Beranda / Urban / Kebangkitan Naga Perang / 259. Pergi Ke Negeri Andalas

Share

259. Pergi Ke Negeri Andalas

Penulis: Zhu Phi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-19 13:54:29

Rendy duduk di kursi ekonomi yang penuh sesak. Dering suara anak-anak menangis, bunyi derak trolley makanan, dan obrolan penumpang yang bercampur riuh memenuhi kabin pesawat komersil. Ia melirik ke luar jendela, mencoba mencari ketenangan di antara awan-awan yang membentang di bawahnya. Namun, pikirannya justru kembali ke Negeri Andalas—tempat yang seharusnya tidak ia kunjungi.

"Kenapa Bara Sena yang muncul di pikiranku?" gumam Rendy pelan sambil meremas sandaran tangan kursinya.

Saat roda pesawat menyentuh landasan, goncangan itu membangunkan Rendy dari lamunannya. Suara pilot yang memberi sambutan terasa jauh, seperti latar belakang yang samar. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum turun dari pesawat. Bau khas bandara yang bercampur dengan bensin jet dan keringat para penumpang menyambutnya.

Namun, napasnya tertahan ketika ia melihat dua sosok yang berdiri di tepi landasan. Bara Sena, dengan jubah hitam yang berkilau di bawah sinar matahari, tampak tegak dengan sikap tenang dan penuh
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Kebangkitan Naga Perang   260. Menuju Puncak Mahameru

    Dengan langkah mantap, Rendy meninggalkan Istana Andalas, ditemani Seruni yang berjalan di sisinya. Hawa dingin mulai menyapa mereka saat mereka mendekati gunung, dan suasana menjadi semakin sunyi. Namun, di dalam hati Rendy, gejolak tidak pernah berhenti.Seruni tampak cantik alami dengan pakaian bertarungnya yang membalut tubuhnya yang sempurna sehingga memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh yang indah. Hanya saja, tidak ada senyuman di wajah cantiknya.Rendy memandang puncak Mahameru yang diselimuti kabut tebal. Dari kejauhan, angin gunung membawa desau yang seperti bisikan, seakan-akan gunung itu menyimpan rahasia yang ingin disampaikan namun menolak untuk diungkap begitu saja. Seruni, yang mengawalnya hingga kaki gunung, berhenti di sebuah batu besar yang tertutup lumut.“Hanya sampai di sini, Naga Perang,” ucap Seruni dingin, meski ada sedikit nada khawatir dalam suaranya. “Di atas sana bukan hanya makhluk kuno yang menjaga kuil, tapi juga perangkap alam yang tak memaafkan kesalahan.”

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Kebangkitan Naga Perang   261. Rahasia Kitab Kuno

    Di balik kabut yang mulai menghilang, berdiri sebuah kuil kuno dengan gerbang besar dari batu hitam. Ukiran naga dan simbol-simbol aneh menghiasi dindingnya. Hawa dingin menyelimuti tempat itu, tapi ada kehangatan aneh yang menyelinap di hati Rendy.Saat ia melangkah masuk, api di obor yang melapisi dinding menyala dengan sendirinya. Di tengah kuil, sebuah altar berdiri megah, dan di atasnya terletak sebuah kitab tebal yang berlapis debu waktu.Rendy mendekati kitab itu, tangannya gemetar saat ia menyentuhnya. Tapi sebelum ia bisa membuka halaman pertama, suara berat terdengar di belakangnya.“Jawabanmu ada di sana, tapi apakah kau siap menerima kebenaran?”Rendy berbalik, melihat seorang pria tua dengan jubah gelap yang berdiri di ambang pintu. Wajah pria itu penuh dengan bekas luka, dan matanya memancarkan kebijaksanaan yang dalam.“Siapa kau?” tanya Rendy.“Aku adalah penjaga rahasia ini, Rendy Wang,” jawab pria itu. “Dan aku adalah orang yang tahu tentang ayahmu, serta kenapa kau

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Kebangkitan Naga Perang   262. Pertarungan di Puncak Mahameru

    Di puncak Mahameru, Rendy menemukan dirinya berdiri di hadapan penjaga terakhir ... seorang pria muda dengan pedang perak yang berkilauan, tubuhnya memancarkan aura keemasan.“Aku adalah Arjuna, penjaga terakhir. Jika kau ingin melangkah lebih jauh, kau harus mengalahkanku,” ujar pria itu dengan nada tenang namun tegas.Rendy berdiri di puncak Mahameru, angin dingin menerpa wajahnya. Di depannya, sosok Arjuna dengan pedang peraknya berdiri tegak, memancarkan aura keemasan yang hampir menyilaukan.“Jika kau ingin mendapatkan gulungan teknik kuno, kau harus melewatiku terlebih dahulu,” kata Arjuna, suaranya tenang namun penuh wibawa. “Aku adalah penjaga terakhir dari gunung ini.”Rendy mengepalkan tinjunya, mengaktifkan jurus “Dewa Bayangan Naga”. Aura gelap menyelimuti tubuhnya, melindungi seperti perisai hidup. Namun, ia tahu bahwa kekuatan ini tidak cukup. Sosok di depannya adalah petarung kelas atas yang tak bisa diremehkan.Arjuna bergerak lebih cepat dari yang bisa ditangkap mata

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Kebangkitan Naga Perang   263. Menuju Lembah Petir

    Rendy Wang berdiri di kaki Pegunungan Mahameru, tempat legenda dan misteri bersatu. Ia merasakan angin dingin pegunungan menyentuh wajahnya, membawa bau kehijauan dan rintik kabut. Di hadapannya, dua sosok berdiri menantinya ... Bara Sena, pemimpin Negeri Andalas, dan Seruni, komandan Dua Belas Srikandi Andalas. Mereka tidak membawa aura permusuhan, tetapi tatapan mereka penuh kewaspadaan.“Rendy Wang,” Bara Sena memulai dengan nada dalam. “Kami sudah mendengar kabar tentangmu. Kau datang dari Negeri Khatulistiwa, membawa nama besar yang bahkan angin Andalas pun tak bisa abaikan.”Rendy mengangguk kecil. “Aku bukan datang untuk mengganggu, Bara Sena. Aku di sini mencari kebenaran, petunjuk tentang keluargaku. Gulungan ini mungkin membawaku ke sana.” Ia mengangkat gulungan kuno yang ia dapatkan setelah pertarungan sengit di hutan perbatasan.Seruni melangkah maju, tatapan tajamnya menembus Rendy. “Kau membawa lebih dari sekadar gulungan itu. Kehadiranmu menciptakan riak di Negeri Andal

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Kebangkitan Naga Perang   264. Raksasa Petir

    Rendy berdiri di tengah badai yang mengamuk. Angin menggulung debu dan daun kering, menghempaskannya ke segala arah. Petir yang menjalar di langit menciptakan cahaya yang meliuk seperti naga, membelah kegelapan di atas lembah. Suara gemuruhnya menggema, seolah raksasa sedang marah di langit.Sosok berjubah petir berdiri di hadapannya. Setiap gerakan sosok itu memancarkan kilatan cahaya, sementara aura listrik yang menyelubunginya menggetarkan udara di sekitarnya. Suara berat yang keluar dari sosok itu seperti retakan batu karang.“Buktikan darah Zhang milikmu, anak muda,” tantang sosok itu sambil mengangkat tangan kanannya, yang dipenuhi petir melingkar seperti ular hidup.Rendy menarik napas panjang, dadanya naik-turun. Bau ozon dari petir yang baru saja menyambar menusuk hidungnya, bercampur dengan aroma tanah basah setelah tersiram kilatan listrik. Dengan perlahan, ia melepas liontin giok berbentuk naga dari lehernya dan menggenggamnya erat.“Aku bukan hanya darah Zhang,” gumamnya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Kebangkitan Naga Perang   265. Sahabat Lama

    Rendy jatuh berlutut, napasnya terengah-engah. Badannya penuh luka bakar, tetapi ia tetap hidup. Di depan makam ayahnya, ia melihat sesuatu yang sebelumnya tersembunyi: sebuah gulungan kuno yang bercahaya lembut.“Ini… rahasianya,” gumamnya sambil meraih gulungan itu.Namun, sebelum ia sempat membukanya, sebuah suara aneh terdengar dari balik kabut. Suara langkah kaki yang berat, lambat namun pasti.“Jadi, kau akhirnya sampai di sini, Naga Perang…”Rendy menoleh, matanya melebar saat melihat siapa yang berdiri di sana. Sosok dari masa lalunya, seseorang yang ia pikir telah lama mati.Langkah kaki itu terdengar semakin jelas, menghantam tanah lembah yang sunyi setelah badai petir menghilang. Rendy memaksa dirinya berdiri meski tubuhnya terasa berat. Setiap ototnya berteriak karena kelelahan, tetapi tatapannya tetap fokus pada kabut yang perlahan memudar.Dari balik kabut, muncul seorang pria dengan pakaian serba hitam yang lusuh. Di punggungnya tergantung pedang panjang yang bersinar s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Kebangkitan Naga Perang   266. Fungsi Jade Dragon

    Rendy Wang, yang dikenal sebagai Naga Perang, akhirnya tiba di Pegunungan Kultivasi Cakrabuana. Udara di sekitar puncak terasa berat namun dipenuhi dengan energi spiritual yang luar biasa. Pegunungan ini terkenal sebagai pusat kultivasi tingkat tinggi, tempat para master dari berbagai generasi menempa ilmu mereka. Rendy membawa harapan besar untuk bertemu ayahnya, Zhang Wei, dan menemukan jawaban atas jati dirinya.Saat ia melangkah di jalur batu menuju Aula Utama, ia disambut oleh beberapa murid Qin Han yang memandangnya dengan campuran rasa ingin tahu dan waspada. Namun, tidak ada seorang pun yang mencoba menghalanginya. Aura Naga Perang yang tegas dan penuh determinasi cukup untuk membuat mereka menyingkir.Di dalam aula, Master Qin Han duduk di atas tahta batu, memancarkan aura yang megah namun damai. Rambutnya yang putih seperti salju dan jubahnya yang bersulam simbol-simbol kuno membuatnya terlihat seperti manifestasi dari kebijaksanaan itu sendiri. Rendy menunduk hormat sebelum

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Kebangkitan Naga Perang   267. Lembah Roh Kultivator

    Di tengah latihannya, Rendy mendapati dirinya sering termenung memandangi patung Jade Dragon dan liontin giok. Artefak-artefak itu tampaknya memiliki hubungan yang mendalam dengan dirinya, namun ia belum memahami sepenuhnya apa tujuan sebenarnya dari kedua benda itu selain untuk membantunya berkultivasi.Satu malam, saat ia bermeditasi di bawah bulan purnama, Master Qin Han mendekatinya. "Rendy," katanya lembut, "ceritakan lagi, dari siapa kau mendapatkan benda-benda ini."Master Qin Han akhirnya memutuskan untuk memberitahukan rahasia Jade Dragon kepada Rendy.Rendy membuka matanya, menyentuh liontin giok yang menggantung di lehernya. “Liontin giok ini diberikan oleh seorang kakek tua, penjual lemper ayam di kota asalku. Ia menyelamatkanku saat aku terluka parah di masa yang berbeda. Sedangkan Jade Dragon… aku mendapatkannya dari seorang pria bernama Zhu Wei. Dia mengatakan patung ini adalah warisan ibuku yang dimiliki oleh ayahku."Master Qin Han mengangguk, matanya berkilat dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20

Bab terbaru

  • Kebangkitan Naga Perang   513. Segel Jiwa

    Azerith terdorong mundur, wajahnya kini lebih menyerupai bayangan iblis daripada manusia. Dengan tatapan penuh amarah dan kebencian, ia memutar tubuhnya. Pedang Iblis Merah ditebaskan dalam gerakan spiral yang nyaris mustahil ditangkap mata telanjang. Setiap sabetan memotong udara, menciptakan bilah-bilah energi merah gelap yang melesat seperti anak panah roh—menyasar bukan tubuh, tapi langsung pada jiwa.Namun, Rendy tak mundur.Dengan satu putaran cepat, Pedang Kabut Darah menyapu seluruh bilah serangan. Dalam sekejap, tercipta pusaran merah-putih yang menghisap dan membelokkan serangan itu, meledakkannya menjadi hujan cahaya yang luruh ke tanah seperti bintang jatuh yang kehabisan nyala.Azerith tertegun. Napasnya berat, jiwanya tergerus perlahan.Rendy berdiri di tengah pusaran cahaya yang perlahan mereda, tubuhnya luka namun tak gentar. Ia menatap lawannya—mata yang tak lagi menyimpan rasa benci, hanya keteguhan.“Aku tidak akan melawan kutukanmu dengan sihir,” gumamnya pelan namu

  • Kebangkitan Naga Perang   512. Pedang Iblis Merah Azerith

    Angin terhenti begitu saja, seperti makhluk hidup yang menahan napas. Debu menggantung di udara, tak sempat jatuh. Waktu—biasanya tak terbendung—kini seperti dipaksa berhenti, membeku dalam ketegangan yang mencekam.Dari balik semburan cahaya yang menyilaukan mata, dan langit yang retak seperti kaca dihantam palu raksasa, dua sosok berdiri. Tak sempurna. Tak utuh. Namun masih tegak—meski dunia seolah menolak keberadaan mereka.Rendy terhuyung, nafasnya tersengal seolah paru-parunya terbakar dari dalam. Darah mengalir dari pelipis dan sudut bibirnya, menggurat merah pekat di wajah yang dipenuhi luka dan debu pertempuran. Namun, cahaya merah menyala di sekeliling tubuhnya, tak padam sedikit pun. Justru semakin membara.Aura naga itu bukan lagi sekadar energi—ia menjadi bagian dari dirinya. Sisik merah menyala terbentuk dari cahaya murni, mengilap seperti batu rubi. Tanduk melengkung memanjang dari pelipisnya, sementara sayap raksasa perlahan mekar dari punggungnya, mengepak pelan seperti

  • Kebangkitan Naga Perang   511. Pertarungan Negeri Malam - II

    “Jangan menyerah!” Suara itu meluncur membelah senyap, nyaring dan penuh nyawa. Gaungnya memantul di tebing-tebing gelap Negeri Malam, menghentak dada siapa pun yang mendengarnya. Tegas. Tak tergoyahkan. “Kekuatan mereka memang besar… tapi bukan tak terbatas! Jika kita mampu bertahan, maka mereka akan tumbang—oleh kesombongan dan kekuatan mereka sendiri!”Laras berdiri terpaku. Nafasnya berat, terseret di antara angin dingin dan aroma darah yang menggantung di udara. Kepalanya menunduk perlahan, bayangan luka dan kehilangan berkecamuk di matanya. Dengan gerakan lirih, ia membuka payung ungu kesayangannya—gerakan kecil yang mengandung ribuan kutukan.“Ini sudah melewati batas…” ucapnya, suara nyaris tak lebih dari bisikan yang terbawa angin. Lalu, dengan ketenangan yang menakutkan, ia menancapkan payung itu ke tanah.KRAAAK ...Begitu ujung payung menyentuh tanah, suara retakan halus terdengar—seolah bumi sendiri merintih. Aura ungu merembes keluar dari celah tanah, melilit udara sepert

  • Kebangkitan Naga Perang   510. Pertarungan Negeri Malam

    Langit Negeri Malam seakan telah robek.Azerith melesat keluar dari kawah api yang ia ciptakan sendiri. Tubuhnya diselimuti aura hitam pekat, berkilauan seperti logam cair yang mendidih. Sayap iblis terbuka lebar di punggungnya—bukan sayap biasa, tapi sayap yang terbuat dari bayangan penderitaan ribuan jiwa. Di belakangnya, dua mata raksasa tanpa kelopak muncul di langit, menatap ke segala arah.“Rendy…” suara Azerith menggema seperti jeritan dari dasar neraka, “Aku sudah mati... berkali-kali... untuk negeri ini. Tapi ayah kami—ayahku—dibunuh olehmu. Kau dan ambisimu untuk perdamaian, hanya menyisakan pembantaian!”Rendy tak menjawab. Sorot matanya tajam, dan api merah dari Pedang Kabut Darah makin membara. Aura spiritual di sekeliling tubuhnya membentuk cincin cahaya merah tua yang berdenyut seirama dengan detak jantungnya.“Kau ingin kebenaran, Azerith?” seru Rendy, melayang perlahan maju. “Bukankah aku sudah bilang kalau ayahmu ingin menghancurkan dunia dan bersekutu dengann kekuata

  • Kebangkitan Naga Perang   509. Kehebatan Empat Penjuru Angin

    Tak jauh dari situ, Lintang mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi. Tongkat itu memancarkan cahaya biru langit, lalu menyala terang seperti bintang meledak.“Wahai semesta! Beri aku kekuatan!”Lintang menghentak tanah dengan ujung tongkat. Seketika, dari bawah tanah muncul jaring akar-akar bercahaya yang menjulur dan menyambar para prajurit tanpa jiwa, menarik mereka masuk ke dalam bumi yang menganga. Suara jeritan mengerikan bergema ketika tubuh-tubuh itu ditelan tanah.Tiga prajurit melompat dari sisi kanan—Lintang memutar tongkatnya, mengubahnya menjadi cambuk cahaya. Dengan gerakan cepat dan presisi, cambuk itu membelit leher dan tangan lawan-lawannya, lalu ditarik ke satu arah hingga mereka saling bertabrakan dan meledak menjadi abu.*****Dari atas reruntuhan, melayanglah Lily, gaunnya mengepak, kipas giok di tangan kanannya terbuka perlahan.“Jangan meremehkan kelembutan…”Ia mengibaskan kipas sekali. Angin yang keluar bukan sekadar angin—ia adalah gelombang serangan berbentuk kelo

  • Kebangkitan Naga Perang   508. Kekuatan Naga Perang

    Rendy tak bergeming. Ia melangkah ke depan, dan setiap langkahnya seperti membangunkan tanah yang tertidur. Aura panas merambat dari tubuhnya, membuat udara di sekitarnya bergetar samar. Lalu, suara hatinya menggema—keras, tegas, mengguncang lebih dari sekadar suara.“Aku tidak takut pada mereka!” serunya, dan dalam sekejap, tubuhnya diselimuti oleh cahaya merah yang membakar. Dari balik punggung dan dadanya, muncul siluet seekor naga—merah membara, melingkar seperti pusaran petir yang hendak menerkam. Matanya menyala, dan setiap sisiknya memantulkan kilatan kekuatan purba.Lintang membeku. Matanya membelalak tak percaya. Di sebelahnya, Laras mundur satu langkah, tubuhnya bergetar hebat.“Mustahil…” bisiknya dengan suara tercekat. “Ras Naga sudah punah… jutaan tahun yang lalu…”Rendy menatap lurus ke mata Azerith. Tak ada keraguan. Tak ada gentar. Hanya kepercayaan yang tak tergoyahkan.“Ini bukan tentang balas dendam,” katanya pelan, namun suaranya mengandung kekuatan yang tak bisa di

  • Kebangkitan Naga Perang   507. Rahasia Keluarga Tanoto

    Kilatan petir terakhir mencabik langit, menyambar reruntuhan yang hangus di belakang Azerith. Sekilas, cahaya itu memahat siluet sosoknya yang menjulang tinggi, berdiri laksana dewa penghancur dengan pedang terangkat ke langit. Dari bilah senjata itu, lidah-lidah api neraka melompat liar, memekik dalam nyala yang bukan hanya membakar udara, tapi juga jiwa. Tangisan lirih bergema dari logamnya—jeritan ribuan roh yang terperangkap di dalam, merintih antara harapan akan kebebasan… atau kehancuran abadi.Sheila tersentak. Tumitnya bergeser ke belakang, satu langkah kecil yang nyaris tak terdengar. Bukan ketakutan yang membuatnya mundur, tapi sesuatu yang lebih kompleks—kesadaran akan kekuatan yang berdiri di hadapannya.“Rendy…” bisiknya, tangan refleks terangkat. Tapi sebelum ia bergerak lebih jauh, sebuah tangan menggenggam pergelangannya.“Jangan,” ujar Rendy pelan, suaranya rendah tapi tegas, nyaris seperti bisikan petir sebelum badai.Tatapannya tertuju penuh pada Azerith, dan di mata

  • Kebangkitan Naga Perang   506. Satria Tanpa Jiwa

    Azerith melangkah maju, jubahnya berkibar perlahan seiring gerakannya. Suhu ruangan turun drastis. Nafas menjadi uap putih.“Itu semua hanya... umpan. Seleksi alam, Sheila. Dunia Bawah tidak butuh simpati. Ia menuntut kekuatan. Yang lemah... hilang. Yang kuat... bertahan. Itu hukum satu-satunya di sini.”Ia berhenti tepat di depan Sheila. Mereka hanya dipisahkan oleh helai napas.“Tapi kau... masih terlalu naif untuk mengerti.”Sheila menggertakkan gigi, menahan amarah. Tapi matanya tidak berpaling.“Kau bukan Tuhan, Azerith. Dan aku di sini... untuk menjatuhkan dewa palsu.”Langkah Rendy menggema di antara debu dan reruntuhan menara tua. Bayangan dari nyala obor menari di wajahnya yang tegang, rahangnya mengeras. Matanya tajam, penuh kemarahan yang tak bisa lagi ditahan.“Kau menyebut kehancuran sebagai seleksi?” suaranya memotong keheningan seperti kilatan petir. “Kau buang anak-anak, wanita, dan turis tak berdosa hanya untuk eksperimen sosial?”Angin mendesis, membawa aroma tanah ba

  • Kebangkitan Naga Perang   505. Azerith - Pewaris Negeri Malam

    Dua malam telah berlalu sejak aliansi antara Rendy dan Sheila terbentuk—sebuah kesepakatan rapuh yang ditandai dengan percikan api kebencian masa lalu dan bara tekad akan pembalasan. Malam ini, langit Negeri Malam tampak lebih kelam dari biasanya, seolah bintang pun enggan menatap apa yang akan terjadi.Delapan sosok berdiri tegak di pelataran batu obsidian di depan Menara Tanpa Bayangan—bangunan menjulang dengan dinding berkilau hitam pekat yang tampak hidup, berdenyut halus seperti nadi monster kuno yang sedang tertidur. Cahaya bulan pun lenyap begitu menyentuh permukaannya, seakan tertelan oleh lapisan spiritual yang tak mengenal pantulan.Rendy berdiri paling depan. Nafasnya terlihat dalam kepulan dingin malam, tapi keringat hangat membasahi tengkuknya. Di sisinya, Sheila tampak tenang, namun sorot matanya tajam seperti bilah belati yang disembunyikan di balik senyuman.Empat Penjuru Angin mengitari mereka dalam formasi setengah lingkaran, menjaga dua orang di belakang: para saksi

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status