Di salah satu ruangan di gedung utama padepokan, tampak dua orang sedang berdiskusi membahas sesuatu yang serius. Dari wajah mereka yang tegang, membuat siapapun tahu jika apa yang mereka sedang mereka bicarakan merupakan sesuatu yang sensitif."Jadi, kau sudah tahu terlebih dahulu sebelum berita itu menyebar?!" tanya Agha dengan rahang yang mengeras."Aku mendengarnya secara langsung dari Pandya. Awalnya, aku sedikit meragukan hal itu, tapi keponakanku itu memiliki banyak hal yang mengejutkan. Membuatku kini mempercayai apapun yang dia katakan," terang Akandra sambil menghela napas kasar.Agha mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju. Sejak awal, memang kedatangan Pandya sudah membuat akademi yang tenang menjadi gempar dalam sekejap. Jadi, dia paham dengan apa yang Akandra pikirkan tentang keponakannya itu."Lalu, kau sudah tahu siapa dalang dari perbuatan itu? Apa yang para murid bicarakan benar?"tanya Agha memastikan dengan tatapan ragu."Dalang utama memang Pangeran Prama, tapi
Tinggal 3 hari sebelum ujian tahap 3 dimulai. Pandya yang sudah sejak seminggu melatih strategi kelompoknya, mulai merasakan perubahan yang cukup menjanjikan. Sedangkan untuk kelompok lain di bawah naungannya, sudah dia berikan arahan untuk cara pelatihan dan strategi menyesuaikan kekuatan dan kemampuan masing-masing anggotanya.Pandya menyemangati anggotanya di tengah-tengah pelatihan, dengan tatapan tajam dan wibawa yang memenuhi ruangan. "Kekuatan kalian sudah cukup banyak berkembang. Dan kemampuan kalian jauh meningkat dibanding sebelumnya! Waktu terus berjalan dan ujian kita semakin mendekat. Kita harus memastikan bahwa kita siap untuk menghadapinya! Kita telah bekerja keras selama dua bulan terakhir ini, dan sekarang saatnya untuk menunjukkan hasil kerja keras kita!""Baik, Pangeran!" teriak semua anggotanya serentak.Pandya melanjutkan, "Karena kalian semua sudah memahami teknik sebelumnya, dan sudah melebihi harapanku. Setelah ini kita akan mempelajari teknik terakhir, sebag
Kelompok Tibra siap untuk melangkah maju, dan menaiki area pertarungan dalam ujian tahap tiga. Mereka merasa sangat percaya diri, dan dengan alasan yang jelas. Kelompok ini terdiri dari para pendekar yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Mereka sudah mempelajari tenaga dalam dan ilmu bela diri sejak kecil, jadi kemampuan masing-masing dari mereka tidak perlu diragukan lagi.Hari ini, mereka akan menghadapi guru bernama Giatra, yang dikenal sebagai salah satu guru dengan kemampuan tingkat tinggi yang memiliki kemampuan yang diakui."Kalian semua lihatlah! Perhatikan baik-baik karena pertarungan ini akan sangat menarik!" ucap Tibra percaya diri sambil menyeringai kepada murid-muridnya yang lain.Walaupun akan banyak murid yang tidak suka dengan ucapannya barusan, tapi nyatanya kesombongan Tibra didukung dengan kemampuannya yang cukup luar biasa. Jadi, tidak akan ada satupun murid yang akan mempermasalahkan bagaimanapun sikap Tibra.. "Baiklah, kita akan mulai ujian tahap 3 dengan
Pandya terdiam sejak pertarungan pertama dimulai. Walaupun, sikap Tibra cukup memprovokasi di awal pertandingan, tapi Pandya tidak bergeming sedikitpun.Sedangkan para pengikutnya menatap Pandya dengan nanar dan khawatir. Mereka pikir Pandya sedang berpikir dan mencari cara agar tetap bisa merebut papan nama, walaupun kekuatan sang guru akan sangat jauh lebih hebat.Padahal, saat ini Pandya sedang mengamati dan menyalin setiap gerakan yang menurutnya cukup berguna untuk menambah jurus disaat-saat genting. Dia sama sekali tidak khawatir dengan pertarungan yang akan dihadapinya nanti.'Bagaimana menurutmu pertarungan sebelumnya?' tanya Pandya pada Sakra saat pertarungan berikutnya dimulai.Dia tidak merasa tertarik dengan kemampuan yang dimiliki pemimpin kelompok itu, karena jika dibandingkan dengan pertandingan Tibra—tingkat perbedaannya sangatlah jauh.'Tenaganya sangat besar. Jurus yang digunakannya dan tubuhnya seperti menyatu dan membuat aliran energi yang memperkuat tenaga dalamny
Guru Wiyata masih tetap berada di posisinya, hanya anggota kelompoknya yang bergerak untuk melindungi sang guru di barisan depan. Sejak awal, sang guru memanglah target Pandya, jadi dia tidak terlalu memperdulikan anggota kelompok musuh. Pandya yakin anggota kelompoknya akan bisa mengatasinya tanpa dia perlu membantu.BAAATS!Tebasan pedang Pandya yang sudah dialiri dengan tenaga dalam, berhasil dihindari oleh sang guru hanya dalam beberapa gerakan. Pandya terkesiap untuk segera sesaat, namun dia langsung kembali memusatkan pikirannya ke dalam pertarungan.PLAAAK!CLIIING!TRAANG!Terdengar suara senjata dua kelompok yang saling beradu dan berbenturan dengan sangat cepat. Pandya kembali mempersiapkan diri sebelum kembali menyerang, kekuatan dari batu Ratnaraj benar-benar membantunya. Jika dulu, dia pasti akan sangat mudah kehabisan tenaga, tapi sekarang dia tidak perlu khawatir lagi akan hal itu.PAAATS!WHUUUSH!BHUUUM!Pandya kali melakukan serangan, kini dia menambah tenaga untuk
Suara riuh sorak sorai dan tepuk tangan dari kelompok pengikut Pandya yang lain ,terdengar memenuhi halaman utama itu. Para guru yang melihat langsung pertandingan Pandya dan guru Wiyata, cukup takjub dengan hasil akhir yang didapatkan. Padahal untuk guru dengan kemampuan tingkat tinggi saja, belum tentu mampu mengalahkan guru Wiyata. Namun, Pandya berhasil membuat sang guru mengakui kekalahannya, dengan melepaskan pedang dari genggamannya. Nyatanya, sangat jarang seorang pendekar sampai melepaskan pedangnya, jika merasa masih bisa melakukan perlawanan. Walaupun, semua berpikir jika Pandya hanya beruntung, karena melihat celah yang diperlihatkan oleh guru Wiyata. Tapi, pikiran itu langsung terbantahkan dengan sikap yang guru Wiyata perlihatkan. Sikap guru Wiyata yang rela menjatuhkan pedangnya itu berasal dari penilaiannya terhadap Pandya selama pertarungan tadi. Walaupun kemampuannya belum masuk ke dalam tingkatan empu menengah, tapi diantara guru-guru dengan kemampuan tingkat ti
Guru Dharma sudah berdiri tegap di tengah area pertarungan bersama seluruh anggota kelompoknya. Sedangkan Dipta masih tampak khawatir, terlihat jelas di wajahnya ada keragu-raguan yang membuat anggotanya yang lain ikut merasakan ketakutan sebelum bertanding.Pandya yang melihat hal itu,langsung tergerak untuk memberikan ucapan penyemangat untuk kelompok Dipta—sebelum ada aba-aba untuk mereka naik ke arena pertarungan. Karena, jika Dipta mempertahankan kondisi itu dan tetap bertarung, kelompoknya akan lemah sejak awal dan kesempatan untuk menang sangatlah tipis."Dipta!" panggil Pandya sambil memberi isyarat meminta Dipta untuk mendekat."Ada apa Pangeran?" tanya Dipta setelah berada di hadapan Pandya."Cobalah melihat ekspresi wajah dari semua anggota kelompoknya!" perintah Pandya yang langsung dituruti oleh Dipta. "Apa kau tidak bisa melihat mereka khawatir, karena pemimpin mereka tidak percaya diri?!" tanya Pandya pada Dipta yang masih menatap anggotanya.Dipta terdiam, dia paham de
Dipta memuntahkan cukup banyak darah, karena luka dalam yang dia terima. Untungnya tepat saat dirinya sudah hampir mencapai batas, para anggota kelompoknya yang sudah berhasil menuntaskan anggota kelompok musuh dan bergabung dengannya.Para anggotanya menyerang Guru Dharma bergantian, disaat Dipta mencoba memulihkan tenaganya dengan bersemedi sesaat. Namun, sayangnya tidak butuh waktu lama hingga seluruh anggotanya terpental karena perlawanan dari Guru Dharma.Semua anggotanya menatap Dipta dengan tatapan yang sama. Setelah merasakan kekuatan Guru Dharma, rasa ragu, khawatir dan takut yang tadi sempat hilang kini muncul ke permukaan lagi.Dipta menatap ke arah Pandya yang menganggukkan kepala, sebagai isyarat sesuatu yang Dipta pahami. Dengan percaya diri sambil menahan rasa sakit di tubuhnya, Dipta memberikan isyarat kepada anggotanya yang hanya mereka yang dapat memahaminya.Dipta mundur beberapa langkah, dan membiarkan para anggotanya untuk kembali maju. Dia berniat untuk menjadikan