“Nyonya, kenapa Anda menangis?” tanya Chavela bingung, begitupun dengan Miguel.“Benar nyonya, maafkan jika pertanyaan Vela terlalu menggebu-gebu, dia sudah lama sekali tidak bertemu kakaknya, sekitar tiga tahun lebih, jadi wajar kalau Vela kurang bisa menahan diri.”“Tidak-tidak, kalian tidak perlu meminta maaf, tante yang seharusnya meminta maaf, terutama pada kamu Chavela.”Nyonya Victroia berkata di sela isaknya, membuat Chavela dan Miguel bertambah bingung. Namun akhirnya keduanya terdiam, menunggu apa yang akan dikatakan nyonya besar Mendez.Akhirnya nyonya Victroia menghela napas panjang, ia bisa menguasai diri kembali. Belakangan, semenjak ia menyadari kekeliruan dan kesalahannya pada Elena, ditambah melihat keadaan putranya yang mengenaskan, membuat wanita itu banyak menangis dihimpit penyesalan dan rasa bersalah.Dengan suara bergetar, nyonya Victoria pun menceritakan semuanya, mulai pernikahan Elena dan Raul yang terjadi karena keinginan nyonya Maria, nenek Raul. Lalu perlak
“Rencana? Rencana apa itu, Migu?” tanya Chavela penasaran, ia segera mengangkat kepalanya dari dada pemuda itu.Miguel pun menjelaskan rencana kelanjutannya dalam mencari Elena. Chavela hanya mengangguk pelan, ia hanya akan mengikuti rencana kekasihnya itu, karena ia sendiri benar-benar bingung dan nyaris frustasi, tidak tahu lagi apa yang harus di lakukannya.Miguel segera mengajak Chavela untuk makan siang, karena gadis itu mulai kehilangan semangat dan selera makannya. Bahkan gadis itu kembali menangis sedih manakala sang paman menghubunginya.“Vela, dengarkan paman sayang. Kamu harus sabar dan tetap tenang, jangan sampai hal itu mempengaruhi kesehatanmu dan juga mengganggu belajarmu.”“Baik, paman. Aku dan Miguel akan melakukan berbagai cara untuk menemukan Elena, mohon doa dari paman dan bibi. Oya, Vela sudah mendaftar dan mengikuti seleksi untuk program beasiswa yang diadakan di kampus, minggu ini akan keluar hasilnya.”Chavela kembali bersemangat ketika ia menceritakan kegiatan
“Besok, nyonya Rodriguez sendiri yang akan menyerahkan.” Chavela berkata antusias, namun kemudian ia termangu memperhatikan Miguel yang terdiam, seolah sedang mengingat sesuatu.“Kenapa Migu? Apa kamu tahu tentang yayasan Rodriguez?” tanya Chavela penasaran.“Tidak terlalu banyak tahu sih, cuma aku pernah dengar yayasan Rodriguez ini yayasan sosial yang cukup ternama yang bergerak dibidang kesehatan dan pendidikan. Pemiliknya adalah keluarga Rodriguez, salah satu keluarga paling terpandang dan disegani di kota ini.”“Wah, kamu banyak tahu ya?” puji Chavela kagum.“Aku juga tahu dari papa, kata papa bisnis Rodriguez ini sangat besar, hampir di berbagai lini, dari rumah sakit, mall, cafe dan bar, juga resto. Dan mereka adalah salah satu pelanggan utama cava kami.”“Oh, jadi ada kerjasama bisnis antara papa kamu dan perusahaan Rodriguez?”“Yeah begitulah,” sahut Miguel santai.“Hebat ya mereka, meskipun kaya raya tapi tidak sombong, tidak seperti perempuan yang di rumah Mendez itu,” gumam
“Sayang, ada apa?” tanya Diego bingung, begitu pun Mario. Tadi nyonya Rodriguez ini sangat bersemangat, namun tiba-tiba ia menjadi sedih ketika membicarakan Bellen.“Tidak apa-apa Diego, aku hanya sedikit emosional, sebab jika melihat Bellen, aku selalu teringan Chavela,” jawab Elena sambil menghela napas. Seketika kerinduan pada keluarganya terutama pada sang adik menyeruak kembali.“Oh, iya. Aku hampir lupa, aku berjanji akan menemanimu menemui keluargamu. Apa adikmu sekarang sudah selesai sekolah menengah?”“Harusnya sudah Diego, Chavela seumuran dengan Bellen. Cuma aku tidak tahu apakah dia melanjutkan studinya atau tidak.” Elena bergumam lirih, ingin sekali ia pulang ke desanya menemui paman dan bibi serta adiknya, namun dia tidak tega meninggalkan Diego, khawatir hal yang buruk tiba-tiba terjadi saat dia tidak ada di sisi lelaki itu.“Kamu tenang sayang, lusa kita akan menjemput Chavela, bawa Chavela ke mari, kita carikan dia universitas terbaik di kota ini, supaya adikmu selal
‘Suara itu…’ Bellen membathin, kata-kata yang diucapkan Chavela barusan terdengar sangat familier di telinga Bellen. Baik kalimat, intonasi dan juga warna suaranya.Masih segar dalam ingatan Bellen, ketika nyonya Emma memarahinya karena mengerjai Dona, saat itu Mia dan nyonya Rodriguez yang menolongnya sehingga ia tidak jadi dihukum. Selang beberapa jam kemudian Mia memanggilnya karena nyonya mau bicara.Bellen merasa sedikit takut kalau-kalau dia akan dihukum, namun ternyata yang terjadi sebaliknya. Nyonya Rodriguez meminta Bellen menceritakan tentang dirinya, dan setelahnya, ia ditawarkan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Semula ia menolak, namun sang nyonya membujuknya hingga mengucapkan sama persis yang diucapkan Chavela tadi setelah ia mengiyakan.‘Kenapa bisa sama persis, apa halusinasiku saja ya…’ gumam Bellen sambil menatap wajah Chavela yang sedang sibuk dengan makanannya. Semakin lama ia memperhatikan setiap detail wajah Chavela, maka semakin terlihat jelas bayang
“Apa? Tamu istimewa?” tanya paman Zavier tertegun, sontak ia menatap sang istri yang berada tidak jauh darinya. “Maksud kamu siapa?”“Entah tuan, sepertinya datang dari kota, mobilnya bukan mobil biasa tapi mobil mewah, dan wanita yang turun dari mobil itu sangat cantik.”“Wanita?” gumam paman Zavier, sontak sang istri menatap suaminya dengan penuh tanya. “Ada berapa orang?”“Yang turun hanya satu, tapi sepertinya di dalam ada lagi, semua ada dua mobil,” lapor si laki-laki tadi, ia adalah salah satu pekerja di kebun itu.“Ya sudah, ayo Inez kita lihat, siapa mereka,” ucap paman Zavier sambil mengajak istrinya. Namun baru saja hendak melangkah, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan kedatangan dua orang yang mendekati mereka.“Nah itu tuan, itu nyonya cantik yang tadi mengetuk pintu rumah tuan, tapi tadi sendiri,” lapor si pekerja tadi. Sontak semuanya menatap ke arah dua wanita yang sedang berjalan mendekat.Tuan Zavier dan istrinya tertegun, mereka diam mematung menatap salah satu wanit
“Ada apa, Mario? Apa kamu mengenal Miguel?” tanya Diego heran. “Tidak, tuan. Tapi kemaren ada yang melapor pada saya, mereka menemukan banyak selebaran di tempel di berbagai tempat umum,” jawab Mario.“Di dalam selebaran itu ada gambar mirip nyonya, dan tertera nama dan nomor Miguel Hernandez, agar menghubungi nomor itu jika mengetahui keberadaan wanita ini.”“Oh, apa kamu yakin wanita di selebaran itu aku, Mario?” timpal Elena terkejut.“Iya, nyonya. Memang mirip Anda, hanya saja jika saya perhatikan itu seperti foto lama,” sahut Mario.“Lalu apa yang kamu lakukan pada selebaran-selebaran itu, Mario?” tanya Diego memastikan.“Saya sudah memerintahkan orang-orang kita untuk membersihkan selebaran-selebaran itu, khawatir dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, selain itu akan beresiko buat keamanan nyonya.”“Ya, itu bagus!” Diego mengomentari.“Orang-orang kita juga sedang menyelidiki, siapa Miguel Hernandez itu, jika sudah dapat informasi baru saya akan melapor pad
Elena tertegun mendengar pertanyaan yang dilontarkan bibi Inez, ia memang sudah menduga akan ditanya seperti itu, namun tak urung membuatnya terasa berat untuk menceritakan, karena mau tidak mau ia harus mengorek kembali luka di masa lalunya.Wanita itu menghela napas panjang sebelum akhirnya ia berkata, “Maafkan aku, Bi. Semua terjadi diluar rencana dan kuasaku.”Elena pun menceritakan mengenai pertemuannya dengan nenek Maria, salah seorang pelanggan di tempat dia bekerja. Siapa sangka, wanita kaya itu sangat menyukai Elena, dan meminta Elena menikahi cucunya.Suara Elena bergetar, manakala ia teringat bagaimana perlakuan orang-orang di kediaman Mendez padanya, bukannya keluarga Mendez saja, tetapi juga para pelayan di sana memperlakukannya dengan buruk.“Jadi, mereka memperlakukanmu seperti budak?” tanya Bibi Inez geram, Elena terdiam tak bisa berkata-kata. “Elena, bukankah nyonya Maria Mendez sangat menyayangimu? Mengapa kamu tidak mengadu padanya atas perlakuan mereka padamu di b