Home / Urban / Kebangkitan Naga Perang / 33. Rencana Licik Sang Ilahi

Share

33. Rencana Licik Sang Ilahi

Author: Zhu Phi
last update Last Updated: 2024-09-03 12:39:05

Dalam satu gerakan cepat, Naga Perang berputar dan menjepit ketiga pisau terbang di antara jari-jarinya, seolah-olah waktu berhenti sesaat. Pisau-pisau itu berkilau tajam, siap untuk menebas apa saja yang menghalangi, namun tidak sedikit pun melukai tangan Rendy. Teknik ini sangat berbahaya—salah sedikit saja, jari-jari Rendy bisa putus.

Dengan gerakan halus namun penuh tenaga, Naga Perang melemparkan kembali pisau-pisau itu ke arah pemiliknya, seorang wanita yang menyamar sebagai pelayan. Wanita itu tersentak, segera menghindar, dan pisau-pisau itu menancap dalam di pintu kamar, menciptakan suara dentingan yang memecah keheningan.

“Siapa kau? Kenapa ingin membunuhku?” suara Rendy terdengar dingin, matanya menyipit menatap wanita itu.

“Hihihi… ternyata Naga Perang memang sepadan dengan ceritanya,” jawab wanita itu, menanggalkan pakaian pelayannya. Saat itulah, wajah aslinya terungkap—cantik dan mempesona, terbungkus pakaian ketat berwarna hitam yang menonjolkan setiap lekuk tubuhny
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Kebangkitan Naga Perang   34. Teknik Jarum Sembilan Naga Sakti

    Rendy berdiri di ambang pintu kamar Renata, tubuhnya terpaku di tempat. Di hadapannya, gadis remaja itu tertidur dengan damai, tidak menyadari ancaman yang bersembunyi di balik keheningan. Wajahnya tampak begitu rapuh di bawah cahaya remang-remang, seolah hanya seutas benang yang menahan hidupnya dari kehancuran. Napas Rendy terjebak di tenggorokannya .... waktu terasa seperti berjalan terlalu cepat, setiap detik yang berlalu membawa mereka semakin dekat pada kehancuran.Dengan langkah yang tenang namun tegang, Rendy mendekati tempat tidur Renata. Tangannya gemetar saat menyentuh pergelangan tangan gadis itu, merasakan denyut nadinya yang lemah namun stabil. Namun, di bawah permukaan kulit yang halus itu, dia bisa merasakan energi asing yang berbahaya, seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja."Renata..." bisiknya pelan, meskipun dia tahu gadis itu tidak bisa mendengarnya. "Maafkan aku, tapi aku harus melakukan ini."Jarum-jarum perak yang tersimpan di balik jubahnya terasa ding

    Last Updated : 2024-09-04
  • Kebangkitan Naga Perang   35. Janji Masa Lalu

    Renata memandangi hamparan Pegunungan Andesia yang hijau membentang di depan matanya. Udara sejuk berembus pelan, membawa aroma segar dari pinus yang tumbuh subur di lereng-lereng bukit. Di kejauhan, puncak-puncak gunung berdiri kokoh, diselimuti kabut tipis yang mengapung seperti selendang sutra. Suara gemericik air sungai yang mengalir di lembah menambah kesyahduan suasana, seolah alam sendiri tengah berbisik menenangkannya.Namun, keindahan alam yang menenangkan itu tak mampu meredakan gejolak di hati Renata. Di tengah ketenangan yang ditawarkan oleh Pegunungan Andesia, pikirannya dipenuhi dengan kenangan tentang Naga Perang. Janji yang diucapkannya bertahun-tahun lalu kini terasa begitu jauh, bagai gema dari masa lalu yang tak bisa lagi disentuh.Loksa berdiri di dekatnya, memandangi Renata dengan khawatir. Dia tahu betapa pentingnya masa lalu itu bagi Renata, dan bagaimana janji yang dulu diucapkan Naga Perang masih menghantui pikirannya.“Nona Zhang!” Suara Loksa memecah kehenin

    Last Updated : 2024-09-04
  • Kebangkitan Naga Perang   36. Elemental Naga Keempat

    Kepulauan Tropis di sisi timur Khatulistiwa merupakan pulau yang sangat strategis dan merupakan jantung pertahanan yang sangat penting bagi Khatulistiwa. Uniknya setengah pulau ini berada di Negeri Cakrawala yang merupakan negeri adi daya yang selalu mengancam kedaulatan Khatulistiwa.Negeri Cakrawala sudah berulang kali berusaha memiliki Kepulauan Tropis seutuhnya karena di pulau ini terkandung tambang yang bernilai tinggi dan akan bertahan untuk ratusan tahun apabila diolah dengan baik dan benar. Justru tambang yang bernilai tinggi berada di bagian Negeri Khatulistiwa sehingga penjagaan terhadap perbatasan ini sangat penting untuk melindungi hasil tambang yang bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat.Pemimpin di Kepulauan Tropis ini merupakan pemimpin yang berdedikasi tinggi karena harus membawahi armada kapal perang yang menjaga perairan perbatasan ini selain armada darat seperti Tank dan ribuan prajurit.Kristin Chen berdiri tegak di garis depan pertahanan Negeri Khatulistiwa di

    Last Updated : 2024-09-04
  • Kebangkitan Naga Perang   37. Perbatasan Mengerikan

    Perbatasan Selatan Khatulistiwa berbatasan dengan Negeri Malam karena negeri ini selalu dilanda kegelapan. Tidak ada matahari yang bersinar di negeri ini sehingga penduduk di Negeri Malam rata-rata berwajah pucat pasi dan bermata merah menyala. Sosok mereka mirip vampir atau dracula yang sering dipertontonkan di televisi maupun bioskop, bahkan kekejaman penduduk Negeri Malam jauh lebih mengerikan karena mereka tidak segan-segan melenyapkan pendatang yang berani memasuki wilayah mereka.Presiden Negeri Khatulistiwa menganggap Negeri Malam sebagai ancaman besar bagi Negeri Khatulistiwa sehingga merasa perlu untuk menjaga perbatasan darat yang penuh dengan berbagai jebakan ini. Namun, yang tidak diketahui presiden adalah kalau rakyat Negeri Malam tidak mampu menyeberang ke Khatulistiwa saat matahari terik karena kulit mereka akan mengelupas dan terbakar oleh sengatan sinar matahari.Presiden Sebastian Zhu merasakan bahaya dengan munculnya anak muda berbakat seperti Rendy Wang yang begitu

    Last Updated : 2024-09-04
  • Kebangkitan Naga Perang   38. Negeri Malam

    Rendy menghela napas panjang, mencoba menenangkan detak jantung yang masih menggila setelah pertempuran tadi. Kegelapan di sekelilingnya masih terasa padat, seperti kabut hitam yang menyesakkan. Namun, mereka tidak bisa berhenti. Di depan, jauh di tengah Negeri Malam, masih banyak yang menunggu—bahaya yang bahkan lebih besar dari makhluk yang baru saja mereka hadapi."Kita bergerak sekarang," ujarnya datar, suara tegas itu menggelegar di antara pasukannya yang sudah kelelahan. "Kita belum keluar dari neraka ini."Prajurit yang masih tersisa berdiri, meski terlihat ringkih, mereka tidak punya pilihan selain mengikuti Rendy. Langkah demi langkah, mereka memasuki bagian terdalam Negeri Malam. Udara di sini lebih dingin, begitu menusuk hingga terasa seperti tangan-tangan es yang mencengkeram kulit mereka."Sesuatu mengawasi kita," gumam salah seorang prajurit di belakang. Matanya terus melirik ke arah bayang-bayang yang tampaknya bergerak dalam kegelapan.Rendy mengangkat tangan, menghent

    Last Updated : 2024-09-05
  • Kebangkitan Naga Perang   39. Makhluk Kegelapan

    Rendy tidak menjawab, tetapi isyaratkan agar mereka tetap waspada. Di kejauhan, samar-samar terlihat bangunan besar, seperti kastil tua yang menjulang di tengah-tengah Negeri Malam. Dinding-dindingnya retak, dihiasi lumut hitam dan tanaman merambat yang menyerupai urat nadi yang berdenyut. Seolah kastil itu hidup, menanti tamu tak diundang dengan tawa jahat."Kita harus cari jalan masuk," gumam Rendy lebih pada dirinya sendiri. Senapan bayonetnya terasa lebih berat dari biasanya, tetapi dia tetap menggenggamnya erat. "Ayo, kita maju."Mereka merapat ke kastil, langkah mereka pelan dan berhati-hati. Di sekeliling, suara erangan samar-samar terdengar, seperti angin yang berbisik atau makhluk yang menggeram dari sudut-sudut gelap.“Berhenti!” suara tajam terdengar dari samping, membuat Rendy dan pasukannya berhenti mendadak.Dari kegelapan, muncul sosok tinggi, kurus dengan jubah hitam lusuh yang menyeret di tanah. Matanya merah menyala seperti bara api, wajahnya pucat seperti mayat hidu

    Last Updated : 2024-09-05
  • Kebangkitan Naga Perang   40. Makhluk Bersayap

    Makhluk itu mendarat di hadapan mereka, sayapnya mengembang seperti jaring hitam yang menghalangi jalan keluar. Tingginya hampir tiga meter, tubuhnya dipenuhi sisik-sisik keras yang mengilap di bawah cahaya redup. Mata merahnya bersinar ganas, dan taring panjangnya menyeringai, memperlihatkan niat pembunuhan yang jelas.“Kalian datang ke tempat yang salah, manusia!” raungnya, suaranya bergemuruh di seluruh lorong.Rendy tidak menunggu lebih lama. Dia menarik pelatuk, peluru melesat menembus udara dan mengenai sayap makhluk itu, tetapi seperti sebelumnya, tidak banyak efek. Bayonetnya bersiap di tangan, senjata itu kini menjadi pilihan terbaik untuk bertarung jarak dekat.Makhluk itu melompat ke depan dengan kecepatan yang tak terduga. Rendy berlari ke samping, menghindari cengkeraman besar yang mencoba menghantamnya. Dia menyerang balik dengan bayonet, memotong sisi tubuh makhluk itu, tetapi seperti batu, sisik-sisiknya begitu keras hingga hanya menimbulkan percikan.“Kita butuh cara

    Last Updated : 2024-09-05
  • Kebangkitan Naga Perang   41. Penguasa Negeri Malam

    Sosoknya begitu tinggi dan ramping, kulitnya pucat hampir transparan, dengan mata merah menyala yang berkilat tajam di bawah tudung hitamnya. Taring-taring panjang yang menjulang dari bibirnya membuatnya tampak seperti monster dari legenda gelap, tapi ada sesuatu yang lebih mengerikan dari sekadar penampilan fisiknya: auranya. Kegelapan yang menyelubungi ruangan terasa hidup, mengalir dari dirinya, menekan setiap sudut."Rendy Wang... akhirnya kau tiba," suara Drakuleton terdengar berat dan bergaung, seolah keluar dari kedalaman neraka itu sendiri. “Sudah lama aku menunggumu.”Rendy menatapnya dengan tatapan tajam, tangan masih erat menggenggam senapannya. “Tahu dari mana Kau namaku? Kau tahu kenapa aku di sini. Perang ini harus diakhiri.”Drakuleton tertawa pelan, suaranya seperti suara ribuan jiwa yang menjerit. “Aku selalu mengamati manusia yang berbakat. Manusia lemah selalu berpikir bisa mengakhiri kegelapan. Tapi kegelapan... selalu ada di mana-mana, bahkan di dalam hatimu sendi

    Last Updated : 2024-09-06

Latest chapter

  • Kebangkitan Naga Perang   513. Segel Jiwa

    Azerith terdorong mundur, wajahnya kini lebih menyerupai bayangan iblis daripada manusia. Dengan tatapan penuh amarah dan kebencian, ia memutar tubuhnya. Pedang Iblis Merah ditebaskan dalam gerakan spiral yang nyaris mustahil ditangkap mata telanjang. Setiap sabetan memotong udara, menciptakan bilah-bilah energi merah gelap yang melesat seperti anak panah roh—menyasar bukan tubuh, tapi langsung pada jiwa.Namun, Rendy tak mundur.Dengan satu putaran cepat, Pedang Kabut Darah menyapu seluruh bilah serangan. Dalam sekejap, tercipta pusaran merah-putih yang menghisap dan membelokkan serangan itu, meledakkannya menjadi hujan cahaya yang luruh ke tanah seperti bintang jatuh yang kehabisan nyala.Azerith tertegun. Napasnya berat, jiwanya tergerus perlahan.Rendy berdiri di tengah pusaran cahaya yang perlahan mereda, tubuhnya luka namun tak gentar. Ia menatap lawannya—mata yang tak lagi menyimpan rasa benci, hanya keteguhan.“Aku tidak akan melawan kutukanmu dengan sihir,” gumamnya pelan namu

  • Kebangkitan Naga Perang   512. Pedang Iblis Merah Azerith

    Angin terhenti begitu saja, seperti makhluk hidup yang menahan napas. Debu menggantung di udara, tak sempat jatuh. Waktu—biasanya tak terbendung—kini seperti dipaksa berhenti, membeku dalam ketegangan yang mencekam.Dari balik semburan cahaya yang menyilaukan mata, dan langit yang retak seperti kaca dihantam palu raksasa, dua sosok berdiri. Tak sempurna. Tak utuh. Namun masih tegak—meski dunia seolah menolak keberadaan mereka.Rendy terhuyung, nafasnya tersengal seolah paru-parunya terbakar dari dalam. Darah mengalir dari pelipis dan sudut bibirnya, menggurat merah pekat di wajah yang dipenuhi luka dan debu pertempuran. Namun, cahaya merah menyala di sekeliling tubuhnya, tak padam sedikit pun. Justru semakin membara.Aura naga itu bukan lagi sekadar energi—ia menjadi bagian dari dirinya. Sisik merah menyala terbentuk dari cahaya murni, mengilap seperti batu rubi. Tanduk melengkung memanjang dari pelipisnya, sementara sayap raksasa perlahan mekar dari punggungnya, mengepak pelan seperti

  • Kebangkitan Naga Perang   511. Pertarungan Negeri Malam - II

    “Jangan menyerah!” Suara itu meluncur membelah senyap, nyaring dan penuh nyawa. Gaungnya memantul di tebing-tebing gelap Negeri Malam, menghentak dada siapa pun yang mendengarnya. Tegas. Tak tergoyahkan. “Kekuatan mereka memang besar… tapi bukan tak terbatas! Jika kita mampu bertahan, maka mereka akan tumbang—oleh kesombongan dan kekuatan mereka sendiri!”Laras berdiri terpaku. Nafasnya berat, terseret di antara angin dingin dan aroma darah yang menggantung di udara. Kepalanya menunduk perlahan, bayangan luka dan kehilangan berkecamuk di matanya. Dengan gerakan lirih, ia membuka payung ungu kesayangannya—gerakan kecil yang mengandung ribuan kutukan.“Ini sudah melewati batas…” ucapnya, suara nyaris tak lebih dari bisikan yang terbawa angin. Lalu, dengan ketenangan yang menakutkan, ia menancapkan payung itu ke tanah.KRAAAK ...Begitu ujung payung menyentuh tanah, suara retakan halus terdengar—seolah bumi sendiri merintih. Aura ungu merembes keluar dari celah tanah, melilit udara sepert

  • Kebangkitan Naga Perang   510. Pertarungan Negeri Malam

    Langit Negeri Malam seakan telah robek.Azerith melesat keluar dari kawah api yang ia ciptakan sendiri. Tubuhnya diselimuti aura hitam pekat, berkilauan seperti logam cair yang mendidih. Sayap iblis terbuka lebar di punggungnya—bukan sayap biasa, tapi sayap yang terbuat dari bayangan penderitaan ribuan jiwa. Di belakangnya, dua mata raksasa tanpa kelopak muncul di langit, menatap ke segala arah.“Rendy…” suara Azerith menggema seperti jeritan dari dasar neraka, “Aku sudah mati... berkali-kali... untuk negeri ini. Tapi ayah kami—ayahku—dibunuh olehmu. Kau dan ambisimu untuk perdamaian, hanya menyisakan pembantaian!”Rendy tak menjawab. Sorot matanya tajam, dan api merah dari Pedang Kabut Darah makin membara. Aura spiritual di sekeliling tubuhnya membentuk cincin cahaya merah tua yang berdenyut seirama dengan detak jantungnya.“Kau ingin kebenaran, Azerith?” seru Rendy, melayang perlahan maju. “Bukankah aku sudah bilang kalau ayahmu ingin menghancurkan dunia dan bersekutu dengann kekuata

  • Kebangkitan Naga Perang   509. Kehebatan Empat Penjuru Angin

    Tak jauh dari situ, Lintang mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi. Tongkat itu memancarkan cahaya biru langit, lalu menyala terang seperti bintang meledak.“Wahai semesta! Beri aku kekuatan!”Lintang menghentak tanah dengan ujung tongkat. Seketika, dari bawah tanah muncul jaring akar-akar bercahaya yang menjulur dan menyambar para prajurit tanpa jiwa, menarik mereka masuk ke dalam bumi yang menganga. Suara jeritan mengerikan bergema ketika tubuh-tubuh itu ditelan tanah.Tiga prajurit melompat dari sisi kanan—Lintang memutar tongkatnya, mengubahnya menjadi cambuk cahaya. Dengan gerakan cepat dan presisi, cambuk itu membelit leher dan tangan lawan-lawannya, lalu ditarik ke satu arah hingga mereka saling bertabrakan dan meledak menjadi abu.*****Dari atas reruntuhan, melayanglah Lily, gaunnya mengepak, kipas giok di tangan kanannya terbuka perlahan.“Jangan meremehkan kelembutan…”Ia mengibaskan kipas sekali. Angin yang keluar bukan sekadar angin—ia adalah gelombang serangan berbentuk kelo

  • Kebangkitan Naga Perang   508. Kekuatan Naga Perang

    Rendy tak bergeming. Ia melangkah ke depan, dan setiap langkahnya seperti membangunkan tanah yang tertidur. Aura panas merambat dari tubuhnya, membuat udara di sekitarnya bergetar samar. Lalu, suara hatinya menggema—keras, tegas, mengguncang lebih dari sekadar suara.“Aku tidak takut pada mereka!” serunya, dan dalam sekejap, tubuhnya diselimuti oleh cahaya merah yang membakar. Dari balik punggung dan dadanya, muncul siluet seekor naga—merah membara, melingkar seperti pusaran petir yang hendak menerkam. Matanya menyala, dan setiap sisiknya memantulkan kilatan kekuatan purba.Lintang membeku. Matanya membelalak tak percaya. Di sebelahnya, Laras mundur satu langkah, tubuhnya bergetar hebat.“Mustahil…” bisiknya dengan suara tercekat. “Ras Naga sudah punah… jutaan tahun yang lalu…”Rendy menatap lurus ke mata Azerith. Tak ada keraguan. Tak ada gentar. Hanya kepercayaan yang tak tergoyahkan.“Ini bukan tentang balas dendam,” katanya pelan, namun suaranya mengandung kekuatan yang tak bisa di

  • Kebangkitan Naga Perang   507. Rahasia Keluarga Tanoto

    Kilatan petir terakhir mencabik langit, menyambar reruntuhan yang hangus di belakang Azerith. Sekilas, cahaya itu memahat siluet sosoknya yang menjulang tinggi, berdiri laksana dewa penghancur dengan pedang terangkat ke langit. Dari bilah senjata itu, lidah-lidah api neraka melompat liar, memekik dalam nyala yang bukan hanya membakar udara, tapi juga jiwa. Tangisan lirih bergema dari logamnya—jeritan ribuan roh yang terperangkap di dalam, merintih antara harapan akan kebebasan… atau kehancuran abadi.Sheila tersentak. Tumitnya bergeser ke belakang, satu langkah kecil yang nyaris tak terdengar. Bukan ketakutan yang membuatnya mundur, tapi sesuatu yang lebih kompleks—kesadaran akan kekuatan yang berdiri di hadapannya.“Rendy…” bisiknya, tangan refleks terangkat. Tapi sebelum ia bergerak lebih jauh, sebuah tangan menggenggam pergelangannya.“Jangan,” ujar Rendy pelan, suaranya rendah tapi tegas, nyaris seperti bisikan petir sebelum badai.Tatapannya tertuju penuh pada Azerith, dan di mata

  • Kebangkitan Naga Perang   506. Satria Tanpa Jiwa

    Azerith melangkah maju, jubahnya berkibar perlahan seiring gerakannya. Suhu ruangan turun drastis. Nafas menjadi uap putih.“Itu semua hanya... umpan. Seleksi alam, Sheila. Dunia Bawah tidak butuh simpati. Ia menuntut kekuatan. Yang lemah... hilang. Yang kuat... bertahan. Itu hukum satu-satunya di sini.”Ia berhenti tepat di depan Sheila. Mereka hanya dipisahkan oleh helai napas.“Tapi kau... masih terlalu naif untuk mengerti.”Sheila menggertakkan gigi, menahan amarah. Tapi matanya tidak berpaling.“Kau bukan Tuhan, Azerith. Dan aku di sini... untuk menjatuhkan dewa palsu.”Langkah Rendy menggema di antara debu dan reruntuhan menara tua. Bayangan dari nyala obor menari di wajahnya yang tegang, rahangnya mengeras. Matanya tajam, penuh kemarahan yang tak bisa lagi ditahan.“Kau menyebut kehancuran sebagai seleksi?” suaranya memotong keheningan seperti kilatan petir. “Kau buang anak-anak, wanita, dan turis tak berdosa hanya untuk eksperimen sosial?”Angin mendesis, membawa aroma tanah ba

  • Kebangkitan Naga Perang   505. Azerith - Pewaris Negeri Malam

    Dua malam telah berlalu sejak aliansi antara Rendy dan Sheila terbentuk—sebuah kesepakatan rapuh yang ditandai dengan percikan api kebencian masa lalu dan bara tekad akan pembalasan. Malam ini, langit Negeri Malam tampak lebih kelam dari biasanya, seolah bintang pun enggan menatap apa yang akan terjadi.Delapan sosok berdiri tegak di pelataran batu obsidian di depan Menara Tanpa Bayangan—bangunan menjulang dengan dinding berkilau hitam pekat yang tampak hidup, berdenyut halus seperti nadi monster kuno yang sedang tertidur. Cahaya bulan pun lenyap begitu menyentuh permukaannya, seakan tertelan oleh lapisan spiritual yang tak mengenal pantulan.Rendy berdiri paling depan. Nafasnya terlihat dalam kepulan dingin malam, tapi keringat hangat membasahi tengkuknya. Di sisinya, Sheila tampak tenang, namun sorot matanya tajam seperti bilah belati yang disembunyikan di balik senyuman.Empat Penjuru Angin mengitari mereka dalam formasi setengah lingkaran, menjaga dua orang di belakang: para saksi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status