Terima kasih sudah membaca dan mengikuti novel ini... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3
Anna buru-buru menegakkan tubuh dan berbalik dengan cepat saat mendengar seseorang memanggil namanya —terutama karena merasa familiar dengan suaranya. “Orin!” Kebetulan tempat parkir para staf penting dari Wright Entertainment ada di belakangnya. Sebenarnya karena itu juga lah ia memilih duduk di situ, di depan mobil Orin, yang biasanya sengaja diparkirkan di tempat yang sama setiap hari. Anna langsung berdiri saat melihat Orin memanggilnya dan buru-buru pergi menghampiri wanita itu. Namun langkahnya langsung terhenti saat melihat wanita lain muncul dari balik sebuah SUV yang terparkir tepat di samping sedan putih milik Orin. ‘Sial, kenapa harus bertemu dia juga?’ Jeany Wright menghentikan langkahnya tepat di samping Orin, juga ikut menatap padanya. “Jadi dia aktris muda yang bernama Anna itu?” ucap Jeany di antara senyum merendahkan saat beradu pandang dengan Anna. “Y-ya, Nona Jeany,” sahut Orin dengan kepala tertunduk. Anna bisa melihat sebuah peringatan dari gerakan kedua bo
Silvia yang biasanya baru akan pulang ke rumahnya —kediaman keluarga Treqilla— di tengah malam, hari ini sudah berada di kamarnya sejak sore. Tentu saja hal tidak biasa ini membuat ibunya heran namun tidak tahu penyebabnya karena gadis itu tidak ingin membukakan pintu kamar untuk ibunya saat ibunya ingin mengajaknya bicara. Awalnya, Silvia tentu ingin mengadukan apa yang sudah Anna perbuat itu pada ayahnya. Namun karena ancaman yang Anna berikan yang membuatnya merasa sangat takut, juga karena tidak memiliki bukti rekaman CCTV yang menghilang secara ajaib sebagai bukti untuk diserahkan pada ayahnya, ia pun hanya bisa mendekam dalam kamarnya sambil berkhayal andai ia memiliki kekuatan super untuk bisa membalas dendam —mirip seperti cerita yang Anna sampaikan padanya tadi. Merasa malu dengan apa yang sudah terjadi pada dirinya, Silvia hanya melihat dan mengabaikan puluhan pesan yang sudah dikirimkan oleh anggota gengnya, padahal mereka ingin berdiskusi padanya tentang rencana membalas
“Oh ini…” Anna menarik pelan tangannya yang memang terasa sakit karena sedikit lecet dan bengkak setelah digunakannya untuk meninju loker di ruang ganti tadi. “Apa kakak habis memukul seseorang?” tanya Sherly tidak sabar. “Hah? Tidak, bukan begitu.” Anna memang sudah memukuli Silvia dan anggota gengnya, namun pukulan-pukulan yang ia lakukan di tubuh mereka yang ‘lembek’ itu tidak mungkin akan meninggalkan jejak luka di tangannya. “Ini… tadi kakak ketindihan peti di gudang.” “Kakak pergi bekerja? Bukankah kakak sedang tidak sehat?” Pertanyaan dipenuhi rasa khawatir itu membuat Anna menatap dalam pada kedua mata Sherly. Entah kenapa perasaan haru tiba-tiba muncul di hatinya. Dari antara banyak orang yang ditemuinya hari ini, hanya Sherly saja yang jelas sangat memperhatikannya. Bahkan hanya adik ‘Anna’ ini sajalah yang menyadari jika tangannya terluka. Sudah lama ia tidak pernah mendapatkan perhatian seperti ini, semenjak kedua orang tuanya meninggal. Perhatian dari orang yang seper
“Anak-anak kurang ajar! Kalian semua berani melawan ayah, hah?!” “Ayah? Siapa yang kau maksud dengan ayah? Lihat dirimu yang tak berguna ini. Apa kau layak disebut sebagai seorang ayah?” Sahut Anna yang kemudian berpaling lagi pada Sherly dan memintanya pergi untuk kedua kalinya. “Anak kurang ajar!” Bersama dengan umpatan kemarahannya, Roman melangkahi tubuh istrinya yang pingsan dan maju menyerang Anna. Anna buru-buru melangkah mundur dan menjauhkan kepalanya dari serangan tangan kanan Roman yang cepat dan bertenaga, namun ia tidak mundur lebih jauh lagi karena setelahnya ia langsung memberi serangan balasan yang berhasil Roman tangkis dengan sikunya. Anna menggerakkan kakinya, menyapu salah satu kaki Roman yang terdekat untuk menjatuhkan pria paruh baya itu, tapi ia berakhir dengan melompat mundur lagi saat serangannya tidak membuahkan hasil seperti yang diinginkannya. Roman masih berdiri tegak walau ia sudah mengerahkan seluruh kekuatan untuk menjatuhkannya. Anna buru-buru men
“Kau baik-baik saja? Sepertinya dia sudah menyerangmu dalam waktu lama,” ucap Elvin seraya memperhatikan Anna untuk memeriksa kondisinya secara sekilas. Hanya dari situasi pelik selama beberapa puluh detik dalam menghindari serangan Roman saja, Elvin tahu kalau berkelahi dengan Roman bukanlah hal yang tepat untuk dilakukan. Karena itulah ia merasa takjub pada Anna saat menduga jika gadis itu sudah sempat berkelahi dalam waktu lama dengan mantan petinju juara dunia itu, walau ia menebak —dari banyaknya lubang di dinding— yang Anna lakukan hanyalah berusaha menghindar dan tak layak disebut sebagai sebuah pertarungan. “Untung saja dia sedang dalam keadaan mabuk,” sahut Anna seraya tersenyum miris. Baik dia maupun Elvin tahu jika mereka sampai berkelahi melawan Roman yang sedang dalam keadaan sadar, mereka mungkin akan dihajar habis-habisan. Elvin mengangguk-angguk pelan, lalu pergi menghampiri Rosana Briel yang tergeletak di lantai untuk memeriksa keadaannya. “Dia ibumu?” Tanya Elvin
Anna mengira kalau Elvin mungkin tidak ingin keberadaannya diketahui paparazzi yang pasti akan memerasnya saat tahu jika CEO dari perusahaan otomotif terkemuka itu baru saja membuat sebuah skandal di komplek perumahan kumuh ini. Karena itulah kali ini ia akan memberikan kelonggaran, hitung-hitung karena Elvin juga baru saja membantunya, terutama karena sudah membantu ibunya. —Padahal bukan itu tujuan Elvin yang sebenarnya. Keduanya duduk di sana tanpa berbicara apapun lagi setelahnya. Anna sibuk menghabiskan roti-roti yang Elvin bawa, sementara Elvin sibuk berkirim pesan dengan asisten pribadinya. “Aku harus pergi tidur sekarang. Aku harus pergi ke sekolah nanti pagi,” ucap Anna setelah menghabiskan rotinya. “Kau tidak perlu pamit kalau ingin pulang. Tolong tutup saja pintunya,” tambahnya lagi sebelum berdiri dan beranjak ke kamarnya. “Terima kasih dan selamat tidur,” sahut Elvin sambil terus menatap Anna sampai menghilang di balik gorden kamarnya. Elvin mengambil kantongan yang An
Anna sedang memeriksa isi kantongan roti yang berada di samping tempat duduknya saat Elvin menanyakan hal itu. Sambil tersenyum ia kembali fokus pada Elvin dan menanggapi pertanyaannya dengan sebuah pertanyaan juga. “Apa kalian tidak menemukan rekaman CCTV dari apartemen Nona Wright?” Pertanyaan balasan itu membuat Elvin yang sebelumnya sedang menatap lurus ke kedua mata bulat Anna melalui kaca spion, memalingkan wajah dan menghela napas panjang. Sikapnya membuat Anna langsung bisa menebak jawaban apa yang akan Elvin berikan, dan lebih dulu berkata, “Sepertinya dia sudah menghapus semua rekaman CCTV yang membuktikan keberadaan dirinya di apartemen Nona Wright pada hari itu dengan bantuan keluarga koneksinya, ya?” Pernyataan Anna membuat Elvin kembali menatapnya. “Dia? Siapa maksudmu?” “Joseph Thiago. Tunangan Nona Wright.” Tidak seperti yang Anna harapkan, tatapan Elvin yang sebelumnya tampak penuh minat seakan sirna, digantikan suara tarikan napas panjang yang dapat terdengar je
Seperti hari sebelumnya, Anna bisa merasakan tatapan seluruh siswa dan siswi yang langsung menoleh padanya dimulai sejak kemunculannya di koridor lantai satu gedung sekolah sampai kini telah tiba di lantai tiga. Bedanya, jika kemarin mereka hanya memperhatikan penampilannya —perubahan dalam gaya menata rambut—, kini mereka terlihat seperti menjauhi dirinya. Jika kemarin mereka menatap sambil berbisik-bisik dan menatap jijik, kali ini mereka langsung pergi sedikit menjauh —seperti memberikan jalan— dan langsung menutup mulut ketika ia lewat tepat di depan mereka. Tentu saja Anna merasakan keanehan itu namun ia tidak memedulikannya. Ia justru senang saat melihat kerumunan siswa-siswi yang tadinya berdiri dan mengobrol di sepanjang koridor memperlebar jalan untuknya hingga ia tidak perlu berjalan berkelok-kelok seperti kemarin untuk bisa melewati mereka. ‘Rasanya seperti seorang aktris besar yang mendapat pengawalan,’ batin Anna dan tanpa sadar ia pun tersenyum. Walau tidak terlalu pe