Clarissa mundur selangkah, membiarkan senyumnya melebar. Aura dingin yang menyelimutinya semakin terasa. Rendy tetap berdiri tegak, matanya mengamati setiap gerakan Clarissa dan Mahendra. Pikirannya berputar cepat, menimbang-nimbang langkah berikutnya."Kau tahu," Clarissa mulai lagi, nadanya kini lebih ringan tapi tetap tajam, "Aku selalu menikmati permainan ini. Menyusupkan sedikit informasi palsu, mengawasi reaksimu, dan membiarkanmu bermain dalam ilusi bahwa kau mengendalikan keadaan." Ia melirik Renata sekilas. "Tapi kau terlalu percaya diri, Rendy. Sejak dulu, kau selalu menganggap dirimu satu langkah di depan, padahal kau sudah jauh tertinggal."Mahendra yang sedari tadi hanya mengawasi kini maju ke depan, suaranya penuh kepuasan. "Kami sudah memikirkan semuanya, Rendy. Dari bisnis sampai jaringan informasimu. Semua celahmu kami temukan. Kau mungkin hebat di Horizon City dan Kartanesia, tapi di Shadow Islands? Ini adalah wilayah kami."Renata mengepalkan tangan di sisinya, mera
Saat helikopter yang membawa Rendy dan Renata mendarat dengan mulus di Pegunungan Andesia, Jessy menatap pemandangan gunung bersalju dengan mata penuh tekad. Dia mengangguk singkat ke arah Rendy sebelum berbalik, bersiap untuk menjalankan misinya yang jauh lebih berbahaya. Tidak ada waktu untuk bersantai. Informasi yang dia peroleh tentang Kitab Kultivasi tidak bisa dianggap remeh, dan lawan utamanya, Sheila, sudah satu langkah di depan.Begitu Jessy masuk kembali ke helikopter, dia bertukar pandang dengan Ketua Klan Naga Emas, Septian Long, yang duduk di sebelahnya, dan Ketua Merak Putih, Lilian Shang. Keduanya adalah sekutu tangguh, namun Jessy tahu bahwa mereka semua punya agenda masing-masing. Meski tujuan mereka sejalan untuk sementara waktu, kecurigaan tidak pernah sepenuhnya hilang.Helikopter meluncur di udara malam, menuju Kota Angker di Negeri Malam. Suasana di dalam kabin semakin berat seiring perjalanan mendekati titik krusial. Lilian memandang Jessy dengan tatapan dingin
Sheila melancarkan serangan pertama, melesatkan pisau belati ke arah Jessy yang hanya menghindar dengan satu gerakan gesit. Pisau itu terbang membelah udara, nyaris mengenai Jessy yang sudah berdiri tegak dengan sorot mata tajam. Mereka saling mengukur, ketegangan begitu terasa di udara.Dengan sekali hentakan kaki, Sheila kembali melompat maju, melepaskan pukulan yang begitu cepat hingga hanya bayangannya yang tertinggal. Jessy, dengan ketangkasan yang hampir melampaui kemampuan manusia biasa, menepis serangan Sheila. Kilatan senjata logam mereka beradu, mengisi ruangan dengan suara dentingan yang memekakkan telinga. Sheila terus menerjang, dengan gerakan-gerakan liar dan agresif yang seolah-olah tak mengenal batas.“Sudah selesai, Jessy!” Sheila berseru, memutar tubuhnya dengan lincah, dan berhasil menebas ujung lengan baju Jessy, membuat darah mulai merembes keluar. Namun, Jessy tak goyah. Alih-alih gentar, dia menatap Sheila dengan senyum penuh ketenangan.“Jangan terlalu yakin,”
Jessy menatap Septian dan Lilian dengan tatapan tegas saat mereka berada dalam perjalanan kembali. "Kalian harus bertemu Naga Perang," katanya, menekankan perintah itu. Meskipun secara operasional ia yang mengatur misi, Jessy tahu, begitu pula mereka, bahwa pada akhirnya, Rendy Wang—si Naga Perang—tetaplah pemimpin tertinggi mereka, sosok di balik semua strategi yang berjalan di dalam Klan Naga Emas.Saat mereka akhirnya tiba, Jessy maju terlebih dahulu menemui Rendy. Dengan hati yang berdebar, ia menyerahkan Kitab Kultivasi itu, kitab yang begitu langka dan berharga hingga mampu mengantarkan seseorang menembus Alam Dewa. Dalam pandangannya, momen ini lebih dari sekadar misi—ini adalah upaya membuktikan diri, bahwa semua keberaniannya adalah untuk mendapatkan pengakuan dan kebanggaan dari sosok pemimpin yang ia hormati lebih dari siapa pun.Rendy menerima kitab itu dengan tatapan tenang, mengangguk singkat tanpa ekspresi berlebihan. Ia meletakkan kitab tersebut di mejanya dengan gerak
Rendy memandangi peta holografis, mata tajamnya menyapu detail wilayah di mana dua artefak suci lainnya berada. Kitab Kultivasi Kuno baru langkah awal, dan ia tahu, untuk mengendalikan musuh-musuh yang semakin kuat—The Killer, The Infinity, Sheila dan Empat Penjuru Angin, Clarissa, dan sekarang Shakira dengan Banshee-nya—maka ia membutuhkan kekuatan penuh dari Tiga Artefak Suci."Jessy, ini tugas berat, tapi kau adalah satu-satunya yang sanggup," ujar Rendy, suaranya mantap. "Pedang Langit Lima Elemental dan Golok Penghancur Naga. Kita harus mendapatkan keduanya sebelum mereka berpindah tangan.”Jessy mengangguk, menatap peta yang memperlihatkan pegunungan bersalju yang tampak tak tersentuh manusia, gurun luas yang penuh ilusi, dan sebuah reruntuhan yang tersembunyi di dasar samudra, masing-masing tempat yang diyakini menjadi lokasi dua artefak suci yang tersisa. Sejak lama, legenda menyebutkan bahwa dunia ini dibentuk dari Lima Elemental: Api, Air, Angin, Tanah, dan Petir. Kelima ele
Di dalam perjalanan menuju Khatulistiwa, Naga Perang Rendy Wang duduk dalam diam, menatap ke arah jendela jet pribadinya, matanya menyiratkan kecemasan yang tak dapat disembunyikan. Bayangan Cindy Huang berkelebat di benaknya. Terlepas dari segala kemegahan dan kekuasaan yang ia miliki, dalam hatinya Cindy tetaplah seseorang yang penting, lebih dari sekadar gadis penjual lemper sederhana. Ada sesuatu yang tak tergantikan dalam dirinya, sesuatu yang membuat Rendy merasa tenang dan terhubung dengan dunia yang jauh dari hiruk pikuk kekuasaan dan pertempuran.Renata Zhang, yang duduk di kursi seberang, memperhatikan ekspresi Naga Perang dengan hati yang terasa berat. Meski ia selalu mendukung Rendy, kali ini ada kekosongan yang menguasai hatinya. Renata tahu bahwa meski dirinya tangguh dan kompeten dalam segala urusan profesional, ada sesuatu pada Cindy yang membuatnya merasa kalah – ketulusan hati yang belum tentu bisa ia miliki. Ia merasakan persaingan yang aneh di dalam hatinya, bukan
Setibanya di Paradise Hills, Rendy memandang bangunan megah di atas bukit dengan perasaan yang bercampur antara kehati-hatian dan kecemasan. Cindy, yang dulu ia kenal sebagai sosok sederhana, kini telah berubah menjadi pribadi yang jauh lebih kuat dan penuh strategi. Sebagai CEO Huang Corporation, Cindy tidak lagi menyisakan ruang untuk belas kasihan. Setiap ancaman, baik dari pesaing maupun sekutu, ia tangani dengan ketegasan yang semakin mendekati kejam. Sosoknya yang elegan dan dingin kini memiliki aura kekuasaan yang baru, membuatnya disegani dan ditakuti.Cindy berdiri di ruang tamu luas yang menghadap ke arah kedatangan Rendy. Tatapannya tajam, penuh kendali, menunggu seakan ia telah tahu maksud Rendy kembali ke Paradise Hills. Saat Rendy memasuki ruangan, Cindy tidak lagi menunjukkan kelembutan yang dulu menyatukan mereka. Alih-alih, ada sikap dingin yang menyelimuti setiap gerak-geriknya.“Rendy,” sapanya, tanpa senyum. “Aku dengar kau kembali... cukup mendadak. Kupikir kau si
Menyadari jebakan Cindy yang perlahan-lahan menjeratnya, Rendy tahu ia harus memutar otak untuk menghindari pengakuan apa pun yang bisa memperkuat posisi Cindy. Ia tak ingin menjadi alat bagi ambisi Cindy untuk memperluas kekuasaannya. Tanpa ragu, ia menyusun rencana licin—berlagak sebagai Rendy Wang yang dulu, menantu yang menurut ibu mertuanya hanya tahu bermalas-malasan dan bergantung pada kekayaan keluarga Huang.Pagi itu, ia melangkah ke ruang tamu rumah Vera Huang dengan pakaian kasual yang sengaja ia pilih agar terlihat sesederhana mungkin. Vera, yang tengah duduk dengan anggun di sofa, menatapnya dari ujung kepala hingga kaki, sorot matanya menyiratkan cemoohan yang tak tersembunyi.“Akhirnya menampakkan diri juga,” ujarnya tanpa basa-basi, menyiratkan kekecewaannya. “Kupikir kau sibuk mengurus hal-hal tak penting.”Rendy tersenyum lemah, mengesankan rasa malu dan ketidakberdayaan. “Maafkan aku, Ma. Aku hanya ingin memastikan Cindy tidak kesusahan. Tentu saja, aku sadar kalau