Guru Wiyata masih tetap berada di posisinya, hanya anggota kelompoknya yang bergerak untuk melindungi sang guru di barisan depan. Sejak awal, sang guru memanglah target Pandya, jadi dia tidak terlalu memperdulikan anggota kelompok musuh. Pandya yakin anggota kelompoknya akan bisa mengatasinya tanpa dia perlu membantu.BAAATS!Tebasan pedang Pandya yang sudah dialiri dengan tenaga dalam, berhasil dihindari oleh sang guru hanya dalam beberapa gerakan. Pandya terkesiap untuk segera sesaat, namun dia langsung kembali memusatkan pikirannya ke dalam pertarungan.PLAAAK!CLIIING!TRAANG!Terdengar suara senjata dua kelompok yang saling beradu dan berbenturan dengan sangat cepat. Pandya kembali mempersiapkan diri sebelum kembali menyerang, kekuatan dari batu Ratnaraj benar-benar membantunya. Jika dulu, dia pasti akan sangat mudah kehabisan tenaga, tapi sekarang dia tidak perlu khawatir lagi akan hal itu.PAAATS!WHUUUSH!BHUUUM!Pandya kali melakukan serangan, kini dia menambah tenaga untuk
Suara riuh sorak sorai dan tepuk tangan dari kelompok pengikut Pandya yang lain ,terdengar memenuhi halaman utama itu. Para guru yang melihat langsung pertandingan Pandya dan guru Wiyata, cukup takjub dengan hasil akhir yang didapatkan. Padahal untuk guru dengan kemampuan tingkat tinggi saja, belum tentu mampu mengalahkan guru Wiyata. Namun, Pandya berhasil membuat sang guru mengakui kekalahannya, dengan melepaskan pedang dari genggamannya. Nyatanya, sangat jarang seorang pendekar sampai melepaskan pedangnya, jika merasa masih bisa melakukan perlawanan. Walaupun, semua berpikir jika Pandya hanya beruntung, karena melihat celah yang diperlihatkan oleh guru Wiyata. Tapi, pikiran itu langsung terbantahkan dengan sikap yang guru Wiyata perlihatkan. Sikap guru Wiyata yang rela menjatuhkan pedangnya itu berasal dari penilaiannya terhadap Pandya selama pertarungan tadi. Walaupun kemampuannya belum masuk ke dalam tingkatan empu menengah, tapi diantara guru-guru dengan kemampuan tingkat ti
Guru Dharma sudah berdiri tegap di tengah area pertarungan bersama seluruh anggota kelompoknya. Sedangkan Dipta masih tampak khawatir, terlihat jelas di wajahnya ada keragu-raguan yang membuat anggotanya yang lain ikut merasakan ketakutan sebelum bertanding.Pandya yang melihat hal itu,langsung tergerak untuk memberikan ucapan penyemangat untuk kelompok Dipta—sebelum ada aba-aba untuk mereka naik ke arena pertarungan. Karena, jika Dipta mempertahankan kondisi itu dan tetap bertarung, kelompoknya akan lemah sejak awal dan kesempatan untuk menang sangatlah tipis."Dipta!" panggil Pandya sambil memberi isyarat meminta Dipta untuk mendekat."Ada apa Pangeran?" tanya Dipta setelah berada di hadapan Pandya."Cobalah melihat ekspresi wajah dari semua anggota kelompoknya!" perintah Pandya yang langsung dituruti oleh Dipta. "Apa kau tidak bisa melihat mereka khawatir, karena pemimpin mereka tidak percaya diri?!" tanya Pandya pada Dipta yang masih menatap anggotanya.Dipta terdiam, dia paham de
Dipta memuntahkan cukup banyak darah, karena luka dalam yang dia terima. Untungnya tepat saat dirinya sudah hampir mencapai batas, para anggota kelompoknya yang sudah berhasil menuntaskan anggota kelompok musuh dan bergabung dengannya.Para anggotanya menyerang Guru Dharma bergantian, disaat Dipta mencoba memulihkan tenaganya dengan bersemedi sesaat. Namun, sayangnya tidak butuh waktu lama hingga seluruh anggotanya terpental karena perlawanan dari Guru Dharma.Semua anggotanya menatap Dipta dengan tatapan yang sama. Setelah merasakan kekuatan Guru Dharma, rasa ragu, khawatir dan takut yang tadi sempat hilang kini muncul ke permukaan lagi.Dipta menatap ke arah Pandya yang menganggukkan kepala, sebagai isyarat sesuatu yang Dipta pahami. Dengan percaya diri sambil menahan rasa sakit di tubuhnya, Dipta memberikan isyarat kepada anggotanya yang hanya mereka yang dapat memahaminya.Dipta mundur beberapa langkah, dan membiarkan para anggotanya untuk kembali maju. Dia berniat untuk menjadikan
'Sakra! Apa kau mendengar yang barusan?' tanya Pandya pada Sakra untuk memastikan.'Apa kau memang sudah menebaknya sejak awal, saat izin pada pengikutmu untuk pergi sebentar tadi?' Sakra balik bertanya.'Kau benar! Melihat gerak-gerik Guru Dharma saat dirinya kalah tadi, aku menjadi memiliki firasat buruk. Dan ternyata firasatnya tadi sangat tepat. Aku yang menyarankan mereka untuk memakai trik itu, jadi aku yang harus bertanggung jawab atas hasil selanjutnya!' sahut Pandya tegas.Sakra setuju dalam diamnya. Dia sudah hafal dengan watak Pandya, dia tidak akan tinggal diam jika pengikutnya dalam bahaya. Apalagi, hal bahaya itu terjadi karena dirinya, sudah pasti dia akan turun tangan langsung tanpa membuat pengikutnya khawatir.'Lalu, apa yang akan kau lakukan?' tanya Sakra penasaran dengan apa yang dipikirkan oleh Pandya."Entahlah! Guru Dharma tidak mengatakan apa rencananya sama sekali. Jadi, aku hanya akan memantaunya untuk saat ini. Aku akan menunggu pergerakan, dan mencoba untuk
Tiga kelompok pengikut Pandya yang lain juga berhasil lolos ke tahap 4. Pandya cukup senang dengan hasil akhir dari ujian tahap 3. Tidak ada dari kelompok di bawah naungannya yang tidak lolos, membuatnya dapat bernapas lega.Setelah seluruh ujian tahap 3 selesai, semua murid di arahkan untuk kembali berbaris di halaman utama. Sedangkan kelompok yang gagal di ujian tahap 3, langsung meninggalkan akademi dengan langkah berat.Kini mereka telah berbaris sesuai dengan kelompok masing-masing, tanpa mengikuti nomor urut seperti sebelumnya. Karena, kini nomor urut mereka akan berubah."Byakta, selamat kau telah menyusul kami semua untuk lolos ujian tahap tiga!" ucap Dipta pada Byakta yang ada di sebelahnya.Kelompok Byakta mendapat giliran bertanding paling akhir. Jadi, Pandya belum sempat mengucapkan selamat padanya, karena setelah selesai mereka langsung diminta berkumpul."Terimakasih, Pangeran! Ini semua berkat ilmu yang Pangeran bagikan kepada kami semua!" jawab Byakta dengan tulus."It
'Kau berkata seperti itu lagi, membuatku geli saja!' jawab Sakra dengan suara tidak suka.Pandya hanya tersenyum mendengar jawaban Sakra. Dia sudah bisa mengartikan maksud Sakra berkata seperti itu. Dan Pandya sendiri, tidak berniat untuk menanggapinya lagi.Semua pengikut Pandya berjalan menuju ruang pelatihan, walaupun Pandya belum memberi aba-aba sebelumnya. Sudah seperti kebiasaan untuk mereka berkumpul, setelah ujian selesai mereka akan berkumpul di ruang pelatihan milik Pandya.Sesampainya di ruang pelatihan, mereka semua berteriak meluapkan kebahagiaan. Pandya sendiri merasa sangat bangga saat melihat seluruh pengikutnya masih bertahan, dan dapat berkumpul kembali seperti ini."Setelah ini, aku akan memberi waktu bebas untuk kalian selama satu Minggu. Dan seperti biasa, aku akan melakukan pelatihan tertutup seperti sebelumnya," ucap Pandya menyela sorak kebahagiaan mereka."Apa tidak masalah jika kami beristirahat selama satu minggu, Pangeran?" tanya Faruq ragu."Apa aku tadi b
Semua pengikut Pandya mulai berpikir untuk menemukan ide untuk memenangkan tantangan yang diberikan oleh Pandya. Dengan seringaian di wajahnya, Chandra terlihat sangat percaya diri dengan ide yang sudah terpikirkan olehnya."Sepertinya aku sudah dapat ide, tentang apa yang akan membuat pangeran Pandya terkesan!" seru Chandra bersemangat."Apa itu?" tanya Inaya penasaran."Aku hanya akan memperlihatkan kelebihanku dalam hal kecepatan. Bagaimana denganmu?" Chandra balik bertanya."Entahlah, aku belum memiliki ide sama sekali. Aku merasa jika kemampuanku tidak terlalu menonjol untuk bisa diperlihatkan pada Pangeran." Inaya menjawab dengan pesimis."Pikirkanlah secara perlahan! Kita punya kelebihan masing-masing, jadi tunjukkanlah hal yang membuatmu percaya diri!" ucap Raka menyela pembicaraan mereka.Inaya cukup terkejut dengan ucapan Raka yang tiba-tiba. Tapi, akhirnya dia menganggukkan kepala setuju dengan ucapan Raka barusan."Apa kau sudah menemukan ide?" tanya Inaya yang penasaran."
Ribuan aura berbentuk pedang itu langsung berjatuhan, dan menancap di tubuh semua pasukan beserta Tuan Huda. Tidak ada satu orangpun yang selamat dari pedang-pedang itu.Tuan Urdha yang melihat sang anak, merasa sangat bangga dengan kemampuan yang berhasil dicapainya. Dan dirinya menjadi paham, dengan alasan Pandya memintanya membuat perisai untuk dirinya beserta anak-anak dan para istrinya.Dan bertepatan saat Pandya mengeluarkan jurus itu, para saudaranya telah sadarkan diri setelah dibuat tidak sadarkan diri oleh sang ayah. Dan saat mereka melihat apa yang dilakukan oleh Pandya, mereka semua terdiam takjub dengan apa yang terlihat di depan mata.Tibra pun dalam hati akhirnya mengakui kekuatan Pandya dan kekalahannya. Seberapa keras dirinya berlatih selama ini, dan seberapa besar tuntutan yang harus diembannya, tidak membuat kekuatannya bisa bersaing dengan Pandya.Tibra beserta keempat saudara Pandya yang lain, hanya korban dari keegoisan dan keserakahan para orang-orang tua di seki
Setelah berteriak dengan lantang, Tuan Huda semakin menggencarkan serangannya. Dia bahkan sudah merencanakan serangan, dengan bekerja sama dengan para pasukannya untuk membuat sebuah pola sihir tanpa disadari oleh Pandya.Pandya terus terdorong walaupun tanpa terluka, mengingat jumlah orang yang menyerangnya secara bersamaan bukan hanya puluhan orang—tapi bahkan ratusan orang. Puluhan orang berterbangan setelah satu serangan yang Pandya lakukan, namun puluhan lainnya ganti menyerangnya lagi. Dan itu terus berlanjut, karena sejak awal Tuan Huda merencanakan penyerangan saat Pandya sudah dalam keadaan kelelahan.Apalagi, saat ini tidak ada satu orang pun yang menolong Pandya. Sebenarnya Tuan Urdha yang masih ada di tempat itu berencana untuk keluar dari perisai yang dibuatnya, namun pikirannya itu langsung dihentikan oleh Pandya.‘Aku masih merasa aneh dengan keadaan ini!’ ucap Sakra dalam pikiran Pandya.‘Bukankah dengan ini kita jadi lebih bisa menyatu?!’ sahut Pandya dengan seringa
SRIIING!Sebuah sihir kutukan yang ditujukan pada Pandya, berhasil ditangkis dengan perisai sihir yang dibuat oleh Sakra. Pandya yang melihat itu cukup terkejut, karena sejak tadi dirinya tidak melihat Sakra sama sekali dan tiba-tiba saja muncul dihadapannya.‘Sakra! Darimana saja kau?!’ tanya Pandya bersemangat dalam hati.‘Entahlah, sesuatu terjadi padaku. Tapi, aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi!’ sahut Sakra dengan suara lirih.Pandya menatap pedang Sakra sekilas, sebelum dirinya kembali disibukkan dengan serangan-serangan yang semakin menjadi. Para pendekar, tetua dan bahkan pemimpin dari lima Ajaran menyerbu mereka secara bersamaan.WHUUUUSH!ZHIIIING!BLAAAAR!Pandya dan seluruh pengikutnya semakin terdorong, walaupun Tuan Agha sudah membantu sebagai perisai utama. Namun, dengan kekuatan dan jumlah yang dimiliki musuh jauh lebih banyak dibandingkan jumlah pengikut yang Tuan Urdha dan Pandya miliki. Belum lagi aliansi yang dimiliki saudara-saudaranya yang sudah memilik
“Apa maksud, Pemimpin?!” tanya Tibra terkejut dengan ucapan Tuan Urdha.“Kau sama sekali tidak memperdulikan aku, tapi kau bersikap seolah ingin melindungiku! Apa kau pikir karena aku sudah tua jadi bisa kau bodohi?!” teriak Tuan Urdha yang terlihat kehabisan kesabarannya.Semua terdiam. Tidak ada yang berani menjawab, karena ruangan itu kini penuh sesak dengan tenaga dalam yang luar biasa besar yang dikeluarkan oleh Tuan Urdha. Namun, seperti ada isyarat khusus yang dimiliki oleh Tibra, para tetua yang berada di luar ruangan masuk secara bersamaan sambil menekan tenaga dalam yang besar itu.“Apa yang kalian lakukan?!” teriak Tuan Huda marah, sambil melototkan mata tajam ke arah para tetua.“Maafkan kami, Pemimpin! Tapi, kami setuju dengan ucapan Pangeran Tibra! Jika perkamen itu tersebar, maka akan sangat banyak pemberontakan yang akan terjadi!” jawab salah satu tetua dengan kemampuan yang cukup hebat diantara yang lainnya.“Bukankah pemberontakan ini kalian yang buat?! Aku tidak mel
“Mereka membuat kesepakatan berlainan dari yang aku ajukan. Tapi, mereka berjanji untuk memberikan balasan yang setimpal dari perkamen itu,” jawab Tuan Huda sambil was-was dengan reaksi yang akan diberikan oleh Pandya.“Jadi, maksudmu mereka saat ini mulai mencoba mengambil alih kepemimpinan secara paksa?!” Pandya mulai meninggikan suara, sambil menahan amarahnya.“Bukan hanya padepokan, sanggar Klan milikmu juga mereka datangi saat mereka tahu kau sedang tidak ada di tempat!” tambah Tuan Huda yang membuat Pandya langsung membuka sub ruang yang dibuatnya, dan berlari meninggalkan ruangan itu dengan tergesa.Setelah mendapatkan seluruh senjatanya termasuk pedang Sakra, Pandya langsung menggunakan jurus meringankan tubuh miliknya dan melesat meninggalkan Padepokan Janardana dalam sekejap.WHUUUSH!Sakra yang langsung tahu apa yang terjadi dari pikiran Pandya, ikut merasakan amarah yang tidak jauh berbeda. Begitu pula Akandra, yang sejak tadi masih menunggu mereka di luar gerbang Padepok
“Aku yakin kau akan menggunakan ini untuk membuat kesepakatan dengan para saudaraku. Apa aku salah?!” tanya Pandya dengan santai.Tuan Huda tidak langsung menjawab. Dia cukup terkejut, karena tidak mengira jika pemimpin Padepokan Nagendra memberitahukan aibnya sendiri kepada seseorang.“Hahaha…, ternyata kau cukup cerdik, Nak! Tapi, kalau kau mengetahuinya, apa kau memiliki tawaran yang lebih baik untukku?!” tanya Tuan Huda setelah kembali tertawa untuk menutupi rasa terkejutnya.Bukannya menjawab, Pandya kembali menggulung perkamen yang dibukanya tadi. Setelah memasukkan perkamen itu kembali ke balik jubahnya, dia mengeluarkan sebuah perkamen yang lain.“Sayangnya aku tidak memerlukan tawaran yang lebih baik, karena kau akan membantuku tanpa tawaran apapun!” jawab Pandya santai sambil memperlihatkan perkamen yang baru.Tuan Huda mengernyitkan dahinya, kemudian membaca isi perkamen yang baru saja dibuka oleh Pandya. Dan rasa terkejutnya semakin besar, saat melihat isi perkamen itu.“Ka
“Aaarrghhh! Kenapa kau memukulku Sakra!” teriak Pandya setelah mengerang cukup keras.PLAK! PLAK! PLAK!Bukannya menjawab, Sakra kembali memukuli Pandya namun dengan lebih pelan dibandingkan pukulan pertama. Sedangkan Akandra yang melihat itu, hanya tersenyum tipis dengan tatapan hangat.“Aku kira kau akan mati begitu saja! Kenapa kau mengabaikan retakan itu?!” teriak Sakra setelah puas memukuli Pandya.“Aku tidak akan mati semudah itu!” jawab Pandya sambil kembali menyeringai dengan memperlihatkan deretan giginya.“Kau tahu, tubuhmu sudah hampir meledak! Mungkin, jika terlambat sedikit lagi kau akan menjadi arang!” teriak Sakra yang kembali kesal karena jawaban Pandya yang begitu santaiPandya hanya terkekeh kecil, saat melihat reaksi Sakra yang seperti cacing kepanasan. Namun, tidak lama sudut matanya akhirnya menyadari kehadiran seseorang diantara mereka.Akandra yang menatap mereka sejak tadi, masih tersenyum penuh arti kearah Pandya yang akhirnya menyadari keberadaannya. Pandya
Akandra langsung menghampiri tubuh Pandya yang tergeletak, tanpa menyadari sebuah pedang sedang melayang di hadapannya. Sambil membangunkan sebagian tubuh Pandya dan menyandarkannya di bahunya, Akandra mencoba memeriksa tubuh Pandya dengan tenaga dalamnya.“Sebenarnya apa yang terjadi, Pandya?! Kenapa tenaga dalammu berantakan seperti ini?!” tanya Akandra tanpa berharap mendapat balasan.“Sepertinya, itu karena efek tenaga dari Batu Ratnaraj yang disegel dalam tubuhnya retak!” sahut Sakra yang membuat Akandra terkejut, dan tanpa sadar menarik tubuh Pandya menjauh.“Ba–bagaimana pe–pedang bisa berbicara?!” teriak Akandra terbata dengan suara tercekat.Akandra berusaha untuk meyakinkan diri jika pendengarannya tadi tidaklah salah, dengan mengorek telinganya. Dirinya juga mengucek matanya, untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan hanya halusinasinya saja.“Akulah yang mengirimkan pola sihir pelacak itu padamu!” ucap Sakra kesal karena melihat reaksi Akandra yang seperti melihat hantu.
Sakra mencoba memasukkan energinya untuk membantu Pandya, namun sayangnya semua usahanya tidak membuahkan hasil. Pandya benar-benar sudah tidak sadarkan diri, dengan suhu tubuh yang semakin panas.PLAK! PLAK!Pandya mencoba menampar pipi Pandya dengan badan pedangnya, sambil memanggil-manggil Pandya dengan suara lantang. Namun, Pandya sama sekali tidak memberikan respon.“Apa yang harus aku lakukan?! Bahkan, tidak ada yang mengetahui posisi kami saat ini?” ucap Sakra pada diri sendiri, karena panik dengan kondisi Pandya yang semakin memburuk.ZHIIING!Sakra mencoba memasukkan energinya kembali, sembari mencari penyebab utama kondisi Pandya seperti itu. Dan saat energinya mencapai pusat tubuh Pandya, Sakra menemukan celah di dalam energi Batu Ratnaraj yang di segel sebelumnya.‘Mungkinkah retakan itu muncul saat Pandya tidak sadarkan diri dan muncul cahaya pada tubuhnya?!” pikir Sakra sambil memikirkan cara agar bisa menyelamatkan Pandya.Saat dirinya hendak kembali memukuli Pandya agar