Vincen bergegas membawa Pak Tua Clark dan Norman Shancez keluar dari ruang bawah tanah yang kelam dan dingin, tempat mereka disekap. Dengan hati-hati, ia membawa mereka berdua menuju kamar yang lebih nyaman dan hangat.
"Tuan besar!" seru Solomon terkejut saat melihat Vincen yang sedang memapah kedua pria tua itu. Ia segera berlari mendekati Vincen untuk membantu. "Tuan muda, apa yang terjadi?" tanyanya dengan nada khawatir, melihat wajah Pak Tua Clark dan Norman Shancez yang tampak pucat dan tubuh mereka menghitam."Mereka berdua telah terkena ilusi sihir hitam yang dibuat oleh Nelson, Master," jawab Vincen dengan nada tak berdaya, sambil meletakkan kedua pria tua itu di atas ranjang. "Master, di mana Kakek Lotar dan Nenek Elma?" tanyanya dengan raut wajah cemas."Kami di sini," jawab Lotar yang masuk ke kamar bersama Elma, tepat sebelum Solomon sempat menjawab pertanyaan Vincen.Mereka berdua tampak khawatir melihat keadaan Pak Tua Clark dan NoSementara itu, Keluarga Clarkson yang baru saja bersiap untuk meninggalkan Aldasia, tiba-tiba dikepung oleh pengawal setia Pak tua Clark dan Pak tua Shancez. Mereka tentu saja terkejut dan bingung, karena tanpa diduga diperlakukan seperti kriminal yang hendak ditangkap.Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu, mulai berbisik-bisik, penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi, dan mengapa orang-orang tersebut harus ditangkap oleh para pengawal Pak tua Clark dan Norman.Dengan langkah penuh keberanian, Keluarga Clarkson yang tidak ingin kehormatan mereka terinjak-injak, mencoba melawan dan melarikan diri. Namun sayangnya, para pengawal tersebut ternyata memiliki kekuatan yang jauh melampaui ekspektasi mereka, sehingga dengan sigap mampu melumpuhkan para anggota keluarga Clarkson. Bahkan, beberapa di antara mereka tewas seketika karena terus melawan meski telah terdesak.Hari itu bagaikan hari yang penuh kesialan bagi keluarga Clarkson. Bukan hanya pemimpi
Vincen sedang duduk di ruang tamu bersama beberapa orang, Cahaya matahari menembus jendela besar, menyoroti debu yang berterbangan di udara, seolah merayakan kemenangannya. Tiga orang pengacara sedang mengemas dokumen-dokumen yang telah berhasil menempatkan Vincen di puncak warisan keluarga Clark. "Selamat, Tuan Vincenzo," ucap Lambert yang merupakan pemimpin Firma hukum keluarga Clark sambil menyerahkan berkas terakhir pemilikan aset keluarga Clark.Vincen hanya mengangguk singkat, matanya tak lepas dari Pak tua Clark yang ada di sana juga. Sejenak, dia terdiam, meresapi beban tanggung jawab yang kini ia pikul."Aku pasti akan menjaga ini semua baik-baik," gumamnya, suaranya nyaris tak terdengar. Wajah Vincen yang biasanya tenang kini terselip rasa puas namun diiringi kekhawatiran akan tantangan yang akan datang.Di luar sana, angin berhembus kencang, menggoyangkan pepohonan di halaman. Vincen menatap keluar, bertekad untuk mempertahankan warisan ini, bukan hanya sebagai simbol ke
Lidia memperhatikan setiap gerak Vincen yang kini berdiri didepannya , bersama Veronica yang tampak begitu anggun dalam balutan pakaian santai berwarna merah. Mata Lidia terasa panas, jantungnya berdegup kencang seiring dengan dia melihat senyum kecil yang terukir dibibir Vincen, tanda bahwa dia tengah bahagia. Tangannya yang berada di bawah meja mengepal kuat, kuku-kukunya hampir menelusuk telapak tangannya sendiri.Dari sudut matanya, Lidia melihat Veronica menyandarkan kepalanya ke bahu Vincen, gestur mesra yang dulunya sering ia lakukan dengan pria itu. Detik itu juga, sebuah rasa sakit yang mendalam menghujam hatinya. Namun, dia berusaha keras untuk mempertahankan wajah tanpa ekspresi, memaksa senyum tipis di bibirnya saat salah satu temannya menyenggolnya pelan."Kamu baik-baik saja?" tanya temannya berbisik dengan nada khawatir.Lidia mengangguk pelan, "Aku baik, terima kasih. Hanya sedikit lelah saja," balasnya berbisik sambil berusaha me
Vincen menatap sekeliling kafe yang mulai sepi. Matanya berpindah dari satu meja ke meja lain, mencari sosok yang sudah tidak ada lagi di sana. "Kenapa? Apa kau mencari wanita itu?" tanya Veronica merdu namun ada getar kecil yang tidak bisa disembunyikan.Vincen menghela napas pelan, matanya bertemu dengan Veronica yang tampak cemas. Dengan senyuman yang dipaksakan, ia meraih tangan Veronica. "Tidak, ayo pulang," jawabnya, berusaha menenangkan. Senyumnya mencoba menyembunyikan kegelisahan yang bergejolak dalam dada.Veronica, merasakan genggaman tangan Vincen, membalas dengan senyuman. Wajahnya berusaha menunjukkan kepercayaan, meski di hati kecilnya berkecamuk rasa tidak senang. Dia bergelayut manja pada Vincen, tanda bahwa ia masih ingin mendapatkan perhatian lebih dari pria itu. Meskipun di dalam hatinya, ia tahu bahwa Lidia adalah bagian dari masa lalu Vincen yang mungkin belum sepenuhnya pria itu lupakan, dia memilih untuk tidak i
Veronica yang mendengar perintah mendadak Vincen pada Noel, tentu penasaran apa yang sebenarnya terjadi."Vin, apa yang terjadi?" tegurnya dengan nada penuh kekhawatiran, membuat Vincen yang sedikit melamun itu tersentak kaget dan menoleh ke arahnya.Vincen berusaha tersenyum pada Veronica, menenangkan gadis itu. "Tidak ada apa-apa, kamu tenang saja," jawabnya seolah tak ingin mengkhawatirkan Veronica.Namun, Veronica menatap curiga Vincen, tampak jelas kalau pria yang dicintainya itu sedang menyembunyikan sesuatu. "Apa kau menganggapku hanya pengganggu?" tanyanya pelan, hatinya seakan teriris, sembari membuang wajahnya.Vincen mengerutkan keningnya, terkejut dengan pertanyaan Veronica. "Apa maksudmu, Veronica?" tanyanya dengan ekspresi bingung, seolah tak mengerti apa yang tengah dikhawatirkan gadis itu."Lupakan saja, aku memang tak pernah ada di dalam hatimu," ucap Veronica lirih, sambil menatap Vincen dengan senyum getir yang menghias
Setelah mengantar Veronica pulang, Vincen terlihat berjalan masuk kedalam rumah Pak tua Clark yang sekarang sudah menjadi rumahnya juga."Kau sudah pulang, Vincenzo!" seru Pak tua Clark, "kemarilah, kita bicara sebentar," panggil pria tua itu yang sedang bersama Sebastian.Vincen menurut, menghampiri pria tua itu dan berjalan bersama ke ruang keluarga. "Kakek Lotar dan Nenek Elma kemana?" tanyanya sambil menyapu pandangannya ke berbagai arah.Langkah Vincen terhenti sejenak saat memasuki ruang keluarga. Cahaya lampu kristal yang tergantung di atas membuat ruangan itu tampak lebih megah. Pak tua Clark, yang sudah berdiri di depan perapian, menoleh dan tersenyum."Lotar dan Elma katanya ada urusan, mereka baru akan kembali besok pagi," jelas Pak tua Clark sambil mengelus janggut putihnya yang rimbun. Dia kemudian menunjuk ke sofa. "Duduklah, kita perlu membahas beberapa hal penting."Vincen mengangguk, duduk di samping kursi Pak tua Clark y
Ke esokan harinya, ketika Vincen hendak berangkat ke kantor, Lotar dan Elma yang baru saja pulang menahan langkah Vincen di depan rumah dengan ekspresi cemas yang menyelimuti wajah mereka."Kakek, Nenek, ada kalian sudah pulang?" tanya Vincen saat melihat kedua sosok yang berharga baginya itu ada didepannya."Vincenzo, kita harus bergegas, jika tidak akan terjadi sesuatu yang besar," ujar Elma dengan suara penuh kekhawatiran.Kening Vincen berkerut seiring rasa penasarannya yang terus menggelora. "Ada apa, Nenek? Ada yang terjadi?" tanyanya mencoba untuk menggali informasi lebih jauh."Pecahan Giok darah yang selama ini dijaga oleh nenekmu, telah dicuri oleh seseorang yang tak dikenal," ungkap Lotar dengan nada berat sebelum sang istri sempat menjawab.Vincen sontak tercengang, belum sempat ia memproses informasi yang diterimanya. Ternyata Neneknya juga memiliki benda yang terdapat energi supernatural luar biasa didalamnya itu.D
Vincen akhirnya tiba di Central Clark Capital dengan, terlihat dia melangkah keluar dari mobilnya saat Noel, pengawal setianya membukakan pintu dengan hormat."Paman Noel, tolong panggilkan Tuan John ke ruanganku," perintah Vincen dengan nada lembut namun tegas, menunjukkan kewibawaannya sebagai pemimpin baru.Noel mengangguk dan menjawab dengan patuh. "Baik, Tuan Muda."Saat Vincen memasuki gedung perusahaan, tampak semua karyawan yang melihatnya sedikit membungkukkan badan saat berpapasan dengannya. Mereka memberikan penghormatan pada pemimpin baru mereka yang sudah mulai mengurus segala sesuatu di Central Clark Capital.Vincen tersenyum hangat pada mereka sambil mengeluarkan ponselnya dan mulai menghubungi seseorang di seberang telepon, wajahnya tampak sangat serius saat dia masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke ruangannya.Sesampainya di ruangannya, Vincen disambut oleh sang asisten yang telah menunggu di sana, sedang memegang b
Vincen berdiri di depan jendela besar rumahnya, pandangannya kosong melintasi langit malam yang penuh bintang. Tangan kanannya yang menggenggam telepon genggam sedikit gemetar. Wajahnya yang tadinya tegang dan pucat perlahan mulai menunjukkan raut lega saat mendengar berita tersebut dari ujung telepon. "Apa benar-benar semua telah dikalahkan, Master?" suaranya terdengar serak, mencari kepastian."Iya, Tuan Clark. Semua sudah beres. Tidak perlu khawatir lagi," jawab suara di seberang sana, tegas dan menenangkan.Seketika, otot-otot yang tegang di leher Vincen melunak. Dia menutup matanya, menghela napas panjang dan mengusap muka dengan kedua tangannya. Pria itu kemudian berjalan pelan menuju sofa, duduk dengan letih. Rasa cemas yang selama ini menderanya perlahan menguap, digantikan oleh rasa syukur yang dalam.Vincen menatap ke atas, mengucap syukur dalam hati. Kepalanya yang tadinya dipenuhi oleh ketakutan dan kecemasan tentang apa yang mungkin terjadi pada orang-orang di sekitarnya
Dentuman keras menggema, membuat tanah di bawah mereka bergetar dan debu mengepul tinggi ke udara. Saat kekuatan mereka berdua saling beradu satu sama lainTubuh Harley bergetar karena kekuatan yang baru saja dia lepaskan. Matanya menyala tajam, energi spiritualnya mengalir seperti sungai yang deras. Di depannya, Lizzy dengan cekatan menahan serangannya dengan pedang yang ia oegang, menciptakan gelombang energi yang bertabrakan dengan pukulan Harley.Asap perlahan mulai menghilang, Lizzy berdiri tegak, pedangnya masih terjulur ke depan, tapi nafasnya terengah-engah menandakan usaha yang ia keluarkan.Harley, di sisi lain, masih terpaku di posisinya, matanya terpaku pada sosok Lizzy yang ternyata mampu menahan serangannya. Ada rasa kagum yang bercampur dengan kegigihan dalam dirinya, mengetahui bahwa pertarungan ini akan lebih sulit dari yang dia bayangkan.Dengan gerakan yang begitu cepat, Harley dan Lizzy saling menyerang dengan serangan dahsyat yang bertenaga. Benturan energi spirit
Harley melihat ke sekitar arena pertarungan. Setelah mengalahkan lawannya, matanya mencari sosok Solomon yang terlihat berada dalam kesulitan. Dengan langkah cepat dan pasti, Harley melompat melewati pohon dan bebatuan yang ada dibawahnya, bergegas menuju Solomon yang tampak kewalahan.Solomon, dengan tubuhnya yang sudah renta, berusaha menangkis serangan dengan teknik pernapasan Alam. Wajahnya terlihat pucat dan keringat membanjiri dahi, menunjukkan betapa dia berjuang untuk bertahan. Harley, dengan mata yang tajam dan gerakan cepat, langsung menghampiri, mengayunkan pukulan kuat ke arah sosok lawan Solomon. membuatnya sosok tersebut terhempas jauh ke belakang."Anda tidak apa-apa?!" teriak Harley bertanya sambil berdiri didepan pria tua itu. Solomon, dengan napas yang tersengal, hanya bisa mengangguk pelan dan mencoba untuk tetap berdiri.Sosok yang terhempas barusan, terlihat terbang kembali ke arah Harley, melakukan serangan cepat.Namun, Harley dengan gerakan lincah, melindungi
Lotar segera waspada saat menatap sosok yang membangkitkan energi spiritual Iblis. Dia tahu betul bahwa pengguna energi spiritual kegelapan memiliki kekuatan yang sangat luar biasa.Menarik napas dalam-dalam, Lotar memutuskan untuk tidak menahan kekuatan lagi. Dia melepaskan seluruh energi spiritualnya yang mendalam dan kuat."Hahaha... bagus, gunakan semua kekuatanmu, pak tua!" seru pengguna energi spiritual kegelapan dengan nada mengejek, sambil melayang di udara bak sosok yang menguasai langit.Swuz!Tak ada yang menduga, Lotar tiba-tiba menghilang dari tempatnya. Hanya terdengar ledakan dahsyat saat dia melompat ke atas dengan kecepatan luar biasa.Sosok pengguna energi spiritual kegelapan tersenyum mengejek, seolah sudah tahu akan serangan Lotar. Dia dengan mudah menahan serangan pukulan dahsyat dari Lotar, tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga.Duak!Gelombang angin menerjang sekitar mereka akibat benturan pukulan Lotar yang ditahan oleh sosok pengguna energi kegelapan dengan s
Harley berdiri dengan tegap, tatapan matanya terkunci pada sosok yang dengan tenang menahan serangannya.Tanah di bawah kaki mereka terbelah, membentuk jurang kecil, dan debu berterbangan mengelilingi area pertarungan mereka. Sosok tersebut, dengan ekspresi yang tidak terbaca, membetulkan posisi kakinya, menyiapkan diri untuk serangan berikutnya.Harley, dengan kecepatan kilat, melancarkan pukulan lain, namun Sosok itu hanya mengangkat tangan kanannya dan dengan mudahnya mengalihkan serangan tersebut. Gerakan Sosok itu begitu tenang dan terkendali, seolah-olah dia sedang berada dalam latihan rutin bukan dalam pertarungan sengit.Harley merasakan emosi yang mulai membuncah di dalam dadanya, dia tidak pernah bertemu lawan yang seakan meremehkannya seperti itu. Setiap serangan yang dia lancarkannya hanya seperti angin lalu bagi Sosoj tersebut.Kemarahan dan kekaguman bercampur dalam pandangannya, namun dia tidak akan menyerah. Dengan rahang yang mengeras, Harley mengumpulkan seluruh kek
Langit malam yang gelap berpadu dengan gemerisik dedaunan yang tertiup angin kencang, menciptakan suasana yang mencekam di tengah pepohonan yang rimbun. Di kejauhan, cahaya obor dari para pemuja Iblis menerangi area sekeliling mereka, membentuk lingkaran yang terang benderang. Sementara itu, dari balik kegelapan, Lotar, Harley, Face, Solomon dan bawahannya bersembunyi di balik pepohonan besar, mata mereka fokus memantau setiap gerakan pemuja Iblis. Wajah mereka tegang, penuh konsentrasi, tangan mereka memegang senjata yang siap digunakan.Lotar, memberi isyarat untuk mendekat. Dia berbisik, "Sekarang atau tidak sama sekali." Mereka mengangguk, mengerti akan tugas yang harus dilakukan. Perlahan, mereka bergerak keluar dari persembunyian, mengatur langkah agar tidak mengundang perhatian.Solomon, dengan pisau panjang di tangannya, memimpin langkah. Harley dan Face mengikuti di belakang, sementara Lotar bergerak melingkar, mencari sudut yang lebih baik untuk menyerang. Mereka mendekat,
Sementara itu, di kediaman keluarga Clark, suasana hati para penghuni rumah sedang riang gembira. Vincen menemui keluarga pujaan hatinya, Veronica, ditemani oleh Nenek Elma yang kini menjadi wali untuknya."Kami semua sudah sepakat untuk menggelar pernikahan mereka berdua satu Minggu lagi, bagaimana pendapat Anda, Nyonya Ritsu?" tanya Pak Tua Shancez dengan penuh antusias, sebagai wakil pembicaraan keluarga Shancez."Jika itu keinginan kalian, aku tidak keberatan sama sekali. Malahan, aku juga ingin segera memiliki cicit dari mereka berdua," jawab Elma sambil tersenyum hangat, melirik Vincen dan Veronica yang duduk bersebelahan.Semua anggota keluarga Shancez tersenyum bahagia, merasa lega karena tidak ada penolakan dari pihak keluarga Vincen.Veronica terlihat sangat bahagia. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya dia akan dapat bersanding dengan pria yang telah mencuri hatinya selama ini.Mereka pun melanjutkan obrolan dengan santai, sambil menikmati hidangan makan malam yang lezat.
Matahari terbenam perlahan, memberikan cahaya temaram yang melapisi bukit pinggiran kota Helsia.Solomon dan para bawahannya bergerak cepat saat sudah sampai diwilayah tujuan, menuruni jalan setapak yang berliku, memenuhi perintah Vincen. Daun-daun kering berderak di bawah tapak sepatu mereka, mengumumkan kedatangan mereka kepada siapa pun yang mungkin mendengar.Di kejauhan, Solomon melihat siluet Lotar, Harley, dan Face yang bersembunyi di balik semak-semak, mengintai gerak-gerik kelompok pemuja kekuatan Iblis. Mereka tampak tegang, mata mereka tajam mengawasi setiap gerakan yang mencurigakan.Solomon memberi isyarat kepada bawahannya untuk bergerak lebih hati-hati. Mereka merunduk, menghindari siluet yang bisa terlihat oleh musuh. Udara dingin malam semakin menambah ketegangan.Sesampainya di posisi yang lebih dekat, Solomon dan timnya bergabung dengan Lotar dan yang lainnya. Lotas berbisik. "Ada dua belas orang yang kemungkinan akan melakukan ritual di sana," ujarnya sambil menun
Harley pun akhirnya setuju untuk bersembunyi, walau sebenarnya dia ingin bertarung dengan orang-orang tersebut.Mereka segera mencari tempat persembunyian yang aman di ruangan tersebut. Lotar melirik ke sekeliling, menemukan ruang kecil di belakang tumpukan kotak kayu tua. Ia memberi isyarat pada Harley dan Face untuk mengikutinya ke sana."Ssst, jangan berisik," bisik Lotar saat mereka memasuki ruang kecil itu, bersembunyi di balik kotak-kotak kayu.Harley dan Face menahan napas, mencoba untuk tidak membuat suara apa pun. Mereka melihat sekelompok orang berpakaian hitam itu berkumpul di tengah ruangan, berbicara dengan suara yang pelan dan serius. Lotar mencoba untuk mendengarkan percakapan mereka, mencari informasi penting yang bisa digunakan nanti.Salah satu orang berpakaian hitam melihat ke arah tempat mereka bersembunyi, membuat jantung Lotar berdegup kencang. Namun, untungnya orang itu tidak mendekati mereka dan melanjutkan percakapannya dengan yang lain.Tiba-tiba, seorang pr