Rendy mengeluarkan kartu Black Dragon dari sakunya dengan gerakan tenang, namun ada ketegasan di setiap geraknya. "Kartu ini hanya bisa digunakan untuk pembelanjaan minimal lima puluh juta," ucapnya dengan nada datar yang penuh keyakinan, matanya menatap lurus tanpa goyah. Katrin sudah memastikan kalau kartu ini bisa digunakan layaknya kartu kredit atau kartu debit karena semua bank di Khatulistiwa sudah menyetujui kerja sama dengan kartu Black Dragon. Cindy memandangnya, ketidakpercayaan dan keraguan menyelinap di balik sorot matanya. Meski demikian, ia tetap mengambil beberapa pakaian seperti yang disarankan Rendy, hatinya masih dirundung kebingungan."Kamu serius, Ren? Bayar tiga puluh lima juta saja tidak bisa, bagaimana bisa bayar tagihan lima puluh juta?" tegur Cindy sebelum pergi mengambil pakaian lainnya. Ketika Cindy kembali dengan pakaian di tangannya, seorang penjaga toko wanita tiba-tiba muncul dari belakang mereka, suaranya penuh ejekan. "Dasar laki-laki kere... Aku sud
Suara monoton mesin EDC yang terus mencoba membaca kartu Black Dragon terdengar begitu keras di telinga Tania, seolah-olah menggedor-gedor dinding keberaniannya yang semakin rapuh. Jantungnya berdetak kencang, seirama dengan getaran halus di tangannya yang kini menggenggam mesin itu. Setiap kali layar mesin menunjukkan kegagalan, cengkeraman rasa takut semakin kuat. Dia tahu betul, di dunia di mana kekuasaan bisa dihancurkan hanya dengan sebuah kesalahan kecil, satu langkah keliru bisa menjadi bencana.Tak jauh dari sana, wanita penjaga toko yang sebelumnya penuh percaya diri memandang sinis ke arah Rendy. Senyuman mengejek menghiasi wajahnya, seolah dia sudah bisa membayangkan kekalahan yang akan segera dialami oleh pria itu. “Sepertinya kartumu tidak bisa terbaca,” ujarnya dengan nada meremehkan, sambil menyilangkan tangan di depan dada. Matanya berbinar dengan harapan akan melihat ekspresi malu di wajah Rendy dan Cindy.Namun, Rendy hanya membalas dengan tatapan dingin, penuh keten
Wanita penjaga toko itu terdiam sejenak, bibirnya gemetar sedikit sebelum mencoba mempertahankan keberanian. "Kami hanya menjalankan tugas, Tuan... Seharusnya ini tidak menjadi masalah besar," ucapnya dengan suara yang mencoba tegar namun terdengar getir. Cindy, yang berdiri tidak jauh dari mereka, merasakan panasnya kecemburuan menjalari dirinya. Matanya menatap dengan tajam ke arah Katrin, yang entah bagaimana selalu berhasil menjadi pusat perhatian, terutama perhatian Rendy. Meski Rendy berusaha menjaga ketenangan situasi, Cindy merasa Katrin terlalu dekat, seakan melangkah masuk ke dalam ruang yang seharusnya miliknya. "Kamu selalu datang di saat yang tepat, ya?" Cindy berujar dengan nada sinis, bibirnya menyungging senyum yang sama sekali tak ramah. Matanya yang penuh kemarahan berusaha menantang Katrin, mencari celah untuk menyerangnya. "Apa kamu menikmatinya?" Katrin hanya tersenyum tipis, wajahnya tetap tenang dan terkendali. "Aku hanya membantu teman, Nona Cindy. Jangan te
Pegunungan Andesia, AuroraAurora merupakan negera tetangga Khatulistiwa yang mungkin hanya sebesar Kota Kartanesia, tapi kemajuan negeri ini sangat pesat dibandingkan negara tetangganya.Letak Aurora sangat strategis karena terletak diantara pegunungan dan samudra yang terbentang luas. Pegunungan Andesia merupakan pegunungan yang indah di Negera Aurora, selalu sejuk dengan sinar matahari yang tidak terlalu panas menyengat.Di atas pegunungan ini terlihat sebuah rumah besar dengan desain arsitektur modern yang dilengkapi beberapa perlengkapan satelit untuk komunikasi serta panel-panel tenaga surya untuk pembangkit listrik. Di sinilah tinggal Elemental Naga Ketiga yang masih belum menghubungi Naga Perang."Tuan Putri! Kami mendapat pesan kalau Naga Perang telah kembali! Apa beliau memberitahukannya kepada Tuan Putri?" lapor salah satu pengawal pribadi gadis cantik yang ditaksir umurnya paling baru 19 tahun.Gadis cantik ini bertubuh mungil tapi kecantikannya bagaikan bidadari dengan ku
Mata Renata menerawang jauh menatap pegunungan Andesia yang indah diterpa sinar mentari pagi. Dia belum memutuskan untuk segera ke Negera Khatulistiwa karena hatinya masih belum merelakan kepergian Naga Perang untuk menikah dengan Cindy Huang di masa lalu."Hanya karena pernah menyelamatkan nyawa Kak Rendy, wanita itu sudah mendapat kehormatan untuk dinikahi oleh Naga Perang?" pikirnya sambil duduk di balkon kamarnya, menatap indahnya pemandangan di sekitarnya.Beberapa bodyguard yang didatangkan ayahnya khusus untuk melindunginya tampak berjaga dengan serius di sekeliling rumah modernnya ini."Kalau ada Kak Rendy, aku tidak perlu bodyguard sebanyak ini untuk menjagaku! Sebenarnya Loksa saja sudah cukup untuk menjagaku tapi ayah tidak mau ambil resiko sejak nyawaku hampir melayang oleh organisasi The Shadow."Loksa yang mengerti kalau Renata ingin sendirian, meninggalkan kamar untuk mengatur para bodyguard agar lebih waspada karena The Shadow bisa saja mengincar Renata Zhang untuk mem
"Aku juga dijuluki Jenius Alkemis, tapi aku hanya mampu meramu obat-obatan dari tanaman obat yang banyak tersebar di duna ini serta kemampuan tusuk jarum untuk pengobatan." Naga Perang merasa senang bisa bertemu Jenius Alkemis lainnya, yang bahkan lebih hebat dari dirinya. "Senang bertemu denganmu, Renata!" ucap Rendy dengan tulus. "Kakak namanya siapa?" tanya Renata memberanikan diri. "Panggil saja Kak Rendy ... apa yang kamu temukan sampai banyak bos besar yang mengincar nyawamu?" tanya Rendy. "Rahasia, Kak! Kalau Kak Rendy penasaran, menginap di sini saja beberapa hari sekakigus melindungi Renata dari organisasi jahat The Shadow!" pinta Renata. "Aku tidak bisa membiarkan The Shadow menghilangkan Jenius Alkemis, apalagi masih tergolong anak-anak ... apa aku boleh menginap di sini?" tanya Rendy kepada Loksa yang menjadi penanggung jawab Renata Zhang. "Kalau Tuan Putri mengizinkan, aku ikut saja!' jawab Loksa singkat sambil tatapannya tetap waspada. "Aku yang meminta Kak Rendy
Dalam satu gerakan cepat, Naga Perang berputar dan menjepit ketiga pisau terbang di antara jari-jarinya, seolah-olah waktu berhenti sesaat. Pisau-pisau itu berkilau tajam, siap untuk menebas apa saja yang menghalangi, namun tidak sedikit pun melukai tangan Rendy. Teknik ini sangat berbahaya—salah sedikit saja, jari-jari Rendy bisa putus. Dengan gerakan halus namun penuh tenaga, Naga Perang melemparkan kembali pisau-pisau itu ke arah pemiliknya, seorang wanita yang menyamar sebagai pelayan. Wanita itu tersentak, segera menghindar, dan pisau-pisau itu menancap dalam di pintu kamar, menciptakan suara dentingan yang memecah keheningan. “Siapa kau? Kenapa ingin membunuhku?” suara Rendy terdengar dingin, matanya menyipit menatap wanita itu. “Hihihi… ternyata Naga Perang memang sepadan dengan ceritanya,” jawab wanita itu, menanggalkan pakaian pelayannya. Saat itulah, wajah aslinya terungkap—cantik dan mempesona, terbungkus pakaian ketat berwarna hitam yang menonjolkan setiap lekuk tubuhny
Rendy berdiri di ambang pintu kamar Renata, tubuhnya terpaku di tempat. Di hadapannya, gadis remaja itu tertidur dengan damai, tidak menyadari ancaman yang bersembunyi di balik keheningan. Wajahnya tampak begitu rapuh di bawah cahaya remang-remang, seolah hanya seutas benang yang menahan hidupnya dari kehancuran. Napas Rendy terjebak di tenggorokannya .... waktu terasa seperti berjalan terlalu cepat, setiap detik yang berlalu membawa mereka semakin dekat pada kehancuran.Dengan langkah yang tenang namun tegang, Rendy mendekati tempat tidur Renata. Tangannya gemetar saat menyentuh pergelangan tangan gadis itu, merasakan denyut nadinya yang lemah namun stabil. Namun, di bawah permukaan kulit yang halus itu, dia bisa merasakan energi asing yang berbahaya, seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja."Renata..." bisiknya pelan, meskipun dia tahu gadis itu tidak bisa mendengarnya. "Maafkan aku, tapi aku harus melakukan ini."Jarum-jarum perak yang tersimpan di balik jubahnya terasa ding