“Jek! Jangan pergi!” teriak Rabbit sambil mengejar perahu yang membawa Jay.Namun, mana mungkin Jay tidak melakukan apa pun demi kebebasannya?“Aku bukan budakmu!” geram Jay.Ketika Rabbit menggunakan ilmu meringankan tubuh—biasa disebut Qing Gong dibacanya chingkung, atau Ginkang dalam dialek Hokkian—untuk bisa menapak di permukaan air, Jay menggunakan energi kanuragannya melepaskan dua jarum pelemah energi tenaga dalam.Zapp! Zapp!“Arghh!” Rabbit benar-benar tidak menduga dia akan diberi serangan balik dengan jarum-jarumnya sendiri.Karena tak sempat mengindar, maka kedua jarum itu menancap dan bertahan di tubuh Rabbit.“Urgh!” Rabbit langsung lemah dan tercebur ke dalam laut.Anak buahnya bergegas menyelamatkan Rabbit dengan berbagai cara, sehingga mereka terpaksa membiarkan Jay melenggang pergi dari sana.“He he ….” Jay terkekeh senang. “Aku kembalikan itu padamu!” teriaknya.Upayanya membebaskan diri dari cengkeraman Rabbit, berhasil dengan lancar, bahkan bisa ‘mengembalikan’ ja
“Hatchiihh!” Rabbit bersin di kapalnya.Sambil mengusap hidung yang mendadak gatal, dia memikirkan Jay.“Hmph! Liat aja nanti kamu, Jek! Akan aku bikin kamu tekuk lutut pasrah menginginkan aku!”Kepalan tangan Rabbit menggebrak pelan meja kayu di depannya.Brakk!Meja kayu tebal itu pun seketika hancur terbelah menjadi 5 bagian meski Rabbit hanya menggebrak ringan.---Di markas PhantomClaw, usai mandi dan terasa jauh lebih segar juga ‘bersih’, Jay duduk di meja kerjanya sambil menatap file berisi laporan mengenai rompi terbarunya.“Pak Atin, apakah Ghea dan tim ilmuwan kita udah memberi nama untuk rompi ini?” tanya Jay sambil matanya masih lekat fokus ke berkas di depannya.Dia lupa bahwa rompi itu sampai sekarang belum memiliki nama resmi.“Belum, Jek. Tentunya kamu yang berwenang memberikan nama untuk produkmu, bukan?” Atin menjawab.Kepala Jay terangguk-angguk mendengar jawaban Atin. Dia mulai mendongak dan berpikir sejenak.“Hm, untuk bahan dengan Carbophene yang itu, kita sudah
“Bagaimana kabarmu, duhai kekasihku?” tanya Jay ketika berhasil bertemu dengan Zafia tanpa gangguan siapa pun, terutama gangguan Feinata.Zafia tertawa geli mendengar cara Jay menyebut statusnya.“Ha ha … jangan mulai alay seperti ABG begitu, Jay. Kupingku bisa geli.” Zafia tertawa santai.Mereka berada di bioskop khusus yang bisa disewa untuk berdua saja. Sambil merebahkan tubuh berdampingan di sofa panjang yang nyaman dan empuk, mereka menikmati tontonan di layar lebar depan mereka, meski lebih banyak mengobrol ketimbang fokus ke filmnya.“Oh, geli? Sini aku garukin!” Jay beringsut bangkit sedikit agar bisa mendekatkan mulutnya ke telinga Zafia. “Pakai lidahku aja, yah!”Zafia belum sempat merespon ketika Jay sudah menjejakkan lidahnya secara lembut mengusap ke telinga sensitif Zafia.“Aanghh … Jay ….” Zafia mulai mendesah.===============DONE==============“Hm? Kenapa?” Jay berbisik di dekat telinga Zafia. “Apa ada yang sakit? Atau … enak?”Lalu Jay terkekeh sejenak sebelum mulai m
"Haahh ...." Jay menghela napas. Pertanyaan Zafia ketika di bioskop sewaan itu masih terngiang-ngiang di kepalanya hingga hari ini.Saat itu, Zafia bertanya, "Jadi ... kapan kamu akan menikahiku, Jay?"Jay tidak berani memberikan tanggal pastinya. Hanya memberikan jawaban, "Pasti secepatnya, Fi. Aku berani menjamin itu."Dan kini, ketika hari sudah berganti, dia terus memikirkan itu.Jujur saja, Jay tentu sangat ingin menikahi Zafia, membina rumah tangga, sebuah keluarga kecil mereka dengan beberapa anak yang manis dan lucu untuk menyempurnakan hidup mereka.Tapi ... bukankah itu terlalu mewah untuk Jay yang seorang kepala mafia begini?"Haahh ...." Jay merasa ada batu di atas kepalanya, menekan otak sampai dia kesulitan berpikir.Apakah dia harus egois? Tapi bagaimana jika nantinya itu justru akan menaruh Zafia dalam bahaya?"Jek, apa ada yang menjadi pikiranmu? Kamu sudah menghela napas 5 kali di pagi ini." Atin di dekatnya, bersuara.Karenanya, Jay menoleh dan tersenyum masam."Pa
“Ini … cincinmu?” tanya Zafia dengan pandangan menyelidik.Jay mengangkat kedua alisnya dengan sikap misterius.“Lebih tepatnya … cincin untukmu.” Jay membetulkan.Keluar dengusan sedikit geli dari Zafia. Dia tak yakin dengan yang ada di depannya. Apakah Jay sedang menggodanya dengan cincin pengunjung lain yang tertinggal?“Apa kamu berpikir aku sedang memanfaatkan cincin orang lain yang tertinggal?” Jay seakan bisa membaca pikiran Zafia. “Coba kamu liat bagian dalamnya, ada nama siapa di sana.”Zafia segera melakukannya dan dia terkejut. Itu benar-benar sesuai dengan klaim Jay.Ada nama Jay-Zafia di bagian dalam cincin.Lalu Jay memajukan lagi tubuhnya ke depan seraya berkata pelan, “Jadi … Zafia Narendra, apa kamu mau menjadi istriku?”Tatapan bingung Zafia berubah menjadi tatapan lembut dengan bibir tersenyum hangat.“Aww Jay … aku nggak nyangka akan dilamar dengan cara semanis ini,” ucap Zafia sambil melanjutkan dengan tubuh dimajukan juga untuk berkata pelan, “Kamu yakin baru per
“Fi, akan aku buat kamu menjadi wanita paling bahagia karena cinta.” Jay menggenggam tangan Zafia.Keduanya saling bertukar senyum.Ketika Jay dan Zafia sedang menikmati kegembiraan mereka karena akan melangkah ke tahap yang lebih serius, di tempat lain ada Vanya yang justru terpuruk.“Sayang, tolong jangan begini. Sayang, aku … aku cinta banget ke kamu, melebihi siapa pun!” Vanya mengiba ke pria yang selama ini menjadi sugar daddy-nya, Deri.Dia rela menjatuhkan lutut untuk memeluk kaki Deri, pria paruh baya yang menjadi penyebab dia bercerai dengan Jay.Padahal baru saja mereka kembali berhubungan setelah sempat putus beberapa bulan lalu.“Udahlah! Kamu nggak usah lagi panggil sayang-sayang ke aku!” Deri terlihat kusut dan kacau. “Mendingan kita bubar aja!”Perusahaannya, MekaPrima Tech merugi sampai menyentuh nominal Rp1 triliun. Dia sedang pusing tak terkira memikirkan masa depan perusahaannya. Tak akan terpikirkan olehnya bahwa kerugian besar perusahaannya dikarenakan oleh Jay.“
‘Itu emang yang aku tunggu!’ jerit batin Vanya. ‘Deri bajingan! Aku nggak butuh kamu lagi!’Maka, Vanya berlagak jalan tertatih sambil dipapah oleh kedua pria tersebut menuju ke apartemen salah satu dari mereka.“Pak Alvian, saya terus ke kantor dulu, yah!” pamit salah satunya.“Oh? Yakin, Pak Rendi?” tanya bos, empunya apartemen.Rendi mengangguk dan berpamitan pada Vanya. Maka, kini hanya tinggal dua orang saja: Alvian dan Vanya.Dibantu duduk di salah satu sofa ruang tengah, Vanya diolesi obat oleh Alvian.“Awh! Perih ….” Vanya mengeluarkan suara manjanya.Alvian merasa bersalah dan dengan refleks meniup-niup lutut Vanya.“Umhh … enak, Pak.” Vanya tersenyum senang.Melihat itu, Alvian meringis lega.“Kayaknya pergelangan kakiku yang kiri agak keseleo juga, Pak. Ada obat untuk itu? Minimal balsam atau minyak urut.” Vanya meneruskan ke alur berikutnya dari jurus jeratannya.“Oh, iya, ada! Tunggu bentar.” Alvian bangkit dari duduk dan pergi mengambil minyak oles.Setelah itu, dia kemb
Siang itu di penjara Albis—tempat para narapidana kelas kakap dan penjahat berbahaya ditempatkan, seorang pria berada di Ruang Pembebasan setelah selesai melakukan pemeriksaan medis di Ruang Kesehatan.“Apakah ini sudah semuanya?” Suara bariton keluar dari narapidana yang hari itu dibebaskan, lebih cepat dari tuntutan 5 tahun yang seharusnya, dikarenakan berkelakuan baik dan mendapatkan remisi.Dia merupakan sosok pria setinggi 187 cm yang bertubuh atletis meski tidak memiliki massa otot berlebihan. Wajahnya memiliki gurat ketampanan maskulin dengan kulit warna cokelat terang. Rambut lurus sepanjang tengkuknya tertata asal-asalan. Mata tajamnya selaras dengan aura wibawa dan juga berbahaya yang menguar darinya.“Sudah, Jay.” Sipir penjara menjawab.Kemudian, Jay melangkah keluar setelah berganti pakaian ke baju kasual dan pergi dengan perahu motor yang akan membawanya keluar pulau.Penjara Albis terletak di Pulau Kaswatu, pulau khusus di Negara Astronesia untuk bangunan penjara terbes