Bab 7

Johannes memiliki seorang putra dan dua putri. Putranya, Austin Mulyadi tidak tertarik pada dunia bisnis dan memilih untuk terjun ke dunia politik. Kariernya memelesat mulus tanpa hambatan dan dia sudah dipindahkan ke Provinsi Nanduri.

Alyssa adalah anak kedua Johannes dan merupakan ratu bisnis. Sekarang, dia memimpin Grup Makmur Jaya yang didirikan Johannes. Hanya dalam waktu beberapa tahun, dia berhasil memperluas skala perusahaan secara signifikan dan membuatnya menjadi salah satu perusahaan terkemuka di Kota Lokis.

Oleh karena itu, Johannes baru dapat pensiun lebih awal. Dia menyerahkan seluruh kekuasaan atas Grup Makmur Jaya kepada Alyssa.

Anak bungsunya, Adeline lebih temperamental dan menyukai bela diri. Dia berguru dengan Hardi Cempaka, salah satu dari empat master di Kota Lokis.

Mobil Alyssa memiliki aroma yang harum. Albert mau tak mau merasa agak gugup. Bagaimanapun juga, yang duduk di sampingnya saat ini adalah Alyssa yang tak terjangkau.

“Dokter Albert, terima kasih banyak atas pertolonganmu kali ini. Kamu masih muda, tapi sudah punya keahlian medis dan bela diri yang begitu luar biasa. Kesuksesan yang bisa kamu raih di masa depan pasti nggak terbatas,” ujar Alyssa untuk memulai pembicaraan dengan Albert.

“Terima kasih atas pujian Bu Alyssa,” ucap Albert dengan tenang. Dia juga termasuk orang yang berpengalaman.

“Aku sangat jarang memuji orang lain dengan tulus. Tapi, ucapanku itu benar-benar tulus dari lubuk hati terdalam,” kata Alyssa sambil menyelipkan rambut hitamnya yang berkilau ke belakang telinga. Gerak-geriknya terlihat sangat anggun.

“Kalau begitu, aku benar-benar merasa terhormat.”

Albert sudah pernah mengalami banyak pasang surut dalam hidup. Jadi, dia memiliki pemikiran yang dewasa dan hati yang teguh. Dia tidak menjadi arogan karena dipuji oleh Alyssa, melainkan tetap bersikap rendah hati dan tenang.

“Kami yang seharusnya merasa terhormat karena bisa mengenal Dokter,” jawab Alyssa dengan hormat.

Tidak lama kemudian, mobil mereka tiba di vila Keluarga Mulyadi yang terletak di pinggir Sungai Lokis. Seluruh kawasan vila ini mencakup beberapa hektar, bangunannya bergaya klasik dan memancarkan nuansa kuno.

Paviliun, jembatan bergaya kuno, dan juga gazebo di dalam kawasan vila ini tertata dengan indah serta menciptakan pemandangan yang menawan. Kemegahannya juga mencerminkan status sebuah keluarga terpandang.

Setelah tiba di vila Keluarga Mulyadi, Alyssa langsung menyerahkan selembar kartu bank dan ponsel model terbaru kepada Albert.

“Dokter Albert, di dalam kartu ini terdapat 600 miliar. Ini biaya pengobatan dari kami. Harap kamu menerimanya.”

Albert juga tidak sungkan dan langsung menyimpannya. Saat ini, dia sangat membutuhkan uang.

Sejak zaman dahulu, orang-orang percaya bahwa orang miskin perlu menekuni sastra, sedangkan orang kaya perlu menggeluti bela diri. Bagi orang biasa, menempuh pendidikan merupakan jalan terbaik untuk mengubah nasib.

Sementara dalam seni bela diri, dibutuhkan banyak obat herbal yang mahal sebagai penunjang. Tanpa asupan nutrisi yang memadai, sekeras apa pun seseorang berlatih, semuanya akan sia-sia dan dia bahkan berisiko untuk merusak tubuh.

“Kalian panggil saja aku langsung dengan namaku. Aku merasa agak aneh dipanggil Dokter Albert,” kata Albert.

“Kamu itu orang yang berjasa besar bagi keluarga kami. Mana boleh kami langsung memanggil namamu. Kalau kamu nggak suka panggilan itu, kami akan memanggilmu Pak Albert,” ujar Johannes untuk menimpali percakapan itu sambil memberi isyarat mata pada Adeline yang berdiri di sisinya.

“Pa ... Pak Albert, maaf. Aku harap kamu bisa maafkan kebodohanku dan sikapku tadi.”

Adeline yang dari tadi tidak mampu melontarkan permintaan maaf akhirnya mengesampingkan harga dirinya dan membungkuk pada Albert untuk meminta maaf dengan tulus. Dia adalah orang yang berlatih bela diri dan mengidolakan kekuatan. Dia memandang rendah orang yang lebih lemah darinya, tetapi sangat mengagumi orang yang lebih kuat dan unggul darinya.

Baik itu keterampilan medis yang dapat menyelamatkan nyawa orang dari ambang kematian maupun kekuatan yang dapat mengalahkan seorang ahli tingkat ke-7 hanya dengan satu serangan, kemampuan yang ditunjukkan Albert hari ini sudah sepenuhnya membuat Adeline tunduk dan kagum.

Albert sama sekali tidak tertarik pada Adeline yang mengidolakan kekuatan. Dia dapat melihat sedikit bayangan Irene dalam sosok Adeline. Kedua orang itu memiliki banyak kesamaan sehingga dia merasa kurang nyaman. Jadi, dia hanya mengangguk pelan sebagai respons.

Alyssa segera menengahi situasinya dengan berkata, “Pak Albert, dengar-dengar, kamu masih belum punya tempat tinggal tetap. Aku punya sebuah rumah di Vila Dihari. Kalau kamu nggak keberatan, aku akan memberikannya kepadamu. Anggap saja itu hadiah permintaan maaf atas sikap Adeline sebelumnya.”

Albert tidak ingin menerima hadiah dari Keluarga Mulyadi tanpa alasan jelas. Di dunia ini, ada banyak hal yang terlihat gratis, tetapi harganya sebenarnya sudah ditentukan secara diam-diam. Jika tergoda oleh sedikit keuntungan sesaat, seseorang mungkin harus berkorban lebih banyak pada akhirnya.

Namun, Albert benar-benar tertarik setelah mendengar nama Vila Dihari. Sebab, rumah lamanya juga terletak di sana.

“Kamu nggak usah memberikannya padaku, tapi kita boleh pergi lihat-lihat vila itu. Kalau vila itu sesuai keinginanku, aku akan membelinya sesuai harga pasar,” jawab Albert. Saat ini, dia memang membutuhkan tempat tinggal.

“Oke. Kalau begitu, aku akan membawamu pergi melihat-lihat vilanya.”

Alyssa mengemudikan mobil secara pribadi dan mengantar Albert ke Vila Dihari. Ini merupakan salah satu kawasan vila mewah yang paling terkenal di Kota Lokis. Orang-orang yang tinggal di kawasan ini memiliki status yang tinggi.

Vila Dihari berjarak tidak terlalu jauh dari vila Keluarga Mulyadi. Mereka pun tiba hanya dalam waktu belasan menit. Begitu melihat Alyssa melajukan mobil ke vila nomor 18 dan gerbangnya terbuka secara otomatis, Albert pun terkejut.

“Ini rumahnya?”

“Iya. Vila Dihari nomor 18. Ada masalah?” tanya Alyssa.

Albert menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, “Ini rumahku dulu.”

“Hah? Kebetulan banget! Sepertinya ini memang jodoh. Sekarang, rumah ini sudah kembali lagi ke pemiliknya.”

Alyssa merasa sangat beruntung. Ini merupakan sesuatu yang awalnya tidak disengaja, tetapi malah membawakan hasil yang menguntungkan.

Sebelum Alyssa selesai parkir, Albert sudah membuka pintu dan turun dari mobil. Dia sudah tidak kembali ke rumah ini dua tahun penuh. Namun, halamannya masih sama persis seperti dulu. Dia pun tiba-tiba merasa ingin menangis.

Selama dua tahun terakhir, Albert melewati kehidupan yang sangat tragis, juga disiksa dan dihina habis-habisan di vila Keluarga Kunjono. Mana mungkin dia tidak merasa sedih setelah kembali ke rumah lamanya?

Setelah Alyssa membukakan pintu rumah, Albert pun melangkah masuk. Keadaan di dalam rumah sudah sepenuhnya berbeda. Seluruh desain dan perabotnya sudah diganti.

“Pak Albert, apa desain rumah ini masih sama dengan dulu? Aku belum pernah tinggal di rumah ini setelah mendapatkannya. Jadi, aku juga nggak pernah sentuh barang-barang di dalamnya,” ujar Alyssa.

“Rumah ini sudah direnovasi ulang dan sama sekali berbeda dengan dulu. Awalnya, aku kira aku masih bisa temukan beberapa barang peninggalan orang tuaku. Tapi, semuanya seharusnya sudah dibuang,” jawab Albert dengan agak menyesal.

“Kamu yang beli rumah ini?” tanya Albert.

“Bukan. Melly sangat ingin bekerja sama dengan Keluarga Mulyadi. Kira-kira setahun lalu, dia berikan rumah ini sebagai hadiah ulang tahun untuk ayahku. Setelah itu, aku baru setuju untuk kerja sama dengan Grup Bintang Mulia.”

Albert pun tersenyum sinis. Melly benar-benar ahli dalam menyusun rencana. Bisa-bisanya Melly terpikirkan untuk merenovasi vila Keluarga Saputra dan menghadiahkannya kepada Keluarga Mulyadi.

“Melly ....” Begitu mengungkit tentang wanita itu, amarah Albert langsung memuncak lagi. Meskipun sudah memberi Melly pelajaran tadi pagi, dia masih belum puas. Sepertinya, dia harus memberi pelajaran pada Melly lagi untuk melampiaskan amarahnya.

Alyssa melirik Albert dan menemukan sedikit kedinginan di wajahnya. Dia pun bertanya dengan hati-hati, “Dengar-dengar, Melly itu ibu angkatmu?”

“Benar. Dia itu ibu angkatku.” Albert mencibir, “Aku kagum banget sama dia. Waktu dia melarikan diri ke Kota Lokis dulu, hidupnya sangat menderita. Ibuku berbaik hati menampungnya. Tak disangka, dia malah nggak tahu berterima kasih. Sekarang, dia sudah kaya dan terkenal. Kelicikan dan cara yang dipakainya benar-benar membuat orang kagum.”

Saat mengungkit tentang hal ini, Albert masih merasa marah.

Alyssa mengangguk dan menimpali, “Aku pernah berinteraksi beberapa kali dengannya. Aku dapat menilai dia itu memang orang yang sangat tegas dan banyak akal. Tapi, kalau dilihat dari keadaan sekarang, dia ternyata nggak pandai menilai orang. Bisa-bisanya dia nggak tahu kemampuanmu. Dia benar-benar buta!”

Alyssa sudah membuat keputusan. Begitu pulang nanti, dia akan langsung memutuskan semua kerja sama dengan Grup Bintang Mulia.