Di tengah gemerlapnya Negeri Khatulistiwa, Underground City berdiri sebagai jantung dari kehidupan urban yang tak pernah tidur. Kota ini bukan sekadar tempat tinggal—ini adalah destinasi wisata bagi penduduk yang haus akan kemewahan dan hiburan tanpa batas. Dari jalan-jalan yang dipenuhi lampu neon hingga toko-toko yang memamerkan brand-brand ternama, semuanya tersedia di sini. Pusat hiburan dan pertokoan tak pernah tutup, menawarkan kesenangan dan kemewahan 24 jam sehari. Di sini, waktu seolah kehilangan makna-siang dan malam berbaur menjadi satu di bawah gemerlap lampu-lampu kota.Sebuah mobil Mbenz putih mengkilap berhenti di depan sebuah toko pakaian lokal yang elegan. Meski desainer lokal merancang gaun-gaunnya dengan kualitas tinggi, harganya tetap terjangkau dibandingkan butik-butik mewah yang memajang gaun-gaun berlabel internasional seperti Channel. Cindy melangkah keluar dari mobil, suaranya terdengar penuh percaya diri saat berbicara, "Aku akan mengembalikan uang temanmu ka
Cindy Huang akhirnya menuruti pilihan Rendy dengan membeli gaun long dress hitam buatan desainer Grammy Lawalata. Selain itu Cindy juga membeli beberapa merek lokal tapi cukup bagus buatannya.Berbeda dengan Butik Channel yang memiliki pelayan khusus yang meklayani pembelian pakaian mereka, - di toko pakaian ini tidak ada pelayanan khusus ... semua serba swalayan dan sendiri.Tas belanjaan yang memuat pakaian yag dibeli di toko pakaian ini sudah hampir penuh. Namun, mata Rendy menjadi terkejut saat melihat potongan lingerie berwarna merah jambu yang transparan ada di dalam tas belanja Cindy."Sejak kapan, Cindy memakai lingerie untuk tidur?" pikirnya.Sudah tiga tahun menikah, Rendy belum menyentuh Cindy sama sekali. Istrinya ini selalu menolak dengan alasan tidak memiliki mood untuk berhubungan intim dengannya. Seingat Rendy, tidak pernah sekalipun Cindy mengenakan lingerie bahakan istrinya tidak memiliki lingerie sama sekali. Jadi, untuk siapa lingerie berwarna merah jambu ini?Unt
Senyum tipis terlukis di wajah kasir, senyum yang tampak ramah namun sarat dengan nada buatan, saat dia melayani pelanggan yang menumpuk pakaian bermerek di atas meja kasir. "Selamat siang, Bu. Silakan taruh semua belanjaannya di sini. Saya yang akan urus semuanya," sapanya dengan nada sopan yang terlatih. Namun, ketika pandangan kasir itu jatuh pada Rendy, matanya menyipit, seakan menilai setiap helai pakaian yang dia kenakan. Jaket kulit coklat yang mulai pudar, kaos oblong yang sudah terlalu sering dicuci, dan tas selempang usang di bahunya—semua itu membuat Rendy tampak seperti mahasiswa perantauan yang hidup dengan uang saku yang pas-pasan. Dalam diam, kasir itu menilai Rendy tak lebih dari seorang yang tak pantas berada di toko ini, apalagi mampu membayar barang-barang mewah di hadapannya. "Yakin kamu bisa bayar semuanya? Jangan bikin aku malu di depan kasir yang sudah melihatmu dengan sebelah mata," bisik Cindy, menahan suaranya agar tak terdengar oleh orang lain. Wajahnya
Rendy mengeluarkan kartu Black Dragon dari sakunya dengan gerakan tenang, namun ada ketegasan di setiap geraknya. "Kartu ini hanya bisa digunakan untuk pembelanjaan minimal lima puluh juta," ucapnya dengan nada datar yang penuh keyakinan, matanya menatap lurus tanpa goyah. Katrin sudah memastikan kalau kartu ini bisa digunakan layaknya kartu kredit atau kartu debit karena semua bank di Khatulistiwa sudah menyetujui kerja sama dengan kartu Black Dragon. Cindy memandangnya, ketidakpercayaan dan keraguan menyelinap di balik sorot matanya. Meski demikian, ia tetap mengambil beberapa pakaian seperti yang disarankan Rendy, hatinya masih dirundung kebingungan."Kamu serius, Ren? Bayar tiga puluh lima juta saja tidak bisa, bagaimana bisa bayar tagihan lima puluh juta?" tegur Cindy sebelum pergi mengambil pakaian lainnya. Ketika Cindy kembali dengan pakaian di tangannya, seorang penjaga toko wanita tiba-tiba muncul dari belakang mereka, suaranya penuh ejekan. "Dasar laki-laki kere... Aku sud
Suara monoton mesin EDC yang terus mencoba membaca kartu Black Dragon terdengar begitu keras di telinga Tania, seolah-olah menggedor-gedor dinding keberaniannya yang semakin rapuh. Jantungnya berdetak kencang, seirama dengan getaran halus di tangannya yang kini menggenggam mesin itu. Setiap kali layar mesin menunjukkan kegagalan, cengkeraman rasa takut semakin kuat. Dia tahu betul, di dunia di mana kekuasaan bisa dihancurkan hanya dengan sebuah kesalahan kecil, satu langkah keliru bisa menjadi bencana.Tak jauh dari sana, wanita penjaga toko yang sebelumnya penuh percaya diri memandang sinis ke arah Rendy. Senyuman mengejek menghiasi wajahnya, seolah dia sudah bisa membayangkan kekalahan yang akan segera dialami oleh pria itu. “Sepertinya kartumu tidak bisa terbaca,” ujarnya dengan nada meremehkan, sambil menyilangkan tangan di depan dada. Matanya berbinar dengan harapan akan melihat ekspresi malu di wajah Rendy dan Cindy.Namun, Rendy hanya membalas dengan tatapan dingin, penuh keten
Wanita penjaga toko itu terdiam sejenak, bibirnya gemetar sedikit sebelum mencoba mempertahankan keberanian. "Kami hanya menjalankan tugas, Tuan... Seharusnya ini tidak menjadi masalah besar," ucapnya dengan suara yang mencoba tegar namun terdengar getir. Cindy, yang berdiri tidak jauh dari mereka, merasakan panasnya kecemburuan menjalari dirinya. Matanya menatap dengan tajam ke arah Katrin, yang entah bagaimana selalu berhasil menjadi pusat perhatian, terutama perhatian Rendy. Meski Rendy berusaha menjaga ketenangan situasi, Cindy merasa Katrin terlalu dekat, seakan melangkah masuk ke dalam ruang yang seharusnya miliknya. "Kamu selalu datang di saat yang tepat, ya?" Cindy berujar dengan nada sinis, bibirnya menyungging senyum yang sama sekali tak ramah. Matanya yang penuh kemarahan berusaha menantang Katrin, mencari celah untuk menyerangnya. "Apa kamu menikmatinya?" Katrin hanya tersenyum tipis, wajahnya tetap tenang dan terkendali. "Aku hanya membantu teman, Nona Cindy. Jangan te
Pegunungan Andesia, AuroraAurora merupakan negera tetangga Khatulistiwa yang mungkin hanya sebesar Kota Kartanesia, tapi kemajuan negeri ini sangat pesat dibandingkan negara tetangganya.Letak Aurora sangat strategis karena terletak diantara pegunungan dan samudra yang terbentang luas. Pegunungan Andesia merupakan pegunungan yang indah di Negera Aurora, selalu sejuk dengan sinar matahari yang tidak terlalu panas menyengat.Di atas pegunungan ini terlihat sebuah rumah besar dengan desain arsitektur modern yang dilengkapi beberapa perlengkapan satelit untuk komunikasi serta panel-panel tenaga surya untuk pembangkit listrik. Di sinilah tinggal Elemental Naga Ketiga yang masih belum menghubungi Naga Perang."Tuan Putri! Kami mendapat pesan kalau Naga Perang telah kembali! Apa beliau memberitahukannya kepada Tuan Putri?" lapor salah satu pengawal pribadi gadis cantik yang ditaksir umurnya paling baru 19 tahun.Gadis cantik ini bertubuh mungil tapi kecantikannya bagaikan bidadari dengan ku
Mata Renata menerawang jauh menatap pegunungan Andesia yang indah diterpa sinar mentari pagi. Dia belum memutuskan untuk segera ke Negera Khatulistiwa karena hatinya masih belum merelakan kepergian Naga Perang untuk menikah dengan Cindy Huang di masa lalu."Hanya karena pernah menyelamatkan nyawa Kak Rendy, wanita itu sudah mendapat kehormatan untuk dinikahi oleh Naga Perang?" pikirnya sambil duduk di balkon kamarnya, menatap indahnya pemandangan di sekitarnya.Beberapa bodyguard yang didatangkan ayahnya khusus untuk melindunginya tampak berjaga dengan serius di sekeliling rumah modernnya ini."Kalau ada Kak Rendy, aku tidak perlu bodyguard sebanyak ini untuk menjagaku! Sebenarnya Loksa saja sudah cukup untuk menjagaku tapi ayah tidak mau ambil resiko sejak nyawaku hampir melayang oleh organisasi The Shadow."Loksa yang mengerti kalau Renata ingin sendirian, meninggalkan kamar untuk mengatur para bodyguard agar lebih waspada karena The Shadow bisa saja mengincar Renata Zhang untuk mem