Marini berjalan mendekat ke arah Ariel. Tiba-tiba tangannya melayang ke arah pipi Ariel.
“PLAAK!”
Ariel meringis kesakitan meraba pipinya sendiri. Matanya membulat marah melihat ke arah Marini.
"Kamu tahu, wajahku ini adalah aset. Berani sekali kau menamparku!" balas Ariel.
"Itu pantas buatmu karena telah menodai temanku!" jawab Marini ketus.
"Bukan aku yang salah, dia sendiri yang tidur di kamarmu! Aku pikir dia adalah dirimu, dan kondisiku sedang mabuk jadi aku tidak bisa membedakan itu kamu atau bukan. Jadi, kau tidak bisa seenaknya menyalahkanku!" bantah Ariel. Ia membela diri jika itu bukan semata-mata kesalahannya.
"Tapi, jangan Aisyah. Dia gadis polos yang datang dari desa. Kau boleh berulang kali tidur denganku, tidak Aisyah. Dia berbeda!" sentak Marini.
Wanita itu terduduk di sofa, ia menangis dadanya terasa sesak menghadapi kenyataan jika Ariel yang telah merenggut kehormatan sahabatnya.
"Lalu, apa yang harus aku lakukan?" tanya Ariel.
"Nikahi dia," pinta Marini.
"Aku tidak mau. Karirku bisa hancur jika aku menikahi gadis desa yang tidak jelas asal usulnya," tolak Ariel.
"Kau ... kau memang brengsek!" umpat Marini.
"Dari dulu kau sudah tahu jika aku brengsek, kenapa masih mau denganku," ucap Ariel.
"Karena kita sama-sama brengsek, tapi Aisyah tidak. Dia tidak pantas menerima ini," kata Marini. Ia mengusap air matanya sendiri.
"Jika kau memaksaku untuk bertanggung jawab, itu sama saja menghancurkan karirku. Dan, aku tidak mau itu terjadi," jawab Ariel.
"Lalu, bagaimana jika Aisyah hamil, apa kau akan membuang anakmu sendiri?" tanya Marini.
"Tidak mungkin dia hamil begitu mudah, aku hanya melakukannya satu kali saja," kilah Ariel.
"Terserah, aku harap jika dia kelak hamil kau tidak lari dari tanggung jawab!" peringat Marini.
"Apa kau ke sini memang berniat untuk menghakimiku, kenapa kita tidak bersenang-senang, sayang," rangkul Ariel.
Marini mengedikkan bahunya. "Aku lagi kurang berselera hari ini. Kau tahu kenapa? Itu karena ulahmu," kata Marini.
"Ya, ya ... maafkan aku, sayang. Aku tidak menyangka kejadiannya akan seperti ini," kata Ariel. Lelaki itu melingkarkan kedua tangannya di pinggang seksi Marini. Wanita itu melepaskan kedua tangan Ariel dengan paksa.
"Aku harus pergi, kasihan Aisyah jika ku tinggal lama-lama. Ia masih trauma," kata Marini.
DEG!
Hati Ariel merasakan getaran aneh saat Marini mengatakan jika gadis yang di nodainya mengalami trauma. Biasanya para gadis yang pernah di tidurinya malah senang bisa berkencan dengannya. Tapi lain halnya dengan teman Marini. Seolah menganggap Ariel adalah sosok najis.
Marini keluar dari apartemen Ariel. Ia harus membeli obat-obatan dan makanan untuk Aisyah. Meskipun Marini bukanlah gadis baik-baik tapi terhadap Aisyah ia sangat menyayanginya. Dulu ketika di sekolah, Marini sangat iri melihat kecantikan Aisyah. Banyak teman sebayanya yang jatuh hati pada Aisyah. Sayangnya, Aisyah tidak mempedulikan soal laki-laki. Ia adalah anak penurut yang tujuannya hanya belajar di sekolah untuk meraih prestasi. Terbukti Aisyah sering mendapatkan peringkat pertama dan juara ketika perlombaan mewakili sekolah.
Lamunan Marini buyar ketika seorang kasir menyapanya. Ia langsung mengeluarkan beberapa uang lembaran untuk membayar belanjaannya.
Sesampainya di rumah Marini mengendap-endap masuk ke kamarnya untuk melihat keadaan Aisyah. Matanya menyebar melihat ke segala arah, tidak ada yang terbaring di sana. Marini kaget, ia melihat sepucuk surat di atas tempat tidur Marini.
"Marini, maafkan aku karena pergi dengan cara seperti ini. Tapi, aku tidak mungkin tinggal di rumah yang mengingatkan aku akan kejadian itu. Aku tidak bisa. Tidak usah mencariku, aku masih punya sedikit uang untuk mencari kosan," isi surat itu.
Marini terduduk lemas, kresek yang berisi obat-obatan yang ia pegang bergulir jatuh ke lantai. Ia tidak tahu harus bagaimana, dalam kondisi selemah itu, bagaimana Aisyah akan mencari kosan. Marini segera bangkit dari duduknya, ia mencari-cari sesuatu di dalam tas kecilnya. Satu-satunya hal yang di pikirkannya saat ini adalah menelepon gadis itu.
"Aah, ayolah Aisyah angkat. Kenapa kau tidak mau mengangkat teleponku," kata Marini cemas. Ia takut jika Aisyah bertemu dengan orang jahat dan memanfaatkannya. Apa yang harus ia katakan pada bibi Mirna mengenai putrinya?
Di dalam taksi Aisyah tidak berhenti menangis, lagi-lagi ia membawa tas yang berisi pakaiannya. Ia memang tidak mau tinggal di kontrakan Marini. Melihat kamar itu saja, hatinya terasa perih. Semua kejadian buruk yang menimpanya seakan terlihat jelas di depan matanya. Bagaimana ia bisa bertahan tinggal di sana? Aisyah memang tidak tahu ia harus kemana. Yang di pikirkannya hanya satu yaitu menjauh dari semuanya.
Aisyah juga malu pada Marini. Ia ingin memulai lembaran baru dimana tidak ada seorang pun yang mengenalinya. Mengenal masa lalunya yang pahit.
"Pak, apa bapak tahu di mana letak kosan yang murah?" tanya Aisyah.
Sopir itu tersenyum misterius. Melihat wajah Aisyah yang cantik alami terlintas ide di benaknya.
"Iya, saya tahu. Kebetulan teman saya punya kosan khusus wanita," kata sopir.
"Kebetulan sekali, tapi harganya bagaimana, Pak?" tanya Aisyah. Ia juga harus menyesuaikan uang yang di milikinya.
"Murah kok, Non. Bisa di nego," jawab sopirnya.
"Syukurlah," kata Aisyah bernafas lega.
"Tolong antar sekarang ya, Pak," pinta Aisyah.
"Siap, Non," jawab sopirnya.
Mobil taksi itu berhenti di sebuah rumah yang cukup besar untuk ukuran kosan. Aisyah sempat tidak percaya jika rumah di depannya adalah kos-kosan.
"Benar ini rumahnya? Kok tidak seperti kos-kosan?" tanya Aisyah.
"Kos-kosan di Jakarta memang seperti ini, Non. Rumahnya besar-besar," kata sopir.
"Non, tunggu di sini dulu, biar saya temui teman saya. Barangkali bisa saya nego," kata sopirnya.
"Baik, Pak. Terima kasih sebelumnya," jawab Aisyah.
"Sama-sama, Non."
Sopir itu masuk ke dalam rumah itu. Di dalam ia tampak berbicara empat mata pada pemilik rumahnya. Mereka saling berjabat tangan, tak lama kemudian sopir itu keluar untuk menemui Aisyah.
"Sudah beres, Non. Sekarang masuklah, pemilik kosan mengatakan masih ada satu kamar lagi yang kosong. Harganya juga murah, jadi Non tidak perlu khawatir," ucap sopirnya.
"Sekali lagi terima kasih, Pak. Saya akan masuk ke dalam sana," kata Aisyah.
Aisyah mengeluarkan tas pakaiannya dari dalam mobil. Ia mulai memasuki pagar rumah yang sudah terbuka itu. Seorang wanita paruh baya berdandan cukup menor menyambut hangat kedatangan Aisyah.
"Kamu pasti gadis yang di bilang Pak Maman tadi."
"Perkenalkan, namaku Gabby. Panggil saja Tante Gabby," jelas wanita paruh baya itu.
"Saya Aisyah, Tante," kata Aisyah. Ia mengulurkan tangannya pada Tante Gabby.
"Oh, ya Aisyah aku tunjukkan kamarmu. Hari sudah sangat malam, kamu pasti sangat lelah,” kata Tante Gabby.
---Bersambung---Aisyah bangun dari tidurnya, mentari pagi ramah menyapanya melewati ventilasi jendela. Ia beringsut turun dari ranjangnya memakai sandal rumahan. Kamar yang di tidurinya terlalu bagus buatnya. Tidak seperti tempat tidur waktu di kampung. Tapi, kasih sayang Mirna membuatnya selalu nyaman di rumah. Jika mengingat ibunya, hati Aisyah kembali sedih.Ia menatap wajahnya di cermin, kejadian kemarin masih serasa mimpi baginya. Ia menampar pipinya sendiri, wajahnya terlihat meringis kesakitan. Benar, sekarang dia di rumah Tante Gabby. Seorang wanita yang baru di kenalnya tadi malam. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Ia membukakan pintu, rupanya Tante Gabby yang datang."Tante hanya ingin bilang, kalau sudah selesai mandi turunlah ke bawah untuk sarapan," kata Tante Gabby."Baik, Tante," sahut Aisyah."Ya sudah Tante turun dulu," pamit Tante Gabby.Aisyah menganggukkan kepalanya. Ia bergegas ke kamar mandi untuk membe
Aisyah sedikit ragu berada di dalam ruangan bersama pria asing. Lelaki itu memutar tubuhnya melihat ke arah Aisyah. Gadis cantik berpakaian seksi dengan jaket yang membalut tubuhnya. Rok ketatnya yang berukuran di atas betis menunjukkan kemulusan pahanya. Aisyah menjadi salah tingkah saat Ariel memandanginya dari atas hingga ke bawah. Tatapan Ariel seakan menelanjanginya bulat-bulat.Aisyah langsung menjadi salah tingkah, ia buru-buru menutupi pahanya dengan tas yang di bawanya. Ariel tahu jika gadis yang berdiri di depannya bukanlah gadis yang berpengalaman dalam hal itu. Ia benar-benar tidak mengenali Aisyah. Perubahan penampilan Aisyah membuatnya terpana."Maaf, kata Tante Gabby Anda membutuhkan karyawan untuk bekerja di perusahaan Anda," ucap Aisyah mencoba memberanikan diri. Ia menggigit bibir bawahnya.Ariel tertawa, lelucon apa yang di buat Tante Gabby agar gadis lugu seperti Aisyah mengira dirinya akan memberinya pekerjaan."Kena
Ariel merasa seperti orang bodoh, seharusnya di hotel itu dia langsung meniduri Aisyah. Bukankah ia sudah membelinya dari Tante Gabby. Kenapa ia malahan berbasa-basi menyuruhnya bekerja sebagai make up artisnya."Terima kasih, Tuan. Hari ini di belikan banyak sekali baju-baju yang bagus buat saya," kata Aisyah membuyarkan lamunan Ariel."Hemm," jawab Ariel singkat.Mendengar jawaban Ariel yang begitu singkat membuat Aisyah menutup mulutnya lagi. Ia takut jika salah bicara dan menyinggung hati bos barunya."Ini mau kemana lagi?" tanya Aisyah."Bisa tidak kamu diam dan tidak banyak bicara," jawab Ariel dingin."Oh, maaf," kata Aisyah. Gadis itu merasa dirinya terlalu berani bertanya terus pada bosnya. Tangannya mencengkeram kuat rok yang di pakainya.Lalu lintas kota hari ini sangat macet sekali. Banyak mobil dan kendaraan besar memenuhi jalanan kota. Aisyah teringat pada Marini sahabatnya. Ia takut Marini mengkhawatirkannya. Aisyah men
"Aah, sudah ku katakan kalau urusan itu tidak bisa ya tidak bisa!" Ariel langsung mematikan ponselnya.Di tempat lain Marini kesal dengan sikap Ariel. Dari dulu ia sudah tahu jika Ariel pria brengsek, tapi ia tidak tahu jika Ariel memang pria super brengsek yang ia temui. Harus kemana ia mencari Aisyah di kota seluas Jakarta. Ia takut jika terjadi apa-apa pada Aisyah.Bunyi ponsel Marini berdering lagi, ia mengangkat telepon itu dengan malas."Ya, ada apa lagi?" tanya Marini ketus."Nak, Marini. Ini Budhe Mirna," kata penelepon di sana."Eh, iya. Maaf, Budhe saya kira temanku," kata Marini tergagap setelah mengetahui ternyata yang menelepon adalah Bu Mirna."Tidak apa-apa, sepertinya lagi kesal ya?" tanya Bu Mirna."He ... he ... he, sedikit Budhe," jawab Marini yang terlanjur malu akan sikap ketusnya."Cuma ingin menanyakan kabar Aisyah. Budhe sudah telepon tapi tidak di angkat, jadi Budhe ingin menanyakannya sama
"Aaah!" Keduanya berada pada titik klimaks hingga milik Ariel terasa terjepit di dalam. Ia lalu menarik miliknya. Dan pada saat berdiri milik Ariel juga masih menegang. Marini bangkit dari berbaringnya, ia langsung menabrakkan milik Ariel agar masuk ke dalam intinya. "Aah, kau sangat serakah Marini," desah Ariel. "Tentu saja, aku tidak suka melewatkan kesempatan emas ini," kata Marini tersenyum puas. ** Aisyah bersiap untuk ke lokasi syuting, seperti yang di katakan oleh Ariel syuting nya kali ini berada di puncak pegunungan. Aisyah sudah membawa beberapa baju tebal untuk mengatasi rasa dinginnya. Meskipun Aisyah berasal dari desa namun ia cukup cekatan mengerjakan pekerjaannya. "Hei, cantik. Kamu siapa?" sapa seorang laki-laki yang tengah duduk tak jauh dari dirinya. Aisyah merasa tidak asing melihat pria yang menyapanya, tapi ia lupa pernah melihatnya dimana. "Perkenalkan, namaku Zidan aku adalah pemeran antagonis lawan main Ariel," kata pria itu sopan. Waktu Aisyah hampir m
Acara syuting telah selesai, seperti biasa Aisyah bersiap-siap untuk pulang. Sebelum itu ia merapikan rambut lurusnya dengan sisir lalu mengikatnya agak tinggi. Kemudian ia memoleskan lipstik yang berwarna senada dengan bibirnya agar kelihatan lebih segar.“Cantik,” puji pria yang kebetulan lewat di depan Aisyah. Dia adalah lawan main Ariel.Zidan tidak bosan-bosannya mengamati wajah Aisyah.“Kok gak di jawab, kamu tidak suka aku puji?” tanya Zidan.Aisyah melirik ke arah Zidan kemudian ia menunduk lagi mengambil tasnya yang tergeletak di kursi.“Maaf, permisi saya mau lewat,” kata Aisyah. Karena jalan pintu keluar terhadang oleh Zidan.“Oh, maaf. Bagaimana kalau ku antar pulang?” tawar Zidan.Aisyah menggeleng, ia menunjuk ke arah sebuah mobil yang sudah menunggunya di tepi jalan.“Baiklah, lain kali saja kalau begitu,” kata Devan kemudian.Ia merasa sial, Ariel se
Untuk mengobati rasa penasarannya, Ariel memberanikan diri melumat bibir Aisyah ketika masih tertidur. Sialnya, ia ketagihan. Gadis itu malah membuka mulutnya sehingga Ariel bertambah liar mencium Aisyah. Mendengar suara desahan Aisyah, Ariel buru-buru melepaskan ciumannya. Ia berusaha untuk mengontrol dirinya dengan naik ke atas ranjangnya sendiri. Tanpa sadar ia mengusap bibirnya, baru kali ini Ariel mencuri ciuman seorang gadis di kala tidur. Sungguh sangat memalukan sekali baginya. ** "Mau sampai kapan kau tidur?" Suara itu berhasil membangunkan Aisyah dari tidurnya. Matanya mengerjap berulang kali melihat sosok tinggi tegap berdiri di depannya. Aisyah langsung buru-baru bangun sambil mengucek matanya yang masih mengantuk. Perlahan otaknya berputar seperti kaset. Ia baru sadar jika hari ini Ariel ada syuting pagi. Langsung saja ia berdiri dan melangkah menuju ke kamar mandi dengan muka bantalnya. Ariel hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Aisyah yang lucu. Ia mel
"Dimana lokasi syutingmu, apa aku bisa kesana sekarang?" tanya Marini. Sudah lama ia tidak bertemu Ariel. Kesibukan Ariel dan pekerjaan mereka yang berbeda tempat membuat mereka berpisah. "Tidak usah, nanti kalau syutingnya sudah selesai aku yang akan menemuimu," jawab Ariel. "Kapan itu?" tanya Marini "Mungkin seminggu lagi." "Seminggu lagi? Aku tidak tahan kalau selama itu," jawab Marini. "Di sini lokasinya sulit, lebih baik kau menungguku di Jakarta," kata Ariel. "Kau tidak sedang mengusirku, kan?" selidik Marini. "Mengapa kau berpikiran begitu?" tanya Ariel. "Ya, aneh saja karena kau bisa betah selama itu tidak bertemu denganku," keluh Marini. "Sudahlah, jangan berpikiran yang tidak-tidak. Aku akan kembali syuting," tutup Ariel. Marini tidak percaya dengan perkataan Ariel. Selepas kerja ia akan mencari informasi dimana kekasihnya itu syuting. Dulu jika Marini menyusul ke tempat kerjanya ia sangat senang sekali. Karena setelah lelah bekerja mereka bisa saling memuaskan ha
Marni mengajak Aisyah masuk ke dalam rumahnya. Ia tidak menyangka setelah sekian lama, Aisyah akhirnya pulang ke kampung menjenguknya. "Kebetulan, ibu masak tadi. Syukurlah kamu pulang, Nak. Ibu kangen padamu," tutur Marni. Aisyah masuk ke kamar mandi sebentar untuk membersihkan diri. Tak lama kemudian dia keluar sudah dalam keadaan segar. Aisyah duduk di kursi menunggui ibunya yang tengah sibuk membuatkan minuman hangat untuknya. "Minumlah dulu, karena bisa menghilangkan rasa letihmu." Marni menyodorkan secangkir teh hangat. "Hemm, teh buatan ibu selalu yang terbaik," puji Aisyah. Mereka berdua lalu makan bersama, hanya lauk sederhana tapi bagi Aisyah sudah membuatnya merasa nyaman. Karena baginya, masakan ibunya mengandung cinta dan kasih sayang. "Bu, ikan asin sama sambalnya enak," kata Aisyah. "Tadi, ibu hanya buat ini. Lah, makan sendirian terkadang tidak semangat Nduk," tutur Marni. Mendengar pernyataan ibunya Aisyah menjadi kasihan. Selama ini ibunya tinggal sendirian da
"Bukan tempat tongkrongan, tapi tempat makan," balas Aisyah sembari tersenyum. "Nanti gak laku dong jualanku, kalau buat nongkrong saja," imbuh Aisyah. "Duh Aisyah, tenang saja nanti teman-teman kantorku aku ajak makan di sini. Biar makin terkenal restoranmu," kata Daniel. "Makasih, ya. Aku seneng deh punya kakak seperti kamu," kata Aisyah. "Hemm, kakak ya." Daniel garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, ternyata Aisyah hanya menganggapnya seperti kakaknya. Padahal ia sudah berharap lebih dari Aisyah. Setelah cerai dari Ariel, Daniel berharap menjadi pengganti suaminya. Daniel sudah merasa cocok dengan karakter Aisyah. Baginya Aisyah adalah wanita pujaan nya. ** Keluarga Devon tengah berkumpul dan bercerita, termasuk Mariska di sana. Setelah adanya Aisyah di rumah mereka, Mariska lebih semangat. Ia merasa punya anak perempuan. Aisyah yang ramah dan suka tersenyum membuat Mariska menyayanginya. Ia berharap Aisyah menikah dengan Daniel, putra kandungnya Mariska. Aisyah datang dar
"Belikan aku baju baru, semua bajuku sudah tidak muat kupakai," keluh Marini.Ariel hanya meletakkan kartu atmnya di meja. Ia malas banyak bicara melayani permintaan Marini yang ini itu. Ia merasa Marini memang sengaja menjadikan kehamilannya sebagai alat untuk meminta banyak hal padanya."Kok hanya kartu, aku kan juga ingin di temenin beli bajunya. Biar kamu bisa milihin yang sesuai seleramu, Mas," bujuk Marini.Ariel yang hendak pergi berangkat ke lokasi syuting menghentikan langkahnya sejenak, ia lalu berbalik menghadap ke arah Marini."Dengar ya, pernikahan ini terjadi agar anak ini memiliki status di mata hukum. Jadi, kau jangan menganggap pernikahan ini seperti orang-orang lainnya yang bisa berumah tangga dengan bahagia.""Karena akal licikmu, kau memisahkan ku dari Aisyah. Kau mungkin memiliki tubuhku tapi tidak dengan hatiku," tandas Ariel.Setelah mengatakan hal itu, ia pun berlalu pergi meninggalkan Marini yang masih terbengong-bengong. Wanita itu tidak percaya Ariel tega me
Aisyah pergi menjauh dari Ariel untuk selamanya. Ia tidak lagi ada kabar beritanya, seperti hilang tertelan bumi. Dan Ariel kelimpungan mencari Aisyah kemanapun tapi tidak juga di temukannya. Semenjak kejadian itu, Marini makin gencar-gencarnya mendekati Ariel. Perutnya makin membesar, dan rasanya tidak ada alasan lagi bagi Ariel selain mempertanggung jawabkan perbuatannya.Kini Marini boleh bangga karena Ariel mempersuntingnya, meski semua itu di lakukan Ariel dengan rasa terpaksa. Di hati Ariel hanya ada Aisyah saja yang bertahta.Pernikahan mereka di gelar secara sederhana, karena Ariel sejak awal memang tidak menginginkan pernikahan itu berlangsung. Ia membuat kesepakatan pada Marini kalau bayi itu sudah lahir maka mereka akan bercerai. Pernikahan itu di buat untuk status anaknya yang akan lahir kelak. Kasihan kalau tidak memiliki status kejelasan."Mas, aku pingin makan rujak. Beliin dong," pinta Marini."Kamu kan bisa menyuruh pelayan. Aku m
"Tolong, jangan pergi!" seru Ariel. Bersamaan itu pula, hujan mengguyur bumi. Hujan begitu deras, membuat baju Aisyah basah kuyup seketika.Ariel berlari berniat melindungi Aisyah dari hujan dengan memberikannya jaket miliknya."Berhenti, tolong jangan mendekat," kata Aisyah. Matanya basah dengan air mata, basah juga dengan tetesan air hujan yang mengguyur kepalanya."Aisyh, maafkan aku...""Tolong berhenti, jangan melangkah lebih dekat lagi!""Atau aku akan membencimu selamanya!" ancam Aisyah. Wanita itu berdiri tegak di bawah derasnya air hujan yang membasahi langit. Air matanya bercampur dengan air hujan. "Aisyah, tolong jangan seperti ini. Aku bisa jelaskan semuanya," kata Ariel."Tidak ada yang perlu di jelaskan, kau menuduhku buta? Aku melihat semuanya dengan mata kepalaku sendiri!" tegas Aisyah. Ia tidak ingin hatinya rapuh dengan bujuk rayu Ariel."Cukup sudah, dari awal aku memang sudah salah melangkah. Kau sudah pernah menikahiku, dan bertanggung jawab atas pemerkosaan wakt
Pagi ini tidak seperti biasanya, pasalnya banyak yang mengantri membeli gado-gado Aisyah. Baru pukul sembilan pagi, gado-gado Aisyah sudah terjual habis. Ia juga heran berasal darimana para pelanggannya itu, soalnya beberapa di antara mereka bukan pelanggan tetapnya. Ada yang minta berswa foto bersama, mereka tampak bangga bisa foto dengan Aisyah. Aisyah tidak sadar kalau dirinya saat ini makin terkenal di sosial media. Ia memang jarang membuka ponselnya karena takut Ariel menghubunginya. Ponselnya ia biarkan mati begitu saja. Aisyah menjalani hidup tanpa ponsel.Sementara Ariel yang tengah istirahat sehabis syuting iseng-iseng membuka ponselnya. Ia kaget melihat berita viral di sosmed yang menunjukkan gambar Aisyah sebagai penjual gado-gado cantik.Ariel langsung beranjak dari tempat duduknya, ia sudah tidak mau berpikir panjang. Tekadnya sudah bulat untuk bertemu dengan Aisyah. "Mau kemana?" tanya sutradara."Aku ada perlu," jawab Ariel."Syuting sebentar lagi di lanjutkan, ingat
"Dimana kau Aisyah," gumam Ariel.Pria berwajah tampan itu akhir-akhir ini sulit untuk tidur. Ia sering memikirkan isterinya yang pergi entah kemana. Ariel sudah membayar orang untuk mencari Aisyah, tapi belum ada kabar yang menggembirakan dari orang suruhannya.Di sela-sela jadwal syutingnya yang padat, dia juga sering menyempatkan diri untuk mencari keberadaan Aisyah. Baginya, Aisyah seperti di telan bumi. Hilang tanpa jejak.Hal itu membuat Ariel kurang bersemangat, ia menjalankan ritinitas pekerjaannya serasa membosankan tanpa kehadiran Aisyah. Aisyah adalah penghilang dahaganya di oase. Tapi penghilang dahaga itu telah pergi meninggalkannya. Rasa bersalah terus saja menghantui hatinya. Ia sadar sudah melukai hati Aisyah terlalu dalam. Lamunan Ariel buyar manakala ponselnya menyala. Bukan telepon yang masuk melainkan notifikasi pesan dari Marini. Ia kesal mengapa wanita itu terus mengganggunya. Dengan malas ia membuka pesan dari Marini. Wanita itu mengirimkan gambar tespek bergar
"Akhirnya kau datang juga," kata Marini. Ariel tidak menggubris perkataan Marini. Ia langsung membuka pintu mobilnya tanpa banyak kata."Masuk!"Marini berjalan melanggang masuk ke dalam mobil Ariel. Lelaki itu mulai menyetir mobilnya, entah kemana Ariel membawa Marini pergi. Marini tersenyum melihat wajah tampan pria yang duduk di sampingnya. Pria yang selalu membuatnya jatuh cinta sepanjang waktu."Apa kita mau ke hotel?" tanya Marini percaya diri. "Tidak, ke neraka!" Ariel semakin mempercepat laju mobilnya membuat wajah Marini pias. Ia takut kalau Ariel akan membuktikan ucapannya."Jangan main-main, aku tidak mau mati sekarang!" teriak Marini. "Kau sudah membuatku terpisah dengan orang yang aku cintai, apa bedanya kematian bagiku," ancam Ariel."Tidak, aku tidak mau mati!""Tolong hentikan mobilnya! Aku tidak mau mati bersamamu!" teriak Marini."Hahaha, kau takut mati juga!""Katamu, kau cinta mati padaku. Tapi tidak mau mati bersamaku. Cintamu omong kosong!" ledek Ariel."Sekara
Ariel melihat Wildan di lokasi syuting sendirian tanpa Aisyah. Itu berarti Aisyah kemarin tidak pergi bersama Wildan. Lalu kemana Aisyah sebenarnya, mengapa pergi tiba-tiba tanpa meninggalkan pesan. Apakah ada sesuatu yang terjadi dengan ibunya sehingga dia buru-buru pulang? Berbagai spekulasi muncul dalam benak Ariel. Namun ia belum menemukan jawaban yang benar, semua itu hanya perkiraannya saja.Syuting berjalan agak alot tidak seperti biasanya, karena Ariel selalu saja salah memerankan adegan tokohnya. Ia cenderung suka melamun tidak seperti biasanya. Hingga Sang Sutradara sering marah dan tidak sabaran dengan ulah Ariel."Kita sedang kejar tayang, kalau kamu punya masalah pribadi aku harap tidak usah kamu bawa-bawa dalam peranmu," kata Sutradara lirih sembari menepuk pundak Ariel. Wildan juga terlihat galau, ia penasaran apa yang terjadi dengan Aisyah mengapa tiba-tiba tidak mau bekerja padanya lagi. Apakah ada kesalahan yang pernah di perbuatnya hingga Aisyah tidak kerasan beker