Merasa dirinya sangat konyol, Marko langsung menepis pemikiran tersebut dan bertanya langsung pada sang ayah, “Ayah, apa maksudmu? Aku tidak pernah bertemu Tuan muda Clark, jadi bagaimana bisa aku menyinggungnya?" ujarnya lemah dengan Lidia memeluk lengannya, membantunya tetap berdiri.
Melihat sosok Lidia, Markus bertanya, “Apa wanita ini istri seseorang?!” Pertanyaan itu langsung membuat Lidia dan Marko membeku. “Kenapa … Ayah bertanya begitu?” "Jawab!” Bentakan sang ayah membuat Marko sedikit takut. Dia baru pernah melihat pria itu begitu marah kepadanya! “Lidia memang pernah menikah, tapi dia sudah bercerai. Aku dan dia–” “Bajingan!” maki Markus dengan penuh kekesalan. Sekarang, dia tahu kalau paling tidak ucapan Vincen ada benarnya, dan dalang dirinya diusir dari meeting internal Clark adalah putranya sendiri! Sudah marah karena dipermalukan dan kembali naik pitam lantaPenjelasan Sebastian membuat Vincen langsung mengerti. Pria ini adalah duri dalam daging yang mengambil keuntungan dari Central Clark Capital melalui kerja sama kotor dengan orang-orang seperti Markus! Tiba-tiba, dari sisi ruangan yang lain, seorang eksekutif lain dengan mata cokelat terangnya angkat suara. “Jaga ucapan kalian!” tegurnya, mengalihkan perhatian semua orang dengan suara marahnya. “Apa kalian sadar ucapan kalian sama saja dengan menghina Tuan Besar?!”Mata Vincen langsung mengarah pada orang itu. Sebastian yang tahu arah pandang Vincen menjelaskan, “Itu adalah Serdan Lovre, direktur pengembangan bisnis.” Vincen menganggukkan kepala, memerhatikan perdebatan Serdan dan John. “Apa maksudmu menghina? Aku hanya mengatakan kebenaran! Tuan Muda memang tidak berpengalaman, jadi sangat berbahaya menempatkannya sebagai pemimpin!” John membela diri sembari melipat kedua tangannya, tampak angkuh karena merasa sudah mengendalikan opini.
Setelah rapat usai, hanya tersisa Vincen dan Pak Tua Clark di ruang rapat, sementara para eksekutif lainnya kembali ke ruangan mereka masing-masing. Vincen beranjak dari kursinya, niat untuk segera pergi dari ruangan itu. Namun, Pak Tua Clark segera berbicara. "Maksud John baik, dia hanya ingin perusahaan ini terhindar dari masalah. Kakek harap kau bisa mendapatkan kepercayaannya, mengingat dia juga memiliki peran besar selama bekerja denganku." Langkah Vincen terhenti mendalam saat ia mendengar ucapan Pak Tua Clark. Matanya mendelik, kecewa. "Bahkan Anda masih memihak orang lain daripada aku yang katanya cucumu? Bukankah tadi Anda sudah melihat sendiri, bagaimana dia akan menjatuhkanku?" Pak Tua Clark menghela napas panjang, tampak terbebani akan suatu hal. "Orang kompeten memiliki ambisi, dan sebuah ambisi didasari sebuah alasan.” Pria tua tersebut menatap sang cucu. “Apakah kamu mengerti maksudku?” Vincen terdiam sesaat,
Dalam perjalanan pulang, Noel memerhatikan Vincen yang sedang menatap keluar jendela. Wajah tuan mudanya itu tampak datar dan penuh dengan pikiran, membuat Noel memiliki praduga. ‘Mungkinkah Tuan masih memikirkan mantan istrinya?’ batin Noel dengan ekspresi khawatir. Berpikiran demikian, Noel merasa tidak terima. Mantan istri tuan mudanya itu hanyalah wanita materialistis yang tidak menghargai perjuangan suaminya. Demikian, dia tidak pantas untuk Vincen! Kalau harus menghapus pikiran Vincen dari Lidia, maka …. “Tuan, kenapa Anda tidak ajak jalan Nona Selena saja?" Pertanyaan Noel langsung menyentak Vincen. “Apa?” Kepala pemuda itu berputar cepat dengan ekspresi bingung bercampur curiga. “Apa maksudmu, Paman?” Noel tersenyum simpul. "Untuk melupakan kenangan pahit, ada baiknya menimbun dengan kenangan baru yang manis, bukan?" Vincen mendengus, wajahnya terlihat jengkel. Dia langsu
Pengemudi itu tersentak ketika seseorang menegurnya dan mencengkeram lengannya. Dia menoleh ke belakang, mengernyitkan dahi seraya melihat sosok pemuda tampan berdiri di sana, tenang dan tegas. "Lepaskan dia! Tindakanmu sudah keterlaluan," ujar Vincen, nada suaranya keras namun terkendali. "Siapa kau?! Jangan campuri urusanku!" teriak si pengemudi, wajahnya bersemu merah karena marah. Namun, Vincen tidak bergeming, melihat pria tersebut tetap tidak berniat melepaskan gadis yang sedang dipaksa masuk ke mobil. Dengan gerakan cepat, dia memilintir tangan si pengemudi dan menghimpitnya ke mobil. "Argh!" Si pengemudi menjerit kesakitan dan terpaksa melepaskan gadis itu. Gadis yang tampak ketakutan segera berlari menjauh, sempat memandang pria yang menolongnya dengan penuh terima kasih. "Brengsek! Lepaskan aku! Apa kau tidak tahu siapa aku?!" sahut si pengemudi ket
Dalam perjalanan pulang ke apartemen, tampak wajah Vincen begitu serius, seolah sedang memikirkan sesuatu. "Tuan muda, gadis itu memanggil Anda, sepertinya ingin berkenalan, apa Anda tidak mau kembali?" tanya Noel saat mobil sudah berada di jalan raya. "Tidak perlu, Paman. Kita pulang saja," sahut Vincen, suaranya cepat dan tegas. Noel menghela napas panjang sebelum berkata, "Tuan muda, jangan terlalu kaku begitu. Mengejar beberapa wanita itu biasa saja, apalagi gadis tadi sangat cantik dan kelihatannya tertarik padamu. Setidaknya beritahu dia nama Anda." Wajah Vincen tampak datar ketika menjawab, "Dia bukan gadis sembarangan, Paman." Noel terkejut dan penasaran, "Maksud Anda, Tuan Muda?" Vincen melanjutkan dengan wajah serius, "Saat tadi pihak rumah sakit meminta identitas gadis itu sebelum memproses penanganannya, mereka terperanjat melihat data yang tersimpan di komputer. Sikap mereka lan
Orang yang datang adalah Sebastian dan bawahannya. Mereka segera melaju ke sana setelah Noel menghubunginya. "Noel, apa yang terjadi?" tanya Sebastian dengan wajah tercengang, mendekati rekannya tersebut. "Apa kau yang melakukan semua ini?" Noel menoleh, matanya menerawang tak percaya, sambil menatap Sebastian. Dalam ketegangan, dia menelan ludah, terkejut oleh apa yang baru saja ia saksikan. Dari sudut pandangnya, Noel tahu pasti bahwa Vincen baru saja menggunakan Teknik Pernapasan Alam, sebuah teknik beladiri kuno yang hanya diketahui oleh segelintir orang terpilih. Andai saja Noel tak cukup beruntung menyaksikan seorang ahli beladiri legendaris memperagakan teknik itu di masa lalu, mungkin dia sama sekali tak akan tahu apa-apa mengenai kemampuan itu! Noel pun bertanya dalam hati, bagaimana mungkin Vincen, yang selama ini hidup sebagai orang biasa, mampu mengetahui dan bahkan m
Vincen Adama, baru saja kembali dari mengantarkan paket dengan kemeja yang basah oleh keringat. Meski lelah, ia tetap terlihat bersemangat. "Vincen! Aku ingin kamu segera mengirimkan paket ini!" Manajer meninggikan suaranya, dia tidak peduli jika Vincen baru saja kembali dan masih basah kuyup oleh keringat. "Baik Pak," jawab Vincen langsung, walau dia lelah tetapi berusaha untuk tetap produktif. "Paket ini untuk pelanggan VIP, jika kamu bisa memuaskan mereka, aku akan mempertimbangkan untuk memberi kamu promosi!" Kata manajer itu sambil menyerahkan sebuah kotak paket. Mata Vincen berbinar dan dipenuhi harapan. "Anda yakin Pak?" tanyanya memastikan. “Tentu saja! Kapan aku pernah berbohong padamu?” Manajer itu menjawab sambil tersenyum. "Terima kasih Pak!" ucap Vincen bersemangat, lalu bergegas mengantarkan paket tersebut. Meski baru kembali, dia tetap ingin menjalankan perintah dengan baik. Dalam hatinya, Vincen tidak peduli dengan promosi. Alasan antusiasmenya adalah kare
Vincen merasa dadanya sesak ketika melihat adegan di depan mata. Tidak ada bayangan sedikit pun dalam benaknya bahwa Lidia, sang istri tercinta, sedang bermesraan dengan pria lain. Dengan sangat intim pula! "Lidia!" seru Vincen lantang, selagi tubuhnya bergetar penuh amarah. Berjalan masuk ke dalam rumah tersebut, menarik perhatian semua orang di ruangan itu. Pria yang sedang bersama Lidia menoleh, menyipitkan matanya menatap Vincen yang mengenakan seragam kurir. Senyum sinis tersungging di wajahnya. "Lidia, lihat siapa yang datang," ujar pria itu dengan suara lembut. Lidia yang telah mabuk, wajahnya merah, tampak kesal saat pria itu menghentikan aktivitasnya. "Ada apa sih?" gerutunya. Namun begitu melihat sosok Vincen yang sudah ada di hadapannya, mata Lidia membulat kaget, "V-Vincen, kenapa kau ada di sini?!" Meski hati hancur, cinta Vincen untuk Istrinya masih sangat kuat. Dengan langkah tegap dia menghampiri sang istri, meraih tangannya. "Ayo kita pulang, Lidia," bis