Home / Urban / Kebangkitan Naga Perang / 90. Insiden di Parkiran Kafe Kupi

Share

90. Insiden di Parkiran Kafe Kupi

Author: Zhu Phi
last update Last Updated: 2024-10-03 10:15:21

Rendy berjalan menjauh tanpa menoleh sedikit pun, meninggalkan Cindy di belakangnya. Ada beban berat yang menekan dadanya, sebuah rasa hampa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. "Apa aku benar-benar jatuh cinta pada Cindy?" gumamnya dalam hati, berusaha meraba perasaannya yang teraduk-aduk.

Tak terasa, skuter bututnya mengarungi jalanan hingga berhenti di depan Kafe Kupi, sebuah kafe terkenal di Kota Buitenzorg. Nama kafe itu sederhana, hanya mengganti huruf ‘o’ pada kopi menjadi ‘u.’ Rendy datang dengan satu tujuan ... meredakan keresahan hatinya sebelum kembali ke Resor Lotus Merah di Underground City.

Begitu memasuki halaman Kafe Kupi, pandangan tak ramah segera menyambutnya. Halaman luas itu penuh dengan mobil-mobil mewah yang terparkir rapi, seolah-olah kafe ini hanya terbuka bagi mereka yang mampu berkendara dengan mobil mahal. Tak ada ruang untuk skuter tua seperti milik Rendy, yang terlihat bagaikan benda asing di tengah parade kemewahan.

"Kenapa kaf

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Kebangkitan Naga Perang   91. Tuan Brawijaya Chang

    Suasana di halaman Kafe Kupi berubah tegang. Petugas keamanan yang tersisa saling melirik, tidak yakin harus bertindak seperti apa. Mereka baru saja menyaksikan satu dari mereka roboh dengan satu pukulan, dan kini pria yang berdiri di depan mereka memancarkan aura yang tak biasa—lebih dari sekadar tamu yang marah. Rendy berdiri tegak, dengan tatapan yang kini lebih tajam dan dingin. Hawa di sekitar terasa berat, menekan, seolah udara di tempat itu menjadi sulit dihirup.Salah seorang petugas memberanikan diri melangkah maju, meskipun ragu. "Kau pasti orang gila! Beraninya kau buat kekacauan di sini! Kami akan lapor pada Tuan Brawijaya, dan dia takkan memaafkanmu!" serunya, meski ada getar ketakutan di suaranya.Baru kali ini petugas keamanan merasakan nyawa mereka terancam walaupun mereka unggul dalam jumlah apabila terjadi pertarungan dengan Rendy.Rendy tak menanggapi. Ia hanya mendengus pelan sambil memandangi pria itu dengan tatapan seperti elang mengi

    Last Updated : 2024-10-03
  • Kebangkitan Naga Perang   92. Sang Penguasa Buitenzorg

    Setelah kepergian Rendy, Bram berdiri kaku di halaman Kafe Kupi. Ketegangan perlahan mereda, namun rasa takut yang tertinggal dalam dadanya tak mudah hilang. Tangan Bram masih gemetar saat ia masih memegang ponsel canggih dengan desain yang sederhana namun elegan yang tadi masuk notifikasi Bank dan pesan singkat Naga Perang. Jemarinya seolah berat untuk bergerak, namun ia tahu bahwa insiden ini tak boleh diabaikan. Setelah beberapa tarikan napas dalam, Bram mulai mengetik pesan singkat yang hanya memuat satu kalimat ...[Sang Naga Perang sudah kembali]Pesan itu ditujukan kepada satu nomor yang tidak memiliki nama di ponselnya. Tidak ada tanda penerima. Hanya serangkaian kode yang tidak dimengerti orang biasa. Setelah dikirim, Bram menunggu dengan gelisah. Hatinya berdebar keras, seperti ia menunggu vonis atas nasibnya sendiri. Tak butuh waktu lama sebelum layar ponselnya bergetar pelan, menampilkan balasan yang hanya terdiri dari satu kata saja ...[Segera data

    Last Updated : 2024-10-03
  • Kebangkitan Naga Perang   93. Bertemu Clara?

    Setelah insiden di Kafe Kupi, Rendy—yang dikenal juga sebagai Naga Perang—memacu skuternya melewati jalan-jalan kota Buitenzorg dengan tatapan kosong. Hatinya masih diliputi amarah yang tersisa dari bentrokan tadi, namun rasa lelah dan kegelisahan mengalir deras dalam pikirannya. Kafe Kupi tidak memberinya ketenangan yang ia butuhkan, sebaliknya, hanya menambah keruwetan yang sudah lama menumpuk.Angin malam menghempas wajahnya ketika ia akhirnya tiba di Underground City, sebuah distrik bawah tanah yang tersembunyi dari hiruk pikuk permukaan. Tempat ini seakan menjadi ruang pelarian bagi mereka yang mencari suasana berbeda, di mana lampu neon berkilauan dan musik elektronik menggema dari dinding-dinding batu. Rendy, tanpa perlu berpikir panjang, melaju menuju salah satu tempat favoritnya, Equator Cafe & Resto.Equator Cafe & Resto berbeda jauh dari Kafe Kupi. Di sini, suasana terasa lebih tenang, meski tetap mewah dengan interior modern dan suasana nyaman. Peng

    Last Updated : 2024-10-03
  • Kebangkitan Naga Perang   94. Kemisteriusan Inez

    Rendy menghela napas pelan, kebingungan masih melingkupi benaknya. Ia berdiri di hadapan Inez yang menatapnya dengan pandangan penuh rahasia, senyum samar di wajahnya seakan menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar percakapan ringan. Namun, Rendy tak bisa menebak apakah ia hanya berkhayal, atau apakah ini benar-benar Clara yang telah berubah, atau mungkin seseorang yang memiliki kaitan dengan wanita yang hilang dari kehidupannya itu.“Maaf, aku cuma... terkejut,” ujar Rendy pelan, sambil menarik kursi di hadapan Inez dan duduk tanpa menunggu undangan lebih lanjut. “Kamu benar-benar mirip dengan seseorang yang dulu sangat dekat denganku."Inez tersenyum, tapi di balik senyuman itu ada sesuatu yang membuat Rendy semakin waspada. Apakah dia sedang menyembunyikan sesuatu? Atau ini hanyalah kebetulan belaka?"Kadang-kadang hidup mempertemukan kita dengan cerminan masa lalu," Inez berkata, suaranya lembut namun penuh makna, mengalir di antara dentin

    Last Updated : 2024-10-03
  • Kebangkitan Naga Perang   95. Wanita Negeri Malam

    Suara lembut yang begitu akrab mengalun di telinga Rendy, menggugah perhatiannya sebelum ia menyadarinya. "Senang melihatmu masih sehat, Dewa Perang," sapa seorang wanita, suaranya bagai angin malam yang menyentuh kulit. Tanpa menunggu jawaban, dia dengan anggun duduk di sebelahnya, tubuhnya memancarkan kepercayaan diri yang tak tergoyahkan."Kau tidak ingin membelikanku segelas minuman?" tanyanya dengan nada menggoda, senyumnya menawan, matanya berbinar penuh misteri.Rendy menoleh, pandangannya bertemu dengan sosok Sheila, wanita bergaun merah yang duduk di sampingnya. Tidak ada keterkejutan di wajahnya, seolah kedatangan Sheila adalah sesuatu yang sudah dia perkirakan."Sheila... Apa yang membawamu ke Khatulistiwa?" tanyanya dengan nada datar, menyembunyikan ketegangan yang berusaha diatasi. "Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak saling mengganggu?"Sheila tersenyum lebar, senyum yang penuh teka-teki. "Apa aku mengganggumu, Rendy?" balasnya manja, nadanya lembut tapi penuh tipu d

    Last Updated : 2024-10-05
  • Kebangkitan Naga Perang   96. Bara Dendam Sheila

    Rendy Wang, yang dikenal sebagai Dewa Perang, adalah sosok legendaris yang tak terkalahkan di medan pertempuran. Selama bertahun-tahun, ia menjaga perbatasan Khatulistiwa dari serangan negara-negara tetangga dengan kehebatannya yang luar biasa. Namun, satu-satunya yang berhasil mengalahkannya adalah Pewaris dari Negeri Malam—Sheila Tanoto.Sheila bukan hanya lawan terberat Rendy, tetapi juga menyimpan dendam yang membara. Ayahnya terbunuh di tangan Rendy, dan hal itu membuat Sheila bertekad untuk membalaskan dendamnya. Namun, di balik amarahnya, terselip kekaguman pada pria yang dijuluki Dewa Perang karena selalu menang dalam pertempuran.Setelah lengah karena masalah perceraian dengan Cindy, Rendy terbangun di sebuah bangunan tak selesai di Kota Javali. Tubuhnya terikat erat pada kursi besi yang tertanam kuat di lantai beton. Rasa pusing dan lemahnya tubuh menandakan bahwa Sheila telah berhasil menjebaknya dengan pil ajaib, yang membuatnya tak sadarkan diri. Jika bukan karena masalah

    Last Updated : 2024-10-05
  • Kebangkitan Naga Perang   97. Sang Walet Putih

    Bayangan putih itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, melampaui kecepatan pandangan manusia biasa. Gerakannya begitu cepat hingga sulit dibedakan apakah itu sosok nyata atau ilusi. Keahlian meringankan tubuh yang digunakan berasal dari Kitab Kuno, sebuah seni yang nyaris punah di zaman modern ini. Tidak banyak orang yang masih mempraktikkan ilmu langka seperti itu, dan dari gerakannya yang elegan serta tubuhnya yang ramping, bisa dipastikan bahwa sosok ini adalah seorang wanita muda.Saat bayangan putih mendekati bangunan kosong setengah jadi, tempat Rendy Wang—Dewa Perang yang tak terkalahkan—ditahan, sebuah suara lembut namun penuh kecemasan terdengar di udara."Kak Rendy..." suara itu terdengar jelas, meski samar, menggema di sekitar bangunan yang sepi.Sosok bayangan itu adalah Renata Zhang, seorang wanita muda yang selama ini mengagumi Naga Perang dan merupakan salah satu Elemental Naga. Walet Putih, burung yang menjadi legenda di Khatulistiwa karena kecepatannya yang melampau

    Last Updated : 2024-10-05
  • Kebangkitan Naga Perang   98. Pil Pemusnah Jiwa

    Renata duduk di hadapan Rendy di dalam helikopter, atmosfer di antara mereka terasa tegang. Hening sejenak setelah kata-kata Rendy, dan hanya terdengar dengung mesin helikopter yang menyiapkan diri untuk terbang. Renata, yang biasanya tenang dan percaya diri, kini terlihat sedikit gelisah.“Aku tahu,” jawab Renata pelan, matanya menatap langsung ke arah Rendy. “Kamu tidak memanggilku ke sini hanya untuk urusan biasa.”Rendy mengangguk, matanya dingin namun fokus. “Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi, Renata. Bukan hanya tentang James Chung atau Vera Huang. Mereka hanya pion di dalam permainan yang lebih luas.”“Aura pembunuh di Jamuan Makan Malam Emas,” lanjut Renata, mengikuti alur pikiran Rendy. “Aku juga merasakannya. Tapi aku tidak bisa menentukan siapa di antara para tamu yang membawanya.”Rendy menatap Renata dengan lebih serius, tanda bahwa mereka sedang berada di ambang bahaya yang lebih dalam dari yang diperkirakan. "Itu bukan sekadar aura pembunuh biasa. Ada kek

    Last Updated : 2024-10-05

Latest chapter

  • Kebangkitan Naga Perang   514. Penyergapan The Killer

    Namun, di tengah keheningan yang sakral, di antara debu-debu yang melayang pelan bagai abu dupa, sebuah aura kelam menyusup perlahan. Tak seperti kebencian Azerith yang membara dan membuncah, aura ini dingin… nyaris tak terdeteksi, namun menyusup ke dalam setiap pori-pori dunia, seperti kabut maut yang tak menyuarakan langkahnya.Rendy jatuh berlutut. Pedang Kabut Darah tertancap lemah di sampingnya, menahan tubuhnya yang gemetar karena kelelahan. Luka-lukanya belum sembuh, dan energi spiritualnya hampir habis, terkuras oleh Segel Jiwa dan tebasan terakhir yang nyaris membelah dunia.Tiba-tiba, udara di belakangnya bergetar—bukan oleh angin, melainkan oleh kehadiran yang tidak seharusnya ada.Sebuah bisikan lirih mengalir di antara angin.“Akhirnya… saatnya menuai bayangan terakhir dari Naga Perang.”Rendy mengangkat kepala, pelan.Dari balik kegelapan yang masih menyelimuti sebagian Negeri Malam, muncul sosok yang menyatu dengan bayangannya sendiri. Hitam pekat tanpa bentuk jelas, wa

  • Kebangkitan Naga Perang   513. Segel Jiwa

    Azerith terdorong mundur, wajahnya kini lebih menyerupai bayangan iblis daripada manusia. Dengan tatapan penuh amarah dan kebencian, ia memutar tubuhnya. Pedang Iblis Merah ditebaskan dalam gerakan spiral yang nyaris mustahil ditangkap mata telanjang. Setiap sabetan memotong udara, menciptakan bilah-bilah energi merah gelap yang melesat seperti anak panah roh—menyasar bukan tubuh, tapi langsung pada jiwa.Namun, Rendy tak mundur.Dengan satu putaran cepat, Pedang Kabut Darah menyapu seluruh bilah serangan. Dalam sekejap, tercipta pusaran merah-putih yang menghisap dan membelokkan serangan itu, meledakkannya menjadi hujan cahaya yang luruh ke tanah seperti bintang jatuh yang kehabisan nyala.Azerith tertegun. Napasnya berat, jiwanya tergerus perlahan.Rendy berdiri di tengah pusaran cahaya yang perlahan mereda, tubuhnya luka namun tak gentar. Ia menatap lawannya—mata yang tak lagi menyimpan rasa benci, hanya keteguhan.“Aku tidak akan melawan kutukanmu dengan sihir,” gumamnya pelan namu

  • Kebangkitan Naga Perang   512. Pedang Iblis Merah Azerith

    Angin terhenti begitu saja, seperti makhluk hidup yang menahan napas. Debu menggantung di udara, tak sempat jatuh. Waktu—biasanya tak terbendung—kini seperti dipaksa berhenti, membeku dalam ketegangan yang mencekam.Dari balik semburan cahaya yang menyilaukan mata, dan langit yang retak seperti kaca dihantam palu raksasa, dua sosok berdiri. Tak sempurna. Tak utuh. Namun masih tegak—meski dunia seolah menolak keberadaan mereka.Rendy terhuyung, nafasnya tersengal seolah paru-parunya terbakar dari dalam. Darah mengalir dari pelipis dan sudut bibirnya, menggurat merah pekat di wajah yang dipenuhi luka dan debu pertempuran. Namun, cahaya merah menyala di sekeliling tubuhnya, tak padam sedikit pun. Justru semakin membara.Aura naga itu bukan lagi sekadar energi—ia menjadi bagian dari dirinya. Sisik merah menyala terbentuk dari cahaya murni, mengilap seperti batu rubi. Tanduk melengkung memanjang dari pelipisnya, sementara sayap raksasa perlahan mekar dari punggungnya, mengepak pelan seperti

  • Kebangkitan Naga Perang   511. Pertarungan Negeri Malam - II

    “Jangan menyerah!” Suara itu meluncur membelah senyap, nyaring dan penuh nyawa. Gaungnya memantul di tebing-tebing gelap Negeri Malam, menghentak dada siapa pun yang mendengarnya. Tegas. Tak tergoyahkan. “Kekuatan mereka memang besar… tapi bukan tak terbatas! Jika kita mampu bertahan, maka mereka akan tumbang—oleh kesombongan dan kekuatan mereka sendiri!”Laras berdiri terpaku. Nafasnya berat, terseret di antara angin dingin dan aroma darah yang menggantung di udara. Kepalanya menunduk perlahan, bayangan luka dan kehilangan berkecamuk di matanya. Dengan gerakan lirih, ia membuka payung ungu kesayangannya—gerakan kecil yang mengandung ribuan kutukan.“Ini sudah melewati batas…” ucapnya, suara nyaris tak lebih dari bisikan yang terbawa angin. Lalu, dengan ketenangan yang menakutkan, ia menancapkan payung itu ke tanah.KRAAAK ...Begitu ujung payung menyentuh tanah, suara retakan halus terdengar—seolah bumi sendiri merintih. Aura ungu merembes keluar dari celah tanah, melilit udara sepert

  • Kebangkitan Naga Perang   510. Pertarungan Negeri Malam

    Langit Negeri Malam seakan telah robek.Azerith melesat keluar dari kawah api yang ia ciptakan sendiri. Tubuhnya diselimuti aura hitam pekat, berkilauan seperti logam cair yang mendidih. Sayap iblis terbuka lebar di punggungnya—bukan sayap biasa, tapi sayap yang terbuat dari bayangan penderitaan ribuan jiwa. Di belakangnya, dua mata raksasa tanpa kelopak muncul di langit, menatap ke segala arah.“Rendy…” suara Azerith menggema seperti jeritan dari dasar neraka, “Aku sudah mati... berkali-kali... untuk negeri ini. Tapi ayah kami—ayahku—dibunuh olehmu. Kau dan ambisimu untuk perdamaian, hanya menyisakan pembantaian!”Rendy tak menjawab. Sorot matanya tajam, dan api merah dari Pedang Kabut Darah makin membara. Aura spiritual di sekeliling tubuhnya membentuk cincin cahaya merah tua yang berdenyut seirama dengan detak jantungnya.“Kau ingin kebenaran, Azerith?” seru Rendy, melayang perlahan maju. “Bukankah aku sudah bilang kalau ayahmu ingin menghancurkan dunia dan bersekutu dengann kekuata

  • Kebangkitan Naga Perang   509. Kehebatan Empat Penjuru Angin

    Tak jauh dari situ, Lintang mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi. Tongkat itu memancarkan cahaya biru langit, lalu menyala terang seperti bintang meledak.“Wahai semesta! Beri aku kekuatan!”Lintang menghentak tanah dengan ujung tongkat. Seketika, dari bawah tanah muncul jaring akar-akar bercahaya yang menjulur dan menyambar para prajurit tanpa jiwa, menarik mereka masuk ke dalam bumi yang menganga. Suara jeritan mengerikan bergema ketika tubuh-tubuh itu ditelan tanah.Tiga prajurit melompat dari sisi kanan—Lintang memutar tongkatnya, mengubahnya menjadi cambuk cahaya. Dengan gerakan cepat dan presisi, cambuk itu membelit leher dan tangan lawan-lawannya, lalu ditarik ke satu arah hingga mereka saling bertabrakan dan meledak menjadi abu.*****Dari atas reruntuhan, melayanglah Lily, gaunnya mengepak, kipas giok di tangan kanannya terbuka perlahan.“Jangan meremehkan kelembutan…”Ia mengibaskan kipas sekali. Angin yang keluar bukan sekadar angin—ia adalah gelombang serangan berbentuk kelo

  • Kebangkitan Naga Perang   508. Kekuatan Naga Perang

    Rendy tak bergeming. Ia melangkah ke depan, dan setiap langkahnya seperti membangunkan tanah yang tertidur. Aura panas merambat dari tubuhnya, membuat udara di sekitarnya bergetar samar. Lalu, suara hatinya menggema—keras, tegas, mengguncang lebih dari sekadar suara.“Aku tidak takut pada mereka!” serunya, dan dalam sekejap, tubuhnya diselimuti oleh cahaya merah yang membakar. Dari balik punggung dan dadanya, muncul siluet seekor naga—merah membara, melingkar seperti pusaran petir yang hendak menerkam. Matanya menyala, dan setiap sisiknya memantulkan kilatan kekuatan purba.Lintang membeku. Matanya membelalak tak percaya. Di sebelahnya, Laras mundur satu langkah, tubuhnya bergetar hebat.“Mustahil…” bisiknya dengan suara tercekat. “Ras Naga sudah punah… jutaan tahun yang lalu…”Rendy menatap lurus ke mata Azerith. Tak ada keraguan. Tak ada gentar. Hanya kepercayaan yang tak tergoyahkan.“Ini bukan tentang balas dendam,” katanya pelan, namun suaranya mengandung kekuatan yang tak bisa di

  • Kebangkitan Naga Perang   507. Rahasia Keluarga Tanoto

    Kilatan petir terakhir mencabik langit, menyambar reruntuhan yang hangus di belakang Azerith. Sekilas, cahaya itu memahat siluet sosoknya yang menjulang tinggi, berdiri laksana dewa penghancur dengan pedang terangkat ke langit. Dari bilah senjata itu, lidah-lidah api neraka melompat liar, memekik dalam nyala yang bukan hanya membakar udara, tapi juga jiwa. Tangisan lirih bergema dari logamnya—jeritan ribuan roh yang terperangkap di dalam, merintih antara harapan akan kebebasan… atau kehancuran abadi.Sheila tersentak. Tumitnya bergeser ke belakang, satu langkah kecil yang nyaris tak terdengar. Bukan ketakutan yang membuatnya mundur, tapi sesuatu yang lebih kompleks—kesadaran akan kekuatan yang berdiri di hadapannya.“Rendy…” bisiknya, tangan refleks terangkat. Tapi sebelum ia bergerak lebih jauh, sebuah tangan menggenggam pergelangannya.“Jangan,” ujar Rendy pelan, suaranya rendah tapi tegas, nyaris seperti bisikan petir sebelum badai.Tatapannya tertuju penuh pada Azerith, dan di mata

  • Kebangkitan Naga Perang   506. Satria Tanpa Jiwa

    Azerith melangkah maju, jubahnya berkibar perlahan seiring gerakannya. Suhu ruangan turun drastis. Nafas menjadi uap putih.“Itu semua hanya... umpan. Seleksi alam, Sheila. Dunia Bawah tidak butuh simpati. Ia menuntut kekuatan. Yang lemah... hilang. Yang kuat... bertahan. Itu hukum satu-satunya di sini.”Ia berhenti tepat di depan Sheila. Mereka hanya dipisahkan oleh helai napas.“Tapi kau... masih terlalu naif untuk mengerti.”Sheila menggertakkan gigi, menahan amarah. Tapi matanya tidak berpaling.“Kau bukan Tuhan, Azerith. Dan aku di sini... untuk menjatuhkan dewa palsu.”Langkah Rendy menggema di antara debu dan reruntuhan menara tua. Bayangan dari nyala obor menari di wajahnya yang tegang, rahangnya mengeras. Matanya tajam, penuh kemarahan yang tak bisa lagi ditahan.“Kau menyebut kehancuran sebagai seleksi?” suaranya memotong keheningan seperti kilatan petir. “Kau buang anak-anak, wanita, dan turis tak berdosa hanya untuk eksperimen sosial?”Angin mendesis, membawa aroma tanah ba

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status