Di perbatasan antara Negara Cakrawala dan Negara Khatulistiwa, dua jalur utama menjadi saksi bisu perjalanan para pemberani. Kepulauan Tropis, dengan benteng laut yang tak tergoyahkan, menjadi jalur pertama. Namun, di sisi lain, ada lembah sempit yang hampir dilupakan waktu. Lembah Khatulistiwa itu menjulang dengan tebing-tebing setinggi langit, tanahnya tandus, jalurnya begitu sulit hingga pengawasan diabaikan, seolah medan itu sendiri menjadi penjaga.Namun malam itu, di bawah sorot bulan yang pucat bagai wajah hantu, Rendy, Selina, dan Lucinda menatap lembah tersebut dari atas tebing. Kabut tipis menyelimuti dasar lembah, menambah aura misterius.“Medannya memang berat,” gumam Lucinda, matanya tajam menelusuri rute di depan. “Tapi ini jalan terbaik untuk menyelinap tanpa terdeteksi.”Rendy mendesah, mengencangkan pegangan pada Pedang Elixir di pinggangnya. “Duke Alastair pasti tidak menyangka kita akan mengambil jalur ini. Jika kita cepat, kita bisa sampai ke markasnya sebelum dia
Saat mereka melangkah memasuki hutan tropis Khatulistiwa, suasana berubah drastis. Udara terasa lembap dan hangat, dipenuhi aroma tanah basah dan dedaunan yang rimbun. Burung-burung eksotis berkicau di kejauhan, sementara cahaya matahari yang redup menyelinap melalui celah-celah kanopi hutan.“Wilayah ini indah, tapi juga penuh jebakan,” kata Lucinda sambil memperhatikan jejak-jejak samar di tanah. “Pasukan Alastair pasti tidak jauh dari sini.”Rendy mengangguk, tatapannya tajam. “Kita perlu tempat untuk menyusun strategi. Tidak ada ruang untuk kesalahan.”Mereka menemukan sebuah gua kecil yang tersembunyi di balik semak belukar. Setelah memastikan bahwa tempat itu aman, mereka masuk dan mulai berdiskusi.“Duke Alastair memiliki kekuatan militer dan pasukan kultivator yang tidak bisa diremehkan,” Selina membuka pembicaraan. “Tapi dia juga licik. Jika dia tahu kita datang, dia pasti sudah mempersiapkan jebakan.”“Kita harus mengejutkannya,” tambah Lucinda. “Menurut mata-mata yang aku k
Rendy meninggalkan Benteng Keabadian dengan langkah mantap. Selina dan Lucinda berjalan di sisinya, diam namun waspada. Alastair yang terluka parah tak akan mampu mengejarnya, tetapi kata-kata terakhirnya menggema dalam benak mereka.“Master Qian dari Sekte Bayangan Jiwa…” gumam Selina, wajahnya memancarkan kekhawatiran. “Nama itu sudah lama tidak terdengar, tapi reputasinya seperti bayangan yang terus menghantui.”Lucinda mengangguk. “Sekte Bayangan Jiwa dikenal karena keahlian mereka dalam seni kegelapan. Jika Master Qian benar-benar terlibat, maka ini jauh lebih berbahaya dari yang kita kira.”Rendy berhenti sejenak, memandang ke arah cakrawala yang mulai memerah. “Kita tidak punya pilihan selain menghadapi mereka. Giok Naga Merah ini terlalu berharga untuk jatuh ke tangan orang-orang seperti itu.”“Lalu apa rencanamu?” tanya Lucinda sambil menyilangkan tangan, ekspresinya serius.“Kita harus menemukan lebih banyak informasi tentang Sekte Bayangan Jiwa,” jawab Rendy. “Dan untuk itu
Perjalanan menuju Kepulauan Tropis membawa Rendy, Selina, dan Lucinda melewati lautan berwarna biru kehijauan dan pulau-pulau kecil yang tampak seperti surga tropis. Namun, keindahan ini hanya menjadi latar belakang bagi ketegangan yang terus membangun di antara mereka.Kepulauan Tropis terkenal dengan keindahannya, tetapi juga dengan rahasia gelap yang tersembunyi di dalam hutan lebat dan gua-gua terjal. Di salah satu pulau terpencil, mereka akhirnya menemukan jejak Sekte Bayangan Jiwa.Rendy sempat berpikir untuk minta bantuan Kristin tapi akhirnya diurungkan niatnya karena ia tahu Kristin di masa ini sebenarnya berada di pihak yang mana di masa ini.“Ini bukan markas biasa,” gumam Selina sambil memandang sebuah gua besar yang dihiasi dengan ukiran mistis. Aura gelap memancar dari dalam, membuat udara di sekitarnya terasa berat.“Master Qian sudah menunggumu,” kata Lucinda, menatap Rendy. “Dia pasti tahu kita akan datang.”Rendy mengangguk, menggenggam erat Pedang Elixirnya. “Semaki
Di bawah langit senja yang menyala jingga, Rendy duduk di tepi infinity pool Resort Matahari Senja, menatap Giok Naga Merah di tangannya. Permata itu berkilauan dengan cahaya merah pekat yang tampak hidup, seolah ada sesuatu yang menatap balik dari dalam."Giok ini seperti makhluk hidup," gumam Rendy pada dirinya sendiri, menggenggamnya dengan hati-hati. Aura hangat dan penuh kekuatan mengalir melalui tubuhnya, membawa sensasi yang sulit dijelaskan—kekuatan, tetapi juga ancaman.Lucinda sudah kembali ke istananya, mengemban tugas sebagai Presiden Negara Cakrawala. Selina, seperti biasa, sibuk dengan bisnisnya yang berkembang pesat. Namun, Rendy tahu perjalanan ini adalah miliknya sendiri.Keputusan Rendy sudah bulat. Untuk memahami rahasia Giok Naga Merah, ia harus pergi ke Lembah Roh Kultivator, tempat yang dikatakan memiliki kekuatan spiritual yang tak tertandingi. Lembah ini berada jauh di pegunungan terpencil, sebuah tempat di mana energi Qi murni melimpah, tetapi juga penuh denga
Sosok di balik kabut melangkah maju, perlahan, hingga wajahnya mulai terlihat. Itu adalah seorang pria tua berjubah putih dengan rambut dan janggut panjang berwarna perak. Matanya bercahaya, seperti memandang jauh ke dalam jiwa Rendy. Di tangan kirinya tergenggam tongkat kayu yang dipenuhi ukiran kuno, sedangkan tangan kanannya mengeluarkan energi Qi yang menggetarkan udara di sekitarnya. “Siapa kau?” tanya Rendy, suaranya penuh kehati-hatian namun tetap tegas. Pedang Elixir di tangannya bersinar lembut, bersiap untuk segala kemungkinan. Pria tua itu tersenyum tipis, tetapi senyumnya tidak menghilangkan aura misterius yang mengelilinginya. “Aku hanyalah seorang penjaga. Kau bisa memanggilku Penatua Langit.” “Penjaga apa?” Rendy mengerutkan kening, mencoba membaca gerakan lawannya. "Setahuku sebelumnya tidak ada penjaga di Lembah Roh Kultivator ini." “Penjaga keseimbangan,” jawab Penatua Langit. “Kekuatan yang baru saja kau bangkitkan, Nisan Pedang Spiritual, dan juga Giok Naga Mer
Begitu Rendy kembali dari dimensi Giok Naga Merah, atmosfer di sekitar Lembah Roh Kultivator berubah secara drastis. Langit yang sebelumnya cerah tiba-tiba diselimuti oleh energi Qi yang mendalam dan menggetarkan, seolah alam semesta merespons sesuatu yang monumental. Rendy memegang Giok Naga Merah yang kini berpendar lembut di tangannya. Namun, sebelum ia sempat merenung lebih jauh, Pedang Elixir di punggungnya mulai bergetar hebat, memancarkan cahaya biru cemerlang. Dalam sekejap, dua pancaran cahaya muncul dari horizon yang berbeda, melesat dengan kecepatan luar biasa ke arah Rendy. Pancaran pertama datang dari arah timur. Cahaya keemasan yang memancar membawa aura kuno, penuh dengan simbol dan rune yang berkilauan di udara. Cahaya itu berhenti beberapa meter di depan Rendy, dan dari sana muncul seorang pria muda dengan jubah panjang berwarna biru gelap yang dihiasi dengan simbol rune talisman. “Aku merasa ada panggilan mendalam,” ucap pria itu sambil menatap Rendy dengan mata t
Setelah pelatihan intens bersama Aiden Lee dan Abigail Jones, Rendy terus merenungkan pertanyaan besar yang menggantung di benaknya: jika Aiden dan Abigail adalah Nisan Pedang Spiritual keenam dan ketujuh, lalu siapa pemilik Nisan Pedang Spiritual kelima?Saat malam menjelang di Lembah Roh Kultivator, Rendy duduk termenung di bawah sinar bulan. Energi kuno yang ia rasakan saat menghadapi Duke Alastair kembali terlintas di pikirannya. Itu adalah momen ketika Pedang Elixir tampak lebih hidup, lebih kuat dari sebelumnya. Tetapi tidak ada sosok roh kultivator yang muncul seperti Aiden dan Abigail.“Aiden, Abigail,” panggilnya, memecah kesunyian. “Aku merasa sesuatu yang aneh. Nisan Pedang Spiritual kelima… aku tidak pernah benar-benar melihat siapa pemiliknya. Apa kalian tahu sesuatu tentang ini?”Abigail dan Aiden saling pandang sebelum akhirnya Aiden menjawab dengan hati-hati. “Nisan Pedang Spiritual kelima tidak seperti kami, Rendy. Tidak semua Nisan berbentuk roh kultivator yang terwu
Clara menatap tajam ke arah Rendy, matanya menyala dengan amarah yang tak tertahankan. "Jangan kau kira tindakanmu ini akan mengubah kebencianku padamu!" suaranya dingin, nyaris menggigit, tanpa sedikit pun nada terima kasih.Rendy menghela napas panjang, mencoba memahami kekerasan hati Clara. Wajahnya dipenuhi kebingungan, tetapi suaranya tetap tenang. "Aku terus mencarimu, Clara! Buat apa aku membunuhmu? Apa untungnya bagiku?" katanya, menatapnya lekat-lekat, mencari celah di balik tatapan penuh kebencian itu.Clara menyilangkan tangan di dadanya, dagunya sedikit terangkat, menegaskan keangkuhannya. "Aku tidak percaya padamu! Aku datang untuk memperingatimu. Berhenti mencari Kekuatan Tertinggi, atau kami akan menghancurkanmu!" suaranya bergetar, bukan karena takut, melainkan karena tekad yang membaja.Rendy mengernyit. "Kekuatan Tertinggi? Apakah organisasi itu yang membuatmu membenci aku?" tanyanya, mencoba menelisik lebih dalam.Clara tak menjawab. Dengan santai, ia melangkah ke b
Rendy menatap tubuh wanita yang berdiri di tengah kekacauan Klub Red Lotus. Gaun merahnya berkibar pelan, seolah ikut menari bersama cahaya lampu temaram yang berpendar di langit-langit. Aroma alkohol, asap rokok, dan keringat bercampur menjadi satu dalam udara yang berat. Mata Rendy menyipit, mengamati siluet wanita itu."Kenapa aku merasa mengenalnya?" pikirnya, langkahnya perlahan mendekat."Nona, ada masalah apa sampai kamu mengacau di Klub Red Lotus ini?" tanyanya dengan suara tenang namun penuh kewaspadaan.Plok! Plok! Plok!Tepukan tangan menggema, menggantikan hiruk-pikuk yang sempat mereda. Wanita bergaun merah itu tetap membelakanginya, tubuhnya tegak, aura misterius menguar dari setiap gerakannya."Apa kita perlu memanggil bantuan, Tuan Muda?" suara manager klub terdengar penuh kehati-hatian."Tidak perlu! Aku bisa mengatasinya sendiri!" Rendy menjawab, tetap melangkah maju.Sebuah tawa kecil menggema, renyah namun menusuk."Hihihi ... selamat datang, Jendral Wang!"Suara i
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan di pintu menggema di dalam ruangan, menginterupsi atmosfer hangat yang tercipta antara Rendy dan Jessy. Rendy yang duduk di sofa menoleh dengan malas, sementara Jessy menghela napas panjang, kesal karena momennya terganggu."Siapa?" tanya Jessy, suaranya tajam, penuh ketidaksabaran.Pintu terbuka sedikit, memperlihatkan wajah pucat seorang pria berseragam hitam. Ia adalah manager klub, tampak gelisah, peluh mulai bercucuran di pelipisnya."Gawat, Chief! Ada sedikit masalah di Klub!" katanya dengan suara bergetar. Matanya sekilas melirik ke arah Rendy, lalu cepat-cepat menunduk saat melihat ekspresi tajam pria yang dikenal sebagai Naga Perang—sosok legendaris di dunia gelap Khatulistiwa.Jessy melipat tangan di dadanya, wajahnya penuh kejengkelan. "Masalah kecil saja tidak bisa kamu tangani! Bagaimana kamu bisa mempertahankan jabatanmu?"Seakan darahnya terkuras, wajah manager itu semakin pucat. Ia menelan ludah, tidak berani menatap Jessy."Apa yang terjad
Dalam keheningan yang hanya diisi suara dengungan komputer, Jessy menatap layar dengan penuh konsentrasi. Cahaya biru dari monitor memantul di wajahnya yang tegang, memperlihatkan garis-garis kelelahan yang tersembunyi di balik sorot matanya yang tajam. Jari-jarinya menari di atas keyboard, sesekali berhenti untuk meneliti setiap baris kode dengan seksama. Rendy berdiri di belakangnya, tubuhnya tegang seperti kawat yang ditarik kencang, matanya tak berkedip menatap layar holografik yang terus berubah di hadapan mereka."Aku menemukannya," bisik Jessy, suaranya bergetar oleh ketegangan yang nyaris tak tertahankan. "Ada lokasi yang tersembunyi dalam sistem mereka... Ini bukan sekadar markas biasa, Ketua. Ini pusat dari segalanya."Rendy mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Ada api yang menyala di matanya, kemarahan yang selama ini ia pendam akhirnya menemukan bentuknya. "Di situlah ibuku disekap?" tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar.Jessy menoleh padanya, menatap dalam-dal
Di balik kerlip lampu dan gemerlap modernitas Red Lotus Club and Resort, Rendy melangkah dengan penuh ketegasan, namun di balik mata dinginnya tersimpan segudang kenangan. Di tengah kekacauan hidupnya—konflik dengan Cindy dan keputusannya untuk mencari kebenaran tentang ibunya—hanya satu hal yang selalu ia rindukan yaitu kehadiran Jessy Liu.Jessy, wanita yang telah lama menjadi bagian dari hidupnya, kini duduk di sebuah ruangan rahasia di balik dinding resort yang mewah. Di sana, di antara deretan monitor dan kode-kode digital yang menari, ia mungkin bisa menyusun petunjuk-petunjuk yang akan membongkar rahasia Kekuatan Tertinggi. Setiap detik tanpa Rendy terasa begitu lama baginya. Rindu yang selama ini tersembunyi di balik ketenangan profesional kini terpancar jelas saat ia melihat pintu terbuka perlahan."Ketua," panggilnya dengan nada lembut penuh harap, suaranya seakan melunakkan segala kegamangan. Saat Rendy melangkah mendekat, hatinya sejenak luluh oleh kehadiran wanita yang ta
Rendy tidak lagi menghiraukan Vera Huang. Wanita itu baginya bukan lagi seorang mertua, melainkan hanya semut yang bisa ia injak kapan saja jika ia mau. Matanya menatap kosong ke depan, tapi pikirannya dipenuhi kemarahan yang mendidih. Hatinya telah beku. Jika Cindy lebih memilih ibunya, maka ia akan pergi—mereka akan bercerai. Sesederhana itu."Masih ada hal yang lebih penting daripada mengurusi seorang mertua yang tidak berarti!" gumamnya, suara rendahnya nyaris seperti geraman. "Aku harus mencari tahu di mana ibuku yang ditahan oleh Kekuatan Tertinggi."Ia melangkah menuju gudang garasi, membuka pintu dengan sedikit tenaga. Derit engsel yang berkarat memenuhi udara, menyambutnya dengan suasana yang muram. Di dalam, skuter bututnya masih berdiri dengan setia, lapisan debu tipis menyelimutinya. Tanpa ragu, ia menyalakan mesin tua itu, suara bisingnya langsung menggema di seantero garasi.Baru saja ia hendak memutar gas, suara langkah kaki yang terburu-buru menghentikannya."Ren...!"
Vera menggertakkan giginya, rahangnya mengeras sementara napasnya memburu. Matanya menyala penuh kebencian, seperti bara api yang siap melalap habis apa pun di hadapannya. Dengan suara yang lebih tajam dari pisau belati, ia berdesis, "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi! Huang Corporation tidak akan runtuh hanya karena seorang pria yang dulu kupandang sebelah mata! Kau bukan Naga Perang... Semua ini hanya kebetulan belaka."Rendy tetap berdiri dengan tenang, sikapnya tegap bagai gunung yang tak tergoyahkan oleh badai. Sorot matanya dingin, penuh ketegasan yang tak terbantahkan. "Sudah kubilang, Vera, ini baru permulaan. Kau pikir aku akan berhenti di sini? Tidak. Aku akan memastikan kau merasakan kehancuran yang lebih menyakitkan daripada sekadar kehilangan investasi. Kau telah mempermainkan hidupku, dan sekarang, aku yang akan menentukan nasibmu."Wajahnya yang dulu dikenal lemah lembut kini menampakkan ketegasan yang mengerikan. Rendy bukan lagi pria yang bisa diabaikan begitu saj
Di tengah ruangan yang remang, bayangan senja menari di dinding-dinding mewah, Vera mengeluarkan dengusan penuh ejekan. Matanya yang tajam dan dingin menembus kegelapan, seolah memancarkan bara amarah. Dengan suara yang menyeruak, ia mencaci,"Menolak? Hah! Kamu pikir dirimu siapa? Hanya seorang pecundang yang bahkan tidak mampu membeli dasi layak, berani menantangku!"Rendy, berdiri tegap bagaikan patung besi di tengah badai, menatap balik tanpa setitik ragu. Tatapannya yang tajam dan dingin menantang, seolah berkata bahwa ia telah lelah menjadi korban hinaan. Suaranya rendah namun menggema dengan kepastian, "Aku sudah muak dipandang rendah. Jika aku mengaku sebagai Naga Perang, maka aku memang Naga Perang! Dan jika kau memaksaku menceraikan Cindy demi keuntunganmu sendiri, kau akan merasakan penyesalan yang meendalam!"Rendy sudah habis kesabaran dengan sikap arogan Vera yang selalu menghinanya.Tawa sinis Vera pecah, melayang ke udara seperti asap pahit, "Oh, jadi sekarang kau meng
HA-HA-HA ...!!!Tawa itu meledak di udara, menggetarkan ruangan dengan gaungnya yang menusuk telinga. Vera Huang menepuk-nepuk pahanya, seolah ucapan yang baru didengarnya adalah lelucon paling konyol yang pernah ada."Ha-ha-ha! Astaga, Rendy! Aku tahu kamu ini miskin dan tidak berguna, tapi aku sungguh tidak menyangka kamu juga pintar membual!" katanya dengan nada mengejek, matanya menyipit penuh penghinaan.Rendy mengepalkan tangan, kuku-kukunya hampir menembus kulit telapak tangannya sendiri. Napasnya berat, dadanya naik turun dengan penuh amarah. "Aku tidak berbohong! Aku memang Naga Perang yang akan menarik seluruh investasi Wang Industries dari Huang Corporation! Aku sudah muak hidup seperti ini, tanpa kejelasan dan tanpa harga diri!" suaranya bergetar, bukan karena ketakutan, tapi karena tekad yang sudah tak bisa dibendung lagi"Mentang-mentang nama margamu sama dengan nama perusahaan Grade A, terus kamu klaim kalau itu perusahaanmu? Hah! Sungguh lucu dan tak masuk akal!" sind