Rendy merasakan keheningan yang mendalam mengelilinginya saat Shu Jin memulai pengajaran lebih lanjut. Pedang-pedang spiritual yang melayang di sekelilingnya kini mulai lebih teratur, namun ia tahu bahwa ini baru awal dari perjalanan panjangnya untuk menguasai Magis Pedang Dewa. Setiap pedang yang ia kendalikan adalah sebuah perpanjangan dari niat dan kekuatannya, namun pengendalian itu bukanlah hal yang mudah.Shu Jin mengangkat tangannya dengan perlahan, dan sebuah gelombang energi spiritual mengalir dari ujung jarinya, merasuk ke dalam pedang-pedang yang mengelilingi Rendy. “Sekarang, mari kita lanjutkan kembali dengan teknik kedua—Pedang Gabungan Bintang.”"Teknik ini adalah puncak pengendalian dalam Magis Pedang Dewa. Kamu akan mengendalikan ratusan pedang sekaligus, menggerakkannya dalam serangan terkoordinasi. Ini bukan sekadar soal jumlah pedang, tetapi soal kejelasan tujuan dan kekuatan niatmu. Gabungan Bintang berarti, setiap pedang adalah bintang yang saling berhubungan dal
Shu Jin berdiri diam, matanya tajam mengamati setiap gerakan Rendy. Selama beberapa saat, ia tak berkata apa-apa, hanya membiarkan keheningan menjadi bagian dari pelajaran. Akhirnya, dengan suara yang tenang dan penuh makna, ia berbicara, “Keinginanmu sudah ada, Rendy. Namun, kau terlalu banyak berpikir. Pedang-pedang itu harus bergerak melalui intuisi dan jiwa, bukan sekadar rencana dan strategi. Lepaskan keraguanmu, dan biarkan gerakanmu lahir dari niat sejati.”Kata-kata itu menembus hingga ke dalam hati Rendy. Ia menundukkan kepala, merenungkan kesalahan yang baru saja disadarinya. Ia terlalu terjebak dalam logika, terlalu fokus pada strategi, sehingga melupakan esensi sejati dari seni pedang ini. Perlahan, ia menarik napas dalam-dalam, membiarkan pikirannya kosong, hanya menyisakan satu tujuan yang jelas ... mengendalikan pedang-pedang itu sebagai satu kesatuan.Dalam keheningan itu, sesuatu berubah. Pedang-pedang spiritual yang melayang di sekelilingnya mulai bergerak kembali, n
"RENDY!" Teriakan melengking seorang wanita paruh baya seketika memenuhi rumah mewah itu. Rendy Wang yang sedang mengepel lantai sontak mengerutkan kening melihat Ibu Mertuanya yang tampak marah. "Ada apa, Ma?" tanya pria 28 tahun itu, sopan. "Cepat kamu buang air kotor bekas cuci kaki aku dan istrimu! Dasar menantu sampah tak berguna! Mengepel saja begitu lamanya!" hina wanita yang sedang berbaring di Sofa Bed dengan anak gadisnya. Mendengar itu, Rendy pun bergegas mengambil baskom air bekas rendaman kaki ibu mertuanya, disusul baskom air bekas rendaman kaki istrinya. Tak tampak emosi di wajahnya meski diperlakukan tak manusiawi. Hal ini justru membuat Vera–sang mertua–semakin kesal. "Ck! Dasar pria memble! Beruntung Cindy mau menikahimu! Apa yang bisa dilihat dari penampilanmu yang lusuh itu, sih? Menyusahkan saja!" Kali ini, Rendy melihat ke arah Cindy. Ia ingin mengetahui reaksi istrinya itu yang ternyata … mengalihkan pandangan? Brak! "Ngapain kamu lihat-l
Kota Kartanesia, Khatulistiwa.Seorang wanita cantik berumur awal 30-an yang menguasai roda perekonomian negara Khatulistiwa buru-buru membuka telepon genggamnya. Setelah sekian lama, nomor rahasia yang hanya dimiliki “Empat Elemental Naga”--pengikut setia sang Naga Perang mengirimkan sebuah pesan. Katrin Chow langsung tersenyum membaca pesan yang tertera di layar ponselnya. Hanya 3 kalimat, tapi sudah cukup bagi Katrin memahami keinginan Naga Perang yang merupakan bos-nya selama ini. [Siap, Ketua! Tambang Emas di Jayanesia dan Tambang Minyak di Timornesia akan segera beralih nama menjadi milikmu.] [Jabatan CEO Perusahaan Wang Industries juga akan langsung diserahkan kepada Ketua.] [Proses balik nama untuk saham Perusahaan Wang Industries dan Sun City sebesar 75%, segera dilaksanakan] [Selamat datang kembali, Ketua] Tak lama, wanita yang terkenal akan kemampuan ilmu bela diri dan bisnisnya itu, langsung menelepon bawahannya. Ia juga meneruskan pesan sang ketua pada
“Menantu gila! Apa yang Kau lakukan?” teriak Vera, murka. Ia tak mengerti jalan pikiran Rendy. Sejak dulu, selalu menurut. Kenapa sekarang berubah? “Dasar, pria idiot!” timpal James lalu mengeluarkan sebuah undangan, “Apa kau tak tahu undangan ini sulit didapatkan, bahkan oleh keluarga istrimu?” Rendy melirik sinis undangan berwarna merah itu. "Baru undangan kelas menengah saja kamu sudah sombong. Belum tentu tamu undangan kelas menengah bisa bertemu Naga Perang." Wajah James memerah. "Apa yang kamu tahu tentang undangan ini? Undangan merah sudah termasuk bagus untuk perusahaan Grade C!" murkanya. "Aku bisa memberikan undangan emas yang bisa duduk berdampingan dengan Naga Perang kalau keluarga Huang menginginkannya!” balas Rendy, “Jadi, buat apa undangan sampah yang kamu berikan kepada keluarga ini?" “Hahaha!” "Suami tidak bergunamu ini sepertinya sudah gila, Cindy! Kalau Keluarga Huang tak mau undangan ini, bisa aku tarik kembali!" kata James sambil mencoba mengambil
James sempat terkejut dan ketakutan melihat sorot mata tajam Rendy. Namun, ia mengenyahkannya karena mengingat Rendy hanyalah sampah di Keluarga Huang. "Cindy, pakailah gaun pesta yang bagus agar bisa menarik perhatian Naga Perang!' ucapnya sambil melirik mengejek ke arah Rendy, “aku akan menjemputmu nanti.” Setelahnya, James pun pergi ditemani oleh Vera yang mengantarkannya ke depan. Sikap wanita paruh baya itu begitu hormat, berbeda jauh saat menghadapi menantunya. *** "Kamu harus mengendalikan emosimu, Ren ... kalau mau masuk ke dalam bisnis Huang Industries, kamu harus bersikap tenang dan tidak gampang marah!" ucap Cindy kala mereka berdua "Aku tidak suka pandangan matanya yang mesum, yang melecehkanmu, Cin!" "Tenang saja, aku bisa menjaga diri. Oh, iya, aku hendak beli gaun pesta yang pantas untuk aku pakai nanti saat bertemu Naga Perang. Apa kamu bisa menemaniku?" "Tentu saja! Aku dengan senang hati akan menemanimu untuk memilih gaun pesta yang cocok untukmu!' kata Rend
Mobil mewah merah melaju kencang dalam misi mengejar MBenz yang disetir oleh Rendy Wang, seseorang yang dianggap sampah tapi ternyata memiliki talenta luar biasa. Angin kencang menyentuh wajah Hezkil Wu yang bengis, penuh hawa membunuh. "Kurang ajar! Akan kupatahkan kaki dan tangan sampah brengsek itu! Beraninya menghina kemampuanku sebagai pembalap Super Car!" gerutunya. Suaranya bergetar dengan amarah yang mendidih. "Terlalu bagus kalau hanya dipatahkan kaki dan tangannya! Siksa saja dahulu, kemudian buang ke laut setelah mematahkan seluruh kaki dan tangannya, baru puas!" hasut Tristan Liu, duduk kaku dengan wajah pucat di samping Hezkil. Ruang sempit dalam mobil merah ini membuatnya kesulitan bernapas, setiap gerakan terasa seperti beban yang menekan. akhirnya, sesuatu yang ditahan lama terlepas juga ... Duuuut…! Tanpa sadar, Tristan mengeluarkan gas busuk yang langsung mengacaukan konsentrasi Hezkil. "Kamu ini apa-apaan sih? Memalukan keluarga Liu saja!" tegurnya dengan na
“Aaaa!” Cindy tak sengaja berteriak kala merasakan jantungnya berdegup kencang. Matanya melirik ke kaca spion melihat bayangan mobil mewah merah yang mendekat dengan kecepatan mengerikan. "Rendy, mereka semakin dekat! Apa yang harus kita lakukan?" paniknya. "Tenang, Cindy. Aku akan mengatasinya." Suaranya tenang, namun ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan. Dia menambah kecepatan, mencoba menghindar dari kejaran gila Hezkil. Hal ini membuat Hezkil, di dalam mobil mewahnya, merasakan adrenalin mengalir deras. Angin yang masuk melalui jendela yang sedikit terbuka membawa aroma laut yang asin. Namun, dia tidak peduli. Semangat bertemu Naga Perang dan keinginannya untuk menghancurkan Rendy melebihi segalanya. Sementara itu, Tristan yang melihat ekspresi gila Hezkil, merasa ketakutan sekaligus kagum. "Lakukan, Hez! Tunjukkan padanya siapa yang berkuasa!" Tak lama, mobil mewah merah ini mendekat, jaraknya hanya beberapa meter lagi. Hezkil menyiapkan diri untuk benturan. "I
Shu Jin berdiri diam, matanya tajam mengamati setiap gerakan Rendy. Selama beberapa saat, ia tak berkata apa-apa, hanya membiarkan keheningan menjadi bagian dari pelajaran. Akhirnya, dengan suara yang tenang dan penuh makna, ia berbicara, “Keinginanmu sudah ada, Rendy. Namun, kau terlalu banyak berpikir. Pedang-pedang itu harus bergerak melalui intuisi dan jiwa, bukan sekadar rencana dan strategi. Lepaskan keraguanmu, dan biarkan gerakanmu lahir dari niat sejati.”Kata-kata itu menembus hingga ke dalam hati Rendy. Ia menundukkan kepala, merenungkan kesalahan yang baru saja disadarinya. Ia terlalu terjebak dalam logika, terlalu fokus pada strategi, sehingga melupakan esensi sejati dari seni pedang ini. Perlahan, ia menarik napas dalam-dalam, membiarkan pikirannya kosong, hanya menyisakan satu tujuan yang jelas ... mengendalikan pedang-pedang itu sebagai satu kesatuan.Dalam keheningan itu, sesuatu berubah. Pedang-pedang spiritual yang melayang di sekelilingnya mulai bergerak kembali, n
Rendy merasakan keheningan yang mendalam mengelilinginya saat Shu Jin memulai pengajaran lebih lanjut. Pedang-pedang spiritual yang melayang di sekelilingnya kini mulai lebih teratur, namun ia tahu bahwa ini baru awal dari perjalanan panjangnya untuk menguasai Magis Pedang Dewa. Setiap pedang yang ia kendalikan adalah sebuah perpanjangan dari niat dan kekuatannya, namun pengendalian itu bukanlah hal yang mudah.Shu Jin mengangkat tangannya dengan perlahan, dan sebuah gelombang energi spiritual mengalir dari ujung jarinya, merasuk ke dalam pedang-pedang yang mengelilingi Rendy. “Sekarang, mari kita lanjutkan kembali dengan teknik kedua—Pedang Gabungan Bintang.”"Teknik ini adalah puncak pengendalian dalam Magis Pedang Dewa. Kamu akan mengendalikan ratusan pedang sekaligus, menggerakkannya dalam serangan terkoordinasi. Ini bukan sekadar soal jumlah pedang, tetapi soal kejelasan tujuan dan kekuatan niatmu. Gabungan Bintang berarti, setiap pedang adalah bintang yang saling berhubungan dal
Rendy menarik napas panjang, membiarkan udara segar memenuhi paru-parunya sebelum perlahan menghembuskannya. Mata gelapnya terpejam, jemarinya menggenggam erat gagang Pedang Naga Dewa yang terasa hangat di tangannya. Ada aliran energi lembut namun kuat yang mengalir dari pedang itu, seolah berbisik, menunggu untuk direspon. Di bawah langit yang temaram, ia berdiri tegak, tubuhnya seperti menyatu dengan angin yang berhembus lembut di sekelilingnya.“Aku harus memusatkan niat,” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar, namun getaran tekadnya memenuhi udara.Perlahan, ia memusatkan energi spiritualnya, menarik kekuatan dari dalam dirinya dan menghubungkannya dengan energi alam yang melingkupi tempat itu. Di kedalaman jiwanya, ia bisa merasakan sesuatu — ruh pedang yang telah lama terpendam, bukan dalam bentuk fisik, tetapi sebagai kehendak dan tekad yang tak tergoyahkan. Kehadiran itu semakin jelas saat Rendy membuka hatinya."Naga Surgawi," bisiknya dalam hati, suaranya penuh harap. "Bimbin
Setelah menghancurkan kegelapan yang hampir menelan dunia, Rendy Wang kembali ke dunia yang ia kenal. Namun, meski dunia ini tampak utuh, ada ketenangan yang tak bisa ia rasakan sepenuhnya. Ada keheningan yang mengganggu, seolah dunia ini sedang menunggu untuk menerima tugas baru yang lebih besar lagi—tugas yang tidak akan selesai hanya dengan mengalahkan satu musuh.Namun, di tengah kesunyian, suara angin yang berbisik menyambutnya. Pria tua yang telah muncul saat pertarungannya melawan Alan Smith kini berdiri di hadapannya, dengan wajah yang penuh kebijaksanaan dan tangan yang memegang pedang tua yang tampak sudah lusuh, namun penuh dengan aura kekuatan yang sangat besar."Rendy Wang," kata pria tua itu dengan suara yang dalam dan penuh kekuatan, "kau telah melampaui banyak ujian, namun perjalananmu baru dimulai. Dunia ini lebih luas daripada yang kau kira. Dan untuk melindunginya, kau harus menguasai kekuatan yang lebih besar lagi. Kekuatan yang tak hanya bergantung pada satu pedan
Angin dingin menyapu reruntuhan tempat pertarungan berlangsung, membawa aroma tanah basah bercampur darah yang membeku. Rendy berdiri di tengah-tengah medan itu, telapak tangannya yang gemetar menggenggam erat Pedang Naga Dewa. Mata cokelat gelapnya memandang ke arah Azrael, musuh bebuyutannya, yang tampak berdiri kokoh meski aura kegelapan di sekelilingnya mulai memudar. Tiba-tiba, suara dari dalam pedang kembali berbisik, lembut namun penuh wibawa."Jangan takut, anak muda," suara itu menggema langsung ke dalam jiwanya. "Kegelapan yang ia bawa hanyalah salah satu sisi dari energi kosmik. Pedang Naga Dewa memiliki kekuatan untuk menyeimbangkan kedua kutub ini. Yang perlu kau lakukan adalah mengarahkan niatmu pada kesempurnaan—bukan hanya sekadar kekuatan."Rendy tertegun. Suara itu seperti melahirkan keberanian baru dalam dirinya. Dadanya mulai berdenyut dengan ritme yang serasa sejalan dengan detak kehidupan di sekitar. Cahaya lembut mulai muncul dari pedang, mengalirkan energi yang
Ledakan energi mengguncang dimensi itu, menciptakan gelombang kejut yang merobek ruang di sekelilingnya. Dua kekuatan bertabrakan dalam pertarungan yang akan menentukan nasib dunia—cahaya yang mulai meredup melawan kegelapan yang kian menelan segalanya. Udara bergetar, seakan merasakan ketegangan yang membelit langit dan tanah.Rendy Wang berdiri tegak, tubuhnya gemetar bukan karena ketakutan, tetapi karena intensitas energi yang mengalir di sekitarnya. Pedang Naga Dewa dalam genggamannya berdenyut, memancarkan cahaya keemasan yang membakar kegelapan di sekelilingnya. Kilatan naga surgawi menari di bilah pedangnya, menyisakan jejak api yang menyala dalam kehampaan dimensi ini.Di hadapannya, Azrael, Penguasa Kegelapan, melayang di udara dengan aura mengerikan yang meresap hingga ke dalam tulang. Jubah hitamnya berkibar, seakan terbuat dari bayangan yang hidup. Mata merahnya berkilat tajam, seperti bara neraka yang siap melumat segalanya. Dari kedua tangannya, energi hitam mengalir, be
Rendy menggenggam Pedang Naga Dewa lebih erat, merasakan panas yang membakar dari energi naga yang kini semakin bergejolak di dalamnya. Urat-urat di lengannya menegang saat kekuatan itu mengalir liar, seperti naga yang mengaum di dalam dadanya, siap melepaskan amarahnya. Mata Rendy berkilat tajam, menatap Azrael yang berdiri di seberangnya dengan senyum yang tak tergoyahkan. Angin di sekitar mereka berputar semakin kencang, membawa serta serpihan tanah dan debu yang beterbangan liar. Udara terasa berat, penuh dengan aura kejahatan yang menyelimuti arena. Rendy tahu, Azrael bukan hanya sekadar musuh biasa. Dia adalah kegelapan yang mengancam menelan dunia ini dalam kehancuran abadi. Jika ia gagal, tak akan ada lagi cahaya, tak akan ada lagi harapan. "Jika itu yang kau inginkan..." suara Rendy terdengar dingin, tegas, seolah melawan guntur yang menggelegar di kejauhan. "Aku akan menghentikanmu, Azrael. Aku akan menghalangi setiap langkahmu, meski harus menghancurkan dunia ini sendir
Langit di atas Rendy Wang dipenuhi pusaran awan kelam yang bergolak, seperti luka terbuka di angkasa. Aroma logam dan abu menyelimuti udara, menusuk indra penciumannya. Tanah di bawahnya retak, mengeluarkan uap panas yang naik perlahan, menciptakan bayang-bayang menari di sekitar kakinya. Di tangannya, Pedang Naga Dewa bersinar redup, pancaran cahaya emasnya seperti lilin yang berusaha melawan gelap yang terus merayap. Rendy berdiri tegak, napasnya masih berat akibat pertempuran yang baru saja berakhir. Keringat mengalir di pelipisnya, bercampur dengan darah yang bukan hanya miliknya. Sorot matanya menelusuri kehampaan yang kini menggantung di hadapannya. Dunia ini seharusnya terasa lebih ringan setelah kehancuran Penyihir Kegelapan, tetapi justru sebaliknya—sebuah kehadiran yang lebih mengerikan muncul dari balik dimensi yang seharusnya telah musnah. Sebuah bayangan perlahan muncul, awalnya hanya kabut gelap yang melayang, lalu berubah menjadi siluet yang tinggi dan tegap. Udara di
Rendy menggertakkan giginya, rahangnya mengeras saat mendengar kata-kata yang berusaha menggoyahkan tekadnya. Napasnya memburu, dadanya naik turun, tetapi matanya tetap tajam, membara dengan api yang tak bisa dipadamkan. Tanpa ragu, ia mengalirkan energi naga ke dalam pedangnya. Getaran hebat menjalar dari gagang pedang ke seluruh tubuhnya, seolah bilah itu hidup dan merespons panggilan tuannya."Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan dunia ini," suaranya bergema, penuh kepastian. "Pedang Naga Dewa adalah milikku, dan aku yang akan menentukan takdirnya."Kilatan cahaya emas melesat dari bilah pedangnya saat ia melompat ke udara, tubuhnya seperti meteor yang melesat menuju Penyihir Kegelapan. Angin berputar liar di sekelilingnya, menciptakan pusaran energi yang berderak di udara. Pada saat yang sama, Penyihir Kegelapan mengangkat kedua tangannya, membentuk pusaran energi gelap yang meliuk-liuk seperti ular raksasa. Dengan satu gerakan tangan, ia melemparkan bola kegelapan itu ke ara