Rendy menghela napas pelan, kebingungan masih melingkupi benaknya. Ia berdiri di hadapan Inez yang menatapnya dengan pandangan penuh rahasia, senyum samar di wajahnya seakan menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar percakapan ringan. Namun, Rendy tak bisa menebak apakah ia hanya berkhayal, atau apakah ini benar-benar Clara yang telah berubah, atau mungkin seseorang yang memiliki kaitan dengan wanita yang hilang dari kehidupannya itu.
“Maaf, aku cuma... terkejut,” ujar Rendy pelan, sambil menarik kursi di hadapan Inez dan duduk tanpa menunggu undangan lebih lanjut. “Kamu benar-benar mirip dengan seseorang yang dulu sangat dekat denganku."
Inez tersenyum, tapi di balik senyuman itu ada sesuatu yang membuat Rendy semakin waspada. Apakah dia sedang menyembunyikan sesuatu? Atau ini hanyalah kebetulan belaka?
"Kadang-kadang hidup mempertemukan kita dengan cerminan masa lalu," Inez berkata, suaranya lembut namun penuh makna, mengalir di antara dentin
Suara lembut yang begitu akrab mengalun di telinga Rendy, menggugah perhatiannya sebelum ia menyadarinya. "Senang melihatmu masih sehat, Dewa Perang," sapa seorang wanita, suaranya bagai angin malam yang menyentuh kulit. Tanpa menunggu jawaban, dia dengan anggun duduk di sebelahnya, tubuhnya memancarkan kepercayaan diri yang tak tergoyahkan."Kau tidak ingin membelikanku segelas minuman?" tanyanya dengan nada menggoda, senyumnya menawan, matanya berbinar penuh misteri.Rendy menoleh, pandangannya bertemu dengan sosok Sheila, wanita bergaun merah yang duduk di sampingnya. Tidak ada keterkejutan di wajahnya, seolah kedatangan Sheila adalah sesuatu yang sudah dia perkirakan."Sheila... Apa yang membawamu ke Khatulistiwa?" tanyanya dengan nada datar, menyembunyikan ketegangan yang berusaha diatasi. "Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak saling mengganggu?"Sheila tersenyum lebar, senyum yang penuh teka-teki. "Apa aku mengganggumu, Rendy?" balasnya manja, nadanya lembut tapi penuh tipu d
Rendy Wang, yang dikenal sebagai Dewa Perang, adalah sosok legendaris yang tak terkalahkan di medan pertempuran. Selama bertahun-tahun, ia menjaga perbatasan Khatulistiwa dari serangan negara-negara tetangga dengan kehebatannya yang luar biasa. Namun, satu-satunya yang berhasil mengalahkannya adalah Pewaris dari Negeri Malam—Sheila Tanoto.Sheila bukan hanya lawan terberat Rendy, tetapi juga menyimpan dendam yang membara. Ayahnya terbunuh di tangan Rendy, dan hal itu membuat Sheila bertekad untuk membalaskan dendamnya. Namun, di balik amarahnya, terselip kekaguman pada pria yang dijuluki Dewa Perang karena selalu menang dalam pertempuran.Setelah lengah karena masalah perceraian dengan Cindy, Rendy terbangun di sebuah bangunan tak selesai di Kota Javali. Tubuhnya terikat erat pada kursi besi yang tertanam kuat di lantai beton. Rasa pusing dan lemahnya tubuh menandakan bahwa Sheila telah berhasil menjebaknya dengan pil ajaib, yang membuatnya tak sadarkan diri. Jika bukan karena masalah
Bayangan putih itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, melampaui kecepatan pandangan manusia biasa. Gerakannya begitu cepat hingga sulit dibedakan apakah itu sosok nyata atau ilusi. Keahlian meringankan tubuh yang digunakan berasal dari Kitab Kuno, sebuah seni yang nyaris punah di zaman modern ini. Tidak banyak orang yang masih mempraktikkan ilmu langka seperti itu, dan dari gerakannya yang elegan serta tubuhnya yang ramping, bisa dipastikan bahwa sosok ini adalah seorang wanita muda.Saat bayangan putih mendekati bangunan kosong setengah jadi, tempat Rendy Wang—Dewa Perang yang tak terkalahkan—ditahan, sebuah suara lembut namun penuh kecemasan terdengar di udara."Kak Rendy..." suara itu terdengar jelas, meski samar, menggema di sekitar bangunan yang sepi.Sosok bayangan itu adalah Renata Zhang, seorang wanita muda yang selama ini mengagumi Naga Perang dan merupakan salah satu Elemental Naga. Walet Putih, burung yang menjadi legenda di Khatulistiwa karena kecepatannya yang melampau
Renata duduk di hadapan Rendy di dalam helikopter, atmosfer di antara mereka terasa tegang. Hening sejenak setelah kata-kata Rendy, dan hanya terdengar dengung mesin helikopter yang menyiapkan diri untuk terbang. Renata, yang biasanya tenang dan percaya diri, kini terlihat sedikit gelisah.“Aku tahu,” jawab Renata pelan, matanya menatap langsung ke arah Rendy. “Kamu tidak memanggilku ke sini hanya untuk urusan biasa.”Rendy mengangguk, matanya dingin namun fokus. “Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi, Renata. Bukan hanya tentang James Chung atau Vera Huang. Mereka hanya pion di dalam permainan yang lebih luas.”“Aura pembunuh di Jamuan Makan Malam Emas,” lanjut Renata, mengikuti alur pikiran Rendy. “Aku juga merasakannya. Tapi aku tidak bisa menentukan siapa di antara para tamu yang membawanya.”Rendy menatap Renata dengan lebih serius, tanda bahwa mereka sedang berada di ambang bahaya yang lebih dalam dari yang diperkirakan. "Itu bukan sekadar aura pembunuh biasa. Ada kek
Renata tetap berada di Kota Chindo, memantau segala pergerakan Sheila Tanoto yang mulai membangun markas di Kota Javali. Sheila memang cerdik, tetapi Renata lebih waspada dan punya jaringan pengawasan yang luas. Di balik semua itu, Renata tahu bahwa rencana besar ini bukan hanya soal menundukkan Sheila, tetapi juga menggagalkan sosok misterius yang mengendalikan Sheila dari balik layar.Setelah melihat dan mengawasi Rendy di Equator Cafe & Resto, Renata merasa sudah waktunya menghubungi Katrin Chow, Jessy Liu, dan Kristin Chen, tiga wanita yang bukan hanya sekadar sekutu, tetapi juga bagian dari kelompok Elemental Naga, yang memiliki kekuatan khusus. Mereka adalah kunci untuk menyelesaikan pertarungan ini.Saat Rendy tengah berpura-pura lengah dan jatuh ke dalam rencana Sheila, Renata yang berada di seberang ruangan dengan tenang memperhatikan. Dia tahu persis apa yang dilakukan Rendy—membiarkan Sheila berpikir bahwa dia sudah menang. Dengan Pil Pemusnah Jiwa milik Sheila, Rendy tampa
Tak lama kemudian, Sheila tiba dengan beberapa pasukan yang dibentuknya di Khatulistiwa untuk melihat kondisi Naga Perang. Namun yang dilihatnya adalah Naga Perang yang sudah sadar sepenuhnya serta dikelilingi empat wanita yang berdiri di sampingnya.Tentu saja ia terkejut melihat kondisi Naga Perang yang sehat dan bugar, padahal Racun Pemusnah Jiwa dari pil yang dimasukkannya ke minuman Naga Perang telah mempengaruhi tubuhnya dan membuatnya lemah tak berdaya. Belum sempat ia bicara, sudah terdengar suara keras dari Elemental Naga."Sheila Tanoto! Beraninya kamu menggunakan cara licik untuk menangkap Naga Perang!" seru Katrin yang berpakaian serba merah."Dasar wanita jahat! Naga Perang telah mengampunimu tapi begini balasan yang didapatkannya darimu?" tanya Jessy yang berpakaian serba hitam."Jendral Wang akan menghancurkanmu kali ini, Sheila! Aku akan minta Presiden menurunkan titah untuk menyerang Negeri Malam dan menghancurkannya!" ancam Kristin yang berpakaian serba biru."Berani
Bangunan kosong itu masih sunyi, dikelilingi reruntuhan dan bayang-bayang senja yang mulai memudar. Sheila berdiri tegak di depan Naga Perang, matanya tak goyah sedikit pun meski kekuatan besar yang meliputi musuhnya tampak menguasai sekitarnya. Ucapan mereka tentang pasukan Elemental Naga yang sudah mengepung Kota Javali seolah angin lalu baginya. Pandangannya menyapu sekeliling, namun ia tidak melihat satu sosok pun."Sekarang, Sheila... apa kamu mau menyerah?" Naga Perang menantang, senyuman licik terlukis di wajahnya.Sheila mendengus sinis. "Menyerah padamu? Cih! Di Negeri Malam, kamu bukan apa-apa. Legenda di Khatulistiwa mungkin menyebutmu hebat, tapi kami memiliki sosok yang jauh lebih kuat!" Ia bicara penuh keyakinan, keangkuhan terpancar di setiap kata.Naga Perang hanya tertawa pendek. "Aku bukan yang terhebat. Elemental Naga-lah yang hebat," balasnya datar.Tawa Sheila pecah, menggema di udara yang makin berat. "Kamu terlalu meremehkan Negeri Malam, Naga Perang. Sekarang,
Suara payung Laras bertemu dengan serangan Jessy yang luar biasa kuat menimbulkan getaran kekuatan yang mengalir di udara. Laras terkejut, payungnya hampir terlepas dari tangannya akibat kekuatan pukulan itu. Jessy tersenyum sinis, matanya memancarkan kepuasan. "Apakah ini kekuatan yang kamu banggakan, Empat Penjuru Angin?"Laras mendengus, kembali memperkuat posisinya. "Jangan meremehkan kami!" teriaknya, memutar payungnya dengan cepat dan mengarahkan serangan balik ke arah Jessy.Namun, Jessy hanya melangkah ke samping, dengan mudah menghindari serangan itu. "Lambat," gumamnya sebelum melancarkan tendangan yang mengenai tubuh Laras, melemparkannya ke belakang beberapa meter.Sementara itu, Lena, dengan selendangnya yang melambai-lambai di udara, bergerak maju. "Kami tidak akan menyerah dengan mudah," katanya, suaranya dipenuhi keyakinan. Selendangnya bergerak dengan kecepatan kilat, seperti ular yang melilit, berusaha mengikat Jessy.Tetapi Jessy bergerak lebih cepat, tubuhnya memut