Yuasa masuk ke sebuah ruangan penetasan, seperti namanya tempat ini terasa hangat. Rasa senang terpancar dari wajah Yuasa yang terlihat tersenyum. Pria di sebelahnya pun ikut tersenyum.
“Kau pasti menantikan hari ini, hari dimana nagamu akan memiliki tubuhnya sendiri.”Pria itu menunjukkan tempat khusus untuk menetaskan telur. Sebuah tempat yang mirip seperti inkubator. Yuasa merasakan tempat khusus itu lebih hangat dari ruangan penetasan.“Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menetaskan telur naga?” tanya Yuasa yang antusias akan segera melihat Aurum menetas.Pria dengan pakaian serba perak itu menatap Yuasa, “Tidak akan lama,” jawabnya kemudian dia mendekati Yuasa dan menyentuhnya. “Sepertinya tidak bisa hari ini, tubuhmu terlalu lemah. Istirahatlah dulu,” lanjutnya.“Aku masih kuat,” sanggah Yuasa yang tidak ingin menunda proses penetasan Aurum.“Tidak, tubuhmu tidak akan kuat saat ini,” tolak pria berambut perak dan bertaRafael sudah menunggu di kaki pegunungan Jade saat Yuasa turun. Dia sudah menyambut kedatangan Yuasa dengan senyuman. Sementara Yuasa menunjukkan bunga mawar merah delima kepada mereka. Yui terlihat begitu menyukai bunga dan meminjam bunga itu untuk diamati.“Kapan ya, ada yang mau memberiku bunga secantik ini,” ucap sang putri yang terlihat begitu menginginkan bunga mawar seperti yang saat ini dipegangnya.“Sudah kubilang kan, itu mustahil,” balas Light. Mereka memang selalu berselisih paham. Setelah memberikan kembali bunga mawar itu, Yui mengejar Light, sementara pria muda dengan rambut keperakan itu berlari kencang dan melompat-lompat ke arah hutan.“Jangan lari!” teriak Yui yang tidak serta merta berteriak saja, dia menyerang Light dengan kekuatannya.“Paman, apa itu tidak berbahaya?” Yuasa yang melihat kedua adik kembarnya berkelahi tidak hanya dengan tangan kosong merasa khawatir.“Biarkan saja, mereka sudah biasa seperti itu,” jawab Rafael ringan seakan hal itu memang hal bias
Rosaline seketika terbangun. Dia seperti orang yang baru saja sadar dari tenggelam, rasanya paru-parunya kekurangan oksigen dan dia menghirup udara banyak-banyak. “Rupanya sudah siuman.” Suara seorang pria yang datang menyalakan lampu kamar Rosaline yang awalnya gelap. “Mimpi, apa aku bermimpi.” Rosaline memegang dadanya merasakan jantungnya masih berdetak, lalu dia menyentuh pipinya dengan kedua tangan seakan ingin memastikan dirinya benar-benar asli. “Apakah aku masih hidup?” tanya Rosaline kepada pria yang baru saja masuk ke kamarnya. Dia mengerutkan alisnya mungkin juga setengah mengira gadis yang saat ini bangun sedang kurang waras. “Tentu saja kau masih hidup, Nona,” jawab pria itu mengecek denyut nadi di pergelangan tangan kemudian retina matanya. “Sangat hidup,” lanjutnya. Pria itu berbalik lalu kembali menutup pintu kamar Rosaline. Tak lama kemudian dia kembali. “Jangan kemana-mana, kalau kau butuh sesuatu panggil saja pelayan
Riona Blackrose, begitulah nama samaran Rosaline dan dia akan dipanggil dengan nama itu setelah meninggalkan akademi. Dia bertekat menghilangkan tato di tangannya apa pun yang terjadi.Gadis berambut hitam karena di cat ini membolak-balik alamat yang dia miliki untuk memastikan bangunan yang ada di depannya adalah tempat yang benar. Dia melihat sebuah bangunan yang tidak layak disebut rumah. Pagar yang sebagian sudah tidak lagi berfungsi sebagai pagar dan ditumbuhi tanaman rambat. Taman yang tidak terawat, lebih banyak rumput dibandingkan bunganya serta kondisi rumah yang bisa dibilang reot.“Yang benar saja, pasti bukan di sini,” gumam Riona berbalik dan mencari lagi alamat yang sesuai. Namun, sekali lagi dia berakhir di rumah yang sama.“Mereka bilang memang ini rumahnya, tetapi tidak mungkin rumah seorang Red Diamond seperti ini,” batin Riona.Hari makin malam dan dia tidak memiliki pilihan lain selain masuk dan memastikan pemil
Yuasa bersiap untuk kembali mendaki pegunungan Jade seperti janjinya kepada Aurum. Dia membuka pintu rumah Rafael dan melangkah keluar, tetapi tangannya ditarik oleh pria kekar yang kemudian berkacak pinggang dihadapannya."Mau ke mana?" Rafael menatap Yuasa tajam seakan tatapannya bisa mengulitinya."Pa—paman!" Yuasa mendengus kesal, melihat ekspresi wajah Rafael sudah jelas pria itu akan melarangnya."Ke puncak pegunungan Jade," jawab Yuasa jujur."Belum waktunya," balas Rafael menarik tangan Yuasa lalu mengunci pintu rumahnya. Dia memberikan isyarat kepada Yuasa untuk mengikutinya."Ck," decak Yuasa kesal. Namun, dia tetap mengikuti Rafael menuruni tangga ke ruang bawah.Yui dan Light sedang mengepel ruangan luas yang seperti dojo itu. Semua jendela telah terbuka dan tidak tercium aroma pengap seperti dulu."Paman!" Kedua anak kembar itu menghambur seperti anak ayam yang melihat induknya. Mereka mengitari Rafael dengan mengatakan apa yang sudah mereka
Xavier mengecek laboratorium untuk memastikan semua berjalan lancar. Dia melihat ada bercak darah di lantai. Merasa penasaran dia menyusuri darah tersebut hingga menemukan bekas darah yang mengering di dekat tabung kaca tempat sang raja kegelapan berada. “Aneh, darah apa ini?” gumam Xavier memeriksa lagi apakah ada kebocoran pada tabung kaca tersebut. Xavier sudah beberapa hari tidak berkunjung ke laboratorium untuk mencari tahu tentang raja kegelapan. Ciri-ciri fisik raja ini tidak mirip dengan raja kegelapan yang dia kenal. “Tuan Xavier, apa Anda sendirian?” tanya anak buah Xavier yang terlihat sedang mencari seseorang. “Bukankah seharusnya penjaga malam itu berdua?” tanya balik Xavier. “Iya, benar tapi temanku entah kemana,” jawab pria itu sedikit merasa takut akan disalahkan oleh atasannya. “Lihat ini!” Xavier menunjukkan bercak darah di lantai. Pria yang hari ini memiliki jadwal berjaga merasa takut melihat bercak tersebut. Dia takut mend
Rafael mengunci dirinya di kamar. Yui sudah berusaha mengetuk kesekian kali, tetapi hanya mendapatkan jawaban 'pergi' dari pria yang melatihnya itu. Sedangkan Rafael membuka sebuah kotak yang terlihat sangat lama tidak dibuka."Aku harus memastikannya," gumam Rafael membuka kotak itu. Sebuah buku besar dengan kertas yang sudah tidak lagi putih karena termakan usia berada di dalam kotak. Rafael membaca mantra dan segel buku itu terbuka."Di halaman berapa? Kristal istimewa," gumam Rafael membuka halaman dan mencari informasi yang dia maksud.Ingatannya kembali ke hari di mana kakaknya –Yuichi memutuskan untuk menikahi Sawatari."Dia manusia, Yuichi!" Seorang pria yang wajahnya mirip dengan Rafael terdengar menentang keputusannya."Tapi aku mencintainya," jawab Yuichi saat itu."Ini bukan hanya masalah cinta, tapi keturunanmu nanti!" suara pria yang merupakan Ayah Rafael memberikan alasan supaya Yuichi tidak menikah dengan seorang manusia.Perdebatan terus berlanjut hingga Yuichi
Rosaline turun dari kapal dan menginjakkan kakinya di pelabuhan Kota Aquamarine. Salah satu kota di Kerajaan Silverstone. Dia mengenakan pakaian manusia dan menyamar seperti manusia. Dua minggu yang lalu, dia menyelesaikan barrier tujuh lapisnya setelah hampir tiga bulan berlatih. Akhirnya dia diperbolehkan melanjutkan misinya, menghilangkan tato di tangannya.“Dari sini lebih baik langsung ke ibukota, kurasa aku perlu tumpangan untuk ke sana,” gumam Rosaline membaca peta yang ada di tangannya sambil berjalan tanpa memperhatikan jalan. Dia tidak melihat ada seorang pria yang berdiri di depannya dan menabrak pria itu hingga petanya jatuh.“Maaf, aku tidak sengaja,” ucap Rosaline cepat-cepat.Pria itu memperhatikannya dengan tatapan terpukau seakan belum pernah melihat manusia seperti Rosaline.“Maaf, apa Anda terluka?” Rosaline kembali meminta maaf kepada pria berambut hitam yang pastinya bukan pemilik kristal hitam, dia hanyalah manusia biasa.“Tidak apa-apa,” jawabnya.Rosaline menun
Yuasa tidak mendaki puncak Pegunungan Jade hingga dia dipanggil kembali untuk masuk akademi. Rafael mengantarnya dan memastikan akademi sudah memiliki pelindung kembali. "Sepertinya Agni baik-baik saja, pelindung sudah terpasang lagi di Akademi," batin Rafael yang mengantar Yuasa hingga masuk ke kamarnya. "Ini resep teh ginseng sisik naga, Rosaline tidak ada di sini untuk menyiapkannya. Kau tidak boleh salah," ucap Rafael dan memberikan penekanan pada kalimat terakhirnya. "Kuusahakan," jawab Yuasa yang tidak tahu apakah dia akan benar membuat racikan tehnya. "Dengar, tidak …," "Tidak boleh keluar akademi!" sela Yuasa memotong ucapan Rafael. "Aku mengerti Paman, Xavier masih mengincarku," lanjut Yuasa. "Bagus kalau kau tahu, apapun yang terjadi jangan keluar, kau aman selama di dalam akademi," imbuh Rafael. Yuasa berlatih hampir satu bulan bersama Rafael dan dalam waktu satu bulan dia sama sekali tidak bisa menggores pamannya. Meskipun begitu, perkembangan Yuasa cukup pesat. Dia
Raja Quattro dikejutkan dengan tanaman merambat yang mulai menjalar dan terus tumbuh di bawah kakinya. Tanaman itu mengikuti ke mana sang raja baru melangkah. Seakan tahu sasarannya, tanaman rambat itu mengikat kaki Raja Quattro.“Kau mengendalikan tanaman!” teriak Raja Quattro saat tanaman rambat mulai melilitnya dari bawah. Kakinya telah terikat sempurna hingga lutut. Dia berusaha memotong sulur-sulur yang merambat cepat.“Aku tidak menguasai pengendalian tanaman,” balas Pangeran Yuasa.Pangeran Yuasa juga bingung dengan kondisi angin yang bertiup bersamaan dengan helai dedaunan. Aroma mint lembut terbawa dalam hembusan angin hingga semua pasukan berhenti berlari saat menghirup aromanya.“Jangan berkilah, hentikan tanaman ini!” teriak Raja Quattro saat tanaman rambat itu kini membungkus seluruh kakinya hingga ke pinggang dan masih menjalar. Bukan hanya di bawah kaki Raja Quattro tanaman mulai tumbuh di seluruh bagian. Ada beberapa bunga kecil yang mulai mekar pula.“Ayahanda,” gumam
“Rosaline!” Damian menangkap tubuh Rosaline. Dia menepuk pipi adik perempuannya supaya sadar.Raja Quattro yang melihat barrier tujuh lapis. Rosaline menghilang menyeringai. Senyumannya membuat Damian merasa merinding. Tubuh Rosaline tiba-tiba terasa ringan. Damian yang melihat perubahan itu menyipitkan mata tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tubuh Rosaline yang sedang pingsan tiba-tiba berpindah dari tangan Damian ke tangan Raja Quattro tanpa disadarinya. Angin Raja Quattro yang memindahkannya secepat kilat.Keberadaan Rosaline di tangan Raja Quattro membuat mereka semua bergidik. Raja itu melakukan segala cara demi tercapai tujuannya.“Pangeran! Turun dan serahkan dirimu, atau ....” Raja Quattro memperlihatkan Rosaline yang berada di tangannya dan memberikan isyarat gerakan tangan di depan leher seperti diiris.“Bagaimana Yuasa?” Aurum yang bersatu dengan Pangeran Yuasa tidak bisa tinggal diam. Baginya Rosaline merupakan orang yang berharga, setidaknya dia menganggap gadis itu
Adrian merasa ada yang janggal. Saat mereka meninggalkan Istana Mawar, permaisuri menyambut mereka. Namun, saat ini meskipun keributan sangat besar terjadi tidak ada tanda-tanda keberadaan permaisuri.“Tunggu.” Adrian menghentikan Pangeran Yuan yang akan membuka pintu ke kamar Raja Yuichi.“Ada apa?”Kedua anak kembar itu saling berpandangan kemudian melihat ke arah Adrian.“Kalian tunggu sebentar,” ucap Adrian meminta kedua anak kembar ini menunggu dan dia menyelinap masuk diam-diam.Tak lama berselang, Aurum bersama dengan Pangeran Yuasa masuk ke dalam.“Sedang apa?” tanya Aurum yang melihat dua anak sedang berdiri di depan pintu. Dia mencari tempat untuk meletakkan Pangeran Yuasa yang sedang tidak sadarkan diri. Setelah memindai ruangan dengan teliti dia menemukan ada kursi panjang dan akhirnya merebahkan Pangeran Yuasa di sana.“Apa yang terjadi dengan Kakak?” tanya Pangeran Yuan.“Kehabisan energi, sudah hal biasa,” jawab Aurum.Rosaline menanyakan keberadaan Adrian kepada Putri
Pangeran Yuasa berjalan menuju ke bangunan utama Istana Mawar. Mereka yang berada di depan sang pangeran menyingkir tanpa perintah. Semua orang seakan mendapatkan tekanan yang begitu berat dan tidak bisa beranjak dari tempatnya kecuali mereka yang menghalangi jalan seakan kakinya bergerak sendiri untuk memberi jalan sang pangeran. “Apa ini?!” batin Raja Quattro. Dia tidak bisa bergerak bahkan menunduk saat Pangeran Yuasa lewat di depannya. “Kau ingin tahu kekuatan apakah ini? Ini adalah kekuatan untuk mengendalikan, aku memang lemah tapi dengan kekuatan ini kau pun akan bertekuk lutut,” bisik Pangeran Yuasa di depan Raja Quattro. “Salam kepada Yang Mulia,” ucap Raja Quattro, ucapan yang seharusnya tidak pernah keluar dari mulutnya. Dia berlutut di depan Pangeran Yuasa. Semua pengikut sang raja pun mengikuti apa yang dilakukannya. “Sial, bagaimana bisa tubuhku dipaksa seperti ini!” batin Raja Quattro mengumpat dalam hati, mengutuk sang pangeran atas perlakuannya merendahkan dirinya.
Aurum menerjang prajurit yang menghalanginya. Dia tidak peduli dengan mereka yang menghalangi dan berlari ke arah Pangeran Yuasa.“Yuasa!”Raja Quattro yang melihat Aurum mendekat mengangkat tangannya. Dia mengucapkan sesuatu dan angin besar menerbangkan Aurum, naga yang begitu besar seakan tidak memiliki berat. Aurum terhempas dan menimpa beberapa prajurit.“Dasar pengganggu.” Raja Quattro membuat pembatas, pembatas yang membuat gentar siapa pun yang ada di sana. Mereka berdua berada di tengah-tengah pusaran angin.“Siapa yang akan menolongmu sekarang, Pangeran? Kau bukan apa-apa tanpa teman-temanmu. Kau pikir aku tidak tahu, kau lemah, sangat lemah, hanya karena kau terlahir sebagai anak raja maka semua ini bisa kau miliki. Sungguh membuat iri. Aku yang berusaha sekuat tenaga, berjuang dari bawah hanya bisa menduduki posisi jenderal. Sementara kau akan menjadi raja? Enak saja. Aku juga bisa melakukan pemurnian, ternyata itu bukan kekuatan spesial.” Raja Quattro menyeringai. Dia mena
“Cepat, kita harus menolong ayah!” seru Pangeran Yuasa.Yuan terbang lebih dulu, dia dapat merasakan kekuatan kristal hitam yang begitu besar.“Aneh, kenapa kristal hitam sangat terasa di sini, ini akan sangat buruk untuk ayah dan kakak,” batin Pangeran Yuan. Dia mendekati Yui dan membicarakan tentang firasatnya.“Istana Mawar ada di depan.” Pangeran Yuasa memberikan komandonya.Putri Yui memperlambat terbangnya saat merasakan sesuatu yang tidak biasa.“Ada apa?” tanya Pangeran Yuasa saat melihat kedua adik kembarnya berhenti dan tidak melanjutkan perjalanan mereka.“Itu!” Mata Pangeran Yuasa terbelalak, pasukan yang berjajar rapi mungkin lebih dari 10.000 prajurit ada di sana. Mereka dipimpin oleh Raja Quattro dan para jenderalnya.“Melawan mereka rasanya seperti menggali kubur sendiri,” gumam Rosaline.Sekuat-kuatnya mereka jika lawannya begitu banyak tetap saja akan sangat sulit.Pangeran Yuasa melihat pergerakan pasukan Damian dan yang lain menuju Istana Mawar. Pasukan mereka hany
Pangeran Yuasa terbang bersama dengan kedua adik kembarnya. Mereka mendarat di depan sebuah pintu besar yang terletak di tengah hutan.“Kurasa Aurum tidak akan muat,” ucap Pangeran Yuasa melihat sebuah pintu yang lebih besar dari pintu rumah pada umumnya, tetapi lebih kecil jika dibandingkan dengan gerbang dimensi.Pangeran Yuan tersenyum, “Dia bisa berubah, kan,” sambung Pangeran Yuan.Aurum berubah wujud. Dia terlihat seperti Pangeran Yuasa, yang berbeda hanya warna matanya, tetap keemasan.“Aku pasti muat dengan wujud ini,” ucap Aurum tersenyum simpul.“Rosaline,” panggil Pangeran Yuasa dan gadis itu mengangguk. Dia tahu dirinya diminta memasang barrier.“Tidak perlu,” tolak Pangeran Yuan saat gadis berambut merah itu akan memasangkan barrier padanya.“Tapi, Pangeran bisa terluka,” balas Rosaline.Pemuda dengan wajah yang sama seperti Putri Yui itu tersenyum, “Aku tidak apa-apa. Berikan pada Yui dan yang lainnya.”Rosaline berbalik dan membuat barrier untuk Putri Yui dan juga Aurum
Xavier menghadang mereka yang semuanya berpakaian hitam. Satu lawan sekumpulan orang tak membuat pria bersenjata tombak hitam ini gentar.“Kenapa kalian tidak menyerang saat kami sedang terlelap, sungguh baik hati sekali menunggu hingga kami bangun.” Xavier merasa mereka ternyata masih punya hati nurani.Salah satu dari mereka terlihat terluka oleh luka bakar, Xavier merasa mengenal luka tersebut, luka yang di akibatkan oleh api hitam.“Apa Rafael berjaga tadi malam? Bukankah dia tidur lebih dulu dariku,” batin Xavier.Malam itu mereka berusaha menyerang, menunggu mereka terlelap. Saat kaki mereka melangkah cukup dekat dengan rumah pohon, sebuah barrier tujuh lapis ternyata menyelubungi tempat itu. Barrier itu sangat keras dan dengan usaha yang cukup besar mereka menghancurkan ke tujuh lapis pelindung tersebut.“Tuan Xavier, kami masih segan dengan Anda. Mereka kristal berwarna tidak seharusnya Anda membelanya,” ucap salah satu dari pria berpakaian hitam di depan Xavier.“Kalian belum
Malam semakin larut, Damian menggigil seakan seluruh tubuhnya diselimuti salju.“Kak!” Adrian berusaha membuat barrier untuk membuat udara sekitar Damian lebih hangat, tetapi percuma hal itu tidak berdampak sedikitpun.Seperti para korban yang lain, Damian mulai meracau, mengatakan hal-hal aneh. Bahkan bahasa yang digunakan juga bukan bahasa yang biasa digunakan, dia seperti bersenandung kadang berteriak dan sesaat kemudian menangis.“Kak Damian?!”Adrian berusaha menyadarkan Damian yang seperti orang lain saat tengah malam tiba, dia sangat aneh.“Adrian, tidak ada yang bisa kita lakukan, dia bukan Damian saat ini, kontaminasi di tubuhnya sedang menguasainya, ingatan dari noda-noda kristal yang diserapnya tidak bisa dikendalikan. Percuma, dia akan kembali lagi esok hari, kita hanya bisa menjaganya agar tidak melukai dirinya sendiri.” Menteri Feng Zhui membuat suhu udara sekitar Damian menjadi hangat. Pria berambut merah itu terlihat tidak terlalu menggigil lagi. Adrian membuat barrier