Rendy berdiri di tengah badai yang mengamuk. Angin menggulung debu dan daun kering, menghempaskannya ke segala arah. Petir yang menjalar di langit menciptakan cahaya yang meliuk seperti naga, membelah kegelapan di atas lembah. Suara gemuruhnya menggema, seolah raksasa sedang marah di langit.Sosok berjubah petir berdiri di hadapannya. Setiap gerakan sosok itu memancarkan kilatan cahaya, sementara aura listrik yang menyelubunginya menggetarkan udara di sekitarnya. Suara berat yang keluar dari sosok itu seperti retakan batu karang.“Buktikan darah Zhang milikmu, anak muda,” tantang sosok itu sambil mengangkat tangan kanannya, yang dipenuhi petir melingkar seperti ular hidup.Rendy menarik napas panjang, dadanya naik-turun. Bau ozon dari petir yang baru saja menyambar menusuk hidungnya, bercampur dengan aroma tanah basah setelah tersiram kilatan listrik. Dengan perlahan, ia melepas liontin giok berbentuk naga dari lehernya dan menggenggamnya erat.“Aku bukan hanya darah Zhang,” gumamnya.
Rendy jatuh berlutut, napasnya terengah-engah. Badannya penuh luka bakar, tetapi ia tetap hidup. Di depan makam ayahnya, ia melihat sesuatu yang sebelumnya tersembunyi: sebuah gulungan kuno yang bercahaya lembut.“Ini… rahasianya,” gumamnya sambil meraih gulungan itu.Namun, sebelum ia sempat membukanya, sebuah suara aneh terdengar dari balik kabut. Suara langkah kaki yang berat, lambat namun pasti.“Jadi, kau akhirnya sampai di sini, Naga Perang…”Rendy menoleh, matanya melebar saat melihat siapa yang berdiri di sana. Sosok dari masa lalunya, seseorang yang ia pikir telah lama mati.Langkah kaki itu terdengar semakin jelas, menghantam tanah lembah yang sunyi setelah badai petir menghilang. Rendy memaksa dirinya berdiri meski tubuhnya terasa berat. Setiap ototnya berteriak karena kelelahan, tetapi tatapannya tetap fokus pada kabut yang perlahan memudar.Dari balik kabut, muncul seorang pria dengan pakaian serba hitam yang lusuh. Di punggungnya tergantung pedang panjang yang bersinar s
Rendy Wang, yang dikenal sebagai Naga Perang, akhirnya tiba di Pegunungan Kultivasi Cakrabuana. Udara di sekitar puncak terasa berat namun dipenuhi dengan energi spiritual yang luar biasa. Pegunungan ini terkenal sebagai pusat kultivasi tingkat tinggi, tempat para master dari berbagai generasi menempa ilmu mereka. Rendy membawa harapan besar untuk bertemu ayahnya, Zhang Wei, dan menemukan jawaban atas jati dirinya.Saat ia melangkah di jalur batu menuju Aula Utama, ia disambut oleh beberapa murid Qin Han yang memandangnya dengan campuran rasa ingin tahu dan waspada. Namun, tidak ada seorang pun yang mencoba menghalanginya. Aura Naga Perang yang tegas dan penuh determinasi cukup untuk membuat mereka menyingkir.Di dalam aula, Master Qin Han duduk di atas tahta batu, memancarkan aura yang megah namun damai. Rambutnya yang putih seperti salju dan jubahnya yang bersulam simbol-simbol kuno membuatnya terlihat seperti manifestasi dari kebijaksanaan itu sendiri. Rendy menunduk hormat sebelum
Di tengah latihannya, Rendy mendapati dirinya sering termenung memandangi patung Jade Dragon dan liontin giok. Artefak-artefak itu tampaknya memiliki hubungan yang mendalam dengan dirinya, namun ia belum memahami sepenuhnya apa tujuan sebenarnya dari kedua benda itu selain untuk membantunya berkultivasi.Satu malam, saat ia bermeditasi di bawah bulan purnama, Master Qin Han mendekatinya. "Rendy," katanya lembut, "ceritakan lagi, dari siapa kau mendapatkan benda-benda ini."Master Qin Han akhirnya memutuskan untuk memberitahukan rahasia Jade Dragon kepada Rendy.Rendy membuka matanya, menyentuh liontin giok yang menggantung di lehernya. “Liontin giok ini diberikan oleh seorang kakek tua, penjual lemper ayam di kota asalku. Ia menyelamatkanku saat aku terluka parah di masa yang berbeda. Sedangkan Jade Dragon… aku mendapatkannya dari seorang pria bernama Zhu Wei. Dia mengatakan patung ini adalah warisan ibuku yang dimiliki oleh ayahku."Master Qin Han mengangguk, matanya berkilat dengan
Di tengah kabut tipis yang menyelimuti Lembah Roh Kultivator, Rendy berjalan perlahan, setiap langkahnya terasa berat oleh atmosfer lembah yang dipenuhi energi asing. Udara di sini dingin, menusuk kulit hingga ke tulang, tetapi di antara kabut itu, keindahan aneh terpancar—ratusan pedang spiritual tertancap di tanah, memancarkan cahaya beraneka rupa.Ada yang bersinar terang seperti mentari pagi, ada yang redup seperti lilin di ujung masa, dan ada pula yang tidak memancarkan cahaya sama sekali, hanya menjadi bayangan kelam di lembah ini. Cahaya-cahaya itu, seperti denyut jantung, memancarkan getaran yang bergema di udara. Seolah-olah lembah ini bukan sekadar tempat, melainkan makam hidup bagi para kultivator yang memilih bersemayam di dalam pedang-pedang ini, meninggalkan nama mereka terukir di bilahnya sebagai warisan abadi.Rendy berhenti di depan sebuah pedang spiritual yang memancarkan cahaya paling terang. Cahaya itu putih keperakan, hampir menyilaukan, tetapi bilah pedangnya sen
Rendy terdiam sejenak, pandangannya terpaku pada pedang Guang Yu yang masih memancarkan cahaya perak menyilaukan. Ia merasakan tarikan aneh, seolah pedang itu memanggilnya untuk mencoba lagi. Namun, suara Master Qing Han mengalahkan bisikan itu. Dengan napas yang berat, ia membalikkan badan dan melangkah keluar dari lembah, meskipun hatinya masih dipenuhi rasa penasaran.Saat kembali ke Pegunungan Cakrabuana, Master Qing Han telah menunggunya di aula utama. Udara di paviliun terasa hangat, berbeda jauh dengan dinginnya lembah. Wajah Master Qing Han terlihat serius, matanya tajam memandang muridnya."Pedang Guang Yu adalah salah satu pedang spiritual paling kuat di Lembah Roh Kultivator," kata Master Qing Han, suaranya datar namun penuh wibawa. "Guang Yu adalah seorang kultivator legendaris pada masanya. Dia mencapai ranah Ascension sebelum memilih untuk bersemayam di pedang itu, meninggalkan warisan kekuatannya untuk mereka yang layak. Namun, kekuatan itu bukan untuk sembarang orang.
Hari berikutnya, dengan Jade Dragon di tangan, Rendy kembali ke Lembah Roh Kultivator. Kabut tipis masih menyelimuti lembah, tetapi kali ini, ia merasa lebih yakin dan fokus. Ia berjalan menuju pedang Guang Yu, yang masih memancarkan cahaya terang. Rendy berlutut di depan pedang itu, menangkupkan kedua tangannya dan menundukkan kepala."Guang Yu," ucapnya dengan suara tegas, "aku datang untuk memohon bantuanmu. Aku tidak mencari kekuatan untuk diriku sendiri, tetapi untuk melindungi mereka yang tidak bisa melindungi diri mereka sendiri. Jika kau mengujiku, aku akan menerima tantanganmu dengan sepenuh hati."Pedang Guang Yu bersinar lebih terang, energi di sekitarnya bergetar. Sebuah suara bergema dari dalam pedang, suara yang dalam dan penuh wibawa."Rendy Wang, kau telah mencapai ranah Foundation. Namun, untuk menjadi tuanku, kau harus membuktikan bahwa hatimu murni dan tekadmu tidak goyah. Bersiaplah, karena ujianmu dimulai sekarang."Tiba-tiba, cahaya dari pedang itu menyelimuti tu
Dengan darah mengalir, Rendy tidak menyerah. "Aku tidak akan kalah!" Dia menerapkan teknik terakhirnya, Thunderclap Smash, sebuah pukulan yang menggabungkan elemen petir dengan Qi-nya. Dia menyerang langsung ke arah Guang Yu, melompat dengan kecepatan penuh.Guang Yu mengangkat pedangnya, menahan pukulan Rendy dengan teknik Mountain Breaker Stance. Ledakan energi terjadi, mengguncang tanah di bawah mereka. Asap tebal menyelimuti arena.Ketika asap menghilang, Guang Yu berdiri dengan pedangnya tertanam di tanah. "Kau lulus," katanya dengan senyuman. "Keteguhan hatimu lebih besar dari kekuatan seranganmu. Itu adalah tanda seorang kultivator sejati."Rendy terengah-engah, berdiri dengan tubuh penuh luka tapi dengan senyum puas. "Aku masih jauh dari sempurna," katanya. "Tapi aku akan terus berusaha."Guang Yu mengangguk. "Dan aku akan menantimu di puncak dunia kultivasi. Pedang ini, dan aku, siap untuk perjalananmu selanjutnya."Guang Yu mengayunkan pedangnya, menghasilkan gelombang energ
Clara menatap tajam ke arah Rendy, matanya menyala dengan amarah yang tak tertahankan. "Jangan kau kira tindakanmu ini akan mengubah kebencianku padamu!" suaranya dingin, nyaris menggigit, tanpa sedikit pun nada terima kasih.Rendy menghela napas panjang, mencoba memahami kekerasan hati Clara. Wajahnya dipenuhi kebingungan, tetapi suaranya tetap tenang. "Aku terus mencarimu, Clara! Buat apa aku membunuhmu? Apa untungnya bagiku?" katanya, menatapnya lekat-lekat, mencari celah di balik tatapan penuh kebencian itu.Clara menyilangkan tangan di dadanya, dagunya sedikit terangkat, menegaskan keangkuhannya. "Aku tidak percaya padamu! Aku datang untuk memperingatimu. Berhenti mencari Kekuatan Tertinggi, atau kami akan menghancurkanmu!" suaranya bergetar, bukan karena takut, melainkan karena tekad yang membaja.Rendy mengernyit. "Kekuatan Tertinggi? Apakah organisasi itu yang membuatmu membenci aku?" tanyanya, mencoba menelisik lebih dalam.Clara tak menjawab. Dengan santai, ia melangkah ke b
Rendy menatap tubuh wanita yang berdiri di tengah kekacauan Klub Red Lotus. Gaun merahnya berkibar pelan, seolah ikut menari bersama cahaya lampu temaram yang berpendar di langit-langit. Aroma alkohol, asap rokok, dan keringat bercampur menjadi satu dalam udara yang berat. Mata Rendy menyipit, mengamati siluet wanita itu."Kenapa aku merasa mengenalnya?" pikirnya, langkahnya perlahan mendekat."Nona, ada masalah apa sampai kamu mengacau di Klub Red Lotus ini?" tanyanya dengan suara tenang namun penuh kewaspadaan.Plok! Plok! Plok!Tepukan tangan menggema, menggantikan hiruk-pikuk yang sempat mereda. Wanita bergaun merah itu tetap membelakanginya, tubuhnya tegak, aura misterius menguar dari setiap gerakannya."Apa kita perlu memanggil bantuan, Tuan Muda?" suara manager klub terdengar penuh kehati-hatian."Tidak perlu! Aku bisa mengatasinya sendiri!" Rendy menjawab, tetap melangkah maju.Sebuah tawa kecil menggema, renyah namun menusuk."Hihihi ... selamat datang, Jendral Wang!"Suara i
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan di pintu menggema di dalam ruangan, menginterupsi atmosfer hangat yang tercipta antara Rendy dan Jessy. Rendy yang duduk di sofa menoleh dengan malas, sementara Jessy menghela napas panjang, kesal karena momennya terganggu."Siapa?" tanya Jessy, suaranya tajam, penuh ketidaksabaran.Pintu terbuka sedikit, memperlihatkan wajah pucat seorang pria berseragam hitam. Ia adalah manager klub, tampak gelisah, peluh mulai bercucuran di pelipisnya."Gawat, Chief! Ada sedikit masalah di Klub!" katanya dengan suara bergetar. Matanya sekilas melirik ke arah Rendy, lalu cepat-cepat menunduk saat melihat ekspresi tajam pria yang dikenal sebagai Naga Perang—sosok legendaris di dunia gelap Khatulistiwa.Jessy melipat tangan di dadanya, wajahnya penuh kejengkelan. "Masalah kecil saja tidak bisa kamu tangani! Bagaimana kamu bisa mempertahankan jabatanmu?"Seakan darahnya terkuras, wajah manager itu semakin pucat. Ia menelan ludah, tidak berani menatap Jessy."Apa yang terjad
Dalam keheningan yang hanya diisi suara dengungan komputer, Jessy menatap layar dengan penuh konsentrasi. Cahaya biru dari monitor memantul di wajahnya yang tegang, memperlihatkan garis-garis kelelahan yang tersembunyi di balik sorot matanya yang tajam. Jari-jarinya menari di atas keyboard, sesekali berhenti untuk meneliti setiap baris kode dengan seksama. Rendy berdiri di belakangnya, tubuhnya tegang seperti kawat yang ditarik kencang, matanya tak berkedip menatap layar holografik yang terus berubah di hadapan mereka."Aku menemukannya," bisik Jessy, suaranya bergetar oleh ketegangan yang nyaris tak tertahankan. "Ada lokasi yang tersembunyi dalam sistem mereka... Ini bukan sekadar markas biasa, Ketua. Ini pusat dari segalanya."Rendy mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Ada api yang menyala di matanya, kemarahan yang selama ini ia pendam akhirnya menemukan bentuknya. "Di situlah ibuku disekap?" tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar.Jessy menoleh padanya, menatap dalam-dal
Di balik kerlip lampu dan gemerlap modernitas Red Lotus Club and Resort, Rendy melangkah dengan penuh ketegasan, namun di balik mata dinginnya tersimpan segudang kenangan. Di tengah kekacauan hidupnya—konflik dengan Cindy dan keputusannya untuk mencari kebenaran tentang ibunya—hanya satu hal yang selalu ia rindukan yaitu kehadiran Jessy Liu.Jessy, wanita yang telah lama menjadi bagian dari hidupnya, kini duduk di sebuah ruangan rahasia di balik dinding resort yang mewah. Di sana, di antara deretan monitor dan kode-kode digital yang menari, ia mungkin bisa menyusun petunjuk-petunjuk yang akan membongkar rahasia Kekuatan Tertinggi. Setiap detik tanpa Rendy terasa begitu lama baginya. Rindu yang selama ini tersembunyi di balik ketenangan profesional kini terpancar jelas saat ia melihat pintu terbuka perlahan."Ketua," panggilnya dengan nada lembut penuh harap, suaranya seakan melunakkan segala kegamangan. Saat Rendy melangkah mendekat, hatinya sejenak luluh oleh kehadiran wanita yang ta
Rendy tidak lagi menghiraukan Vera Huang. Wanita itu baginya bukan lagi seorang mertua, melainkan hanya semut yang bisa ia injak kapan saja jika ia mau. Matanya menatap kosong ke depan, tapi pikirannya dipenuhi kemarahan yang mendidih. Hatinya telah beku. Jika Cindy lebih memilih ibunya, maka ia akan pergi—mereka akan bercerai. Sesederhana itu."Masih ada hal yang lebih penting daripada mengurusi seorang mertua yang tidak berarti!" gumamnya, suara rendahnya nyaris seperti geraman. "Aku harus mencari tahu di mana ibuku yang ditahan oleh Kekuatan Tertinggi."Ia melangkah menuju gudang garasi, membuka pintu dengan sedikit tenaga. Derit engsel yang berkarat memenuhi udara, menyambutnya dengan suasana yang muram. Di dalam, skuter bututnya masih berdiri dengan setia, lapisan debu tipis menyelimutinya. Tanpa ragu, ia menyalakan mesin tua itu, suara bisingnya langsung menggema di seantero garasi.Baru saja ia hendak memutar gas, suara langkah kaki yang terburu-buru menghentikannya."Ren...!"
Vera menggertakkan giginya, rahangnya mengeras sementara napasnya memburu. Matanya menyala penuh kebencian, seperti bara api yang siap melalap habis apa pun di hadapannya. Dengan suara yang lebih tajam dari pisau belati, ia berdesis, "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi! Huang Corporation tidak akan runtuh hanya karena seorang pria yang dulu kupandang sebelah mata! Kau bukan Naga Perang... Semua ini hanya kebetulan belaka."Rendy tetap berdiri dengan tenang, sikapnya tegap bagai gunung yang tak tergoyahkan oleh badai. Sorot matanya dingin, penuh ketegasan yang tak terbantahkan. "Sudah kubilang, Vera, ini baru permulaan. Kau pikir aku akan berhenti di sini? Tidak. Aku akan memastikan kau merasakan kehancuran yang lebih menyakitkan daripada sekadar kehilangan investasi. Kau telah mempermainkan hidupku, dan sekarang, aku yang akan menentukan nasibmu."Wajahnya yang dulu dikenal lemah lembut kini menampakkan ketegasan yang mengerikan. Rendy bukan lagi pria yang bisa diabaikan begitu saj
Di tengah ruangan yang remang, bayangan senja menari di dinding-dinding mewah, Vera mengeluarkan dengusan penuh ejekan. Matanya yang tajam dan dingin menembus kegelapan, seolah memancarkan bara amarah. Dengan suara yang menyeruak, ia mencaci,"Menolak? Hah! Kamu pikir dirimu siapa? Hanya seorang pecundang yang bahkan tidak mampu membeli dasi layak, berani menantangku!"Rendy, berdiri tegap bagaikan patung besi di tengah badai, menatap balik tanpa setitik ragu. Tatapannya yang tajam dan dingin menantang, seolah berkata bahwa ia telah lelah menjadi korban hinaan. Suaranya rendah namun menggema dengan kepastian, "Aku sudah muak dipandang rendah. Jika aku mengaku sebagai Naga Perang, maka aku memang Naga Perang! Dan jika kau memaksaku menceraikan Cindy demi keuntunganmu sendiri, kau akan merasakan penyesalan yang meendalam!"Rendy sudah habis kesabaran dengan sikap arogan Vera yang selalu menghinanya.Tawa sinis Vera pecah, melayang ke udara seperti asap pahit, "Oh, jadi sekarang kau meng
HA-HA-HA ...!!!Tawa itu meledak di udara, menggetarkan ruangan dengan gaungnya yang menusuk telinga. Vera Huang menepuk-nepuk pahanya, seolah ucapan yang baru didengarnya adalah lelucon paling konyol yang pernah ada."Ha-ha-ha! Astaga, Rendy! Aku tahu kamu ini miskin dan tidak berguna, tapi aku sungguh tidak menyangka kamu juga pintar membual!" katanya dengan nada mengejek, matanya menyipit penuh penghinaan.Rendy mengepalkan tangan, kuku-kukunya hampir menembus kulit telapak tangannya sendiri. Napasnya berat, dadanya naik turun dengan penuh amarah. "Aku tidak berbohong! Aku memang Naga Perang yang akan menarik seluruh investasi Wang Industries dari Huang Corporation! Aku sudah muak hidup seperti ini, tanpa kejelasan dan tanpa harga diri!" suaranya bergetar, bukan karena ketakutan, tapi karena tekad yang sudah tak bisa dibendung lagi"Mentang-mentang nama margamu sama dengan nama perusahaan Grade A, terus kamu klaim kalau itu perusahaanmu? Hah! Sungguh lucu dan tak masuk akal!" sind