Rendy akhirnya tiba di rumah megah Seruni di Andalas dengan perasaan campur aduk. Aura Pedang Kabut Darah masih terasa menggema di sekelilingnya, meskipun talisman dari Aiden menjaga energi gelapnya terkendali. Seruni menyambutnya dengan senyum hangat, tapi ia dapat merasakan kegelisahan di balik sorot mata wanita itu.“Bagaimana?” tanya Seruni lembut, membawa secangkir teh hangat ke meja. “Apa yang terjadi di Lembah Roh Kultivator?”Rendy menghela napas panjang sambil duduk. “Aku membawa pulang Pedang Kabut Darah,” katanya sambil meletakkan pedang itu di samping kursinya. “Tapi dengan batasan. Guru-guruku memasang talisman untuk menjaga kekuatan pedang ini tetap terkendali. Sekarang, aku hanya perlu menemukan Zhang Wei.”Seruni memandang pedang itu sejenak, ragu untuk mendekat. “Pedang itu memancarkan aura yang sangat kuat, Rendy. Aku bisa merasakannya dari sini. Kau yakin tidak apa-apa membawanya?”Rendy menatap Seruni, senyumnya tipis tapi penuh keyakinan. “Aku tidak punya pilihan
Hari itu, Rendy sedang duduk di ruang tamu rumah keluarga Huang, mencoba mengatur pikirannya setelah pertemuannya dengan Vera. Ia tahu bahwa untuk saat ini, ia harus fokus menjaga keharmonisan rumah tangganya dengan Cindy. Tapi kedamaian itu tidak berlangsung lama. Suara mesin mobil sport yang meraung di depan rumah segera menarik perhatian semua orang.Dari dalam mobil mewah itu keluar seorang pria yang tampak elegan dengan setelan mahal, rambutnya disisir rapi. Itu adalah James Chung, teman sekolah mereka dulu, yang kini menjadi pengusaha sukses. Namun, kehadirannya membawa nuansa canggung, terutama bagi Rendy dan Cindy.Rendy mengetahuinya karena kilasan masa lalu Rendy di masa ini melintas di pikirannya. “Jadi di masa ini aku tidak telantar, bahkan satu sekolah dengan Cindy dan James yang sombong itu? Aneh sekali ...”“Cindy!” seru James sambil berjalan mendekat dengan senyum penuh percaya diri. “Aku dengar kabar kalau suamimu meninggalkanmu begitu saja. Aku datang untuk menjemput
Rendy Wang mengendarai skuternya menyusuri jalan sepi menuju pasar Paradise Hill. Udara pagi terasa segar, tapi firasat aneh menggelayut di benaknya saat ia melihat beberapa motor besar melintang di tengah jalan, menghalangi jalur.Beberapa pria bertampang garang berdiri di sekitar motor itu. Mereka mengenakan jaket kulit dengan simbol tengkorak dan mata elang. Di depan mereka, seorang pria bertubuh besar dengan kepala botak berkilat berdiri tegak, memegang pemukul bisbol. Dialah Thanos, pemimpin Sindikat Bandit Khatulistiwa.“Rendy Wang,” sapa Thanos dengan senyum licik. “Akhirnya kita bertemu. Kau tahu, ada seseorang yang sangat ingin kami memberimu pelajaran.”Rendy menghentikan skuternya beberapa meter dari mereka. Ia menatap Thanos dengan pandangan tenang. “Siapa yang menyuruh kalian?”Thanos tertawa keras, suaranya menggema di jalanan. “Seorang teman lamamu, James Chung. Katanya, kau sudah tidak pantas berada di samping Cindy. Dan aku setuju. Lihat dirimu—mengendarai skuter tua
Di sebuah ruangan megah dengan jendela besar yang menghadap ke panorama kota, Katrin Chow, CEO Dragon Sky, duduk di kursi kulit mewah di belakang meja besar. Ekspresinya dingin, penuh wibawa. Di depannya berdiri Thanos, pemimpin Sindikat Bandit Khatulistiwa, dengan tubuh besar dan sikap penuh hormat.Sikap Thanos terhadap Katrin ini sangat jauh dibandingkan sikap sombongnya saat berhadapan dengan Rendy, menunjukkan betapa berkuasanya seorang Katrin Chow."Ada apa, Bos? Apa ada pekerjaan besar yang harus aku lakukan?" tanya Thanos sambil membungkuk.Katrin menatap Thanos dengan tajam, matanya menyelidik. “Kau tahu kenapa aku memanggilmu, Thanos?”Thanos mengangkat kepalanya sedikit, mencoba membaca suasana. “Maafkan saya, Bos, tapi saya tidak yakin. Apakah ini tentang pekerjaan sampingan saya?”Katrin mengangkat alis. “Jadi, kau sadar bahwa pekerjaan sampinganmu bisa membawa masalah untukku?”Thanos menelan ludah, gugup. “Saya hanya menerima pekerjaan kecil, Bos. Tidak ada yang menganc
Rendy yang dalam perjalanan menuju pasar untuk membeli beberapa kebutuhan tiba-tiba memutuskan untuk mampir ke Z-Mart, toko pakaian yang diperuntukkan bagi golongan menengah ke atas. Rendy mampir karena pakainnya sangat lusuh dan menyerupai gelandangan."Apa aku masih memiliki satu kuadriliun seperti di masa sebelumnya?" batin Rendy. Setelah cek ke ATM ternyata saldo tabungannya hanya ada beberapa juta saja. "Cukup untuk membeli beberapa potong pakaian," pikirnya tanpa mengetahui kalau harga pakaian di Z-Mart semuanya berkisar di atas satu juta.Rendy memarkir skuternya di tempat yang tampak mencolok di depan Z-Mart. Dengan jaket lusuh dan celana panjang yang warnanya mulai pudar, ia melangkah masuk ke toko pakaian yang dikenal dengan koleksi kelas atasnya. Ia tak menyangka bahwa penampilannya akan langsung menarik perhatian—bukan dalam arti yang positif.Seorang petugas keamanan di pintu masuk segera mendekat, wajahnya menampilkan cemoohan. “Pak, ini tempat untuk belanja, bukan untuk
Setelah meninggalkan Z-Mart, Rendy memutuskan bahwa dirinya perlu meningkatkan kultivasi agar lebih siap menghadapi Zhang Wei. Pedang Kabut Darah memang memberikan kekuatan besar, namun tanpa kendali yang cukup, kekuatan itu bisa menjadi bumerang. Rendy memahami bahwa hanya dengan mencapai ranah Nascent Soul, ia bisa memaksimalkan kemampuannya tanpa kehilangan kendali.Untuk itu, ia memutuskan menggunakan Tungku Alkemis Kuno, sebuah artefak kuno yang mampu menciptakan Pil Kultivasi tingkat tinggi. Masalahnya, bahan-bahan yang diperlukan sangat sulit didapatkan, terutama di tempat seperti Paradise Hill, Buitenzorg.Rendy mendapatkan Tungku Alkemis Kuno dalam sebuah lelang bergengsi di Cakrawala . Saat itu, ia tidak tahu seberapa berharganya pusaka itu, hanya tertarik karena auranya yang berbeda dari barang lain di pelelangan. Kini, ia menyadari betapa pentingnya tungku ini untuk mempercepat peningkatan kultivasinya.Ketika memutuskan untuk membuat Pil Nascent Soul, Rendy langsung memik
Rendy kembali ke kamarnya di Resort Red Lotus setelah memastikan semuanya siap. Ia duduk di atas matras meditasi, menatap tiga butir Pil Nascent Soul yang tergeletak di atas piring perunggu kecil. Cahaya keemasan dari pil-pil itu terasa seperti memanggilnya, menawarkan kekuatan yang ia butuhkan untuk menghadapi Zhang Wei. Namun, di balik itu semua, Rendy tahu, risiko dari mengonsumsi pil ini bukanlah hal yang bisa diremehkan.“Kalau tubuhku tidak cukup kuat untuk menahan energi ini...” pikir Rendy, membayangkan tubuhnya hancur dari dalam akibat ledakan energi spiritual yang tidak terkendali.Jacinda yang masih berada di luar ruangan mengetuk pintu dengan lembut. “Rendy, aku akan pergi sebentar untuk membeli makanan. Kalau kau butuh sesuatu, hubungi aku, ya.”“Terima kasih, Jacinda. Aku baik-baik saja,” balas Rendy sambil memaksakan senyum.Setelah kepergian Jacinda, suasana kamar menjadi sunyi. Rendy menarik napas dalam-dalam, lalu mengambil salah satu Pil Nascent Soul. Ia memegangnya
Rendy baru saja melangkah keluar menuju halaman parkir Resort Red Lotus ketika angin mendadak berubah dingin, membawa serta aura pembunuhan yang tajam. Puluhan jarum perak melesat ke arahnya dengan kecepatan luar biasa, menyasar titik-titik vital di tubuhnya.“Hebat... tapi terlalu lambat,” gumam Rendy.Dengan kecepatan yang hampir tak terlihat, ia menggerakkan Pedang Kabut Darah, menciptakan pusaran angin yang menyapu semua jarum perak itu ke tanah. Namun, sebelum ia sempat menarik napas lega, tiga pria bersenjata pedang melesat keluar dari bayangan, menyerangnya dari tiga arah berbeda.Rendy melompat mundur, menghindari serangan pertama, lalu memutar tubuh untuk menangkis dua serangan lainnya. Percikan energi spiritual memancar ketika pedangnya bertabrakan dengan milik mereka.“Siapa kalian? Apa ini?” teriak Rendy dengan nada frustrasi.Salah satu dari mereka, seorang pria paruh baya dengan janggut putih tetapi wajah yang tampak muda, melangkah maju. Ia mengenakan jubah hitam berbor
Rendy melangkah mantap ke dalam wilayah beku Formasi Kutub Es Keempat. Saat ia melintasi ambang batas, udara pun berubah drastis. Dulu, dingin hanya terasa menusuk kulit; kini, suhu menggigit hingga menembus tulang, seolah setiap partikel udara menghantam sumsumnya. Setiap butir salju yang jatuh bukan lagi sekadar kelembutan yang menenangkan, melainkan pecahan es tajam yang berkilauan di bawah cahaya redup, menari liar seolah menantang keberaniannya.Langkah demi langkah, Rendy mendengar deru gemuruh yang semakin mendekat. Matanya menyapu cakrawala, dan di balik tirai kabut es, dinding-dinding beku mulai bergerak perlahan, seolah hidup dan ingin menuntut nyawanya. “Ini bukan lagi pertarungan biasa,” gumamnya dalam hati, “ini adalah medan perang yang bernyawa.”Tak lama kemudian, tanah di depannya bergejolak. Pilar-pilar es mencuat tiba-tiba, menyerang dengan kejam dan hampir meremukkan kakinya. "Bangsat!” teriak Rendy sambil melompat ke samping. Namun, tak hanya itu yang menunggunya—
Angin berputar makin kencang, menciptakan pusaran es yang berputar liar di sekeliling mereka. Rendy tetap berdiri tegap, matanya tajam menatap sosok terakhir yang kini berdiri di hadapannya. Pria tanpa senjata itu mengangkat tangannya, dan dengan satu gerakan halus, formasi es di sekitarnya mulai bergerak, membentuk tombak-tombak runcing yang melayang di udara, siap menghujam ke arah Rendy kapan saja."Kau memang berbeda dari yang lain," ucapnya, nada suaranya masih setenang sebelumnya. "Tapi apakah bara kecil itu cukup untuk menghadapi kehampaan ini?"Rendy tidak menjawab. Ia hanya menarik napas dalam, merasakan aliran panas yang mengalir dalam tubuhnya. Tidak ada lagi nyala api yang membakar, tidak ada semburan liar yang menghanguskan. Yang ada hanyalah kehangatan yang menyatu dengan dirinya, mengalir dalam setiap gerakan dan nafasnya.Dalam sekejap, tombak-tombak es itu meluncur ke arahnya dengan kecepatan yang mengerikan. Rendy melompat ke samping, tubuhnya berputar di udara, meng
Alih-alih melepaskan semburan api besar seperti yang biasa ia lakukan, Rendy memejamkan mata. Napasnya tertarik dalam-dalam, dada naik dan turun seirama dengan denyut nadi yang semakin membara. Di dalam pikirannya, nyala api bukan lagi letusan liar yang menghanguskan segalanya, melainkan bara yang mengendap tenang, meresap ke dalam otot-ototnya, menjalar ke tulang dan mengisi setiap pori-pori kulitnya dengan panas yang tak tertahankan. Saat kelopak matanya terbuka kembali, pandangannya jernih dan tajam. Udara di sekelilingnya bergetar, tidak lagi karena kobaran api, tetapi karena gelombang panas yang keluar dari tubuhnya sendiri. Tanah di bawah kakinya menghangat, udara di sekitarnya beriak seperti fatamorgana di atas gurun pasir. Rendy merasakan sesuatu yang berbeda—sebuah kekuatan yang lebih terkendali, lebih dalam, dan lebih dahsyat dari sebelumnya. Tanpa ragu, ia menerjang ke depan. Gerakannya nyaris tak terlihat, seperti bayangan yang melesat dalam sekejap. Kecepatan itu bukan
Rendy melangkah mantap ke dalam pusaran badai es yang berputar liar di belakangnya. Setiap pijakan kakinya menghasilkan bunyi berderak, merambat ke seluruh permukaan es yang retak seperti suara tulang yang patah. Angin dingin menampar wajahnya dengan kasar, membekukan tiap tarikan napas yang keluar dari bibirnya. Butiran salju yang tajam seperti pecahan kaca menari di udara, menyayat kulitnya hingga perih. Namun, di balik semua itu, tekadnya tetap membara.Di hadapannya, Formasi Kutub Es Ketiga berdiri menjulang, dinding-dindingnya yang runcing seolah hendak menusuk langit kelam. Bayangannya yang megah dan menyeramkan menebarkan aura dingin yang membuat dada Rendy terasa sesak. Setiap langkah yang ia ambil semakin menegaskan keberadaannya di tempat terlarang ini. Suara samar bergema di udara, entah dari mana asalnya, seolah ada sesuatu yang mengamati setiap gerak-geriknya dengan mata tak terlihat.Saat ujung kakinya melewati batas wilayah beku itu, tanah di bawahnya mendadak memancark
Rendy menarik napas dalam-dalam, udara dingin menusuk paru-parunya, sementara matanya yang tajam menyapu badai salju yang mengamuk di sekelilingnya. Setiap butir salju yang beterbangan seakan menceritakan ancaman, namun tekadnya tak tergoyahkan. Setelah berhasil menaklukkan prajurit es pertama yang menyerang dengan keberanian setara badai itu, ia melangkah ke dalam kegelapan beku Formasi Kutub Es Tujuh Langkah. Angin mengaum lebih liar, menyembunyikan jebakan mematikan di balik tirai putih yang terus berputar.Saat langkah pertamanya menuju formasi kedua, tanah di bawahnya tiba-tiba bergetar hebat, mengirimkan getaran menakutkan ke seluruh tubuhnya. Tanah itu runtuh, menciptakan celah besar seakan ingin menelannya hidup-hidup. Dengan refleks instan, Rendy melompat ke samping, namun matanya menangkap gerakan kilat ... dinding es raksasa melesat dari bawah dan atas, berusaha menjepitnya dalam pelukan maut."Sial!" teriak Rendy, suara yang tertiup angin seolah menyatu dengan rintihan bad
Angin menderu tanpa ampun, menerjang wajah Rendy dengan suhu yang menusuk, seakan ribuan jarum es menyusup ke dalam kulitnya. Di sekelilingnya, salju menari liar, berputar-putar membentuk pusaran putih yang seakan ingin menelan segala sesuatu yang berada di lintasan badai. Di tengah kekacauan itu, dua sosok prajurit es meluncur bak bayangan, melangkah tanpa jejak di atas permukaan salju yang telah membeku kaku.Rendy, yang tengah berlari menyusuri medan yang terselimuti badai, tiba-tiba mengayunkan tubuhnya ke samping. Tepat di saat itulah, sebuah pedang es berkilauan meluncur mendekat, hampir saja menyapu bahunya dengan kecepatan yang mematikan. Udara di sekitar pedang itu bergetar, menampakkan efek membekukan yang menyeramkan pada setiap hal yang disentuhnya."Dekat sekali!" seru Rendy dengan nada terkejut, namun ia tak sempat mengeluh. Dalam satu gerakan refleks, ia memutar badannya dan melayangkan tendangan ke arah bayang-bayang prajurit itu. Namun, tendangannya hanya menyentuh ke
Di balik tirai salju tebal yang menutupi setiap sudut Pegunungan Es Abadi, dunia terlihat seperti lukisan sunyi yang menyimpan keindahan dan kematian sekaligus. Namun, Rendy, dengan tatapan waspada dan langkah yang terukur, tahu bahwa di balik pesona dingin itu tersimpan jebakan mematikan yang dirancang oleh Keluarga Besar Bai. Setiap langkah yang diambilnya terasa bagai melangkah di atas kristal pecah; dingin yang menusuk hingga ke dalam tulang, diiringi oleh ketidakpastian medan yang licin dan berbahaya. Angin kencang menyusup lewat celah-celah antara puncak gunung, mendesis seperti bisikan kematian. Butiran es kecil yang tersapu angin menghantam wajahnya, meninggalkan rasa perih yang membakar, sementara jubah hitamnya menari liar di tengah pusaran salju, kontras dengan hamparan putih yang tak berujung. Rendy menatap sekeliling dengan mata tajam, menyusuri setiap bayangan dan jejak samar yang tertutup salju. Tiba-tiba, ia berhenti. Di bawah langkahnya, ada sebuah bekas jejak yang
Rendy melangkah mantap ke utara, angin dingin menerpa wajahnya, membawa serta butiran salju yang berkilauan di bawah cahaya rembulan. Hembusan napasnya mengepul, seiring dengan tekad yang semakin menguat di dalam dadanya. Ia harus menemui Keluarga Besar Bai secara langsung. Tiga kultivator Bai yang ia biarkan hidup telah menyampaikan pesannya, tetapi ia ragu pesan itu cukup kuat untuk menghentikan mereka."Aku harus memastikan mereka tidak menggangguku saat berhadapan dengan Zhang Wen," gumamnya, kedua matanya menatap lurus ke depan, penuh determinasi.Dalam perjalanannya, Rendy menyadari satu hal: ia telah melewatkan kesempatan menanyakan keberadaan ayahnya kepada Keluarga Xie dan Zhao. Pertarungan sengit dengan mereka telah menyita seluruh perhatiannya, dan kini, hanya Keluarga Besar Bai yang mungkin memiliki jawaban.Pegunungan Es Abadi membentang di hadapannya, rumah bagi Keluarga Besar Bai. Sebuah perkampungan luas tersembunyi di balik lapisan pertahanan berlapis, dengan formasi
Rendy Wang berdiri tegak di antara puing-puing kediaman keluarga Zhao. Angin malam berdesir, membawa aroma debu dan darah yang masih hangat. Kedua pedangnya—Pedang Kabut Darah dan Pedang Penakluk Iblis—berkilauan tajam di bawah cahaya bulan. Di hadapannya, Zhao Tiangxin menatap tajam, jubah patriarknya berkibar ditiup energi qi yang bergetar di sekelilingnya."Naga Perang!" suara Zhao Tiangxin bergema seperti guntur. "Aku akan menunjukkan padamu mengapa aku disebut sebagai Patriark Zhao!"Tangannya terangkat tinggi, telapak tangannya bersinar emas. Dengan satu gerakan sigil tangan, ia menarik energi langit dan bumi. "Formasi Penghancur Langit!"Awan di atas mereka bergolak, berputar membentuk pusaran yang menyedot kekuatan dari sekelilingnya. Udara bergetar, dan dalam sekejap, ratusan tombak qi berwarna emas terbentuk di langit, melayang dengan ujungnya mengarah lurus ke tubuh Rendy.Rendy mengangkat satu alis. "Begitu? Kau pikir formasi ini bisa menghentikanku?"Dengan satu hentakan