Senja pun turun dengan pemandangan langit yang indah di Kyoto. Kenzo melihat matahari tenggelam di cakrawala langit senja berwarna jingga keunguan bersama Midori dari teras kamar tempat gadis itu menginap yang menghadap ke arah barat.
Ini adalah satu hari terindah dalam hidup Kenzo. Menikmati senja bersama bidadari. Ketika dia menoleh ke arah Midori, mereka saling bertatapan. Mata biru Midori bagaikan berlian biru yang begitu indah. Keelokan paras Midori itu membuatnya terpana. Wajah gadis-gadis Asia yang seumur hidup Kenzo lihat seolah tampak begitu biasa bila dibandingkan dengan Midori.
Dia berpikir bagaimana caranya membuat gadis berambut cokelat kemerahan dan bermata biru ini jatuh cinta kepadanya. Dia ingin memiliki Midori sebagai kekasihnya, HARUS!
"Ken ... zo, apa kau tidak ingin bersiap-siap untuk makan malam?" tanya Midori yang sebenarnya ingin mengusir Kenzo secara halus. Dia ingin berbaring sebentar di tempat tidur sebelum waktu makan malam tiba.
Dengan enggan, Kenzo pun berpamitan dengan Midori lalu bangkit untuk kembali ke kamarnya sendiri. Namun, sebelum pergi, dia buru-buru mengecup pipi Midori dan membuat gadis itu terkejut dengan tindakan Kenzo yang tiba-tiba.
"Hey, kenapa menciumku tanpa seizinku?" protes Midori sembari mencebik menatap Kenzo.
Kenzo pun menggaruk-garuk kepalanya sambil meringis. "Apa tidak boleh, Midori? Bukankah orang barat melakukannya ketika bertemu dan berpamitan?" ujarnya beralasan.
"Tapi, kau orang asing bagiku ... bukankah kita baru berkenalan beberapa jam? Kau membuatku takut, Ken ...," ucap Midori jujur.
Kenzo pun meraih tangan Midori dalam genggamannya lalu berlutut di hadapan gadis itu. "Jangan takut padaku, Sayang. Aku bukan pria jahat, sekalipun ini sepertinya terlalu cepat untuk dikatakan ... sesungguhnya aku jatuh hati padamu, Midori," ujar Kenzo sembari menatap wajah Midori.
Gadis itu terperangah karena terkejut mendengar ucapan Kenzo. 'Apa barusan pria ini menembaknya?' batin Midori bingung.
"Maaf, sepertinya aku tidak paham dengan maksud ucapanmu barusan, Kenzo," balas Midori seraya menarik tangannya dari genggaman Kenzo. Namun, berakhir dengan tarik-menarik dengan pria itu.
Midori pun tertawa berderai dan menelengkan kepalanya dengan tatapan tak percaya ke wajah Kenzo. "Well, ayolah jangan konyol. Lepaskan tanganku, Kenzo. Kau kekanak-kanakan!" cerca Midori pada pria di hadapannya itu.
"Aku akan melepaskan tanganmu, Cantik. Tapi sebelumnya, kabulkan permintaanku dulu. Izinkan aku menciummu lagi. Bagaimana?" kata Kenzo dengan percaya diri dan sedikit tak tahu malu.
Midori berpikir keras, dia lelah, pria ini membuang-buang waktu istirahatnya. Mungkin satu ciuman saja bisa mengusir Kenzo. Dia pun menjawab, "Baik, satu ciuman saja lalu kembalilah ke kamarmu sendiri, Kenzo, oke?"
Kenzo pun tersenyum lebar seolah mendapatkan hadiah utama undian berhadiah. "Oke, berdirilah kalau begitu ...," pintanya.
Midori pun berdiri dan tak sempat menyadari ketika Kenzo meraihnya ke dalam dekapannya dan melumat bibirnya 'lagi' seperti tadi sore. Namun, entah kenapa rasa ciuman itu begitu posesif sekaligus membuatnya mendamba ... untuk Kenzo terus menciumnya.
Ketika oksigen dalam otaknya menipis, Kenzo pun mengakhiri ciumannya di bibir Midori. 'Sepertinya gadis itu tadi membalas ciumannya,' batin Kenzo sambil tersenyum puas. Dia menata napasnya yang tak beraturan mengisi oksigen ke dalam otak dan paru-parunya.
"Good bye, Kenzo," ucap Midori melepaskan diri dari dekapan pria itu lalu kabur masuk ke kamarnya dan buru-buru menutup pintu teras kamarnya.
Kenzo tertawa kecil mengetahui gadis incarannya kabur terbirit-birit ke dalam kamarnya. Dia pun bergegas kembali ke kamarnya sendiri. Dia harus menampilkan dirinya dengan baik di hadapan keluarga Midori.
"Tuan Muda," sapa kepala pengawalnya, Yamaguchi.
"Aku butuh bantuanmu, Yamaguchi. Pesankan makan malam untuk 8 orang di restoran hotel ini, aku akan turun pukul 18.50 nanti."
"Siap, Tuan Muda. Saya mohon diri," sahut Yamaguchi lalu segera meninggalkan kamar Kenzo untuk mengatur makan malam sesuai perintah tuan mudanya.
Kenzo mandi sebentar di bawah shower lalu mengenakan setelan jas resminya yang berwarna hitam dengan kemeja putih untuk menghormati tamunya pada makan malam kali ini.
Tak lama kemudian ketiga sahabatnya masuk ke kamarnya dan duduk di ranjang Kenzo. Mereka heran karena Kenzo mengenakan setelan jas rapi seperti itu.
"Ken, kau mau kemana? Tidak kembali ke Tokyo, kan?" tanya Keichiro Yamada, putera pemilik pusat perbelanjaan Suncity di Tokyo dan beberapa kota besar di Jepang seperti Nagoya, Osaka, dan kota lainnya.
"Belum, Kei. Aku akan menjamu calon mertuaku dengan makan malam pukul 19.00 nanti. Kalian bertiga ikutlah mendampingiku." Kenzo menyimpulkan ikatan dasinya yang berwarna merah maroon dengan cekatan dan rapi di kerah kemeja putihnya.
"Apa Tuan Tokugawa datang kemari, Ken?" tanya Shinichi bingung.
"Tsskk bukan calon mertua yang itu, Shin. Ini orang tua gadis berambut cokelat yang tadi siang di onsen. Kau ingat 'kan?" jawab Kenzo sembari mematut-matutkan dirinya di cermin.
Shinichi sontak bengong mendengar jawaban Kenzo lalu dia bangkit dari ranjang meraih bahu sahabatnya itu dan menatapnya sembari berkata, "Sadarlah Kenzo, kau menggali lubang kuburanmu sendiri dengan melakukan hal seperti ini."
"Tsskk biarkan aku memilih jalanku sendiri, Shin ... berulangkali kukatakan, aku tidak menyukai Ayumi. Bahkan hingga kiamat atau Nagasaki Hiroshima dibom lagi pun aku tidak akan menikahinya." Kenzo benar-benar kesal bila Shinichi mengingatkannya mengenai perjodohannya dengan Ayumi Tokugawa.
Dia benci kepribadian gadis itu yang songong dan sering bertindak semaunya sendiri. Intinya gadis manja bukan tipenya, biar gadis itu keturunan kaisar sekalipun.
"Hideo, maafkan aku, tapi aku sungguh-sungguh tidak memiliki perasaan apapun pada sepupumu itu. Kuharap kau tidak tersinggung," ujar Kenzo pada Hideo Tokugawa, sepupu dekat Ayumi.
Hideo hanya tertawa sinis menatap Kenzo. "Aku tidak ikut campur urusan perjodohanmu dengan Ayumi, Ken. Hanya saja kupikir Shinichi benar, tradisi harus dihormati ... aku kuatir kau akan kehilangan segalanya bila menentang perintah tetua adat. Apa kau sudah siap untuk hidup susah, Tuan Muda Watanabe?" ujar Hideo seraya merapikan rambut poninya yang panjang ke belakang.
Mendengar teguran Hideo, Kenzo pun merasa kesal. Namun, sahabatnya yang berusia 3 tahun lebih tua darinya itu memang benar dengan segala ucapannya.
"Aku menghargai perhatianmu, Hideo. Aku akan memikirkannya dengan serius mengenai hal ini. Tapi ... aku serius dengan perasaanku pada gadis berambut cokelat itu, namanya Midori. Kurasa dia telah membuatku jatuh hati," balas Kenzo sembari berdiri di hadapan ketiga sahabatnya itu.
"Apa Midori ini juga membalas perasaanmu, Ken?" tanya Keichiro penasaran, pikirnya tak semudah itu membuat gadis berkebangsaan asing jatuh hati, yang produksi dalam negeri pun kadang sulit.
Kenzo tersenyum pada Keichiro seraya menjawab, "Sayangnya, aku masih berusaha, Kei. Hahaha ... dia tipe gadis yang tak mudah jatuh hati. Atau mungkin juga aku kurang tampan baginya?"
"Kau payah sekali, Kenzo!" seru Keichiro seraya memukul tubuh Kenzo dengan guling.
"Hey hey jangan merusak penampilanku, Kei! Aku akan bertemu calon mertuaku!" seru Kenzo sembari tertawa tergelak bersama ketiga sahabatnya itu.
"Tuan Muda Watanabe sungguh konyol ... kurasa calon mertuamu akan menolakmu malam ini!" ledek Shinichi membantu Keichiro membully sahabat mereka itu.
"Iiisshh ... kalian ini!" desis Kenzo dengan kesal.
"Aku berangkat ke restoran sekarang, kalian nanti nyusul aja ke restoran, aku sudah memesan tempat juga untuk kalian." Kenzo melambaikan tangannya sembari berjalan keluar dari kamar tempatnya menginap.
Ketika berbelok ke arah restoran hotel, Kenzo berpapasan dengan keluarga Midori yang akan menuju ke restoran juga. Dia pun menyapa mereka. "Selamat malam, Paman Leeray, Tante Deasy, Poseidon, dan Midori." "Selamat malam, Kenzo. Kebetulan sekali bertemu di sini ...," balas Leeray seraya merangkul bahu pemuda itu. Dia cukup terkesan pada Kenzo sejak perjumpaan pertama mereka sore tadi. Yamaguchi berdiri di depan pintu masuk restoran menunggu Kenzo. Kemudian dia mengantarkan rombongan itu ke tempat reservasi makan malam. Sebuah ruangan khusus berisi meja makan panjang dari kayu setinggi setengah meter dengan 8 buah kursi di sekelilingnya. Mereka pun memilih tempat duduk masing-masing, Kenzo tentu saja memilih duduk di samping Midori, sementara Poseidon duduk di sisi lain Midori. "Jadi bagaimana cara memesan menu di restoran ini?" tanya Deasy penasaran. Kenzo pun menjawab, "Segalanya sudah saya siapkan Tante Deasy, semoga kalian bisa menik
Seusai makan malam, mereka semua masih berbincang sembari minum sake. Kenzo memang ingin mempererat tali silaturahmi dengan keluarga Midori. Dia masih belum mampu memikirkan bagaimana cara dia mendekati Midori setelah liburan Midori dan keluarganya di Kyoto usai."Kenzo, perusahaan mobil keluargamu itu apakah melakukan ekspansi ke luar Jepang seperti Honda, Toyota, Mitsubitsi, dan sejenisnya?" tanya Leeray yang masih baru mendengar merk kendaraan milik perusahaan keluarga Kenzo."Iya, Paman Leeray, mungkin tidak seterkenal kendaraan berbahan bakar fosil. Kendaraan listrik baru booming setelah Tesla mulai terkenal, bukan? Kami mendukung program green energy, Paman Leeray. Mungkin Paman ingin mencoba satu unit? Saya bisa mengirimkannya ke Perth," tutur Kenzo dengan cerdas.Leeray tersenyum mendengar jawaban Kenzo. Dia menyukai pemuda itu, bukan hanya anak konglomerat, tetapi memang genius berbakat. Kenzo mengingatkannya pada Deasy ketika awal dia mengenal is
Malam semakin larut, Kenzo masih asyik mengobrol dengan Midori di teras kamar gadis itu.Midori menceritakan pada Kenzo bahwa bahasa ibunya adalah bahasa Indonesia karena kedua orang tuanya adalah warga negara Indonesia. Namun, karena bisnis mereka berpusat di Perth, kedua orang tuanya berpindah kewarganegaraan sebelum Midori dan Poseidon lahir untuk mempermudah pembuatan akte kelahiran anak juga selain pertimbangan bisnis.Kenzo pun mengerti bahwa gadis yang dia sukai memiliki kebangsaan ganda yaitu Indonesia dan Australia. Dalam tradisinya silsilah kebangsaan itu penting. Menurut pengetahuannya, latar belakang Midori ini akan sangat sulit bila harus disatukan dengannya dalam sebuah pernikahan.Tradisi bangsa Kenzo menjunjung tinggi cinta bangsanya dan juga memandang tinggi kesetiaan pada tanah air. Sementara orang tua Midori berpindah kewarganegaraan, itu sudah sangat salah dengan alasan apapun.Kenzo merasa dilema, mana yang harus dia ikuti ... k
Hari masih begitu pagi, udara pun terasa sejuk di kulit Midori. Namun, wajahnya terasa panas. Kenzo terus-menerus membuatnya merona karena malu mendengar ucapan pemuda itu. "Oohh Pacar Sehariku sepertinya tukang gombal," ucap Midori ringan seraya melepaskan diri dari pelukan Kenzo di pinggangnya. Dia berjalan kembali ke arah kamarnya. "Midori, tunggu ... ada sesuatu yang akan dikirim ke kamarmu sebentar lagi." Kenzo mengecek jam tangan di pergelangan tangan kirinya yang tertutup manset kemejanya. Midori menoleh sekilas ke arah Kenzo lalu terus masuk ke kamarnya dan menutup pintu teras. Melihat hal itu, Kenzo pun kembali ke kamarnya. Dia ingin mengatur tur wisata keluarga Midori dengan sopir pribadinya. "Tuan Muda ...," sapa sopir pribadi Kenzo yang bernama Yoshida, dia pria berusia awal 30 tahun. "Yoshi-san, aku ingin minta tolong padamu hari ini. Keluarga teman baikku sedang berkunjung ke Kyoto, mereka ingin melihat-lihat tempat
Jalan raya di Kyoto begitu lengang, jarang kendaraan bermotor yang berada di jalan. Sebagian besar masyarakat di Jepang lebih memilih bepergian dengan bus atau kereta api dan terkadang bersepeda atau berjalan kaki.Leeray pun terkesan dengan kebiasaan orang Jepang yang ramah lingkungan itu, betapa berbeda dengan di Indonesia yang jalan rayanya terutama di Jakarta berjubel kendaraan bermotor berbagai merk. Tingkat polusinya sudah sangat parah."Paman Leeray, liburan di Jepang sampai kapan?" tanya Kenzo penasaran sembari menyetir dengan hati-hati."Lusa kami pulang ke Perth, besok kami akan pindah ke Tokyo sehari saja sebelum pulang. Kamu apa tidak masuk kerja, Kenzo?" balas Leeray sambil menatap pemuda itu dari samping.Kenzo memiliki penampilan yang menarik, matanya memang khas orang Jepang yang sipit, hidungnya mancung lurus, bibirnya penuh berwarna merah delima, wajahnya sedikit tirus dengan tulang pipi tinggi, dan potongan rambutnya agak pa
Sepasang tangan hangat yang lebar menutupi kedua mata Midori dari belakang. Gadis itu terkikik lalu berkata, "Aku tahu itu pasti kamu, Kenzo.""Apa kabar, Pacar Sehariku? Senang jalan-jalannya hari ini?" tanya Kenzo sembari tersenyum ketika Midori berbalik menghadapnya.Kecantikan alami wajah Midori selalu sukses membuat jantung Kenzo berdebar-debar. Apalagi dalam jarak setengah meter, rasanya dia ingin menautkan bibirnya sesegera mungkin ke bibir mungil merah muda itu, menyesapnya, melumatnya hingga gadis itu melenguh seperti ketika mereka terakhir kali berciuman.Midori merasa wajahnya panas karena tersipu malu ketika dipandangi dengan begitu intens oleh Kenzo. Dia pun menggigit bibir bawahnya yang membuat Kenzo mendadak menahan napas dan memalingkan wajahnya ke samping."Jalan-jalannya di Kyoto begitu seru, Kenzo. Terima kasih atas tumpangannya dan sopirmu begitu murah hati pada kami. Dia membayar segala pengeluaran kami hingga kami merasa tidak enak h
Ketiga teman Kenzo sudah kembali ke Tokyo pagi tadi sehabis sarapan. Kenzo pun sendirian menghabiskan sore itu di kamarnya. Saat itu masih pukul 15.30. Karena jam untuk makan malam masih lama, dia pun memutuskan untuk berendam di onsen penginapan Togutsutei.Onsen itu sepi tanpa seorang pun pengunjung yang berendam di dalam kolam air panas. Kenzo menceburkan dirinya ke dalam kolam. Dia memejamkan matanya menikmati ketenangan.Tiba-tiba terdengar suara ceburan di air dari sisi lain onsen. Dia pun menengok ke arah datangnya suara itu. Ternyata Midori pun berendam di sana. Dia pun keluar dari air dan meraih handuknya lalu membelitkannya di pinggulnya. Kemudian berjalan ke sisi onsen tempat Midori berendam.Gadis itu tidak menyadari kehadirannya karena sedang memejamkan mata sembari mendengarkan musik dengan earphone bluetooth. Pipinya berwarna merah muda karena uap hangat dari air tempat dia berendam.Kenzo berjongkok di tepi kolam lalu mengecup pipi Midori.
Mereka bertiga naik ke mobil Kenzo yang bertipe sedan dengan merk Richter. Mobil itu produksi perusahaan keluarga Watanabe. Ide mobil itu pun sebagian besar berasal dari buah pikiran Kenzo sendiri. Dia adalah seorang jenius IT."Sepertinya aku akan mengajak kalian berdua makan malam dulu ya ... setelah itu kita akan naik perahu kecil di sungai Arashiyama," ujar Kenzo sembari menyetir dengan hati-hati."Oke, aku ikut saja dengan rencana kalian. Anggap saja aku tidak ada, Kenzo," balas Poseidon sambil bercanda.Poseidon tahu bahwa Kenzo menyukai saudari kembarnya, Midori. Menurutnya, pemuda berkebangsaan Jepang itu baik dan sangat perhatian. Wisata keluarganya di Kyoto tadi pagi hingga siang pun diatur sedemikian rupa oleh Kenzo hingga terasa begitu nyaman. Dia mendukung hubungan Kenzo dan Midori."Posei, apa kau tidak mendapat kenalan gadis Jepang hingga 3 hari kau berlibur di Jepang?" sindir Midori."Tsskk kau gemar sekali mem-bully-ku, Mi. Aku mem
Pada pertengahan musim dingin di Jepang, Midori melahirkan putera pertamanya untuk Kenzo. Bayi kemerah-merahan yang lahir melalui jalur normal tanpa harus menjalani operasi Cesar itu menangis kencang saat menghirup napas pertamanya di dunia.Kenzo memberinya nama Kenshin yang artinya kebenaran yang sederhana atau bisa diartikan sebagai kejujuran. Makna lainnya juga menyiratkan sebuah pengorbanan. Ada banyak kisah penuh pengorbanan yang melatar belakangi kehadiran bayi kecil itu sehingga sesuai dengan namanya.Seluruh keluarga besar Watanabe menyambut kehadiran generasi penerus mereka yang berharga dengan penuh kebahagiaan. Sebuah pesta besar digelar di kediaman Watanabe yang ada di Tokyo. Kakek Akehito mengundang sesama tetua kenalannya dari berbagai klan untuk memperkenalkan Kenshin Watanabe.Bayi laki-laki itu memang berambut hitam lebat seperti ayahnya, tetapi ketika matanya terbuka sepasang mata biru terang yang identik dengan genetik ibunya nampak jelas menunjukkan jati dirinya.
Acara resepsi pernikahan yang hanya mengundang kolega dekat, sanak saudara kedua mempelai, serta teman-teman dekat Kenzo itu berakhir sekitar pukul 17.00 waktu Jepang. Mereka berdua dilepas di halaman depan rumah keluarga Kenzo oleh semua tamu dengan mobil pengantin sedan Genoz warna hitam berhias bunga-bunga segar nan cantik itu.Tangan Kenzo melambai keluar kaca jendela mobil yang melaju menjauh menuju ke Hotel Imperial Tokyo. Dia sengaja memesan kamar pengantin di sana agar besok paginya dapat menemui keluarga besar Indrajaya saat sarapan dengan layak. Kenzo memang belum mengenal banyak saudara serta kerabat dekat istrinya dengan baik."Selamat untuk pernikahan Anda, Tuan Muda Kenzo dan Nona Midori!" ucap Yamaguchi yang menyetir mobil pengantin."Terima kasih, Yamaguchi!" jawab Kenzo dan Midori kompak lalu mereka tertawa bersama.Kenzo dan Midori berdebar-debar sepanjang perjalanan mobil menuju ke hotel. Keduanya masih sangat hijau dalam melakukan hubungan suami istri. Pacaran mere
Setelah lewat 2 minggu semenjak Kenzo dirawat di rumah, pemuda itu sudah mulai pulih kondisinya. Kesibukan persiapan pernikahannya jelang hari H membuatnya berdebar-debar teringat tak lama lagi dia akan menjadi seorang suami dan mungkin juga ayah."Midori, besok masa tenang sebelum pernikahan. Jadi hari ini adalah saat terakhir kita bisa bertemu sebelum kamu dipingit," ujar Kenzo sembari menggandeng tangan Midori menyusuri jembatan kayu panjang di pesisir Teluk Tokyo.Langit senja saat dilihat dari tepi pantai memang luar biasa indah. Angin dari arah laut menerbangkan rambut panjang Midori yang tergerai. Kenzo berhenti melangkah lalu melingkarkan kedua lengannya di pinggang Midori dan mereka pun berdiri berhadapan. Perlahan ia mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Midori.Usai berciuman dia pun berkata, "Rasanya masih sama seperti ketika kita pertama kali berciuman di Kyoto. Rasa buah strawberi atau apel. Hahaha." Kenzo merasa dirinya begitu konyol terkenang saat itu."Aku marah dan
Ketika keluarga Indrajaya sampai di kediaman Watanabe, mereka diantarkan ke ruang tamu yang lebih hangat dibandingkan aula besar. Sekalipun sambutan dari keluarga besar Kenzo nampaknya ramah, tetapi Leeray tidak menurunkan kewaspadaannya. Sudah menjadi kebiasaannya sebagai pengusaha bahwa setiap kesepakatan selalu ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Hanya saja mereka belum mendengarnya."Silakan duduk, Semuanya. Terima kasih sudah bersedia memenuhi undangan kami," ujar Kakek Akehito Watanabe dengan nada ramah.Leon menerjemahkan jawaban dari kakak sulungnya, "Selamat siang, Semuanya. Terima kasih telah menerima kehadiran kami dengan ramah."Pemuda itu kali ini benar-benar serius mendengarkan setiap patah kata dari kedua belah pihak keluarga baik Watanabe maupun Indrajaya karena dia menjadi penyambung lidah mereka. Dengan diam-diam Leon menghidupkan fitur perekam suara di ponselnya untuk dokumentasi yang dapat dia berikan ke Kenzo yang tidak hadir bersama mereka dalam pertemuan ini.
Leeray menggantikan ayah ibunda Kenzo yang telah semalaman menjaga putera mereka di ruang ICU. Dia merasa kagum dengan keberanian pemuda Jepang itu saat menperjuangkan cintanya di hadapan tetua keluarga-keluarga yang super kolot memegang teguh tradisi mereka. Beruntung tim dokter bedah Rumah Sakit Tokyo dapat diandalkan sehingga Kenzo masih tertolong nyawanya. Usus pemuda itu robek di beberapa sisi saat tertancap pedang samurai yang digunakan untuk melakukan hara kiri di hadapan altar leluhur klan Watanabe kemarin siang.Dari kaca jendela ruang ICU, Midori memandangi papinya yang menjaga kekasihnya di dalam sana. Alat bantu napas dan selang infus beserta beberapa kabel yang terhubung ke mesin pendeteksi denyut jantung serta kualitas saturasi oksigen semuanya dipasangkan ke tubuh berotot Kenzo yang tertutupi pakaian pasien warna biru muda. Matanya masih terpejam erat dengan napas stabil perlahan.Tiba-tiba ada pergerakan dari tubuh kekasihnya. Midori segera berlari ke meja jaga perawa
Kedua biksuni itu melepas kepergian gadis tak bernama yang ditinggalkan sekelompok ninja di depan pintu kuil beberapa jam sebelumnya. Kini gadis yang tak sadarkan diri dengan kondisi tubuh penuh luka itu telah diinfus di dalam ambulance yang melaju dengan kecepatan sedang menuju ke rumah peristirahatan milik keluarga Yamada di Osaka.Tuan Kenji Yamada mengusap wajahnya yang jelas menampakkan kelelahan. Dia belum sempat beristirahat sejak kemarin karena mengurusi kisah asmara putera sulungnya, Takeshi. Cinta terlarang yang menyisakan kepahitan. Gadis dari klan Tokugawa itu nyaris mati dan dibuang jauh dari kediaman keluarganya. Bila dia boleh jujur, nuraninya menangis mengetahui masih ada praktik-praktik tradisi kolot yang tak berperikemanusiaan. Zaman telah berganti akankah manusia masih tetap berdiri di jalan lama dengan mengeraskan hati seperti Tuan Masumi Tokugawa? batin pria itu prihatin."Apa kau sudah menghubungi Takeshi agar memanggil dokter ke rumah di Osaka, Ito?" tanya Tuan
"Suamikuuu, tolong puteri kita pingsan!" Ibunda Ayumi memeluk tubuh anaknya yang penuh luka dan berdarah-darah di tanah. Dia berseru kepada pelayan rumah, "Antarkan nona muda ke rumah sakit!""TIDAK! Jangan bawa anak tak berbakti itu ke rumah sakit! Dia hanya akan menimbulkan kesulitan karena dokter pasti akan curiga melihat lukanya. Kirim ke kuil saja, biarkan para biksuni yang merawatnya nanti!" Masumi mencegah para pelayannya yang terdiam menunduk tak berani membantah perintah majikannya sekalipun itu jelas-jelas tak berperikemanusiaan. Gadis yang terluka parah itu sungguh miris kondisinya. Darah dari luka di wajahnya dan juga tubuhnya yang dibalut kimono putih berbahan katun polos. Ibundanya menangisi Ayumi hingga air matanya terkuras tak kunjung habis. Bagaimana pun kesalahan puterinya, Nyonya Michiko tak akan tega melihat darah dagingnya dipukuli hingga nyaris mati di depan matanya sendiri."Suamiku, luka Ayumi begitu parah ...a—aku a—aku takut dia akan infeksi bila tidak seger
Seusai kepergian ayah ibunda Kenzo bersama rombongan keluarga Indrajaya ke rumah sakit. Pertikaian antara tetua klan Watanabe dan Tokugawa semakin sengit. Mereka saling berteriak satu sama lain."Perjodohan ini sudah berakhir, Tuan Masumi Tokugawa! Kenzo sudah mematahkan perjanjian darah itu dengan hara kiri!" ucap Akehito Watanabe lantang. Dia menyesali kekeras kepalaannya sendiri tadi hingga cucunya mengambil jalan seperti itu.Tuan Masumi dengan wajah penuh murka berteriak seraya menggebrak meja, "Kalau Kenzo selamat seharusnya dia tetap menikahi puteriku, Ayumi, Tuan Akehito!"Nenek Kenzo angkat bicara karena mengetahui bahwa gadis klan Tokugawa itu sudah tak layak disebut gadis karena telah ternodai. "Dia tak layak bersanding dengan Kenzo, cucuku mengatakan bahwa Ayumi telah memberikan keperawanannya kepada putera keluarga Yamada. Mereka pun telah beritikad baik dengan hadir di sini," ujar Nyonya Kyoko Watanabe dengan dingin."HUH! Aku tak sudi berbesan dengan keluarga Yamada!" T
Semua mata tertuju pada sepasang kekasih muda belia itu. Midori menangis pilu memeluk tubuh Kenzo mencegah pemuda Jepang itu bertindak gila dengan mengakhiri hidupnya demi cintanya.Deasy dan Leeray saling bertukar pandang, mereka tak menyangka kisah cinta puteri mereka lebih sulit dibanding secret marriage yang dulu pernah mereka jalani. Memang kakek Midori menghajar Leeray hingga babak belur nyaris mati setelah mengetahui Deasy menikah diam-diam dan dihamili olehnya dulu. Namun, tidak sampai harus dipaksa bunuh diri begini.(Baca kisah cinta Leeray dan Deasy dalam novel Terjerat Cinta Milyarder Sexy)"Sudahlah, kami tidak ingin drama! Tolong Tetua Watanabe menjernihkan situasi pelik ini. Puteri kami berhak mendapat kejelasan nasib perjodohan yang telah disepakati dahulu antara dua keluarga Watanabe-Tokugawa!" Masumi Tokugawa tak ingin kehilangan kesempatan berbesan dengan keluarga bangsawan terhormat dan kaya raya seperti klan Watanabe dan dia benci keturunan Yamada.Namun, Kenzo ta