Keempat pria berkulit hitam itu dengan cepat merasakan ketegangan semakin memuncak seiring dengan kemunculan beberapa mobil yang mengikuti mereka dari belakang.Dahi mereka mengernyit, bertanya-tanya kenapa ada rombongan mobil yang mengikuti mereka."Cih, apa mereka polisi?" keluh pria dengan tindikan di telinganya, matanya terus mengawasi melalui spion mobil."Sepertinya bukan," jawab pria berkepala botak dengan nada rendah, matanya tetap fokus pada jalan di depannya, mencoba untuk tidak fokus menyetir."Apa mungkin pengawal wanita ini?" suara anggota mereka paling muda, dia duduk disebelah Selena yang masih tak sadarkan diri, terdengar ragu-ragu. Ia melirik sekilas ke arah Selena yang terbaring lemah, kemudian kembali menatap ke luar jendela, mencoba menganalisa situasi."Ruud, hentikan mobilnya!" perintah sang pemimpin mereka, suaranya tegas dan berwibawa.Ruud, yang merupakan pria berkepala botak, langsung menekan pedal rem d
Vincen bersiap menerjang ke arah kelompok pria hitam, tatapan tajamnya mencerminkan kesediaan untuk melawan. Namun, sebelum langkahnya sempurna, Solomon dengan sigap menarik lengan Vincen, menariknya kembali ke posisi semula."Tuan muda, berhati-hatilah. Orang-orang ini bukan lawan sembarangan, " ucap Solomon dengan suara rendah namun tegas. "Master, tapi baimana dengan nasib temanku?!" balas Vincen, suaranya mengandung ketakutan yang nyata. "Tenang, tuan muda. Kita perlu strategi yang lebih matang untuk membebaskan teman Anda," jawab Solomon, matanya tidak beranjak dari kelompok pria itu, seolah sedang memetakan langkah berikutnya. Mendengar itu, Vincen menghela napas, berusaha meredam gejolak dalam dadanya. Dia mengangguk pelan, memercayai kebijaksanaan Solomon. Dengan napas yang teratur, dia mulai mengamati setiap gerak pria hitam itu, mencari setiap celah yang mungkin ada untuk dimanfaatkan.Solomon, dengan pengalaman bertahun-tahun di medan pertempuran, berdiri tegap di sampin
Solomon, yang biasanya tenang dan terkendali, terlihat pucat pasi. Tubuhnya yang tadinya tegap kini terguncang hebat, berusaha keras untuk tetap berdiri meskipun lututnya gemetar. Darah segar meleleh dari sudut bibirnya, mencerminkan kekerasan pukulan yang baru saja dia terima."Hahaha... kalian para pengguna teknik Pernapasan Alam hanya bisa sekedar menempa sampai batas tertentu, berbeda dengan kami yang memiliki teknik turun temurun, bisa membuatnya lebih kuat lagi!" Geld, dengan suara lantang, berteriak sambil tertawa mengejek.Tubuh Geld yang hitam legam mulai berubah warna menjadi kemerahan, sebuah tanda bahwa kekuatan teknik Tubuh Baja yang dia miliki sedang meningkat ke tahap yang lebih tinggi.Mata Solomon menyala dengan semangat yang tak kunjung padam, meski tubuhnya berada di ambang kekalahan. Dengan nafas yang tersengal, dia mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya, menyiapkan diri untuk serangan balasan. Solomon tidak pernah menduga kalau t
SwuzzPral!Suara tajam mengiris udara terdengar. Saat sebuah kekuatan tak terduga memotong tangan Geld yang menjambak rambut Vincen."Argh!" Teriak Geld kesakitan, darah menyembur dari lengan yang terputus, memercik ke tanah dan mengalir deras. Tiga bawahan Geld yang menyaksikan kejadian itu dengan mata terbelalak, tak percaya bahwa tubuh baja sang bos bisa dipotong begitu mudah."Bos, Anda tidak apa-apa?" tanya salah satu dari mereka, suaranya gemetar. Mereka tahu, jika bos mereka yang selama ini tak terkalahkan bisa terluka, maka ada sesuatu yang sangat salah.Geld, dengan wajah pucat pasi, memegangi sisa lengan yang masih berdarah. Dia mencari keberadaan Vincen yang tidak ada ditempatnya dengan mata yang terbakar amarah.Mata Geld terpaku pada seorang pria berpakaian serba putih, tampak terkejut, ketika sosok itu mendekatkan diri dan merebahkan Vincen yang tak sadarkan diri di samping Solomon. Solomon, yang terkapar dengan darah mengalir di tubuhnya, meraih tubuh Vincen dengan ta
Sebastian memimpin rombongannya bergegas ke tempat pertarungan. Mereka terkejut saat menyaksikan para pengawal bayangan keluarga Clark semuanya tergeletak tak berdaya ditanah.Hati Sebastian mencelos saat matanya tertuju pada Vincen dan Solomon yang terkapar dengan luka memprihatinkan."Tuan muda! Master Solomon!" teriaknya, suara bergetar mencerminkan kekhawatiran mendalam. Saat matanya menyapu ke sekeliling, kekejaman tambahan terungkap. Tiga mayat tanpa kepala, dan seorang pria dengan dada yang berlubang menandakan adanya pertarungan sengit tambahan."Bawa semuanya yang terluka ke rumah sakit, segera!" perintah Sebastian, suara tegasnya memecah kebisuan. "Sebagian dari kalian, bersihkan sisa kekacauan ini!" Bawahan-bawahannya mengangguk serempak, tiap gerak cepat dan tegas sesuai instruksi, mencerminkan seriusnya situasi yang mengerikan ini.Sebastian sendiri merasa tanggung jawab berat terpikul di bahunya; hatinya masih ber
Selena yang sudah lama menunggu di luar ruang perawatan, akhirnya melihat Pak Tua Clark keluar. Dengan mata yang berkaca-kaca dan langkah yang gontai, ia mendekati sang kakek. Namun, sebelum ia sempat berbicara, Sebastian dan Noel cepat-cepat menghadangnya, menegakkan posisi mereka sebagai pengawal. "Tuan besar Clark, tolong biarkan saya bertemu dengan Vincen, saya mohon," ucap Selena dengan suara yang bergetar, mencoba menahan derai air mata yang hampir jatuh. Pak Tua Clark menoleh, raut wajahnya bingung dan mencoba mengingat, matanya menyapu wajah Selena yang penuh harap. Noel, yang berdiri di samping Pak Tua Clark, segera membungkuk dan berbisik, menjelaskan siapa Selena dan mengapa ia begitu mendesak ingin bertemu dengan Vincen. Ketika Pak Tua Clark mendengar penjelasan Noel, alisnya berkerut, matanya menjadi sempit serupa celah, memberi tatapan yang begitu tajam pada Selena. "Jadi, kau wanita yang menyebabkan keadaan Vincen seperti ini?" suaranya dingin, menusuk seolah ke t
Malam harinya, di rumah sakit tempat Vincen dirawat, keanehan mulai terjadi. Satu per satu, penjaga yang berjaga didepan pintu ruangan Vincen mulai terasa ngantuk yang tak tertahankan, hingga mereka terjatuh dalam tidur yang pulas tanpa bisa ditahan. Sementara itu, di dalam kamar Vincen, Veronica yang tengah asyik mengobrol, mulai menguap berulang kali tanpa henti."Istirahatlah jika kamu merasa lelah," bisik Vincen dengan suara yang sudah terdengar normal. Veronica menggeleng tegas, matanya terpejam sejenak namun cepat membuka lagi. "Tidak, aku akan tetap di sini. Aku ingin menemanimu sampai Paman Sebastian dan Noel tiba," katanya dengan suara yang berat, penuh tekad. Namun, tak lama setelah ucapannya mengudara, Veronica tiba-tiba terhuyung dan ambruk ke samping ranjang Vincen dengan tubuh yang lemas. Vincen, yang kesehatannya baru membaik, langsung terkejut dan bergegas menegur Veronica yang tergeletak lemah. "Ve, kamu kenapa?" tan
Saat merasakan ada hawa membunuh yang mendekat. Vincen mengerutkan keningnya, dia merasa ada perkembangan insting dalam dirinya yang begitu besar setelah mendapatkan pria sepuh misterius tersebut.Vincen melirik Veronica yang masih terlelap efek teknik pria sepuh yang menyembuhkannya, dia segera turun dari ranjang, mencabut semua peralatan rumah sakit yang menempel dalam tubuhnya, membaringkan Veronica di ranjang tersebut."Aku tinggal sebentar," ucap Vincen sembari menyelimuti Veronica, lalu keluar dari ruangan, dan menutup pintu dengan hati-hati.Terlihat para penjaga semuanya tertidur, ditambah hari sudah larut jadi tidak ada orang-orang yang berlalu lalang di koridor ruang VIP tersebut.Dia bergerak cepat menyusuri koridor rumah sakit yang hening dan hanya diterangi cahaya dari lampu. Saat melangkah, instingnya semakin kuat, mendeteksi bahaya yang semakin dekat.Vincen menajamkan pendengarannya, mencoba menangkap setiap suara yang mungkin bisa memberinya petunjuk.Detak jantungnya
Vincen berdiri di depan jendela besar rumahnya, pandangannya kosong melintasi langit malam yang penuh bintang. Tangan kanannya yang menggenggam telepon genggam sedikit gemetar. Wajahnya yang tadinya tegang dan pucat perlahan mulai menunjukkan raut lega saat mendengar berita tersebut dari ujung telepon. "Apa benar-benar semua telah dikalahkan, Master?" suaranya terdengar serak, mencari kepastian."Iya, Tuan Clark. Semua sudah beres. Tidak perlu khawatir lagi," jawab suara di seberang sana, tegas dan menenangkan.Seketika, otot-otot yang tegang di leher Vincen melunak. Dia menutup matanya, menghela napas panjang dan mengusap muka dengan kedua tangannya. Pria itu kemudian berjalan pelan menuju sofa, duduk dengan letih. Rasa cemas yang selama ini menderanya perlahan menguap, digantikan oleh rasa syukur yang dalam.Vincen menatap ke atas, mengucap syukur dalam hati. Kepalanya yang tadinya dipenuhi oleh ketakutan dan kecemasan tentang apa yang mungkin terjadi pada orang-orang di sekitarnya
Dentuman keras menggema, membuat tanah di bawah mereka bergetar dan debu mengepul tinggi ke udara. Saat kekuatan mereka berdua saling beradu satu sama lainTubuh Harley bergetar karena kekuatan yang baru saja dia lepaskan. Matanya menyala tajam, energi spiritualnya mengalir seperti sungai yang deras. Di depannya, Lizzy dengan cekatan menahan serangannya dengan pedang yang ia oegang, menciptakan gelombang energi yang bertabrakan dengan pukulan Harley.Asap perlahan mulai menghilang, Lizzy berdiri tegak, pedangnya masih terjulur ke depan, tapi nafasnya terengah-engah menandakan usaha yang ia keluarkan.Harley, di sisi lain, masih terpaku di posisinya, matanya terpaku pada sosok Lizzy yang ternyata mampu menahan serangannya. Ada rasa kagum yang bercampur dengan kegigihan dalam dirinya, mengetahui bahwa pertarungan ini akan lebih sulit dari yang dia bayangkan.Dengan gerakan yang begitu cepat, Harley dan Lizzy saling menyerang dengan serangan dahsyat yang bertenaga. Benturan energi spirit
Harley melihat ke sekitar arena pertarungan. Setelah mengalahkan lawannya, matanya mencari sosok Solomon yang terlihat berada dalam kesulitan. Dengan langkah cepat dan pasti, Harley melompat melewati pohon dan bebatuan yang ada dibawahnya, bergegas menuju Solomon yang tampak kewalahan.Solomon, dengan tubuhnya yang sudah renta, berusaha menangkis serangan dengan teknik pernapasan Alam. Wajahnya terlihat pucat dan keringat membanjiri dahi, menunjukkan betapa dia berjuang untuk bertahan. Harley, dengan mata yang tajam dan gerakan cepat, langsung menghampiri, mengayunkan pukulan kuat ke arah sosok lawan Solomon. membuatnya sosok tersebut terhempas jauh ke belakang."Anda tidak apa-apa?!" teriak Harley bertanya sambil berdiri didepan pria tua itu. Solomon, dengan napas yang tersengal, hanya bisa mengangguk pelan dan mencoba untuk tetap berdiri.Sosok yang terhempas barusan, terlihat terbang kembali ke arah Harley, melakukan serangan cepat.Namun, Harley dengan gerakan lincah, melindungi
Lotar segera waspada saat menatap sosok yang membangkitkan energi spiritual Iblis. Dia tahu betul bahwa pengguna energi spiritual kegelapan memiliki kekuatan yang sangat luar biasa.Menarik napas dalam-dalam, Lotar memutuskan untuk tidak menahan kekuatan lagi. Dia melepaskan seluruh energi spiritualnya yang mendalam dan kuat."Hahaha... bagus, gunakan semua kekuatanmu, pak tua!" seru pengguna energi spiritual kegelapan dengan nada mengejek, sambil melayang di udara bak sosok yang menguasai langit.Swuz!Tak ada yang menduga, Lotar tiba-tiba menghilang dari tempatnya. Hanya terdengar ledakan dahsyat saat dia melompat ke atas dengan kecepatan luar biasa.Sosok pengguna energi spiritual kegelapan tersenyum mengejek, seolah sudah tahu akan serangan Lotar. Dia dengan mudah menahan serangan pukulan dahsyat dari Lotar, tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga.Duak!Gelombang angin menerjang sekitar mereka akibat benturan pukulan Lotar yang ditahan oleh sosok pengguna energi kegelapan dengan s
Harley berdiri dengan tegap, tatapan matanya terkunci pada sosok yang dengan tenang menahan serangannya.Tanah di bawah kaki mereka terbelah, membentuk jurang kecil, dan debu berterbangan mengelilingi area pertarungan mereka. Sosok tersebut, dengan ekspresi yang tidak terbaca, membetulkan posisi kakinya, menyiapkan diri untuk serangan berikutnya.Harley, dengan kecepatan kilat, melancarkan pukulan lain, namun Sosok itu hanya mengangkat tangan kanannya dan dengan mudahnya mengalihkan serangan tersebut. Gerakan Sosok itu begitu tenang dan terkendali, seolah-olah dia sedang berada dalam latihan rutin bukan dalam pertarungan sengit.Harley merasakan emosi yang mulai membuncah di dalam dadanya, dia tidak pernah bertemu lawan yang seakan meremehkannya seperti itu. Setiap serangan yang dia lancarkannya hanya seperti angin lalu bagi Sosoj tersebut.Kemarahan dan kekaguman bercampur dalam pandangannya, namun dia tidak akan menyerah. Dengan rahang yang mengeras, Harley mengumpulkan seluruh kek
Langit malam yang gelap berpadu dengan gemerisik dedaunan yang tertiup angin kencang, menciptakan suasana yang mencekam di tengah pepohonan yang rimbun. Di kejauhan, cahaya obor dari para pemuja Iblis menerangi area sekeliling mereka, membentuk lingkaran yang terang benderang. Sementara itu, dari balik kegelapan, Lotar, Harley, Face, Solomon dan bawahannya bersembunyi di balik pepohonan besar, mata mereka fokus memantau setiap gerakan pemuja Iblis. Wajah mereka tegang, penuh konsentrasi, tangan mereka memegang senjata yang siap digunakan.Lotar, memberi isyarat untuk mendekat. Dia berbisik, "Sekarang atau tidak sama sekali." Mereka mengangguk, mengerti akan tugas yang harus dilakukan. Perlahan, mereka bergerak keluar dari persembunyian, mengatur langkah agar tidak mengundang perhatian.Solomon, dengan pisau panjang di tangannya, memimpin langkah. Harley dan Face mengikuti di belakang, sementara Lotar bergerak melingkar, mencari sudut yang lebih baik untuk menyerang. Mereka mendekat,
Sementara itu, di kediaman keluarga Clark, suasana hati para penghuni rumah sedang riang gembira. Vincen menemui keluarga pujaan hatinya, Veronica, ditemani oleh Nenek Elma yang kini menjadi wali untuknya."Kami semua sudah sepakat untuk menggelar pernikahan mereka berdua satu Minggu lagi, bagaimana pendapat Anda, Nyonya Ritsu?" tanya Pak Tua Shancez dengan penuh antusias, sebagai wakil pembicaraan keluarga Shancez."Jika itu keinginan kalian, aku tidak keberatan sama sekali. Malahan, aku juga ingin segera memiliki cicit dari mereka berdua," jawab Elma sambil tersenyum hangat, melirik Vincen dan Veronica yang duduk bersebelahan.Semua anggota keluarga Shancez tersenyum bahagia, merasa lega karena tidak ada penolakan dari pihak keluarga Vincen.Veronica terlihat sangat bahagia. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya dia akan dapat bersanding dengan pria yang telah mencuri hatinya selama ini.Mereka pun melanjutkan obrolan dengan santai, sambil menikmati hidangan makan malam yang lezat.
Matahari terbenam perlahan, memberikan cahaya temaram yang melapisi bukit pinggiran kota Helsia.Solomon dan para bawahannya bergerak cepat saat sudah sampai diwilayah tujuan, menuruni jalan setapak yang berliku, memenuhi perintah Vincen. Daun-daun kering berderak di bawah tapak sepatu mereka, mengumumkan kedatangan mereka kepada siapa pun yang mungkin mendengar.Di kejauhan, Solomon melihat siluet Lotar, Harley, dan Face yang bersembunyi di balik semak-semak, mengintai gerak-gerik kelompok pemuja kekuatan Iblis. Mereka tampak tegang, mata mereka tajam mengawasi setiap gerakan yang mencurigakan.Solomon memberi isyarat kepada bawahannya untuk bergerak lebih hati-hati. Mereka merunduk, menghindari siluet yang bisa terlihat oleh musuh. Udara dingin malam semakin menambah ketegangan.Sesampainya di posisi yang lebih dekat, Solomon dan timnya bergabung dengan Lotar dan yang lainnya. Lotas berbisik. "Ada dua belas orang yang kemungkinan akan melakukan ritual di sana," ujarnya sambil menun
Harley pun akhirnya setuju untuk bersembunyi, walau sebenarnya dia ingin bertarung dengan orang-orang tersebut.Mereka segera mencari tempat persembunyian yang aman di ruangan tersebut. Lotar melirik ke sekeliling, menemukan ruang kecil di belakang tumpukan kotak kayu tua. Ia memberi isyarat pada Harley dan Face untuk mengikutinya ke sana."Ssst, jangan berisik," bisik Lotar saat mereka memasuki ruang kecil itu, bersembunyi di balik kotak-kotak kayu.Harley dan Face menahan napas, mencoba untuk tidak membuat suara apa pun. Mereka melihat sekelompok orang berpakaian hitam itu berkumpul di tengah ruangan, berbicara dengan suara yang pelan dan serius. Lotar mencoba untuk mendengarkan percakapan mereka, mencari informasi penting yang bisa digunakan nanti.Salah satu orang berpakaian hitam melihat ke arah tempat mereka bersembunyi, membuat jantung Lotar berdegup kencang. Namun, untungnya orang itu tidak mendekati mereka dan melanjutkan percakapannya dengan yang lain.Tiba-tiba, seorang pr