Syakila menatap dengan penuh percaya diri, meski keraguan dari peserta di ruangan itu begitu terasa. "Saya paham mengapa ada keraguan. Tapi izinkan saya menjelaskan lebih lanjut."Dia mengangkat lembaran carbophene yang tipis, dengan hati-hati meletakkannya di meja presentasi yang berhadapan langsung dengan audiens."Carbophene memang tipis, tapi justru itulah keunggulannya. Material ini adalah hasil perpaduan graphene nanomaterial dengan senyawa fenil-karbon yang mampu menyimpan dan menghantarkan energi dalam jumlah besar. Walaupun bentuknya ringan dan tipis, ketahanan dan efisiensinya jauh melampaui baterai konvensional."Syakila menekan tombol di meja, dan layar besar di belakangnya menampilkan diagram struktur molekuler carbophene."Kombinasi graphene dengan fenil-karbon ini memungkinkan carbophene untuk menstabilkan hidrogen cair dalam kondisi yang sangat ekstrem, bahkan di lingkungan dengan suhu tinggi atau rendah. Ini yang membuat carbophene sangat ideal untuk digunakan di berb
“Udah, udah, nggak usah diperpanjang.” Bima menengahi. Dia merasakan ketegangan antara Nirmala dan Kalista. “Kita lakukan aja yang terbaik dan jadikan keberhasilan Sya sebagai pemacu positif untuk kita semua.”Nirmala pun reda dan mengabaikan Kalista. Sedangkan Kalista berbisik-bisik dengan tim Arimbi lainnya.Setelah acara seminar selesai, para ilmuwan muda di ruang lain mulai membubarkan diri, beranjak menuju ruangan masing-masing.“Sumpah, deh! Aku jadi makin tertantang setelah lihat Sya gitu!” Seorang ilmuwan muda berkata penuh antusias dengan tekad membara.Suasana sempat ramai dengan obrolan tentang presentasi Syakila yang baru saja mereka saksikan. Beberapa dari mereka tampak terinspirasi, sementara yang lain tampak termenung, memikirkan apa yang bisa mereka lakukan untuk mencapai tingkat yang sama.“Yuk, balik ke lab!” ajak Bima sambil merapikan catatan kecilnya.Kalista yang masih terlihat bersemangat, melirik ke arah Arimbi yang berjalan tenang di sampingnya. "Bos, kita ngga
“Ini nih, bintang yang lagi naik daun.” Kalista membuka percakapan dengan nada bercanda, tapi tak bisa menyembunyikan sindiran dalam suaranya. “Hebat, ya, baru aja bikin dunia heboh dengan temuan Carbophene, sekarang sudah bisa bersantai-santai. Padahal masih banyak pertentangan dari para ilmuwan senior di dunia.”Syakila menoleh dan tersenyum kecil, mengetahui bahwa Kalista tidak akan datang tanpa membawa 'sesuatu'. “Kalista, duduk sini kalau mau ikutan ngobrol. Kami lagi membahas hasil seminar kemarin,” jawab Syakila dengan tenang.Kalista dengan percaya dirinya ikut duduk di meja tim Syakila berada.“Oh, aku yakin kalian harus membahas banyak hal. Apalagi setelah temuan kalian jadi kontroversi besar di dunia. Bahkan Pak Jay mungkin sekarang lagi sibuk menjelaskan sana-sini untuk menyelamatkan reputasi NeoTech, ya? Kasian Pak Jay.” Kalista menyindir dengan senyum menyeringai. “Apa kalian nggak merasa bahwa kalian terlalu buru-buru menampilkan temuan itu?”Kirana—salah satu anggota t
Ghea tidak mudah diyakinkan. Dia menatap Kalista sejenak sebelum bertanya, “Apa nama temuan tim Arimbi kalian?”Betapa senangnya Kaliasta karena direspon Ghea.“NanoCorium, Bu,” jawab Kalista, nadanya terdengar penuh antusias. “Ini adalah nanomaterial baru yang kami ciptakan melalui proses pemrosesan kompleks. NanoCorium menggabungkan stabilitas super dari karbon nanomaterial dengan elastisitas luar biasa. Hasilnya? Kami memiliki material yang bisa diaplikasikan ke berbagai bidang mulai dari medis, teknologi, hingga energi.”Ghea mengerutkan kening, tampak tertarik namun tetap skeptis. “Apa kehebatannya dibandingkan material lain yang sudah ada?”Kalista dengan sigap menjelaskan, “NanoCorium mampu menyerap energi berlebih dan menyimpannya dengan efisiensi hingga 95%. Bayangkan, ini bisa diaplikasikan untuk perangkat medis yang memerlukan daya rendah sampai baterai kendaraan listrik yang bisa bertahan jauh lebih lama dengan ukuran lebih kecil. Material ini juga ringan banget, tapi keku
“Iya. Kenapa, Bos?” tanya Kalista sambil membalas tatapan Arimbi.Dia menampilkan sikap tak bersalahnya. Baginya, apa yang dia perbuat justru harusnya diapresiasi Arimbi.“Duh … Lis, tapi kan itu belum benar-benar final. Gimana kalau nanti masih ada cacatnya?” cetus Arimbi dengan raut wajah cemas.Dia akui, temuan mereka yang bernama NanoCorium masih belum sepenuhnya sempurna. Penolakan ilmuwan dunia pada temuannya dulu masih membayangi Arimbi sehingga itu cukup menjadi momok tersendiri untuknya.Maka dari itu, dia tak boleh gegabah lagi kali ini. Tapi kenapa Kalista malah ….“Udahlah, santai! Tenang aja, Bos Ari.” Kalista menepuk pundak Arimbi sambil tersenyum, memberikan dukungan. “NanoCorium kita itu udah beres. Udah sempurna. Kita udah mengujinya berulang kali dan nggak ada cacatnya.”Kalista menatap yakin ke Arimbi. Tapi masih ada keraguan di Arimbi.“Percaya deh sama kita. Kamu juga harus percaya sama temuan kita sendiri. Oke?” yakin Kalista seraya menepuk lembut pipi Arimbi. “Y
“Kami akan gunakan kaliber 9 mm untuk uji coba pertama ke rompi dengan NanoCorium.”Arimbi memberi sinyal ke petugas yang siaga dengan senapan laras pendek.Darr!Saat peluru ditembakkan, suaranya menggema di dalam ruangan, dan kecepatan proyektil segera terdeteksi oleh sensor.Peluru menghantam rompi, namun tidak ada penetrasi yang terjadi. Tim penguji mengamati layar yang menampilkan data kecepatan, tekanan, dan dampak.“Bisa Pak Jay lihat, rompi NanoCorium dengan mudah menyerap energi dari peluru kecil ini tanpa deformasi yang signifikan pada permukaan luar. Boneka peraga pun tetap stabil, tanpa tanda kerusakan pada bagian yang dilindungi rompi.” Arimbi mengatakannya dengan penuh percaya diri.Melihat hasilnya langsung, Jay manggut-manggut."Bagus," gumam Jay. "Sekarang, tingkatkan kalibernya."Arimbi mengangguk dan memberi sinyal ke teknisi.“Sekarang, menggunakan peluru berkaliber menengah, kaliber 5.56 mm.”Suara Arimbi menyeru diiringi teknisi yang memegang peluru mulai mengara
“NanoCorium. Hm … temuan luar biasa dari tim Arimbi, kuakui itu teknologi yang dapat mengubah dunia.” Jay bergumam sambil menatap kota Jatayu dari jendela besar di ruangannya.“Tapi Jek, memperkenalkannya ke publik bukanlah keputusan kecil. Pastikan agar tidak lagi menimbulkan kontroversi seperti yang terjadi pada tim Syakila.”Di samping, Atin memperingatkan.“Aku tau, Pak. Tapi … menurutku, semua perkembangan teknologi pasti akan diikuti dengan kontroversinya, itu tidak terelakkan.” Jay sembari menoleh ke Atin.Selang dua hari berikutnya, setelah melalui banyak pertimbangan, Jay akhirnya memutuskan."Sudah waktunya," gumamnya pelan.Dia mengangkat telepon dan memanggil Ghea dan Arimbi ke ruangannya."Siapkan timmu, kita akan memperkenalkan NanoCorium ke publik," ucap Jay, suaranya tegas namun tenang. “Ghea, lakukan yang harus kamu lakukan.”***Di ruang aula utama Supreme NeoTech, suasana penuh antisipasi. Para ilmuwan, investor, dan beberapa wartawan teknologi berkumpul, semua menu
“Jek?” Atin bertanya ketika melihat Jay mengenakan jaket kulit dan ada motor sport sudah disiapkan anak buahnya di carport.“Aku pergi dulu, Pak.”Kemudian, Jay memacu motornya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan malam Jatayu yang ramai menuju Hera Palace, tempat yang sama saat Feinata dulu merayakan ulang tahunnya.Panggilan dari Feinata tadi membuat darahnya mendidih. Jika ada yang berani menyentuh Zafia, dia tidak akan tinggal diam.Sesampainya di Hera Palace, Jay langsung memarkir motornya dan melesat masuk ke dalam klub tanpa berpikir dua kali.“Semoga aku tidak terlambat,” bisik Jay.Di dalam, Jay dengan cepat menemukan Feinata yang tampak ketakutan, berdiri menciut di samping Zafia yang sudah terlibat adu argumen dengan seorang pria berpenampilan parlente.“Emangnya semua wanita yang pakai baju minim layak untuk kalian anggap sebagai apapun yang kalian mau, gitu? Rumus dari mana?!” Suara Zafia meninggi.“Itu udah jadi rumus biasa di tempat kayak ini, Nona!” Pria di depann
* * *Ketika pesta yang dinantikan tiba, semua mata tertuju pada pasangan yang tengah menjadi pusat perhatian.Jay tampil memukau dalam setelan jas hitam klasik dengan aksen emas di bagian kerah, yang dirancang khusus oleh perancang busana ternama dunia. Rambutnya disisir rapi ke belakang, memancarkan aura karisma dan kekuasaan.Zafia, di sisi lain, terlihat seperti dewi. Gaun pengantinnya, rancangan desainer haute couture terkenal dari kota mode internasional, Parisiane, terbuat dari bahan sutra putih yang dihiasi kristal Swarovski.Sebuah jubah panjang dengan bordir emas mengalir di belakangnya, membuatnya tampak seperti ratu sejati. Tiara berlian bertengger di kepalanya, melengkapi penampilannya yang elegan dan memesona.“Astaga! Mereka keren banget!” seru salah satu tamu undangan.“Duhai! Aku yakin baju mereka bukan barang sepele.” Tamu lain berdesis saat melihat Jay dan Zafia.“Mana ada barang sepele di sekitar pengusaha muda dan sukses yang kekayaan bersihnya dikatakan mencapai
“Terima kasih, suamiku.” Di samping Jay, Zafia tersenyum ketika tatapan mereka saling bertaut mesra.“Hah? Jadi … selama ini Kak Fia udah menikah?” Tiba-tiba muncul Feinata di ruang tamu.Gadis itu mendekat dengan wajah terkejutnya.“Maaf kalau kamu baru tau ini sekarang, Fei.” Zafia meraih adiknya untuk dia rangkul.Saat Feinata hendak menyahut, terdengar bunyi bel pagar depan.“Ah! Itu pasti si bodoh itu!” Feinata melepaskan rangkulan kakaknya dan berlari ke depan untuk membukakan pagar.Tak berapa lama, Feinata kembali masuk ke dalam sambil membawa pria muda. Jay tersenyum karena sangat mengenali pemuda itu. Radeva.“Permisi, Tante dan Om.” Radeva menyapa pasangan Narendra. “Oh, Kak Fia dan Bang Jay juga.” Dia tidak melupakan pasangan muda di sana.“Heh, kamu tau,” Feinata menepuk keras lengan Radeva dan berkata, “Kak Fia dan Bang Jay udah menikah! Kamu kapan ngelamar aku?”“Fei!” Ibunya langsung menegur putri bungsunya yang terlalu frontal ketika bertutur. “Kamu ini perempuan, loh
“Fu fu fu ….” Jay terkekeh santai.Dia duduk di kursi kulit hitamnya yang megah, di ruang kerja yang memancarkan kemewahan modern.Sambil memegang cangkir teh herbal yang baru saja dituangkan oleh Atin, wajahnya tetap tenang, dengan sedikit senyum penuh keyakinan yang hanya dia tunjukkan pada orang-orang terdekatnya.“Aku tidak bermain, Pak,” kata Jay dengan suara datar namun penuh makna. “Aku hanya memastikan papan catur tetap di bawah kendaliku. Apa gunanya menjadi raja jika kamu tidak bisa mengontrol bidak-bidakmu?”Atin tersenyum tipis, mengakui kecerdikan bosnya. “Kamu bahkan mengalahkan mereka yang mencoba mengaitkanmu dengan PhantomClaw. Kini publik melihatmu sebagai pahlawan teknologi Astronesia.”Jay menyesap tehnya perlahan, matanya menatap jendela besar yang memperlihatkan pemandangan Jatayu yang gemerlap di malam hari.Kota itu, dengan segala kesibukannya, kini terasa seperti berada di telapak tangannya.Seiring waktu, NeoTech, perusahaan teknologi milik Jay, menjadi binta
Jonas mencoba mempertahankan argumennya. “Jenderal, saya yakin ada sesuatu yang disembunyikan oleh Jay. Keberadaannya di Jorgandia bisa saja ....”“Cukup!” potong Hambali dengan nada keras, membuat Jonas terdiam. “Fakta menunjukkan bahwa Jay Mahawira berada di Jorgandia, bekerja sama dengan ilmuwan internasional untuk sesuatu yang sangat penting bagi masa depan dunia. Dan sementara itu, Anda menyebarkan tuduhan bahwa dia adalah seorang kriminal yang memimpin organisasi bawah tanah. Apa yang Anda harapkan? Bahwa publik akan percaya omong kosong ini tanpa bukti yang jelas?”Jonas berusaha keras menyusun pembelaan. “Saya memiliki informasi dari Bruno sebelum dia mati, dan saya yakin itu valid. Jay—”“Bruno adalah kriminal yang bermain di dua sisi!” bentak Hambali. “Dan sekarang Anda ingin membangun seluruh argumenmu berdasarkan kata-kata seorang pengkhianat?”“Pak Jonas,&rdqu
“Jangan harap kamu bisa sewenang-wenang, Jek Jon!” seru Jonas.Pertarungan semakin sengit. Jonas menggunakan teknik Cakar Garuda, sebuah gaya bertarung yang memadukan kekuatan fisik dengan gerakan cepat.Dengan teknik itu, dia berhasil meloloskan dirinya dari cengkeraman Jek Jon.Namun, Jek Jon memiliki keunggulan dalam pengalaman dan teknik kanuragan tingkat tinggi.Dengan gerakan Langkah Naga Terbang, dia mengelak dari setiap serangan Jonas sambil melancarkan pukulan dan tendangan presisi yang mulai melemahkan sang mayor jenderal.Jonas tidak gentar. Dia mengaktifkan teknik bela diri Harimau Lembah yang menjadi kebanggaan Kostrad.Membawa serangan cepat, dia melancarkan pukulan dan tendangan yang ditujukan ke titik vital Jek Jon.Namun, Jek Jon memblokir setiap serangan dengan mudah, menggunakan teknik Cengkraman Naga Hitam untuk menangkap pergelangan tangan Jonas dan memutarnya hingga terdengar bunyi retakan kecil.Jonas meringis kesakitan, tetapi dia tidak menyerah. Dengan lompata
"Rupanya sungguh Pak Mayjen Jonas Patulubi, salah satu orang kepercayaan Pak Jendral Hambali Sardi." Jek Jon terkekeh santai. Dia berdiri di depan pondok utama milik Bruno, sedangkan mayat pria itu masih di dalam sana. Di belakang Jonas, sekelompok pasukan Kostrad bersenjata lengkap berjaga dalam formasi disiplin. Jonas maju selangkah, tatapannya tajam mencoba memberikan perasaan superior ke Jek Jon. "Kamu tak perlu berpura-pura lagi, Jek Jon. Kami tau siapa kamu sebenarnya. Kamu pikir bisa menyembunyikan identitasmu selamanya? Bruno sudah memberiku cukup petunjuk." Jay dalam wujud Jek Jon, menyeringai kecil seraya berkata, "Bruno? Anda mengandalkan ucapan orang yang bahkan tak tau caranya melindungi diri sendiri? Saya berduka untuk Anda, Mayjen. Saya kira Anda lebih pintar dari itu." Kemudian Jek Jon memberikan gestur mengejek ke Jonas beserta ekspresi wajah yang tak berlebihan tapi menusuk ulu hati lawannya. Jonas menggeram pelan, menahan amarah. "Kami tau kamu adalah Jay M
"Tutup moncong busukmu, Jek! Aku tak butuh belas kasihanmu!" teriak Bruno. "Lebih baik kau lekas menyerah padaku, dan PhantomClaw milikmu akan baik-baik saja!" Jek Jon terkekeh sembari dia menerima pukulan demi pukulan Bruno. Kali ini dia tidak menghindari. "Memangnya apa yang dijanjikan majikanmu mengenai aku dan PhantomClaw?" Jek Jon bertanya dengan bahasa tersirat. Dia sudah paham bahwa di balik pergerakan organisasi milik Bruno yang mengganggu PhantomClaw, pasti ada orang dengan kedudukan tinggi yang ingin dia hancur. Hanya saja, dia belum bisa memastikan orangnya. Tapi dia yakin, tak lama lagi semua tabir akan terbuka untuknya. Bruno menyeringai. "Beliau hanya meminta aku untuk mengendalikan kamu yang mirip kuda liar! Maka dari itu, Jek. Kusarankan kamu lekas menyerah dan kalian akan tetap bisa bertahan. Patuhlah!"Seraya menyerukan kata terakhir, Bruno mengirimkan pukulan tenaga dalam dari jarak 15 meter ke Jek Jon di depannya. "Apakah kepalamu terbentur meja saat kamu m
"Oh, rupanya kau juga mampu menggunakan kekuatan semacam itu, he he!" Keluar seringaian dari Jek Jon. Bukannya gentar, dia justru terpacu untuk lekas menerjang ke Bruno. "Kemari kau, Jek Jon sampah!" teriak Bruno. Malam itu, di sebuah kedalaman wilayah yang jauh dari pemukiman penduduk di Pulau Gaharu, suasana tegang telah tercipta sejak awal. Jek Jon mengumpulkan tenaga murni, aliran chakra segera membanjiri tubuhnya, pergi ke titik-titik chakra untuk memaksimalkan potensi di setiap lini tubuhnya. "Hmph!" Jek Jon mendengus keras seraya meledakkan auranya sehingga debu di sekelilingnya mulai beterbangan. Setelahnya, dia melesat ke Bruno yang telah menanti dengan mata nyalang melotot. "Ayo! Kita tak perlu banyak basa-basi!" seru Bruno tanpa mengendurkan auranya sendiri. Jay yang sedang dalam mode Jek Jon si Raja Bengis, lekas menebaskan tangannya yang membentuk cakar. Angin energi keluar dari sana dan siap mencabik Bruno. "Apa itu basa-basi? Justru kamu yang te
“Dia adalah Jay, Pa.” Zafia menjawab Tistan.Zafia tidak ingin secara gamblang mengungkap mengenai jati diri suaminya.Tapi, Tristan tidak puas dan masih bertanya, “Iya, dia adalah Jay. Tapi apakah dia juga punya identitas lain sebagai Jek Jon?”Sembari memunculkan senyumannya, Zafia menyahut, “Dia Jay, Pa. Jay Mahawira.”Usai mengucapkan kalimat itu, tampaknya tak hanya Tristan yang gemas. Yoana pun demikian.“Fia, jawab yang benar!” Yoana kehilangan kesabaran.Yoana merasa putrinya sedang menutupi sesuatu dan hal tersebut berbahaya dan menakutkan.Bagaimana mungkin sesuatu yang berkaitan dengan organisasi mafia terbesar di Astronesia tidak menakutkan?“Dia suamiku, Ma, Pa. Dia Jay Mahawira. Tentunya jawaban ini sudah lebih dari cukup, kan?” Masih dengan ketenangan yang sama, Zafia menanggapi kedua orang tuanya.Tristan menghela napas, tak tau lagi bagaimana cara berpikir Zafia. Membela suaminya sedemikian kuat di depan orang tuanya sendiri ketika sang suami terindikasi memiliki kait