Aisyah merasa dirinya sangat kotor, ia membungkus tubuhnya yang polos dengan selimut. Sementara Ariel keluar dari kamar Marini karena ketakutan. Baru kali ini ia merasa takut menodai anak orang. Karena semua wanita yang di gaulinya memang sudah tidak virgin. Dan ini pertama kalinya ia mengambil keperawanan seorang gadis. Kepalanya sangat pusing, saat ia berjalan keluar tiba-tiba ia bertabrakan dengan Marini.
"Sayang, mau kemana?" tanya Marini.
"Tidak, aku ... aku, aku pergi dulu," kata Ariel terburu-buru. Ia bingung harus berkata apa. Ia hanya ingin menenangkan dirinya untuk sementara waktu. Marini bingung dengan tingkah kekasihnya. Ia baru ingat jika Aisyah hari ini datang, langsung Marini bergegas mencari Aisyah di dalam rumah.
Marini mendapati Aisyah menangis terisak-isak di kamarnya. Kamar masih gelap Marini segera menyalakan lampunya. Matanya membelalak kaget melihat Aisyah duduk berbalut selimut dalam keadaan mengenaskan. Dan bercak darah merah yang masih segar tertinggal di seprei yang tadinya berwarna putih bersih.
"Oh, tidak. Apa yang terjadi?" tanya Marini merengkuh tubuh sahabatnya yang gemetaran.
"Aku ... aku tidak tahu, seorang pencuri masuk ke dalam kamar ini lalu ... lalu ... dia memperkosaku." Aisyah tidak mampu membendung tangisnya. Kepala Marini seakan berputar ia kini tahu kenapa Ariel keluar terburu-buru. Itu berarti Ariel yang memperkosa Aisyah dalam keadaan mabuk. Marini terdiam, ia mendengarkan semua cerita Aisyah. Hatinya teriris, kenapa sahabatnya yang masih polos harus mengalami ini. Dan yang melakukannya adalah kekasihnya sendiri.
"Aku biasanya kalau tidur, lampu kumatikan. Tidak tahu ada pria masuk ke dalam kamar. Aku tidur lelap, tidak tahunya dia sudah menggerayangiku dan ... dan ... rasanya perih sekali. Marini ... apa yang harus aku bilang pada ibu, tidak mungkin aku cerita jika di kota aku di perkosa oleh orang asing tak dikenal." Aisyah memeluk erat Marini. Berderai air matanya jatuh menetesi bahu Marini.
Marini tidak tahu harus berkata apa, tidak mungkin ia mengatakan jika pelakunya adalah Ariel, sosok pria yang amat di cintainya. Memang, biasanya Ariel selalu mengajaknya berhubungan intim selepas syuting atau kalau dia sedang penat. Meskipun tidak dapat di pungkiri, jika Marini juga istri simpanan bosnya dimana tempatnya bekerja. Intinya, mereka melakukan hubungan itu suka sama suka. Marini juga tahu, ia tidak mungkin mengikat Ariel dalam ikatan pernikahan seperti orang pada umumnya. Karena ia sendiri sudah tahu siapa Ariel sebenarnya. Seorang pria yang tidak mungkin bisa setia dengan satu wanita.
"Sabar, ini musibah. Maafkan aku karena tidak datang tepat waktu. Tinggallah di sini sampai kau sembuh dan mendapatkan pekerjaan, aku juga tinggal sendirian di sini." Marini mengelus rambut panjang Aisyah yang sudah terlihat berantakan.
"Aku ... aku tidak tahu bagaimana menghadapi orang lain. Aku juga sudah malu jika bertemu dengan Kak Gilang. Cintaku hanya untuknya, tapi sekarang aku tidak lebih dari sampah!" Aisyah menghina dirinya sendiri. Ia merasa jijik dengan tubuhnya.
"Jangan berkata begitu, bagiku kau tetap Aisyah seperti dulu. Ini musibah dan bukan kehendakmu," hibur Marini.
"Tapi, siapa yang akan mau dengan gadis yang sudah ternoda seperti aku," isak Aisyah.
Marini terdiam, ia tahu memang berat bagi Aisyah seorang gadis yang berasal dari kampung yang masih polos. Sementara dirinya yang sudah lama hidup di kota entah sudah berapa kali tidur dengan pria. Ia sendiri sampai bingung menghitungnya.
"Suatu saat, kau pasti akan menemukan pria yang benar-benar mencintaimu apa adanya," lanjut Marini. Ia hanya bisa menyemangati sahabatnya. Marini tahu, tidaklah mudah membangun kepercayaan diri di saat mengalami nasib naas seperti Aisyah.
"Sekarang, aku akan membantumu ke kamar mandi," ajak Marini.
Aisyah merasa tubuhnya remuk redam, lelaki itu sangat kuat. Sayangnya ia tidak dapat mengenali wajah lelaki yang memperkosanya. Tapi, ia tidak masih ingat aromanya. Bau alkohol dan bercampur parfum maskulinnya.
"Terima kasih, tolong tinggalkan aku sendiri. Aku butuh waktu menenangkan diri," ucap Aisyah lirih.
"Baiklah, jika butuh apa-apa jangan sungkan memanggilku," kata Marini. Ia merasa bersalah atas peristiwa yang menimpa sahabatnya. Tidak seharusnya sahabatnya mendapatkan perlakuan seperti itu. Cukup dirinya saja yang sudah bobrok jangan Aisyah.
Sepeninggal Marini, Aisyah terus saja menangis di kamar mandi sambil menggosok kulitnya yang merah-merah karena ulah Ariel. Lelaki itu meninggalkan kismark di mana-mana. Bukannya hilang, malah kulitnya menjadi perih. Ia tidak tahu jika tanda merah itu akan hilang dengan sendirinya beberapa hari.
Rambut Aisyah tergerai basah ia mengguyurnya berulang kali karena merasa dirinya kotor. Tangisnya tidak kunjung berhenti. Aisyah merasa dirinya sudah tidak artinya. Kini satu hal yang di banggakannya sudah hilang.
Tubuhnya sampai menggigil kedinginan. Marini yang menunggu Aisyah di luar, merasa khawatir Aisyah tidak mau keluar dari kamar mandi. Ia pun memutuskan untuk mengetuk pintu kamar mandinya. Tak ada sahutan sama sekali, akhirnya Marini memaksa masuk. Ia kaget melihat Aisyah menyiksa dirinya di bawah kucuran air shower. Buru-buru Marini segera mematikan kran showernya.
"Kau bisa sakit jika seperti ini terus." Marini segera merengkuh tubuh Aisyah dan membalutnya dengan handuk kering.
"Biar ... biarkan saja aku sakit dan mati. Tidak ada gunanya aku hidup! Kehormatanku sudah terenggut!" teriak Aisyah.
"Iya aku tahu, ini pasti sangat berat buatmu. Tapi, bagaimana dengan ibumu. Jika ia tahu dirimu seperti ini, pasti sangat sedih," bujuk Marini.
"Tidak mudah untukku. Aku tidak berani menatap esok. Mungkin tidak akan ada yang mau menikahiku jika tahu aku bukanlah seorang perawan," isak Aisyah.
Marini dengan lembut menggiring Aisyah keluar dari kamar mandi. Ia lalu mencarikan pakaian kering di lemari. Ia tidak ingin Aisyah jatuh sakit. Hatinya juga hancur melihat penderitaan sahabatnya. Dan Ariel, mungkinkah laki-laki itu mau bertanggung jawab? Tapi, ia juga belum siap kehilangan Ariel. Marini masih sangat mencintainya.
Aisyah kini sudah lebih tenang, Marini membantu merebahkannya di atas tempat tidur. Lalu memberinya selimut hangat. Gadis itu sepertinya sudah kelelahan karena menangis.
"Istirahatlah, aku tinggal dulu," kata Marini lirih. Ia menatap kasihan pada wajah Aisyah yang tidur tapi ada guratan kesedihan di wajahnya.
Marini mengambil tasnya, ia perlu menemui Ariel untuk meminta kejelasan kenapa ia melakukan itu pada Aisyah. Meskipun hatinya sakit jika menanyakannya, tapi Aisyah juga sahabatnya.
Mobil Marini meluncur ke apartemen Ariel. Ia tidak kesulitan masuk ke dalam apartemen kekasihnya. Karena ia sudah tahu pas codenya. Ariel terlihat duduk melihat TV sambil minum minuman ringan dan makan camilan.
“BRAAK!”
Ariel kaget melihat Marini sudah berdiri di tengah pintu. Menatapnya tajam penuh dengan amarah.
"Halo sayang, kemarilah ... aku tahu kau pasti merindukanku," kata Ariel tanpa rasa bersalah. Marini berjalan mendekat ke arah Ariel. Tiba-tiba tangannya melayang ke arah pipi Ariel.
“PLAAK!”
Ariel meringis kesakitan meraba pipinya sendiri. Matanya membulat marah melihat ke arah Marini. "Kamu tahu, wajahku ini adalah aset. Berani sekali kau menamparku!" balas Ariel.
---Bersambung---
Marini berjalan mendekat ke arah Ariel. Tiba-tiba tangannya melayang ke arah pipi Ariel.“PLAAK!”Ariel meringis kesakitan meraba pipinya sendiri. Matanya membulat marah melihat ke arah Marini."Kamu tahu, wajahku ini adalah aset. Berani sekali kau menamparku!" balas Ariel."Itu pantas buatmu karena telah menodai temanku!" jawab Marini ketus."Bukan aku yang salah, dia sendiri yang tidur di kamarmu! Aku pikir dia adalah dirimu, dan kondisiku sedang mabuk jadi aku tidak bisa membedakan itu kamu atau bukan. Jadi, kau tidak bisa seenaknya menyalahkanku!" bantah Ariel. Ia membela diri jika itu bukan semata-mata kesalahannya."Tapi, jangan Aisyah. Dia gadis polos yang datang dari desa. Kau boleh berulang kali tidur denganku, tidak Aisyah. Dia berbeda!" sentak Marini.Wanita itu terduduk di sofa, ia menangis dadanya terasa sesak menghadapi kenyataan jika Ariel yang telah merenggut kehormatan sahabatnya."Lalu, apa yang ha
Aisyah bangun dari tidurnya, mentari pagi ramah menyapanya melewati ventilasi jendela. Ia beringsut turun dari ranjangnya memakai sandal rumahan. Kamar yang di tidurinya terlalu bagus buatnya. Tidak seperti tempat tidur waktu di kampung. Tapi, kasih sayang Mirna membuatnya selalu nyaman di rumah. Jika mengingat ibunya, hati Aisyah kembali sedih.Ia menatap wajahnya di cermin, kejadian kemarin masih serasa mimpi baginya. Ia menampar pipinya sendiri, wajahnya terlihat meringis kesakitan. Benar, sekarang dia di rumah Tante Gabby. Seorang wanita yang baru di kenalnya tadi malam. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Ia membukakan pintu, rupanya Tante Gabby yang datang."Tante hanya ingin bilang, kalau sudah selesai mandi turunlah ke bawah untuk sarapan," kata Tante Gabby."Baik, Tante," sahut Aisyah."Ya sudah Tante turun dulu," pamit Tante Gabby.Aisyah menganggukkan kepalanya. Ia bergegas ke kamar mandi untuk membe
Aisyah sedikit ragu berada di dalam ruangan bersama pria asing. Lelaki itu memutar tubuhnya melihat ke arah Aisyah. Gadis cantik berpakaian seksi dengan jaket yang membalut tubuhnya. Rok ketatnya yang berukuran di atas betis menunjukkan kemulusan pahanya. Aisyah menjadi salah tingkah saat Ariel memandanginya dari atas hingga ke bawah. Tatapan Ariel seakan menelanjanginya bulat-bulat.Aisyah langsung menjadi salah tingkah, ia buru-buru menutupi pahanya dengan tas yang di bawanya. Ariel tahu jika gadis yang berdiri di depannya bukanlah gadis yang berpengalaman dalam hal itu. Ia benar-benar tidak mengenali Aisyah. Perubahan penampilan Aisyah membuatnya terpana."Maaf, kata Tante Gabby Anda membutuhkan karyawan untuk bekerja di perusahaan Anda," ucap Aisyah mencoba memberanikan diri. Ia menggigit bibir bawahnya.Ariel tertawa, lelucon apa yang di buat Tante Gabby agar gadis lugu seperti Aisyah mengira dirinya akan memberinya pekerjaan."Kena
Ariel merasa seperti orang bodoh, seharusnya di hotel itu dia langsung meniduri Aisyah. Bukankah ia sudah membelinya dari Tante Gabby. Kenapa ia malahan berbasa-basi menyuruhnya bekerja sebagai make up artisnya."Terima kasih, Tuan. Hari ini di belikan banyak sekali baju-baju yang bagus buat saya," kata Aisyah membuyarkan lamunan Ariel."Hemm," jawab Ariel singkat.Mendengar jawaban Ariel yang begitu singkat membuat Aisyah menutup mulutnya lagi. Ia takut jika salah bicara dan menyinggung hati bos barunya."Ini mau kemana lagi?" tanya Aisyah."Bisa tidak kamu diam dan tidak banyak bicara," jawab Ariel dingin."Oh, maaf," kata Aisyah. Gadis itu merasa dirinya terlalu berani bertanya terus pada bosnya. Tangannya mencengkeram kuat rok yang di pakainya.Lalu lintas kota hari ini sangat macet sekali. Banyak mobil dan kendaraan besar memenuhi jalanan kota. Aisyah teringat pada Marini sahabatnya. Ia takut Marini mengkhawatirkannya. Aisyah men
"Aah, sudah ku katakan kalau urusan itu tidak bisa ya tidak bisa!" Ariel langsung mematikan ponselnya.Di tempat lain Marini kesal dengan sikap Ariel. Dari dulu ia sudah tahu jika Ariel pria brengsek, tapi ia tidak tahu jika Ariel memang pria super brengsek yang ia temui. Harus kemana ia mencari Aisyah di kota seluas Jakarta. Ia takut jika terjadi apa-apa pada Aisyah.Bunyi ponsel Marini berdering lagi, ia mengangkat telepon itu dengan malas."Ya, ada apa lagi?" tanya Marini ketus."Nak, Marini. Ini Budhe Mirna," kata penelepon di sana."Eh, iya. Maaf, Budhe saya kira temanku," kata Marini tergagap setelah mengetahui ternyata yang menelepon adalah Bu Mirna."Tidak apa-apa, sepertinya lagi kesal ya?" tanya Bu Mirna."He ... he ... he, sedikit Budhe," jawab Marini yang terlanjur malu akan sikap ketusnya."Cuma ingin menanyakan kabar Aisyah. Budhe sudah telepon tapi tidak di angkat, jadi Budhe ingin menanyakannya sama
"Aaah!" Keduanya berada pada titik klimaks hingga milik Ariel terasa terjepit di dalam. Ia lalu menarik miliknya. Dan pada saat berdiri milik Ariel juga masih menegang. Marini bangkit dari berbaringnya, ia langsung menabrakkan milik Ariel agar masuk ke dalam intinya. "Aah, kau sangat serakah Marini," desah Ariel. "Tentu saja, aku tidak suka melewatkan kesempatan emas ini," kata Marini tersenyum puas. ** Aisyah bersiap untuk ke lokasi syuting, seperti yang di katakan oleh Ariel syuting nya kali ini berada di puncak pegunungan. Aisyah sudah membawa beberapa baju tebal untuk mengatasi rasa dinginnya. Meskipun Aisyah berasal dari desa namun ia cukup cekatan mengerjakan pekerjaannya. "Hei, cantik. Kamu siapa?" sapa seorang laki-laki yang tengah duduk tak jauh dari dirinya. Aisyah merasa tidak asing melihat pria yang menyapanya, tapi ia lupa pernah melihatnya dimana. "Perkenalkan, namaku Zidan aku adalah pemeran antagonis lawan main Ariel," kata pria itu sopan. Waktu Aisyah hampir m
Acara syuting telah selesai, seperti biasa Aisyah bersiap-siap untuk pulang. Sebelum itu ia merapikan rambut lurusnya dengan sisir lalu mengikatnya agak tinggi. Kemudian ia memoleskan lipstik yang berwarna senada dengan bibirnya agar kelihatan lebih segar.“Cantik,” puji pria yang kebetulan lewat di depan Aisyah. Dia adalah lawan main Ariel.Zidan tidak bosan-bosannya mengamati wajah Aisyah.“Kok gak di jawab, kamu tidak suka aku puji?” tanya Zidan.Aisyah melirik ke arah Zidan kemudian ia menunduk lagi mengambil tasnya yang tergeletak di kursi.“Maaf, permisi saya mau lewat,” kata Aisyah. Karena jalan pintu keluar terhadang oleh Zidan.“Oh, maaf. Bagaimana kalau ku antar pulang?” tawar Zidan.Aisyah menggeleng, ia menunjuk ke arah sebuah mobil yang sudah menunggunya di tepi jalan.“Baiklah, lain kali saja kalau begitu,” kata Devan kemudian.Ia merasa sial, Ariel se
Untuk mengobati rasa penasarannya, Ariel memberanikan diri melumat bibir Aisyah ketika masih tertidur. Sialnya, ia ketagihan. Gadis itu malah membuka mulutnya sehingga Ariel bertambah liar mencium Aisyah. Mendengar suara desahan Aisyah, Ariel buru-buru melepaskan ciumannya. Ia berusaha untuk mengontrol dirinya dengan naik ke atas ranjangnya sendiri. Tanpa sadar ia mengusap bibirnya, baru kali ini Ariel mencuri ciuman seorang gadis di kala tidur. Sungguh sangat memalukan sekali baginya. ** "Mau sampai kapan kau tidur?" Suara itu berhasil membangunkan Aisyah dari tidurnya. Matanya mengerjap berulang kali melihat sosok tinggi tegap berdiri di depannya. Aisyah langsung buru-baru bangun sambil mengucek matanya yang masih mengantuk. Perlahan otaknya berputar seperti kaset. Ia baru sadar jika hari ini Ariel ada syuting pagi. Langsung saja ia berdiri dan melangkah menuju ke kamar mandi dengan muka bantalnya. Ariel hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Aisyah yang lucu. Ia mel
Marni mengajak Aisyah masuk ke dalam rumahnya. Ia tidak menyangka setelah sekian lama, Aisyah akhirnya pulang ke kampung menjenguknya. "Kebetulan, ibu masak tadi. Syukurlah kamu pulang, Nak. Ibu kangen padamu," tutur Marni. Aisyah masuk ke kamar mandi sebentar untuk membersihkan diri. Tak lama kemudian dia keluar sudah dalam keadaan segar. Aisyah duduk di kursi menunggui ibunya yang tengah sibuk membuatkan minuman hangat untuknya. "Minumlah dulu, karena bisa menghilangkan rasa letihmu." Marni menyodorkan secangkir teh hangat. "Hemm, teh buatan ibu selalu yang terbaik," puji Aisyah. Mereka berdua lalu makan bersama, hanya lauk sederhana tapi bagi Aisyah sudah membuatnya merasa nyaman. Karena baginya, masakan ibunya mengandung cinta dan kasih sayang. "Bu, ikan asin sama sambalnya enak," kata Aisyah. "Tadi, ibu hanya buat ini. Lah, makan sendirian terkadang tidak semangat Nduk," tutur Marni. Mendengar pernyataan ibunya Aisyah menjadi kasihan. Selama ini ibunya tinggal sendirian da
"Bukan tempat tongkrongan, tapi tempat makan," balas Aisyah sembari tersenyum. "Nanti gak laku dong jualanku, kalau buat nongkrong saja," imbuh Aisyah. "Duh Aisyah, tenang saja nanti teman-teman kantorku aku ajak makan di sini. Biar makin terkenal restoranmu," kata Daniel. "Makasih, ya. Aku seneng deh punya kakak seperti kamu," kata Aisyah. "Hemm, kakak ya." Daniel garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, ternyata Aisyah hanya menganggapnya seperti kakaknya. Padahal ia sudah berharap lebih dari Aisyah. Setelah cerai dari Ariel, Daniel berharap menjadi pengganti suaminya. Daniel sudah merasa cocok dengan karakter Aisyah. Baginya Aisyah adalah wanita pujaan nya. ** Keluarga Devon tengah berkumpul dan bercerita, termasuk Mariska di sana. Setelah adanya Aisyah di rumah mereka, Mariska lebih semangat. Ia merasa punya anak perempuan. Aisyah yang ramah dan suka tersenyum membuat Mariska menyayanginya. Ia berharap Aisyah menikah dengan Daniel, putra kandungnya Mariska. Aisyah datang dar
"Belikan aku baju baru, semua bajuku sudah tidak muat kupakai," keluh Marini.Ariel hanya meletakkan kartu atmnya di meja. Ia malas banyak bicara melayani permintaan Marini yang ini itu. Ia merasa Marini memang sengaja menjadikan kehamilannya sebagai alat untuk meminta banyak hal padanya."Kok hanya kartu, aku kan juga ingin di temenin beli bajunya. Biar kamu bisa milihin yang sesuai seleramu, Mas," bujuk Marini.Ariel yang hendak pergi berangkat ke lokasi syuting menghentikan langkahnya sejenak, ia lalu berbalik menghadap ke arah Marini."Dengar ya, pernikahan ini terjadi agar anak ini memiliki status di mata hukum. Jadi, kau jangan menganggap pernikahan ini seperti orang-orang lainnya yang bisa berumah tangga dengan bahagia.""Karena akal licikmu, kau memisahkan ku dari Aisyah. Kau mungkin memiliki tubuhku tapi tidak dengan hatiku," tandas Ariel.Setelah mengatakan hal itu, ia pun berlalu pergi meninggalkan Marini yang masih terbengong-bengong. Wanita itu tidak percaya Ariel tega me
Aisyah pergi menjauh dari Ariel untuk selamanya. Ia tidak lagi ada kabar beritanya, seperti hilang tertelan bumi. Dan Ariel kelimpungan mencari Aisyah kemanapun tapi tidak juga di temukannya. Semenjak kejadian itu, Marini makin gencar-gencarnya mendekati Ariel. Perutnya makin membesar, dan rasanya tidak ada alasan lagi bagi Ariel selain mempertanggung jawabkan perbuatannya.Kini Marini boleh bangga karena Ariel mempersuntingnya, meski semua itu di lakukan Ariel dengan rasa terpaksa. Di hati Ariel hanya ada Aisyah saja yang bertahta.Pernikahan mereka di gelar secara sederhana, karena Ariel sejak awal memang tidak menginginkan pernikahan itu berlangsung. Ia membuat kesepakatan pada Marini kalau bayi itu sudah lahir maka mereka akan bercerai. Pernikahan itu di buat untuk status anaknya yang akan lahir kelak. Kasihan kalau tidak memiliki status kejelasan."Mas, aku pingin makan rujak. Beliin dong," pinta Marini."Kamu kan bisa menyuruh pelayan. Aku m
"Tolong, jangan pergi!" seru Ariel. Bersamaan itu pula, hujan mengguyur bumi. Hujan begitu deras, membuat baju Aisyah basah kuyup seketika.Ariel berlari berniat melindungi Aisyah dari hujan dengan memberikannya jaket miliknya."Berhenti, tolong jangan mendekat," kata Aisyah. Matanya basah dengan air mata, basah juga dengan tetesan air hujan yang mengguyur kepalanya."Aisyh, maafkan aku...""Tolong berhenti, jangan melangkah lebih dekat lagi!""Atau aku akan membencimu selamanya!" ancam Aisyah. Wanita itu berdiri tegak di bawah derasnya air hujan yang membasahi langit. Air matanya bercampur dengan air hujan. "Aisyah, tolong jangan seperti ini. Aku bisa jelaskan semuanya," kata Ariel."Tidak ada yang perlu di jelaskan, kau menuduhku buta? Aku melihat semuanya dengan mata kepalaku sendiri!" tegas Aisyah. Ia tidak ingin hatinya rapuh dengan bujuk rayu Ariel."Cukup sudah, dari awal aku memang sudah salah melangkah. Kau sudah pernah menikahiku, dan bertanggung jawab atas pemerkosaan wakt
Pagi ini tidak seperti biasanya, pasalnya banyak yang mengantri membeli gado-gado Aisyah. Baru pukul sembilan pagi, gado-gado Aisyah sudah terjual habis. Ia juga heran berasal darimana para pelanggannya itu, soalnya beberapa di antara mereka bukan pelanggan tetapnya. Ada yang minta berswa foto bersama, mereka tampak bangga bisa foto dengan Aisyah. Aisyah tidak sadar kalau dirinya saat ini makin terkenal di sosial media. Ia memang jarang membuka ponselnya karena takut Ariel menghubunginya. Ponselnya ia biarkan mati begitu saja. Aisyah menjalani hidup tanpa ponsel.Sementara Ariel yang tengah istirahat sehabis syuting iseng-iseng membuka ponselnya. Ia kaget melihat berita viral di sosmed yang menunjukkan gambar Aisyah sebagai penjual gado-gado cantik.Ariel langsung beranjak dari tempat duduknya, ia sudah tidak mau berpikir panjang. Tekadnya sudah bulat untuk bertemu dengan Aisyah. "Mau kemana?" tanya sutradara."Aku ada perlu," jawab Ariel."Syuting sebentar lagi di lanjutkan, ingat
"Dimana kau Aisyah," gumam Ariel.Pria berwajah tampan itu akhir-akhir ini sulit untuk tidur. Ia sering memikirkan isterinya yang pergi entah kemana. Ariel sudah membayar orang untuk mencari Aisyah, tapi belum ada kabar yang menggembirakan dari orang suruhannya.Di sela-sela jadwal syutingnya yang padat, dia juga sering menyempatkan diri untuk mencari keberadaan Aisyah. Baginya, Aisyah seperti di telan bumi. Hilang tanpa jejak.Hal itu membuat Ariel kurang bersemangat, ia menjalankan ritinitas pekerjaannya serasa membosankan tanpa kehadiran Aisyah. Aisyah adalah penghilang dahaganya di oase. Tapi penghilang dahaga itu telah pergi meninggalkannya. Rasa bersalah terus saja menghantui hatinya. Ia sadar sudah melukai hati Aisyah terlalu dalam. Lamunan Ariel buyar manakala ponselnya menyala. Bukan telepon yang masuk melainkan notifikasi pesan dari Marini. Ia kesal mengapa wanita itu terus mengganggunya. Dengan malas ia membuka pesan dari Marini. Wanita itu mengirimkan gambar tespek bergar
"Akhirnya kau datang juga," kata Marini. Ariel tidak menggubris perkataan Marini. Ia langsung membuka pintu mobilnya tanpa banyak kata."Masuk!"Marini berjalan melanggang masuk ke dalam mobil Ariel. Lelaki itu mulai menyetir mobilnya, entah kemana Ariel membawa Marini pergi. Marini tersenyum melihat wajah tampan pria yang duduk di sampingnya. Pria yang selalu membuatnya jatuh cinta sepanjang waktu."Apa kita mau ke hotel?" tanya Marini percaya diri. "Tidak, ke neraka!" Ariel semakin mempercepat laju mobilnya membuat wajah Marini pias. Ia takut kalau Ariel akan membuktikan ucapannya."Jangan main-main, aku tidak mau mati sekarang!" teriak Marini. "Kau sudah membuatku terpisah dengan orang yang aku cintai, apa bedanya kematian bagiku," ancam Ariel."Tidak, aku tidak mau mati!""Tolong hentikan mobilnya! Aku tidak mau mati bersamamu!" teriak Marini."Hahaha, kau takut mati juga!""Katamu, kau cinta mati padaku. Tapi tidak mau mati bersamaku. Cintamu omong kosong!" ledek Ariel."Sekara
Ariel melihat Wildan di lokasi syuting sendirian tanpa Aisyah. Itu berarti Aisyah kemarin tidak pergi bersama Wildan. Lalu kemana Aisyah sebenarnya, mengapa pergi tiba-tiba tanpa meninggalkan pesan. Apakah ada sesuatu yang terjadi dengan ibunya sehingga dia buru-buru pulang? Berbagai spekulasi muncul dalam benak Ariel. Namun ia belum menemukan jawaban yang benar, semua itu hanya perkiraannya saja.Syuting berjalan agak alot tidak seperti biasanya, karena Ariel selalu saja salah memerankan adegan tokohnya. Ia cenderung suka melamun tidak seperti biasanya. Hingga Sang Sutradara sering marah dan tidak sabaran dengan ulah Ariel."Kita sedang kejar tayang, kalau kamu punya masalah pribadi aku harap tidak usah kamu bawa-bawa dalam peranmu," kata Sutradara lirih sembari menepuk pundak Ariel. Wildan juga terlihat galau, ia penasaran apa yang terjadi dengan Aisyah mengapa tiba-tiba tidak mau bekerja padanya lagi. Apakah ada kesalahan yang pernah di perbuatnya hingga Aisyah tidak kerasan beker