuh Grace di atas bed mobile."Dia minum alkohol seharian hingga melewati batas wajarnya. Kurasa dia juga tidak memakan apapun hari ini. Aku baru menemukannya dan sudah memberikan obat pengar. Mohon bantuanmu," pinta James yang raut memohon.Dokter tersebut mengangguk. "Baiklah, kau bisa menunggu di sana. Aku akan memeriksa kondisinya lebih dulu.""Dokter! Ada darah yang keluar dari rahimnya!" seru seorang perawat pada dokter IGD.Sontak saja kedua lelaki itu menoleh bersama. James dapat melihat darah merah yang kental keluar membasahi kaki Grace.Dahi James mengernyit. Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah Grace memiliki sebuah penyakit serius yang tak ia ketahui? Atau apa? Sekarang apa yang harus ia lakuka
Lima menit yang lalu, Ralph sudah pergi ke rumah sakit. Lelaki itu tidak pergi begitu saja, ia mencium kening Cassie terlebih dahulu, dan bertanya apakah dirinya diperbolehkan pergi ke rumah sakit malam ini juga?"Aku akan pergi, jika kau mengizinkan." Kata Ralph sembari mengusap puncak kepala Cassie dengan lembut.Cassie mengangguk. "Pergilah. Sepertinya mereka membutuhkanmu. Tapi kau tetap hutang cerita padaku."Ralph terkekeh mendengarnya. "Iya, aku akan menceritakannya nanti. Tunggu aku, ya ... ah tidak, maksudku, lebih baik kau melanjutkan tidurmu saja. Maafkan aku yang membuatmu terbangun. Saat ada kabar nanti, aku akan segera menghubungimu lagi." Jelas Ralph panjang lebar.Cassie mengangguk lagi. "Ya, pergilah. Hati-hati di jalan, jangan mengebut."Sebuah kecupan mendarat di kening Cassie. "Tentu saja. Aku pergi bersama Carlo, kau tak perlu khawatir. Jika ada hal mendesak segera hubungi Jovan, ia selalu siap sedia 24/7."Cassie tersenyum bila mengingatnya. Ia percaya, Ralph tid
Jemari Grace bergerak, perlahan kelopak matanya terbuka. Dilihatnya langit-langit ruangan yang berwarna putih, juga sedikit aroma obat-obatan khas rumah sakit yang mulai dirasakan oleh indra penciumannya. Matanya berkedip, kemudian menoleh pada sebuah sofa panjang yang ada di sebelah ranjang pasien. Seorang lelaki tertidur dengan tangan kiri menutupi kedua matanya, napasnya terlihat naik turun secara teratur. Tentu saja Grace mengenali sosok tersebut, Arthur. Karena tak ingin mengganggu, Grace berinisiatif memencet bel, agar perawat segera mendatangi kamarnya. Setidaknya harus ada orang yang mengetahui dirinya telah siuman. Benar saja, tak membutuhkan waktu yang lama untuk seorang perawat mendatanginya. Grace tersenyum dan mengangguk saat perawat tersebut meminta izin untuk memeriksanya. "Silakan." Katanya. "Untuk saat ini kondisi Nona sudah stabil, namun Nona masih dalam masa observasi dokter. Nanti dokter akan datang
Lima menit yang lalu, Ralph sudah pergi ke rumah sakit. Lelaki itu tidak pergi begitu saja, ia mencium kening Cassie terlebih dahulu, dan bertanya apakah dirinya diperbolehkan pergi ke rumah sakit malam ini juga?"Aku akan pergi, jika kau mengizinkan." Kata Ralph sembari mengusap puncak kepala Cassie dengan lembut.Cassie mengangguk. "Pergilah. Sepertinya mereka membutuhkanmu. Tapi kau tetap hutang cerita padaku."Ralph terkekeh mendengarnya. "Iya, aku akan menceritakannya nanti. Tunggu aku, ya ... ah tidak, maksudku, lebih baik kau melanjutkan tidurmu saja. Maafkan aku yang membuatmu terbangun. Saat ada kabar nanti, aku akan segera menghubungimu lagi." Jelas Ralph panjang lebar.Cassie mengangguk lagi. "Ya, pergilah. Hati-hati di jalan, jangan mengebut."Sebuah kecupan mendarat di kening Cassie. "Tentu saja. Aku pergi bersama Carlo, kau tak perlu khawatir. Jika ada hal mendesak segera hubungi Jovan, ia selalu siap sedia 24/7."Cassie tersenyum bila mengingatnya. Ia percaya, Ralph tid
James berlarian menggendong Grace dari depan IGD, para perawat yang melihat kehadiran mereka segera bertindak mengambil bed mobile atau tempat tidur pasien yang dapat digeser."Selamat malam, Tuan. Apa yang terjadi?" seorang dokter IGD menghampiri James setelah berhasil meletakkan tubuh Grace di atas bed mobile."Dia minum alkohol seharian hingga melewati batas wajarnya. Kurasa dia juga tidak memakan apapun hari ini. Aku baru menemukannya dan sudah memberikan obat pengar. Mohon bantuanmu," pinta James yang raut memohon.Dokter tersebut mengangguk. "Baiklah, kau bisa menunggu di sana. Aku akan memeriksa kondisinya lebih dulu.""Dokter! Ada darah yang keluar dari rahimnya!" seru seorang perawat pada dokter IGD.Sontak saja kedua lelaki itu menoleh bersama. James dapat melihat darah merah yang kental keluar membasahi kaki Grace.Dahi James mengernyit. Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah Grace memiliki sebuah penyakit serius yang tak ia ketahui? Atau apa? Sekarang apa yang harus ia lakuka
"Apakah semuanya aman, Bambolotta?" suara lembut dari seberang sana cukup membuat rasa penat Cassie berkurang.Gadis itu merebahkan tubuhnya di atas ranjang, masih dengan pakaian yang sama. Ia hanya menanggalkan sepatu hak tinggi dari kedua kakinya."Ya, kurasa." Balas Cassie seraya memijat pelipisnya."Tapi suaramu tidak menunjukkan hal yang sama, Bambolotta. Apakah ada sesuatu yang kau tutupi dariku?" tanya Iris sedikit khawatir.Cassie menggeleng ringan. "Tidak, aku hanya butuh beristirahat karena desain yang kubawa akan direvisi kembali.""Ah, begitu rupanya. Ya, kau memang perlu istirahat putriku. Madre akan pulang besok, mari bertemu di rumah." Ujar Iris yang merasa iba.Cassie mengangguk, kembali melupakan bahwa mereka sedang berbicara melalui telepon."Oh, iya. Kenapa aku bisa melupakannya?" Iris tiba-tiba berseru dan berbicara pada dirinya sendiri.Sementara itu Cassie melenguh kecil, dia sedikit terkejut dengan seruan ibunya. "Ada apa, Madre? Kau mengagetkanku.""Besok janga
"Kalian tidak mungkin saling tertarik satu sama lain, kan?" tiba-tiba saja suara James menginterupsi hingga memutuskan kontak mata antara Cassie dan Ralph. Mendengar itu Cassie langsung tergagap. Entah mengapa ia merasa lidahnya kelu, padahal tadinya ia sangat lancar menjelaskan desain yang dibawanya. Jantungnya juga bereaksi lain, berdegup kencang jauh berbeda dari sebelumnya. "Aku? Kau mungkin sedang bercanda, Tuan James. Mana mungkin aku berani mengencani Tuan Muda Holt." Balas Cassie dengan segera. Ralph menyunggingkan senyuman miringnya. Dalam hal menghindari pertanyaan, Cassie memang jagonya. Tetapi sepertinya gadis itu melupakan satu hal, James Arthur merupakan pembaca mimik wajah yang handal. James terlihat mengernyit setelah mendengar jawaban Cassie. "Oh ya? Tetapi sepertinya aku tidak mengatakan kau berniat mengencani Tuan Holt. Kupikir kau hanya tertarik padanya, karena dia sangat ahli dalam bidang arsitektur
Setelah meminta izin pada Ralph, Cassie pergi menemui James untuk bertemu dengan kolega yang dimaksud oleh sahabatnya itu. Mereka bertemu langsung di lobby hotel Vetle Venesia, tempat Ralph dan Cassie menginap, sekaligus hotel milik keluarga Murphy. "Hi, James Arthur! What's up!" sapa Cassie pada James yang sedang berbicara dengan salah satu pegawai hotel. James menoleh setelah mendengar sapaan Cassie. Dilihatnya sosok perempuan yang berjalan anggun dengan blouse hitam lengan tiga per empat yang dipadukan loose pants berwarna krem. "Hai, aku baik. Bagaimana denganmu Nona Smeraldo?" James balik bertanya, kemudian mereka tertawa bersama. "Seperti yang kau lihat," balas Cassie seraya memeragakan gerakan melompat meski dirinya memakai heels. "Oh tidak, jangan lakukan itu, Cassie. Aku lebih menyayangkan heels Cristian Louboutin yang kau beli di musim dingin tahun lalu itu." Ungkap James yang menatap miris pada sepatu hak tinggi milik Cassie. "Tidak, ini aman. Tapi kau jahat, ka
"Cassiel?" suara Ralph yang memanggilnya, menyadarkan Cassie pada kenyataan. "Ya?" Cassie mendongak dan lagi-lagi tatapan mereka bertemu. "Ingin mencobanya denganku?" tanya Ralph sungguh-sungguh. Cassie memilin jemarinya, rasa gugup dan ragu masih menyelimuti hati dan pikirannya. "Mencoba apa?" "Menjadi kekasih sungguhan." Ucap Ralph penuh keberanian. Manik matanya tak lepas memandangi Cassie. "Bagaimana jika ..." Cassie menggantung kalimatnya, sedangkan Ralph masih setia menunggu lanjutannya. Entah mengapa, melihat Ralph yang begitu tulus membuat Cassie tak ingin melukai hati pria muda itu. Perasaan ini jelas berbeda dengan perasaannya pada James. Inikah perasaan yang dimiliki oleh ibunya? Yang menjadi buta akan segala hal buruk yang dilakukan oleh ayahnya? Yang menjadi tuli akan cacian semua orang yang ditujukan padanya? Yang selalu siap untuk berkorban dan setia kepada pasangannya. "Apakah ada hal ata
"Jadi, kita mau pergi kemana?" tanya Cassie sembari menatap Ralph dari samping. Lelaki bermarga Holt itu hanya berdeham rendah seraya mengetikkan sesuatu di ponselnya. Hal itu berlangsung beberapa saat, sampai Cassie hampir kesal menunggunya. Ketika Cassie akan membuka suaranya, Ralph sudah lebih dulu berbicara. "Hari ini kau tour guide-nya, nona." "Bagaimana, nona? Tempat apa yang akan kita kunjungi pertama?" Jovan ikut bertanya setelah Ralph selesai berbicara. Cassie mengambil napas, kemudian tersenyum. "Baiklah, akan kuperkenalkan kalian pada kampung halamanku." "Karena waktu sudah siang, kita pergi ke Grand Canal terlebih dahulu." Lanjut Cassie. Mobil Rolls Royce Phantom itu terus melaju di jalanan kota Venesia menuju sebuah destinasi wisata yang menjadi incaran utama para turis. Grand Canal adalah terusan perairan yang berada di kota Venesia. Grand Canal terkenal di seluruh dunia karena istana-istana berusia berabad-abad yang berdiri di kedua sisi air. Sebagian besar beras
"Tunggu aku di sini. Setelah rapatku selesai, ayo kita jalan-jalan! Kau jadi tour guide!" seru Ralph sebelum tubuhnya hilang di balik pintu. Cassie menyunggingkan senyumannya tatkala mengingat ucapan Ralph terakhir kali. Pria muda itu pergi setelah menyelesaikan sarapan bersama Cassie di kamar mereka. Selama dua jam setelahnya Cassie disibukan dengan kegiatan mencocokkan pakaian. Ada banyak pakaian terbuka, berhubung ini musim panas. Namun, dia sungguh tidak mau merusak suasana hati Ralph jika menggunakan pakaian terbuka. Pada akhirnya dia memilih atasan putih tulang dengan lengan balon dan memakai rok biru muda bermotif bunga-bunga. Dari semua pakaian yang dibawanya, sepertinya hanya pakaian itu yang paling aman untuknya. Sementara itu, dia juga harus menyiapkan pakaian santai untuk Ralph. Tidak mungkin kan pria itu pergi jalan-jalan dengan celana bahan dan kemeja slimfit-nya? Pilihan Cassie jatuh pada kemeja oversize lengan pendek