Saat kabar kematian Pak tua Clark, pebisnis tersebar, kantor Central Clark Capital langsung dipenuhi kekacauan. Para pegawai bergumam, ada yang mencoba tetap fokus pada monitor mereka namun mata mereka sering teralihkan ke pintu kantor yang seolah-olah bisa dibuka oleh setiap orang yang ingin mengambil alih.
Di negara lain, beberapa orang yang selama ini dikenal sebagai pesaing Pak tua Clark, terlihat sedang berkumoul bersama disebuah Restoran."Kalian tentunya sudah dengan, bukan? Pak tua Clark akhirnya mati juga." seorang pesaing berkata sambil tersenyum licik."Aku sudah dengar, ini kesempatan emas buat kita." teman sebelahnya berkata dengan semangat, "Kita harus manfaatkan situasi ini dan segera bergerak cepat.""Kamu benar, kalau kita bisa pengaruhi sahamnya sekarang, kita bisa ambil alih pasarnya." timpal yang lain."Aku setuju! Kita segera buat strategi yang matang. Ini saatnya kita jatuhkan saham Central Clark Capital!" sahut yMelihat Vincen mendekat ke arahnya, perasaan ketakutan mulai menyelinap di dalam hati Loyd. Dia melirik ke sekeliling dengan cemas, menutup matanya rapat-rapat saat Vincen mengulurkan tangannya ke arahnya. Akan tetapi, Loyd tak merasakan hal yang buruk terjadi. Dengan ragu, dia membuka matanya perlahan dan menyaksikan Vincen tengah meluruskan kerah jasnya. "Jangan pernah menyebarkan rumor yang kebenarannya belum terbukti," tegas Vincen sambil menatap Loyd tajam, tangannya yang mengatur kerah Loyd berubah menjadi cengkeraman erat, lalu dia melanjutkan. "Kita di sini bekerja sebagai pebisnis, bukan wartawan yang menyebarkan gosip-gosip tak jelas saat perusahaan sedang dalam keadaan sulit. Ingat, kamu tidak perlu cemas tentang masalah perusahaan, karena aku sudah mengurus semuanya." Vincen melepaskan cengkramannya pada kerah Loyd, membuat pria paruh baya itu jatuh terduduk kembali ke kursinya. Namun, di tengah rasa takut yang memenuhi dirinya, Loyd tidak bisa menyembunyikan rasa p
Serdan, yang telah mempercayai Vincen sepenuhnya dan menjadi penanggung jawab proyek baru yang sedang berlangsung, tiba-tiba berdiri dengan geram. Dengan emosi memuncak, ia menggebrak meja dengan begitu keras hingga membuat semua orang terkejut. Tatapannya menembus ke dalam jiwa Loyd. "Loyd, kau brengsek! Tidak heran setiap kali aku berusaha melobi pemerintah, selalu saja gagal. Jadi, ternyata ini semua karena ulahmu!" teriak Serdan penuh amarah, sambil meremas berkas perjanjian kontrak antara Loyd dan pemerintah. "Aku benar-benar tidak menyangka, kau ternyata tidak berbeda dengan John," lanjutnya dengan wajah yang semakin menghitam. Vincen dengan tenang mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada Serdan untuk tenang. Serdan duduk kembali, namun wajahnya masih terlihat geram dan penuh kebencian terhadap Loyd. Vincen menatap Loyd yang mulai terlihat ketakutan. Semakin yakin akan dugaannya, lantas bertanya. "Jadi, apa kau masih mau mengelak, Loyd Sanders?" Loyd mengepalkan ta
Mendengar penjelasan dari Solomon, Vincen tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya dan segera beranjak bangkit dari duduknya. "Master, apa kau serius?" tanyanya dengan ekspresi tak percaya. Solomon mengangguk pelan. "Tuan muda, saya akan menjelaskannya saat kita di perjalanan," ucapnya dengan nada tegas. Vincen menoleh ke Norman dan Veronica, memberikan senyum singkat sebelum pamit dan bergegas meninggalkan tempat itu. Sepanjang perjalanan, tampak Vincen bergumul dengan kegelisahan. Ia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana sang kakek yang memiliki kekuatan luar biasa dalam pertarungan bisa terluka parah.Kegelisahan itu semakin menjadi ketika Solomon menceritakan bahwa dirinya dan anak buahnya sama sekali tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya, sebab saat mereka menemukan Lotar, pria tua itu sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri.***Tak lama kemudian, mobil tiba di depan rumah sakit tempat Lotar dir
Di tempat Vincen berada, dia masih diruangan perawatan Kakeknya, tetap berjaga-jaga di sisi Lotar yang terbaring lemah, masih tak sadarkan diri.Sementara Solomon cemas menunggu kabar dari bawahannya. Tiba-tiba, ponsel Solomon berdering dengan nada khas yang cukup mengagetkannya. Solomon segera mengangkat panggilan itu. "Bagaimana? Kau sudah menemukan tempatnya?" serunya langsung tanpa basa-basi.Di ujung telepon, suara seorang bawahan terdengar. "Master, saya berhasil menemukan tempat persembunyiannya. Dia berada di sebuah gedung tua yang ...." Namun, sebelum sosok tersebut dapat melanjutkan, tiba-tiba suara di telepon terputus."Hei! Halo! Apa yang terjadi?" pekik Solomon, mencoba memanggil bawahannya, namun panggilan itu sudah terputus. Ia mencoba menghubungi kembali, namun tidak ada jawaban.Vincen yang sejak tadi diam, melirik ke arah Solomon yang terlihat kesal. "Ada masalah, Master?" tanyanya dengan suara yang penuh kekhawatiran.
Sosok itu terus menginjak Elma dengan kekuatan penuh, membuat wanita tua yang sedang terikat itu hanya bisa menahan rasa sakit yang menyiksa, namun tak mampu untuk melawan."Tuan Harley, jika dia mati, rencana Anda akan gagal," tegur Face dengan nada penuh kekhawatiran, mencoba menenangkan bosnya itu agar tidak membunuh Elma.Namun Harley tak bergeming, masih menginjak bahu Elma dengan brutal, hingga akhirnya bahu wanita itu patah. Teriakan tertahan yang menyayat hati terdengar dari mulut Elma.Setelah puas menyiksa wanita malang itu, Harley akhirnya mengangkat kakinya dari bahu Elma yang terkapar dilantai, menahan rasa sakit di bahunya. Dia menatap sinis wanita tua itu, seakan ingin membuatnya merasakan kehancuran, sebelum akhirnya meninggalkannya begitu saja dengan wajah yang penuh amarah.Face menghela napas lega. Dia menatap Elma dengan simpati, lantas berusaha merawat luka Elma dengan cekatan.Namun, Elma menepis tangan Face yang hen
Vincen dan Solomon segera menuju lokasi yang telah diberitahukan oleh tim pelacak keluarga Clark. Di dalam mobil, suasana tegang begitu terasa. Karena Vincen tampak sangat serius dan fokus, harus menyelamatkan sang nenek yang disekap oleh pria misterius yang telah melukai kakeknya. Emosinya memuncak seperti gunung berapi yang hendak meletus."Tambah kecepatan mobilnya!" perintah Vincen dengan nada tegas dan penuh kekhawatiran.Sopir hanya bisa mengangguk patuh, menginjak pedal gas semakin dalam, memacu mesin mobil untuk berlari lebih cepat. Bunyi mesin mengaum, mencerminkan keganasan situasi yang dihadapi.Solomon yang duduk di kursi belakang bersama Vincen merasakan kecemasan yang memancar dari tubuh murid sekaligus tuan mudanya itu. Ia mencoba memberikan dukungan, dengan menepuk bahu Vincen dan berkata. "Tenang, kita pasti bisa menyelamatkannya."Vincen hanya mengangguk pelan, walau dalam hatinya benar-benar khawatir akan keselamatan s
Sebastian merasa putus asa, tidak mungkin baginya untuk menghindar dari serangan cepat dan mematikan Harley. Angin berdesir tajam saat Harley mengerahkan kekuatan penuh dalam pukulannya, dengan seringai menyeramkan di wajahnya."Sudah tidak ada harapan lagi bagimu!" teriak Harley, sambil mengejek Sebastian yang tampak ketakutan dan pasrah. Di sekejap, pukulan kuat itu dilancarkan menuju Sebastian yang hanya bisa menunggu nasibnya.SwutDuar!Tiba-tiba Harley terhempas jauh ke belakang, terperanjat oleh kekuatan yang melawannya. Pukulannya hanya mengenai sisi samping Sebastian, dan melesat cepat menghantam dinding dibelakangnya menimbulkan retakan besar pada dinding tersebut, dengan bentuk siluet kepalan tangan besar.Sebastian terengah-engah, kakinya gemetaran dan ambruk di lantai. Ia menodongak dengan mata berkaca-kaca, melihat sosok yang menyelamatkan nyawanya. "Master Solomon, Tuan Muda Vincen," gumam Sebastian dengan suara bergetar, tak mampu menyembunyikan kelegaan yang menyelim
Melihat Face tiba-tiba muncul untuk membantunya, perasaan Harley amat jauh dari kata bahagia. Tanpa ragu, dia langsung mencengkeram leher Face dengan kekuatan penuh, membuat pria yang selalu setia di sisinya itu kesulitan bernapas.Vincen, Solomon, dan Sebastian terperanjat melihat pria bertopeng yang mereka kira membantu Harley malah dicekik olehnya. Mereka tidak mengerti mengapa Harley begitu marah padanya."T-tuan maafkan saya..." Suara Face terdengar tercekat, hampir tidak terdengar, akibat kesulitan bernapas yang dialaminya."Bukankah sudah aku bilang, kau urus saja wanita tua itu, tidak perlu ikut campur di sini?!" bentak Harley dengan nada ketus.Face berusaha menjawab, namun tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Sudah semakin sulit baginya untuk bernapas. Tatapan matanya terlihat memelas, seolah memohon belas kasihan dari Harley agar melepaskannya.Dengan kasar, Harley melemparkan Face ke samping. Pria yang mengenakan topeng itu terbatuk-batuk keras sambil memegangi leher