Terima kasih sudah membaca dan mengikuti novel ini... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3
Elvin ingin menyempatkan diri mengunjungi Jessica sebelum kembali ke ruangan Rosana Briel. Karena itu ia memilih lift berbeda dari yang tadi ia gunakan. Sementara berada dalam lift, Elvin mengingat kembali apa yang Anna ceritakan tentang masa lalu ayahnya, yang terdengar sangat nyata tanpa adanya kebohongan yang dikarang-karang. Mengingat bagaimana ekspresi Sherly yang tampak sedih sementara Anna bercerita, keyakinannya pada keaslian cerita itu pun semakin menguat, padahal ia hampir mengira jika ada sebuah keajaiban yang sedang terjadi pada diri Anna dan Jessica. Elvin menebak, ada kemungkinan jiwa Anna dan Jessica telah tertukar saat mereka pingsan setelah mengalami kecelakaan. Baik sifat, cara bicara, dan pilihan kata-kata Anna dalam berbicara yang sangat mirip dengan Jessica membuat Elvin meyakini apa yang dipikirkannya itu. Belum lagi terlalu kebetulan sekali melihat Anna menguasai beladiri, padahal setahunya —dari penyelidikan asisten pribadinya— ‘Anna’ tidak pernah berlatih be
Terlalu fokus pada kata-kata Rudolf Wright yang masih terngiang dalam benaknya, Elvin agak kaget setelah menyadari kehadiran Anna dan Sherly di dekatnya. Namun ia segera mengatur emosinya dan dapat bersikap normal kembali hanya selang beberapa detik kemudian. “Ingin menjenguk adikku?” tebak Elvin setelah melihat Anna menunjuk pintu ruangan Jessica pada Sherly. Anna menoleh dan memicingkan mata padanya, sebenarnya agak tidak suka tiap kali mendengar kata ‘adik’ yang merujuk pada dirinya yang belakangan selalu Elvin ucapkan. Tapi —karena sedang berada dalam tubuh ‘Anna’— ia selalu berusaha mengabaikan rasa tidak suka itu sama seperti yang dilakukannya sekarang. “Ya,” sahut Anna sambil mengangguk ringan. “Adikku ingin menjenguk Nona Wright. Boleh, kan?” Elvin menatap keduanya bergantian sebelum akhirnya mengangguk dan meminta pengawal pribadi Jessica membukakan pintu bagi mereka. Dengan ditemani Elvin, Anna dan Sherly akhirnya masuk ke dalam ruangan. Sherly melirik pada Anna dan Elv
“Tidak masalah,” sahut Elvin. Nada bicaranya agak tegas, selaras dengan sorot matanya yang sedang memerhatikan keadaan di sekitar mereka seperti hendak mengawasi sesuatu saat mereka melintasi jalan penghubung antar dua gedung yang sedang dilalui banyak orang —para keluarga pasien dan para perawat. “Kudengar tadi kau ribut-ribut dengan Paman itu. Apa karena itu kau memperketat penjagaan di sana?” Pertanyaan itu membuat Elvin menoleh padanya sebentar, sebelum kembali memerhatikan para pejalan kaki yang hendak melintasi mereka dari arah berlawanan. “Anggap saja begitu,” sahutnya setelah diam agak lama, seperti sedang mempertimbangkan jawaban yang ingin diberikan. ‘Sepertinya posisinya benar-benar sedang terancam oleh Paman Rudolf. Ah… biarlah. Kondisiku juga sedang tidak menguntungkan.’ Rosana Briel yang sudah bangun saat mereka tiba di ruang rawat inapnya, langsung menangis saat melihat kedua putrinya datang. Hanya dengan tangisan dan kata maaf yang berulang kali diucapkannya, Anna
“Aku tidak memiliki bukti khusus,” sahut Anna lemah. Mendengar jawaban yang mirip sebuah keluhan itu, tanpa sadar Elvin memalingkan wajah ke jendela di sisi terdekatnya, tidak ingin Anna menyadari ekspresi kecewa yang ia rasa pasti tergambar jelas di wajahnya. Tapi Elvin sedikit terlambat. Apa yang ia lakukan —walau dilakukannya secepat mungkin agar Anna tidak menyadarinya— sebenarnya sempat terlihat oleh Anna. ‘Dia tampak kecewa. Apa itu benar? Apa dia sebenarnya memang ingin menemukan orang yang sudah menyerangku?’ Melihat respon Elvin, juga karena merasakan aura putus asa dari pria itu, Anna —yang sebelumnya memang berniat meminta bantuan sekedarnya saja— pada akhirnya membocorkan sedikit informasi padanya. “Tapi masih ada harapan kalau kau benar-benar mau menyelidikinya,” ucap Anna pelan. Sesuai harapan, Elvin langsung menoleh lagi padanya. ‘Oh… dia memang bersungguh-sungguh.’ Elvin terlihat sedang menahan marah saat menatap tajam padanya. Dari situ saja Anna bisa merasakan k
“Kau anak baru?” tanya Richard setelah berhasil mengejar Anna keluar dari ruang pelatihan musik. “Kenapa kau berpikir begitu?” sahut Anna agak sedikit tersinggung. “Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya,” sahut Richard sembari tersenyum penuh arti —justru membuat Anna menyadari maksudnya. ‘Oh…, cara playboy mendekati wanita.’ Anna tahu kalau ‘Anna’ memang selalu berpenampilan layaknya Sadako di sekolah. Tapi di agensi ‘Anna’ tidak pernah menutupi wajahnya dengan rambut karena ia justru akan dimarahi Jessica jika melakukannya. Dan lagi, Anna rasa tidak ada aktris pendatang baru yang tidak mengenal ‘Anna’ karena Jessica sering memarahinya di depan para peserta audisi. ‘Apa dia berpura-pura tidak mengenalku?’ Menebak-nebak niat Richard, Anna pun bertanya balik tanpa menanggapi pertanyaan Richard sebelumnya. “Kau kenal Joseph Thiago?” “A-apa?!” “Hah?” “...” Curiga dengan reaksi berlebihan yang didapatnya dari Richard yang mirip seperti seseorang yang baru saja terpergok melakukan
“Apa yang kau katakan?” bisik Kiara, mengira Anna sedang berbicara padanya. “Ya? Oh… Tidak, tidak ada.” Anna kembali memerhatikan keributan kecil yang terjadi antara Jeany Wright dan Thomas Wong. Walau yakin Thomas pada akhirnya akan menyerah karena kalah jabatan, tapi ia cukup senang akan sikap Thomas yang selalu berpegang teguh pada peraturan dan selalu melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh. Karena itulah Thomas juga selalu dipercaya Jessica untuk mengambil keputusan menggantikannya jika ia sedang berhalangan. Seperti yang Anna perkirakan, Thomas akhirnya mengalah dan remaja yang baru datang itu pun memulai audisinya dengan memotong nomor antrian. Saat audisi yang dilakukannya baru berjalan setengah menit —tiap peserta audisi akan diberikan waktu 5 menit—, Anna sudah langsung mendengus, merasa jijik dengan apa yang remaja itu lakukan. Aktingnya memang sedikit lebih baik dibandingkan ‘Anna’, namun tidak sampai bisa dikatakan seperempat baik. Jika harus memberikan nilai 1 s
“Tetap duduk dan diam saja kalau tidak ingin maju,” bisik Kiara mencoba membujuk Anna. Selain khawatir pada Anna, Kiara juga khawatir Thomas Wong —idola para aktor dan aktris muda— yang sangat jujur dalam memberikan penilaian itu akan dipecat andai Anna melakukan audisi dengan hasil yang lebih buruk daripada apa yang Lovely tampilkan —Kiara cukup yakin dengan ini. “Tidak apa-apa. Sudah diberi kesempatan seperti ini seharusnya ku manfaatkan dengan baik, kan?” “...Y-ya?” Kiara masih tertegun mendengar jawaban itu. Ia bahkan masih menatap tak percaya pada punggung Anna saat gadis itu melangkah pergi meninggalkannya. Di depan, Thomas buru-buru berpaling pada Jeany begitu melihat Anna —yang diharapnya tidak mau menerima tantangan Jeany— malah berdiri dan pergi menuju meja juri. “Kalau memang itu yang Anda inginkan, saya akan mengundurkan diri. Anda tidak perlu memintanya mengikuti audisi dengan memotong antrian,” ucap Thomas sembari berdiri dan langsung pergi meninggalkan meja penjuri
Peran yang akan Anna mainkan adalah kisah seorang pengawal setia dari seorang pangeran yang sedang berada dalam medan pertempuran melawan para pemberontak istana. Setelah berhari-hari melarikan diri dari medan perang akibat kekalahan pasukan mereka, sampailah keduanya pada adegan pengepungan yang dilakukan pihak musuh. Dalam adegan yang Anna pilih —dari 21 adegan yang akan ia perankan andai lolos dalam audisi ini—, ia justru memilih adegan tersulit yang merupakan adegan terakhir dari perannya sebagai pengawal. Di situ Anna akan melakukan dialog perpisahan dengan sang pangeran sebelum maju menghadapi musuh demi memberikan sang pangeran waktu untuk dapat melarikan diri. Dia akan bertarung dengan gagah berani sebelum menghadapi kematian dari ratusan anak panah yang akan menghujani tubuhnya. Thomas melihat dan membaca skrip yang Anna pilih lalu dengan spontan mendecakkan lidah saat tahu jika dialog yang akan Anna lafalkan haruslah menggunakan perasaan mendalam agar dapat menggugah emos