"Bagus, Tuan Muda," Katrin berkata dengan napas yang sedikit memburu. "Kau mulai memahami esensi dari pertarungan ini. Tapi ingat, pertarungan sejati tidak pernah memberi kesempatan untuk berpikir ulang. Semua harus cepat."Rendy memandang Katrin, peluh mengalir di dahinya, tapi matanya menyala penuh determinasi. "Aku siap," katanya dengan suara mantap, mengangkat Pedang Guang Yu sekali lagi.Walaupun Rendy merasa aneh dengan kekuatan Katrin sebagai praktisi bela diri, ia tetap meladeni keinginan Katrin.Katrin tersenyum tipis, melangkah maju. "Kita lihat seberapa jauh kau bisa melangkah, Tuan Muda."Pertarungan itu berlanjut, setiap gerakan, serangan, dan strategi menjadi lebih intens. Suara dentingan pedang dan gemuruh energi memenuhi arena, menciptakan pemandangan epik yang membuat setiap saksi terdiam dalam kekaguman. Di balik semua itu, Rendy tahu, ini bukan sekadar latihan—ini adalah langkahnya menuju takdir sebagai Naga Perang yang sesungguhnya.Ketegangan di arena semakin memu
Lorong ruangan itu dipenuhi bayangan redup dari lentera-lentera antik yang menggantung di sepanjang dinding, menerangi percakapan antara Katrin dan Rendy dengan cahaya keemasan yang lembut. Udara di sekitar mereka terasa sedikit hangat, bercampur dengan aroma kayu yang terbakar pelan dari lentera-lentera tersebut. Katrin memandang Rendy dengan alis yang sedikit terangkat, senyum tipis di wajahnya."Tuan Besar Zhang ingin bertemu dengan Tuan Muda," katanya, nada suaranya dingin namun terkontrol, seperti orang yang menyampaikan pesan penting tanpa memperlihatkan emosi.Rendy menghela napas dalam, tangannya meraba permukaan pedang spiritual Guang Yu di punggungnya, seperti mencari pegangan pada sesuatu yang nyata di tengah kekacauan pikirannya. Namun, yang pertama kali keluar dari mulutnya bukanlah jawaban untuk permintaan Tuan Besar Zhang."Apa ada karyawan bernama Jessy Liu di Dragon Sky Group?" tanyanya tiba-tiba. Suaranya terdengar ragu, namun tatapan matanya tajam, seakan menggali j
Rendy memasuki ruangan besar di lantai paling atas Dragon Sky Tower. Dinding kaca yang mengelilingi ruangan itu memamerkan pemandangan kota Khatulistiwa yang gemerlap di malam hari. Lampu-lampu neon dari gedung-gedung tinggi membentuk pola seperti sungai bercahaya yang mengalir di tengah hutan beton. Aroma kayu cendana samar-samar memenuhi ruangan, bercampur dengan udara dingin dari pendingin ruangan yang menyentuh kulitnya.Di tengah ruangan, sebuah meja panjang dari kayu eboni berdiri megah, dan di belakangnya duduk Zhang Wei, pria paruh baya dengan rambut abu-abu yang disisir rapi ke belakang. Matanya yang tajam seperti elang mengawasi Rendy dengan penuh perhitungan. Wajahnya tanpa senyuman, tapi penuh dengan kharisma seorang pemimpin. Tangannya terlipat di atas meja, jarinya mengetuk-ngetuk permukaan kayu, menciptakan ritme pelan yang terasa seperti menghitung detik menuju ketegangan berikutnya.Rendy berdiri tegap, namun sorot matanya dingin dan penuh kehati-hatian. Setiap langka
Rendy yang keluar dari gedung Dragon Sky Tower memutuskan untuk mengunjungi Elemental Naganya saatu persatu. Orang pertama yang ingin dikunjunginya adalah Clarissa Tan karena ia penasaran dengan Klan Assassin War yang tadinya ingin diselidikinya."Seharusnya Clarissa Tan menjadi pemimpin The Shadow, tapi kenapa sekarang malahan membawahi Assassin War? Terus, siapa yang memimpin The Shadow sekarang?"Rendy melangkah menuju sebuah gedung dengan arsitektur modern di pusat kota Kartanesia, tempat Clarissa Tan dikabarkan berada. Aroma bunga melati menyambutnya saat ia masuk ke ruang lobi yang megah, dindingnya dihiasi panel-panel kaca yang memantulkan cahaya lampu gantung kristal di langit-langit. Langkah sepatunya bergema lembut di lantai marmer yang dingin, sementara tatapannya tertuju pada seorang wanita di sudut ruangan yang memancarkan aura penuh percaya diri.Clarissa Tan berdiri dengan anggun, mengenakan gaun merah berpotongan tinggi yang mengalir seperti api di tubuhnya. Rambut ika
Malam di Resort Red Lotus terasa magis. Cahaya rembulan memantul lembut di permukaan danau buatan yang mengelilingi bangunan utama, memberikan kesan bahwa tempat itu adalah bagian dari dimensi lain. Rendy melangkah melewati gerbang besar dengan ornamen naga emas, pikirannya terus berputar memikirkan pertemuannya dengan Clarissa.Lorong menuju suite eksklusif Clarissa dipenuhi dengan hiasan-hiasan artistik, dari lukisan abstrak hingga patung-patung modern yang mengilustrasikan elemen naga. Aroma bunga melati dari diffuser memenuhi udara, menciptakan suasana yang menenangkan, namun Rendy tetap waspada. Dia tahu Clarissa bukan hanya sekadar wanita cantik; dia adalah Elemental Naga Api sekaligus pemimpin Assassin War, organisasi bayangan yang bergerak di bidang pembunuhan terorganisir.Saat tiba di depan pintu suite, seorang pelayan berpakaian rapi menyambutnya. "Silakan masuk, Tuan Muda. Nona Clarissa telah menunggu Anda," katanya dengan senyum sopan sebelum membuka pintu.Rendy melangka
Rendy berdiri mematung sejenak ketika Clarissa mendekat, senyum di wajahnya berubah menjadi sesuatu yang lebih hangat, lebih personal. Dalam satu gerakan halus, dia melingkarkan lengannya di sekitar leher Rendy, menariknya mendekat. Napas Clarissa terasa hangat di kulitnya, aroma lembut melati dari tubuhnya memenuhi udara di antara mereka."Kau tahu, Tuan Muda," bisik Clarissa dengan nada menggoda, "Aku selalu tahu kita akan bertemu lagi, meskipun sebagai musuh sekalipun. Tapi sekarang, semua berbeda, bukan?"Sebelum Rendy bisa merespons, Clarissa menutup jarak di antara mereka, bibirnya menyentuh bibir Rendy dengan lembut namun penuh gairah. Rendy terpaku, merasakan campuran hangat dari ketegangan dan kenyamanan dalam ciuman itu. Detak jantungnya yang awalnya stabil berubah menjadi hentakan liar yang seirama dengan keintiman yang tiba-tiba ini.Waktu terasa melambat. Dalam pikirannya, kenangan masa lalu terlintas—Clarissa yang dulu menjadi musuhnya, seorang pemimpin organisasi pembun
Dalam remang kamar yang masih dibalut aroma bunga mawar lembut, Rendy membuka matanya. Sebuah sensasi aneh menyelubungi tubuhnya—ringan, seperti ada angin sepoi yang mengangkatnya dari dalam. Namun, jauh di bawah kulitnya, sebuah kekuatan membara. Aliran Qi yang begitu deras seakan-akan mendesak setiap nadinya untuk meluap. Ia memijat pelipis, mencoba memahami apa yang tengah terjadi."Apa ini? Energi sebesar ini… dari mana datangnya?" pikirnya, dadanya naik-turun seiring dengan usaha mengontrol napasnya.Sebuah suara menggema di belakangnya, lembut dan sedikit serak. "Tuan Muda? Ada apa? Anda terlihat berbeda…" Clarissa, dengan rambutnya yang masih berantakan dan mata yang memancarkan rasa ingin tahu, menatapnya sambil bersandar pada bantal.Rendy berbalik, matanya menangkap kecantikan Clarissa yang tak teredam meski dalam keadaan tidak rapi. Ada sesuatu yang membingungkan dalam pikirannya. Bagaimana seseorang seperti Clarissa, yang dulu menjadi musuh bebuyutannya, kini berada di sis
Malam pertama di mansion mewah itu membawa keheningan yang sempurna bagi Rendy. Ia memasuki ruangan yang ia pilih, sebuah kamar dengan dinding kaca besar yang menghadap ke taman bambu yang tertata rapi. Cahaya bulan menyusup lembut melalui celah tirai, menciptakan bayangan samar di lantai marmer. Di tengah ruangan, ia meletakkan liontin giok dan patung Jade Dragon di sebuah meja rendah berlapis kayu mahoni. Energi spiritual dari dua benda itu seolah menggetarkan udara di sekitar.Rendy duduk bersila di atas alas meditasinya. Napasnya teratur, mengiringi aliran Qi yang bergerak melalui jalur meridiannya. Di dalam tubuhnya, energi itu seperti sungai yang penuh, mengalir deras tetapi tetap terkendali. Ia memusatkan pikirannya pada inti dantiannya, tempat energi spiritual berkumpul.Qi di dalam tubuhnya mulai menyatu dengan energi liontin giok. Liontin itu memancarkan cahaya lembut kehijauan yang meresap ke kulit Rendy, menghangatkan tubuhnya seperti mentari pagi. Ia membentuk segel tanga
Clara menatap tajam ke arah Rendy, matanya menyala dengan amarah yang tak tertahankan. "Jangan kau kira tindakanmu ini akan mengubah kebencianku padamu!" suaranya dingin, nyaris menggigit, tanpa sedikit pun nada terima kasih.Rendy menghela napas panjang, mencoba memahami kekerasan hati Clara. Wajahnya dipenuhi kebingungan, tetapi suaranya tetap tenang. "Aku terus mencarimu, Clara! Buat apa aku membunuhmu? Apa untungnya bagiku?" katanya, menatapnya lekat-lekat, mencari celah di balik tatapan penuh kebencian itu.Clara menyilangkan tangan di dadanya, dagunya sedikit terangkat, menegaskan keangkuhannya. "Aku tidak percaya padamu! Aku datang untuk memperingatimu. Berhenti mencari Kekuatan Tertinggi, atau kami akan menghancurkanmu!" suaranya bergetar, bukan karena takut, melainkan karena tekad yang membaja.Rendy mengernyit. "Kekuatan Tertinggi? Apakah organisasi itu yang membuatmu membenci aku?" tanyanya, mencoba menelisik lebih dalam.Clara tak menjawab. Dengan santai, ia melangkah ke b
Rendy menatap tubuh wanita yang berdiri di tengah kekacauan Klub Red Lotus. Gaun merahnya berkibar pelan, seolah ikut menari bersama cahaya lampu temaram yang berpendar di langit-langit. Aroma alkohol, asap rokok, dan keringat bercampur menjadi satu dalam udara yang berat. Mata Rendy menyipit, mengamati siluet wanita itu."Kenapa aku merasa mengenalnya?" pikirnya, langkahnya perlahan mendekat."Nona, ada masalah apa sampai kamu mengacau di Klub Red Lotus ini?" tanyanya dengan suara tenang namun penuh kewaspadaan.Plok! Plok! Plok!Tepukan tangan menggema, menggantikan hiruk-pikuk yang sempat mereda. Wanita bergaun merah itu tetap membelakanginya, tubuhnya tegak, aura misterius menguar dari setiap gerakannya."Apa kita perlu memanggil bantuan, Tuan Muda?" suara manager klub terdengar penuh kehati-hatian."Tidak perlu! Aku bisa mengatasinya sendiri!" Rendy menjawab, tetap melangkah maju.Sebuah tawa kecil menggema, renyah namun menusuk."Hihihi ... selamat datang, Jendral Wang!"Suara i
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan di pintu menggema di dalam ruangan, menginterupsi atmosfer hangat yang tercipta antara Rendy dan Jessy. Rendy yang duduk di sofa menoleh dengan malas, sementara Jessy menghela napas panjang, kesal karena momennya terganggu."Siapa?" tanya Jessy, suaranya tajam, penuh ketidaksabaran.Pintu terbuka sedikit, memperlihatkan wajah pucat seorang pria berseragam hitam. Ia adalah manager klub, tampak gelisah, peluh mulai bercucuran di pelipisnya."Gawat, Chief! Ada sedikit masalah di Klub!" katanya dengan suara bergetar. Matanya sekilas melirik ke arah Rendy, lalu cepat-cepat menunduk saat melihat ekspresi tajam pria yang dikenal sebagai Naga Perang—sosok legendaris di dunia gelap Khatulistiwa.Jessy melipat tangan di dadanya, wajahnya penuh kejengkelan. "Masalah kecil saja tidak bisa kamu tangani! Bagaimana kamu bisa mempertahankan jabatanmu?"Seakan darahnya terkuras, wajah manager itu semakin pucat. Ia menelan ludah, tidak berani menatap Jessy."Apa yang terjad
Dalam keheningan yang hanya diisi suara dengungan komputer, Jessy menatap layar dengan penuh konsentrasi. Cahaya biru dari monitor memantul di wajahnya yang tegang, memperlihatkan garis-garis kelelahan yang tersembunyi di balik sorot matanya yang tajam. Jari-jarinya menari di atas keyboard, sesekali berhenti untuk meneliti setiap baris kode dengan seksama. Rendy berdiri di belakangnya, tubuhnya tegang seperti kawat yang ditarik kencang, matanya tak berkedip menatap layar holografik yang terus berubah di hadapan mereka."Aku menemukannya," bisik Jessy, suaranya bergetar oleh ketegangan yang nyaris tak tertahankan. "Ada lokasi yang tersembunyi dalam sistem mereka... Ini bukan sekadar markas biasa, Ketua. Ini pusat dari segalanya."Rendy mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Ada api yang menyala di matanya, kemarahan yang selama ini ia pendam akhirnya menemukan bentuknya. "Di situlah ibuku disekap?" tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar.Jessy menoleh padanya, menatap dalam-dal
Di balik kerlip lampu dan gemerlap modernitas Red Lotus Club and Resort, Rendy melangkah dengan penuh ketegasan, namun di balik mata dinginnya tersimpan segudang kenangan. Di tengah kekacauan hidupnya—konflik dengan Cindy dan keputusannya untuk mencari kebenaran tentang ibunya—hanya satu hal yang selalu ia rindukan yaitu kehadiran Jessy Liu.Jessy, wanita yang telah lama menjadi bagian dari hidupnya, kini duduk di sebuah ruangan rahasia di balik dinding resort yang mewah. Di sana, di antara deretan monitor dan kode-kode digital yang menari, ia mungkin bisa menyusun petunjuk-petunjuk yang akan membongkar rahasia Kekuatan Tertinggi. Setiap detik tanpa Rendy terasa begitu lama baginya. Rindu yang selama ini tersembunyi di balik ketenangan profesional kini terpancar jelas saat ia melihat pintu terbuka perlahan."Ketua," panggilnya dengan nada lembut penuh harap, suaranya seakan melunakkan segala kegamangan. Saat Rendy melangkah mendekat, hatinya sejenak luluh oleh kehadiran wanita yang ta
Rendy tidak lagi menghiraukan Vera Huang. Wanita itu baginya bukan lagi seorang mertua, melainkan hanya semut yang bisa ia injak kapan saja jika ia mau. Matanya menatap kosong ke depan, tapi pikirannya dipenuhi kemarahan yang mendidih. Hatinya telah beku. Jika Cindy lebih memilih ibunya, maka ia akan pergi—mereka akan bercerai. Sesederhana itu."Masih ada hal yang lebih penting daripada mengurusi seorang mertua yang tidak berarti!" gumamnya, suara rendahnya nyaris seperti geraman. "Aku harus mencari tahu di mana ibuku yang ditahan oleh Kekuatan Tertinggi."Ia melangkah menuju gudang garasi, membuka pintu dengan sedikit tenaga. Derit engsel yang berkarat memenuhi udara, menyambutnya dengan suasana yang muram. Di dalam, skuter bututnya masih berdiri dengan setia, lapisan debu tipis menyelimutinya. Tanpa ragu, ia menyalakan mesin tua itu, suara bisingnya langsung menggema di seantero garasi.Baru saja ia hendak memutar gas, suara langkah kaki yang terburu-buru menghentikannya."Ren...!"
Vera menggertakkan giginya, rahangnya mengeras sementara napasnya memburu. Matanya menyala penuh kebencian, seperti bara api yang siap melalap habis apa pun di hadapannya. Dengan suara yang lebih tajam dari pisau belati, ia berdesis, "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi! Huang Corporation tidak akan runtuh hanya karena seorang pria yang dulu kupandang sebelah mata! Kau bukan Naga Perang... Semua ini hanya kebetulan belaka."Rendy tetap berdiri dengan tenang, sikapnya tegap bagai gunung yang tak tergoyahkan oleh badai. Sorot matanya dingin, penuh ketegasan yang tak terbantahkan. "Sudah kubilang, Vera, ini baru permulaan. Kau pikir aku akan berhenti di sini? Tidak. Aku akan memastikan kau merasakan kehancuran yang lebih menyakitkan daripada sekadar kehilangan investasi. Kau telah mempermainkan hidupku, dan sekarang, aku yang akan menentukan nasibmu."Wajahnya yang dulu dikenal lemah lembut kini menampakkan ketegasan yang mengerikan. Rendy bukan lagi pria yang bisa diabaikan begitu saj
Di tengah ruangan yang remang, bayangan senja menari di dinding-dinding mewah, Vera mengeluarkan dengusan penuh ejekan. Matanya yang tajam dan dingin menembus kegelapan, seolah memancarkan bara amarah. Dengan suara yang menyeruak, ia mencaci,"Menolak? Hah! Kamu pikir dirimu siapa? Hanya seorang pecundang yang bahkan tidak mampu membeli dasi layak, berani menantangku!"Rendy, berdiri tegap bagaikan patung besi di tengah badai, menatap balik tanpa setitik ragu. Tatapannya yang tajam dan dingin menantang, seolah berkata bahwa ia telah lelah menjadi korban hinaan. Suaranya rendah namun menggema dengan kepastian, "Aku sudah muak dipandang rendah. Jika aku mengaku sebagai Naga Perang, maka aku memang Naga Perang! Dan jika kau memaksaku menceraikan Cindy demi keuntunganmu sendiri, kau akan merasakan penyesalan yang meendalam!"Rendy sudah habis kesabaran dengan sikap arogan Vera yang selalu menghinanya.Tawa sinis Vera pecah, melayang ke udara seperti asap pahit, "Oh, jadi sekarang kau meng
HA-HA-HA ...!!!Tawa itu meledak di udara, menggetarkan ruangan dengan gaungnya yang menusuk telinga. Vera Huang menepuk-nepuk pahanya, seolah ucapan yang baru didengarnya adalah lelucon paling konyol yang pernah ada."Ha-ha-ha! Astaga, Rendy! Aku tahu kamu ini miskin dan tidak berguna, tapi aku sungguh tidak menyangka kamu juga pintar membual!" katanya dengan nada mengejek, matanya menyipit penuh penghinaan.Rendy mengepalkan tangan, kuku-kukunya hampir menembus kulit telapak tangannya sendiri. Napasnya berat, dadanya naik turun dengan penuh amarah. "Aku tidak berbohong! Aku memang Naga Perang yang akan menarik seluruh investasi Wang Industries dari Huang Corporation! Aku sudah muak hidup seperti ini, tanpa kejelasan dan tanpa harga diri!" suaranya bergetar, bukan karena ketakutan, tapi karena tekad yang sudah tak bisa dibendung lagi"Mentang-mentang nama margamu sama dengan nama perusahaan Grade A, terus kamu klaim kalau itu perusahaanmu? Hah! Sungguh lucu dan tak masuk akal!" sind