Terima kasih sudah membaca dan mengikuti novel ini... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3
“Kau baik-baik saja? Sepertinya dia sudah menyerangmu dalam waktu lama,” ucap Elvin seraya memperhatikan Anna untuk memeriksa kondisinya secara sekilas. Hanya dari situasi pelik selama beberapa puluh detik dalam menghindari serangan Roman saja, Elvin tahu kalau berkelahi dengan Roman bukanlah hal yang tepat untuk dilakukan. Karena itulah ia merasa takjub pada Anna saat menduga jika gadis itu sudah sempat berkelahi dalam waktu lama dengan mantan petinju juara dunia itu, walau ia menebak —dari banyaknya lubang di dinding— yang Anna lakukan hanyalah berusaha menghindar dan tak layak disebut sebagai sebuah pertarungan. “Untung saja dia sedang dalam keadaan mabuk,” sahut Anna seraya tersenyum miris. Baik dia maupun Elvin tahu jika mereka sampai berkelahi melawan Roman yang sedang dalam keadaan sadar, mereka mungkin akan dihajar habis-habisan. Elvin mengangguk-angguk pelan, lalu pergi menghampiri Rosana Briel yang tergeletak di lantai untuk memeriksa keadaannya. “Dia ibumu?” Tanya Elvin
Anna mengira kalau Elvin mungkin tidak ingin keberadaannya diketahui paparazzi yang pasti akan memerasnya saat tahu jika CEO dari perusahaan otomotif terkemuka itu baru saja membuat sebuah skandal di komplek perumahan kumuh ini. Karena itulah kali ini ia akan memberikan kelonggaran, hitung-hitung karena Elvin juga baru saja membantunya, terutama karena sudah membantu ibunya. —Padahal bukan itu tujuan Elvin yang sebenarnya. Keduanya duduk di sana tanpa berbicara apapun lagi setelahnya. Anna sibuk menghabiskan roti-roti yang Elvin bawa, sementara Elvin sibuk berkirim pesan dengan asisten pribadinya. “Aku harus pergi tidur sekarang. Aku harus pergi ke sekolah nanti pagi,” ucap Anna setelah menghabiskan rotinya. “Kau tidak perlu pamit kalau ingin pulang. Tolong tutup saja pintunya,” tambahnya lagi sebelum berdiri dan beranjak ke kamarnya. “Terima kasih dan selamat tidur,” sahut Elvin sambil terus menatap Anna sampai menghilang di balik gorden kamarnya. Elvin mengambil kantongan yang An
Anna sedang memeriksa isi kantongan roti yang berada di samping tempat duduknya saat Elvin menanyakan hal itu. Sambil tersenyum ia kembali fokus pada Elvin dan menanggapi pertanyaannya dengan sebuah pertanyaan juga. “Apa kalian tidak menemukan rekaman CCTV dari apartemen Nona Wright?” Pertanyaan balasan itu membuat Elvin yang sebelumnya sedang menatap lurus ke kedua mata bulat Anna melalui kaca spion, memalingkan wajah dan menghela napas panjang. Sikapnya membuat Anna langsung bisa menebak jawaban apa yang akan Elvin berikan, dan lebih dulu berkata, “Sepertinya dia sudah menghapus semua rekaman CCTV yang membuktikan keberadaan dirinya di apartemen Nona Wright pada hari itu dengan bantuan keluarga koneksinya, ya?” Pernyataan Anna membuat Elvin kembali menatapnya. “Dia? Siapa maksudmu?” “Joseph Thiago. Tunangan Nona Wright.” Tidak seperti yang Anna harapkan, tatapan Elvin yang sebelumnya tampak penuh minat seakan sirna, digantikan suara tarikan napas panjang yang dapat terdengar je
Seperti hari sebelumnya, Anna bisa merasakan tatapan seluruh siswa dan siswi yang langsung menoleh padanya dimulai sejak kemunculannya di koridor lantai satu gedung sekolah sampai kini telah tiba di lantai tiga. Bedanya, jika kemarin mereka hanya memperhatikan penampilannya —perubahan dalam gaya menata rambut—, kini mereka terlihat seperti menjauhi dirinya. Jika kemarin mereka menatap sambil berbisik-bisik dan menatap jijik, kali ini mereka langsung pergi sedikit menjauh —seperti memberikan jalan— dan langsung menutup mulut ketika ia lewat tepat di depan mereka. Tentu saja Anna merasakan keanehan itu namun ia tidak memedulikannya. Ia justru senang saat melihat kerumunan siswa-siswi yang tadinya berdiri dan mengobrol di sepanjang koridor memperlebar jalan untuknya hingga ia tidak perlu berjalan berkelok-kelok seperti kemarin untuk bisa melewati mereka. ‘Rasanya seperti seorang aktris besar yang mendapat pengawalan,’ batin Anna dan tanpa sadar ia pun tersenyum. Walau tidak terlalu pe
“Kak Anna…” Remaja itu langsung menyapa Anna begitu muncul di ruang klub musik sebelum duduk di tempat yang berjarak satu bangku dari tempat Anna duduk. Ia memang biasa duduk di sana sama seperti Anna yang biasa duduk di tempatnya sekarang. Anna memalingkan wajah dan tersenyum pada pria yang diingatnya sebagai ketua OSIS itu sebelum mengalihkan perhatiannya lagi pada anggota klub yang sedang berlatih. “Kakak baik-baik saja?” Menebak pertanyaan itu mengarah ke mana, spontan membuat Anna tertawa. “Aku baik-baik saja. Bisakah kita menyimak mereka saja?” ucap Anna sebelum akhirnya berpaling dan berkata kembali, “Aku agak bosan mendapat pertanyaan itu dari teman sebangku ku seharian ini,” Anna menjelaskan setelah merasa sedikit menyesal pada apa yang ia katakan sebelumnya. “Oh… maaf…” Sahut William dengan wajah tersipu sebelum meluruskan posisi duduknya lagi untuk memperhatikan latihan para anggota klub musik. Melihat ekspresi William —yang sepertinya masih ingin berbicara padanya— A
Anna mendengus sembari menyunggingkan sebuah senyuman setelah mendengar pertanyaan Dustin yang sudah bisa ditebaknya bahkan sebelum siswa itu mengucapkannya. Ekspresi wajah Dustin membuatnya geli. ‘Anak SMA memang lucu,’ begitu pikirnya. “Daripada membahas hal itu lagi, bagaimana kalau membahas klub musikmu ini saja? Kau ketuanya, kan?” Bukannya mendapatkan jawaban dan malah mendapat pertanyaan balik, Dustin sampai mengerjapkan matanya berulang kali. Pertanyaan itu memang terdengar sama, tapi ditanyakan oleh orang yang berbeda. Setidaknya itulah yang Dustin rasakan. Jika beberapa detik lalu yang bertanya hanyalah seorang siswi beasiswa yang dulunya dikenal sebagai gadis Sadako dan diremehkan hampir semua pelajar di SMA ini, kali ini Dustin memandangnya dengan cara berbeda. ‘Dia si penghancur para perundung itu,’ batin Dustin. Punggung tangan kiri Anna yang dihiasi banyak plester dan tampak membengkak itu sudah menjadi bukti baginya untuk memercayai gosip yang beredar —padahal itu a
“Kak, Sherly tahu latihan itu mungkin tidak akan berhasil. Tapi bukannya tidak sopan kalau Sherly pulang sebelum kami menyelesaikan latihan?” protes Sherly saat mereka sudah berada di luar gedung khusus klub sekolah. “Belajarlah untuk menghargai dirimu sendiri. Kau tidak perlu merasa sungkan pada orang-orang yang sudah menyita waktu berhargamu,” sahut Anna tegas sambil menatap lurus pada wajah Sherly yang berjalan di sampingnya. Sesuai dugaan Anna, Sherly langsung tertunduk dan tidak berani membantah kata-katanya. Melihat reaksi Sherly yang sudah dapat ditebak, membuat Anna menghela napas panjang. ‘Benar-benar lebih payah dari kakaknya. Kebiasaan ini harus diubah,’ pikirnya. “Kalau tidak sependapat dan menganggap pendapatmu benar, kau boleh melakukan protes dan berdebat. Jangan menyerah seperti ini,” ucap Anna pelan dengan nada selembut mungkin. Saat tidak mendapat tanggapan, Anna mengusap-usap lembut belakang kepala Sherly yang langsung membuat remaja itu menoleh padanya. Sambil
Elvin tersenyum di balik maskernya saat mendapat tatapan ‘kau lagi’ dari Anna, begitu gadis itu tiba di dekatnya. “Benar-benar penguntit,” sindir Anna tanpa memedulikan kedua polisi itu mendengar apa yang diucapkannya atau tidak. “Bagaimana mungkin penguntit datang bersama polisi?” sangkal Elvin dengan nada ceria. Anna mengalihkan pandangannya pada kedua polisi muda yang terlihat kikuk, menatap bergantian antara dirinya dan Elvin. “Mereka ingin mendengar kesaksian dari kalian berdua atas apa yang terjadi di rumah keluarga Briel kemarin malam,” Elvin langsung menjelaskan kenapa ia datang bersama mereka, sekaligus ingin menghindari kemarahan yang tersirat jelas dari sorot matanya. Berbeda dengan Sherly yang langsung menyapa kedua polisi itu dengan santun setelah tahu tujuan kedatangan mereka, Anna hanya mendengus tak berminat. “Kalau begitu cepat saja. Kami mau pergi ke rumah sakit,” Anna berpaling pada mereka. “Kebetulan sekali. Ayo kita pergi bersama-sama sementara melakukan waw
Anna masih diam terpaku menatap Joseph dengan ekspresi tak percaya. Wajah terkejutnya baru berangsur normal setelah menebak kalau Dewa memang tidak menghapus ingatan mereka bertiga, hanya mengubah keadaan ‘Anna’ saja.“Apa yang kau lakukan? Cepat bawa dia masuk!”Teriakan marah terdengar dari dalam bangunan. Sosok pria berekspresi dingin yang menjadi orang kepercayaan Simon untuk memimpin pasukan penculik menodongkan senjata api ke arah mereka.Takut dengan ancamannya, Joseph buru-buru menarik lengan Anna, membawanya pergi memasuki bangunan.Begitu masuk ke dalam bangunan, Anna langsung melihat Sherly yang spontan meronta-ronta begitu melihatnya muncul di pintu. Menggeleng pelan pada Sherly, Anna berbicara penuh percaya diri berusaha menenangkan Sherly dan berjanji akan menyelamatkannya tanpa memedulikan ejekan para penculik pada perkataannya.Setelah memastikan ketiga sandera baik-baik saja—selain hanya diikat di kursi—Anna mengalihkan pandangan pada Richard Lee yang berdiri mematung
Pukul 7.55 malam di Cross X Cafe.Sudah hampir jam 8 malam namun Sherly, William, dan Ivy Lee—manajer She Will—tak kunjung tiba di Cross X Cafe padahal para tamu undangan sudah berkumpul.Orin dan Anna baru tahu ponsel ketiganya tidak aktif setelah mencoba menghubungi untuk menanyakan posisi mereka.Merasa ada yang mencurigakan, Anna mencoba menghubungi Rosana untuk menanyakan apakah Sherly singgah di rumah pantai untuk menjemput, namun Rosana mengatakan Sherly tidak singgah dan hanya meneleponnya untuk datang ke Cross X Cafe bersama pengawal yang Elvin tugaskan untuk menjaga mereka. Rosana juga sedang dalam perjalanan, malah sudah hampir tiba.“Elvin juga belum datang. Tumben sekali dia terlambat?” pikir Anna, ingat kalau Sherly juga mengundang Elvin datang ke pesta namun Elvin tak kunjung muncul setelah hampir satu jam berlalu.Kejutan lain Anna dapat ketika mengetahui nomor telepon Elvin juga sedang tidak aktif.Merasa ada yang tidak beres, ia pun menghubungi Rainhard dan untungnya
“Ya, Sherly?” sahut Anna riang menjawab panggilan telepon Sherly.Anna memang ingin segera kembali ke tubuh aslinya, namun merasa sedikit tidak rela jika harus terpisah dari Sherly dan Rosana yang sudah dianggapnya sebagai adik dan ibunya sendiri.Sejak hidup bersama mereka, ia seperti merasa berada di dalam keluarganya sendiri seperti di masa kanak-kanak sewaktu keluarganya masih lengkap. Memiliki ayah, ibu, dan saudara untuk berbagi cerita kesehariannya.Karena itulah tiap kali berbicara dengan salah satu dari mereka—termasuk Roman Briel—hatinya selalu merasa nyaman seakan mereka adalah keluarga kandungnya sendiri.“Apa Kakak ada kesibukan malam ini?”“Pengambilan gambar mungkin sudah berakhir di sore hari. Kakak akan meluangkan waktu untukmu kalau kau ingin bersama Kakak,” sahut Anna.Sherly tidak langsung menanggapi. Ia tersenyum gembira, senang karena Anna selalu mau meluangkan waktu untuknya saat dibutuhkan.“Sherly? Apa ada masalah?”“Oh… tidak… Itu…, Sherly mau mengundang Kakak
Di sebuah bangunan terbengkalai berlantai dua, di pinggiran Kota X…Richard Lee mengorek-ngorek tungku perapian menggunakan ranting yang biasa dipakainya untuk memperbaiki posisi kayu bakar dan arang dalam tungku tersebut.Sudah selama 3 minggu lebih sejak pelariannya dari kejaran orang-orang Rainhard Rover, Richard yang terbiasa hidup berdampingan dengan peralatan modern harus hidup dalam keadaan yang disebutnya sebagai dunia primitif.Tidak bisa menggunakan internet takut pihak pencari jejak Rainhard bisa mengendus keberadaannya, membuat Richard yang tidak pernah lepas dari internet dan perlengkapan modern sudah hampir gila.Selain itu ia juga harus bersembunyi di bangunan terbengkalai tersebut tanpa berani menyalakan listrik, takut drone pencari menemukan lokasi persembunyiannya di malam hari.Semenakutkan itulah tim pemburu Rainhard Rover, juga Leon yang bisa melacak keberadaan seseorang melalui sinyal SIM card.Richard menghentikan kegiatan memperbesar bara api untuk merebus air s
“Nona Green! Kenapa tidak melakukan pergerakan sesuai dengan koreografi yang sudah dilatih?!” teriak Lucas dari depan monitor pemantaunya.Terlihat jelas Lucas tidak repot-repot menyembunyikan kemarahannya. Ia merasa sangat frustrasi karena kesalahan yang Sharon lakukan telah merusak suasana bagus di gelanggang buatan itu, dan mungkin akan susah untuk didapatkan kembali apabila adegannya sampai diulangi.“M-maaf, Tuan Rose. S-saya…”“Tidak apa-apa, Tuan Rose. Kita bisa mengulanginya,” Anna menyela sembari berjalan menghampiri Sharon. “Ayo kita ulangi dari awal, Sharon,” Anna berdiri di hadapan Sharon sembari mengulurkan tangan, kemudian membantu Sharon berdiri dengan mengaitkan lengannya ke lengan Sharon.“Astaga… kau ini…” Sharon langsung membungkukkan badan begitu berdiri, menopang tubuhnya yang gemetar dengan kedua tangan di atas paha. “Sial… aku benar-benar ketakutan serasa sedang berhadapan dengan Sasha asli,” ucap Sharon sembari mendongak, menatap Anna yang kini sedang tidak bera
Mengikuti kebiasaan Sasha Volkova dalam tiap pertandingan, Anna berjalan menuju ring dengan langkah lebar, seperti terburu-buru ingin segera menyelesaikan pertarungan lalu pulang setelahnya. Itulah kesan yang selalu Sasha tinggalkan pada para penggemar.Seperti kebiasaan Sasha juga, Anna tidak menoleh sekalipun pada para penonton yang bersorak menyemangati, ia terus berjalan dengan kepala menunduk menyembunyikan wajah, memberikan kesan misterius sekaligus memengaruhi mental lawan.Tidak ada gaya mengepalkan tinju di depan dada seperti yang sering terlihat dari para petinju yang suka berjalan sembari meninju udara. Anna hanya berjalan dengan langkah cepat bagai pembunuh berdarah dingin yang ingin segera menghabisi lawan.Untuk apa yang dilakukannya sedari muncul dari balik tirai, Anna sudah benar-benar berhasil membuat dirinya terlihat seperti Sasha asli, membuat Dimitri yang melihatnya merasa bernostalgia dan mulai berkaca-kaca teringat pada mendiang putrinya.Bahkan atlet yang berpera
Setelah Anna pergi, Thomas mengajak Lucas mengobrol, membahas tentang lokasi pengambilan gambar yang ia rasa kurang terasa seperti di sebuah arena tinju. Walau kru film berhasil mendekorasi sasana tinju dan menyulapnya mirip seperti arena tinju sungguhan, tetap saja —menurut Thomas— akan jauh lebih baik lagi jika pengambilan gambar dilakukan di arena tinju yang sebenarnya. Akan lebih hidup.Lucas mengangguk setuju. Sangat disayangkan Kota X tidak memiliki gelanggang tinju besar. Kota X memang sangat maju, namun hanya ada aula-aula bisnis dan gedung pertunjukan saja di sana. Luasnya pun hanya sedikit lebih besar dari sasana tinju Cross X. Karena itulah Lucas lebih memilih untuk menggunakan sasana tinju milik Joey itu saja dibandingkan harus menyewa sebuah gedung pertunjukkan walau dana yang mereka miliki —setelah disponsori Wright Entertainment— cukup besar.Awalnya, Lucas juga merasakan hal yang sama setelah melihat lokasi pengambilan gambar itu. Namun demikian Lucas tetap optimis film
Seluruh persiapan untuk memulai proyek film Sasha Volkova sudah mencapai tahap final. Pemeran Sasha dan Vernon remaja sudah di audisi. She Will juga sudah memulai rekaman untuk lagu tema film.Baik Anna, Carmen, dan 3 atlet tinju wanita yang akan memerankan tokoh pendukung —sebagai 3 lawan berat Sasha sebelum bertemu Sabrina Witch— juga rutin berlatih di sasana tinju Cross X, milik Joey, yang RHP sewa sebagai pusat pelatihan para aktris, juga akan menjadi tempat pengambilan gambar untuk 3 pertandingan awal.Setelah pesta yang Felix Quil dan Chen Feng Yu —produser— adakan untuk menciptakan chemistry di antara para aktor, aktris, dan seluruh kru film yang bekerja sama dalam film Sasha Volkova, hari di mana pengambilan gambar perdana film Sasha Volkova pun akhirnya tiba.William dan Sherly adalah aktor dan aktris pemula yang pertama kali melakukan pengambilan gambar. Sebagai cameo pemeran Vernon dan Sasha, siapa sangka Sherly memiliki bakat akting yang cukup baik jika harus dibandingkan d
Melihat bagaimana manis dan lembutnya profil wajah Anna yang menurutnya jauh lebih cocok sebagai seorang idol dibandingkan aktris seni peran, Dimitri tidak begitu antusias saat mengetahui bahwa Anna lah yang akan memerankan Sasha. Hanya karena Anna putri sahabatnya saja pria itu memilih diam dan setuju menggunakan Anna sebagai pemeran utama.Awalnya Lucas pernah menyodorkan profil Jessica pada Dimitri. Melihat bagaimana ketegasan wajah Jessica yang mirip dengan Sasha, Dimitri menyetujui untuk mengangkat kisah mendiang putrinya itu ke layar lebar. Namun setelah tahu Jessica sedang mendapatkan musibah, ia pun pasrah karena tidak bisa meminta Lucas untuk memakai jasa Jessica lagi —mereka sudah menandatangani kontrak, dan Dimitri sudah menghabiskan sebagian besar uangnya.Baru setelah Roman meminta Anna untuk menunjukkan aksi bertinjunya, Dimitri akhirnya bersemangat kembali. Walau Anna masih belum menunjukkan gaya bertarung yang serupa dengan Sasha, namun semua gerakan dan teknik tinju da