Di tempat Vincen berada, dia masih diruangan perawatan Kakeknya, tetap berjaga-jaga di sisi Lotar yang terbaring lemah, masih tak sadarkan diri.
Sementara Solomon cemas menunggu kabar dari bawahannya. Tiba-tiba, ponsel Solomon berdering dengan nada khas yang cukup mengagetkannya.Solomon segera mengangkat panggilan itu. "Bagaimana? Kau sudah menemukan tempatnya?" serunya langsung tanpa basa-basi.Di ujung telepon, suara seorang bawahan terdengar. "Master, saya berhasil menemukan tempat persembunyiannya. Dia berada di sebuah gedung tua yang ...." Namun, sebelum sosok tersebut dapat melanjutkan, tiba-tiba suara di telepon terputus."Hei! Halo! Apa yang terjadi?" pekik Solomon, mencoba memanggil bawahannya, namun panggilan itu sudah terputus. Ia mencoba menghubungi kembali, namun tidak ada jawaban.Vincen yang sejak tadi diam, melirik ke arah Solomon yang terlihat kesal. "Ada masalah, Master?" tanyanya dengan suara yang penuh kekhawatiran.<Sosok itu terus menginjak Elma dengan kekuatan penuh, membuat wanita tua yang sedang terikat itu hanya bisa menahan rasa sakit yang menyiksa, namun tak mampu untuk melawan."Tuan Harley, jika dia mati, rencana Anda akan gagal," tegur Face dengan nada penuh kekhawatiran, mencoba menenangkan bosnya itu agar tidak membunuh Elma.Namun Harley tak bergeming, masih menginjak bahu Elma dengan brutal, hingga akhirnya bahu wanita itu patah. Teriakan tertahan yang menyayat hati terdengar dari mulut Elma.Setelah puas menyiksa wanita malang itu, Harley akhirnya mengangkat kakinya dari bahu Elma yang terkapar dilantai, menahan rasa sakit di bahunya. Dia menatap sinis wanita tua itu, seakan ingin membuatnya merasakan kehancuran, sebelum akhirnya meninggalkannya begitu saja dengan wajah yang penuh amarah.Face menghela napas lega. Dia menatap Elma dengan simpati, lantas berusaha merawat luka Elma dengan cekatan.Namun, Elma menepis tangan Face yang hen
Vincen dan Solomon segera menuju lokasi yang telah diberitahukan oleh tim pelacak keluarga Clark. Di dalam mobil, suasana tegang begitu terasa. Karena Vincen tampak sangat serius dan fokus, harus menyelamatkan sang nenek yang disekap oleh pria misterius yang telah melukai kakeknya. Emosinya memuncak seperti gunung berapi yang hendak meletus."Tambah kecepatan mobilnya!" perintah Vincen dengan nada tegas dan penuh kekhawatiran.Sopir hanya bisa mengangguk patuh, menginjak pedal gas semakin dalam, memacu mesin mobil untuk berlari lebih cepat. Bunyi mesin mengaum, mencerminkan keganasan situasi yang dihadapi.Solomon yang duduk di kursi belakang bersama Vincen merasakan kecemasan yang memancar dari tubuh murid sekaligus tuan mudanya itu. Ia mencoba memberikan dukungan, dengan menepuk bahu Vincen dan berkata. "Tenang, kita pasti bisa menyelamatkannya."Vincen hanya mengangguk pelan, walau dalam hatinya benar-benar khawatir akan keselamatan s
Sebastian merasa putus asa, tidak mungkin baginya untuk menghindar dari serangan cepat dan mematikan Harley. Angin berdesir tajam saat Harley mengerahkan kekuatan penuh dalam pukulannya, dengan seringai menyeramkan di wajahnya."Sudah tidak ada harapan lagi bagimu!" teriak Harley, sambil mengejek Sebastian yang tampak ketakutan dan pasrah. Di sekejap, pukulan kuat itu dilancarkan menuju Sebastian yang hanya bisa menunggu nasibnya.SwutDuar!Tiba-tiba Harley terhempas jauh ke belakang, terperanjat oleh kekuatan yang melawannya. Pukulannya hanya mengenai sisi samping Sebastian, dan melesat cepat menghantam dinding dibelakangnya menimbulkan retakan besar pada dinding tersebut, dengan bentuk siluet kepalan tangan besar.Sebastian terengah-engah, kakinya gemetaran dan ambruk di lantai. Ia menodongak dengan mata berkaca-kaca, melihat sosok yang menyelamatkan nyawanya. "Master Solomon, Tuan Muda Vincen," gumam Sebastian dengan suara bergetar, tak mampu menyembunyikan kelegaan yang menyelim
Melihat Face tiba-tiba muncul untuk membantunya, perasaan Harley amat jauh dari kata bahagia. Tanpa ragu, dia langsung mencengkeram leher Face dengan kekuatan penuh, membuat pria yang selalu setia di sisinya itu kesulitan bernapas.Vincen, Solomon, dan Sebastian terperanjat melihat pria bertopeng yang mereka kira membantu Harley malah dicekik olehnya. Mereka tidak mengerti mengapa Harley begitu marah padanya."T-tuan maafkan saya..." Suara Face terdengar tercekat, hampir tidak terdengar, akibat kesulitan bernapas yang dialaminya."Bukankah sudah aku bilang, kau urus saja wanita tua itu, tidak perlu ikut campur di sini?!" bentak Harley dengan nada ketus.Face berusaha menjawab, namun tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Sudah semakin sulit baginya untuk bernapas. Tatapan matanya terlihat memelas, seolah memohon belas kasihan dari Harley agar melepaskannya.Dengan kasar, Harley melemparkan Face ke samping. Pria yang mengenakan topeng itu terbatuk-batuk keras sambil memegangi leher
Solomon mengabaikan teguran Vincen yang penuh kekhawatiran. Ia tetap fokus mengumpulkan energi spiritualnya dengan maksimal. Terlihat sinar mistis yang berkumpul di telapak tangannya, seolah menyatakan kegigihan dan keteguhan hatinya. Di sisi lain, Vincen berusaha keras menahan serangan demi serangan siluet pukulan energi spiritual raksasa yang menerjangnya. Namun, dalam kondisi seperti itu, ia hanya bisa melihat ke arah Solomon dengan tatapan nanar dan tak berdaya. "Master, jangan lakukan ini!" teriak Vincen, wajahnya penuh kecemasan dan marah. Ia khawatir akan keselamatan sang guru. Namun, Solomon yang sudah mengumpulkan seluruh energi spiritualnya tersenyum enigmatis. Tanpa ragu, ia melompat ke udara dan melakukan serangan terkuatnya ke arah Haey. "Tinju penghancur!" seru Solomon dengan suara menggelegar, melesatkan pukulan gelombang angin sangat besar. Siluet gelombang angin yang seperti ombak besar tercipta, memukul semua pukulan energi spiritual Harley hingga hancur be
Vincen mengangkat kedua tangannya, telapaknya terbuka lebar sambil matanya terpejam fokus. Aura merah pekat mulai terkumpul, berputar dan mengalir ke kedua telapak tangannya.Sebuah desis pelan terdengar saat energi itu semakin menguat. Dengan tekad yang membara, dia membuka mata, memandang tajam ke arah Harley yang masih berusaha menstabilkan diri."Berakhir sudah!" seru Vincen dengan suara lantang. Dengan gerakan yang cepat dan tegas, dia menghempaskan kedua tangannya ke depan. Sebuah gelombang angin berwarna merah, berbentuk naga raksasa, melesat keluar dengan dahsyat. Suara angin itu mendesing keras, menggetarkan udara di sekitar.Harley yang belum sepenuhnya pulih, hanya bisa membelalak melihat gelombang energi yang menyerangnya. Dia mencoba mengangkat tangannya untuk bertahan, tapi terlambat. Booom!Gelombang naga merah itu menghantamnya dengan kekuatan penuh, mendorongnya beberapa meter ke belakang sebelum terjatuh ke ta
Keesokan harinya, sinar matahari pagi menyusup lembut melalui jendela kaca besar di ruang VIP rumah sakit, menaburkan cahaya hangat ke ruangan itu. Vincen, yang telah menghabiskan malam tanpa tidur sambil menjaga, akhirnya terlelap di sofa panjang yang ada. Tubuhnya terkulai tidak berdaya, kepala terdorong ke samping, sementara napasnya beraturan dan tenang, menandakan bahwa dia tengah berada dalam tidur yang sangat dibutuhkannya.Pintu ruangan itu perlahan terbuka, menyebabkan sedikit suara yang cukup untuk membuat Lotar dan Elma, yang sedang duduk di ranjang mereka, mengalihkan pandangan. Veronica, dengan semangat membawa kotak sarapan yang wangi, segera masuk. "Selamat pagi, Kakek, Nenek, aku membawa sarapan...." ucapnya ceria.Lotar dan Elma segera mengangkat tangan mereka, membuat gerakan untuk menyuruh Veronica diam. "Ssst...." bisik mereka hampir bersamaan, mata mereka penuh kelembutan sambil menunjuk ke arah Vincen yang masih terlelap.
Sebelum Veronica sempat menyelesaikan kata-katanya, wanita yang duduk lemah di atas kursi roda itu menyahut dengan senyuman tipis di bibirnya. "Ya, benar. Aku adalah mantan istri Vincen."Veronica mengangguk mengerti, lalu menoleh ke arah Vincen yang tampak serius. Pria itu masih terus menatap wajah mantan istrinya dengan tatapan yang sulit diterka.Di kursi roda, Lidia tersenyum dengan wajah pucat yang menampakkan kelelahan, namun ada kebahagiaan yang terpancar dari matanya. Setelah sekian lama berpisah, akhirnya ia bisa bertemu dengan Vincen lagi."Apa kau hanya berpura-pura agar bisa mendapatkan perhatianku, Lidia?" tanya Vincen dengan nada dingin, menembus kesenyapan tempat tersebut."Vin...." Veronica segera mengusap lengan Vincen, merasa prianya sudah terlalu keras terhadap Lidia.Lidia menatap mereka berdua, lalu berkata dengan nada lembut, "Tidak apa, Nona Shancez. Aku memang tidak pantas mendapatkan maaf dari Vincen, atas segala
Vincen berdiri di depan jendela besar rumahnya, pandangannya kosong melintasi langit malam yang penuh bintang. Tangan kanannya yang menggenggam telepon genggam sedikit gemetar. Wajahnya yang tadinya tegang dan pucat perlahan mulai menunjukkan raut lega saat mendengar berita tersebut dari ujung telepon. "Apa benar-benar semua telah dikalahkan, Master?" suaranya terdengar serak, mencari kepastian."Iya, Tuan Clark. Semua sudah beres. Tidak perlu khawatir lagi," jawab suara di seberang sana, tegas dan menenangkan.Seketika, otot-otot yang tegang di leher Vincen melunak. Dia menutup matanya, menghela napas panjang dan mengusap muka dengan kedua tangannya. Pria itu kemudian berjalan pelan menuju sofa, duduk dengan letih. Rasa cemas yang selama ini menderanya perlahan menguap, digantikan oleh rasa syukur yang dalam.Vincen menatap ke atas, mengucap syukur dalam hati. Kepalanya yang tadinya dipenuhi oleh ketakutan dan kecemasan tentang apa yang mungkin terjadi pada orang-orang di sekitarnya
Dentuman keras menggema, membuat tanah di bawah mereka bergetar dan debu mengepul tinggi ke udara. Saat kekuatan mereka berdua saling beradu satu sama lainTubuh Harley bergetar karena kekuatan yang baru saja dia lepaskan. Matanya menyala tajam, energi spiritualnya mengalir seperti sungai yang deras. Di depannya, Lizzy dengan cekatan menahan serangannya dengan pedang yang ia oegang, menciptakan gelombang energi yang bertabrakan dengan pukulan Harley.Asap perlahan mulai menghilang, Lizzy berdiri tegak, pedangnya masih terjulur ke depan, tapi nafasnya terengah-engah menandakan usaha yang ia keluarkan.Harley, di sisi lain, masih terpaku di posisinya, matanya terpaku pada sosok Lizzy yang ternyata mampu menahan serangannya. Ada rasa kagum yang bercampur dengan kegigihan dalam dirinya, mengetahui bahwa pertarungan ini akan lebih sulit dari yang dia bayangkan.Dengan gerakan yang begitu cepat, Harley dan Lizzy saling menyerang dengan serangan dahsyat yang bertenaga. Benturan energi spirit
Harley melihat ke sekitar arena pertarungan. Setelah mengalahkan lawannya, matanya mencari sosok Solomon yang terlihat berada dalam kesulitan. Dengan langkah cepat dan pasti, Harley melompat melewati pohon dan bebatuan yang ada dibawahnya, bergegas menuju Solomon yang tampak kewalahan.Solomon, dengan tubuhnya yang sudah renta, berusaha menangkis serangan dengan teknik pernapasan Alam. Wajahnya terlihat pucat dan keringat membanjiri dahi, menunjukkan betapa dia berjuang untuk bertahan. Harley, dengan mata yang tajam dan gerakan cepat, langsung menghampiri, mengayunkan pukulan kuat ke arah sosok lawan Solomon. membuatnya sosok tersebut terhempas jauh ke belakang."Anda tidak apa-apa?!" teriak Harley bertanya sambil berdiri didepan pria tua itu. Solomon, dengan napas yang tersengal, hanya bisa mengangguk pelan dan mencoba untuk tetap berdiri.Sosok yang terhempas barusan, terlihat terbang kembali ke arah Harley, melakukan serangan cepat.Namun, Harley dengan gerakan lincah, melindungi
Lotar segera waspada saat menatap sosok yang membangkitkan energi spiritual Iblis. Dia tahu betul bahwa pengguna energi spiritual kegelapan memiliki kekuatan yang sangat luar biasa.Menarik napas dalam-dalam, Lotar memutuskan untuk tidak menahan kekuatan lagi. Dia melepaskan seluruh energi spiritualnya yang mendalam dan kuat."Hahaha... bagus, gunakan semua kekuatanmu, pak tua!" seru pengguna energi spiritual kegelapan dengan nada mengejek, sambil melayang di udara bak sosok yang menguasai langit.Swuz!Tak ada yang menduga, Lotar tiba-tiba menghilang dari tempatnya. Hanya terdengar ledakan dahsyat saat dia melompat ke atas dengan kecepatan luar biasa.Sosok pengguna energi spiritual kegelapan tersenyum mengejek, seolah sudah tahu akan serangan Lotar. Dia dengan mudah menahan serangan pukulan dahsyat dari Lotar, tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga.Duak!Gelombang angin menerjang sekitar mereka akibat benturan pukulan Lotar yang ditahan oleh sosok pengguna energi kegelapan dengan s
Harley berdiri dengan tegap, tatapan matanya terkunci pada sosok yang dengan tenang menahan serangannya.Tanah di bawah kaki mereka terbelah, membentuk jurang kecil, dan debu berterbangan mengelilingi area pertarungan mereka. Sosok tersebut, dengan ekspresi yang tidak terbaca, membetulkan posisi kakinya, menyiapkan diri untuk serangan berikutnya.Harley, dengan kecepatan kilat, melancarkan pukulan lain, namun Sosok itu hanya mengangkat tangan kanannya dan dengan mudahnya mengalihkan serangan tersebut. Gerakan Sosok itu begitu tenang dan terkendali, seolah-olah dia sedang berada dalam latihan rutin bukan dalam pertarungan sengit.Harley merasakan emosi yang mulai membuncah di dalam dadanya, dia tidak pernah bertemu lawan yang seakan meremehkannya seperti itu. Setiap serangan yang dia lancarkannya hanya seperti angin lalu bagi Sosoj tersebut.Kemarahan dan kekaguman bercampur dalam pandangannya, namun dia tidak akan menyerah. Dengan rahang yang mengeras, Harley mengumpulkan seluruh kek
Langit malam yang gelap berpadu dengan gemerisik dedaunan yang tertiup angin kencang, menciptakan suasana yang mencekam di tengah pepohonan yang rimbun. Di kejauhan, cahaya obor dari para pemuja Iblis menerangi area sekeliling mereka, membentuk lingkaran yang terang benderang. Sementara itu, dari balik kegelapan, Lotar, Harley, Face, Solomon dan bawahannya bersembunyi di balik pepohonan besar, mata mereka fokus memantau setiap gerakan pemuja Iblis. Wajah mereka tegang, penuh konsentrasi, tangan mereka memegang senjata yang siap digunakan.Lotar, memberi isyarat untuk mendekat. Dia berbisik, "Sekarang atau tidak sama sekali." Mereka mengangguk, mengerti akan tugas yang harus dilakukan. Perlahan, mereka bergerak keluar dari persembunyian, mengatur langkah agar tidak mengundang perhatian.Solomon, dengan pisau panjang di tangannya, memimpin langkah. Harley dan Face mengikuti di belakang, sementara Lotar bergerak melingkar, mencari sudut yang lebih baik untuk menyerang. Mereka mendekat,
Sementara itu, di kediaman keluarga Clark, suasana hati para penghuni rumah sedang riang gembira. Vincen menemui keluarga pujaan hatinya, Veronica, ditemani oleh Nenek Elma yang kini menjadi wali untuknya."Kami semua sudah sepakat untuk menggelar pernikahan mereka berdua satu Minggu lagi, bagaimana pendapat Anda, Nyonya Ritsu?" tanya Pak Tua Shancez dengan penuh antusias, sebagai wakil pembicaraan keluarga Shancez."Jika itu keinginan kalian, aku tidak keberatan sama sekali. Malahan, aku juga ingin segera memiliki cicit dari mereka berdua," jawab Elma sambil tersenyum hangat, melirik Vincen dan Veronica yang duduk bersebelahan.Semua anggota keluarga Shancez tersenyum bahagia, merasa lega karena tidak ada penolakan dari pihak keluarga Vincen.Veronica terlihat sangat bahagia. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya dia akan dapat bersanding dengan pria yang telah mencuri hatinya selama ini.Mereka pun melanjutkan obrolan dengan santai, sambil menikmati hidangan makan malam yang lezat.
Matahari terbenam perlahan, memberikan cahaya temaram yang melapisi bukit pinggiran kota Helsia.Solomon dan para bawahannya bergerak cepat saat sudah sampai diwilayah tujuan, menuruni jalan setapak yang berliku, memenuhi perintah Vincen. Daun-daun kering berderak di bawah tapak sepatu mereka, mengumumkan kedatangan mereka kepada siapa pun yang mungkin mendengar.Di kejauhan, Solomon melihat siluet Lotar, Harley, dan Face yang bersembunyi di balik semak-semak, mengintai gerak-gerik kelompok pemuja kekuatan Iblis. Mereka tampak tegang, mata mereka tajam mengawasi setiap gerakan yang mencurigakan.Solomon memberi isyarat kepada bawahannya untuk bergerak lebih hati-hati. Mereka merunduk, menghindari siluet yang bisa terlihat oleh musuh. Udara dingin malam semakin menambah ketegangan.Sesampainya di posisi yang lebih dekat, Solomon dan timnya bergabung dengan Lotar dan yang lainnya. Lotas berbisik. "Ada dua belas orang yang kemungkinan akan melakukan ritual di sana," ujarnya sambil menun
Harley pun akhirnya setuju untuk bersembunyi, walau sebenarnya dia ingin bertarung dengan orang-orang tersebut.Mereka segera mencari tempat persembunyian yang aman di ruangan tersebut. Lotar melirik ke sekeliling, menemukan ruang kecil di belakang tumpukan kotak kayu tua. Ia memberi isyarat pada Harley dan Face untuk mengikutinya ke sana."Ssst, jangan berisik," bisik Lotar saat mereka memasuki ruang kecil itu, bersembunyi di balik kotak-kotak kayu.Harley dan Face menahan napas, mencoba untuk tidak membuat suara apa pun. Mereka melihat sekelompok orang berpakaian hitam itu berkumpul di tengah ruangan, berbicara dengan suara yang pelan dan serius. Lotar mencoba untuk mendengarkan percakapan mereka, mencari informasi penting yang bisa digunakan nanti.Salah satu orang berpakaian hitam melihat ke arah tempat mereka bersembunyi, membuat jantung Lotar berdegup kencang. Namun, untungnya orang itu tidak mendekati mereka dan melanjutkan percakapannya dengan yang lain.Tiba-tiba, seorang pr