Luke datang ke rumah Paul namun, Ara sedang pergi ke mall mengantar mamanya belanja sekaligus membeli beberapa kebutuhan untuk perjalanan ke Indonesia."Apa yang membawamu datang ke sini?" tanya Paul santai sambil mempersilahkan Luke duduk di sofa."Aku dengar Ara akan paman ajak ke Indonesia?" "Itu benar ... apakah kamu mau ikut juga?" goda Paul membuat telinga Luke memerah karena malu."Ehm ... sebenarnya aku khawatir ketika mendengar Ara akan kembali ke Indonesia," kata Luke terus terang.Dia awalnya tidak ingin memberitahu Paul akan pengalaman pahit Ara saat dia masih di Indonesia namun, rasa khawatirnya ini benar-benar membuatnya harus mengingatkan Paul agar papa angkat Ara ini bisa benar-benar menjaga Ara saat di Indonesia nanti."Kenapa kamu khawatir?" tanya Paul serius.Dia ingin tahu apakah Luke mengetahui kalau Ara bukanlah Lanara anak kandungnya. Paul juga ingin tahu apakah Luke mengetahui Ara memiliki keluarga yang masih lengkap di Indonesia karena keduanya selama ini beg
"Maafkan aku, mungkin aku terlalu berlebihan karena sangat mengkhawatirkan kamu," kata Luke sedikit malu.Luke sadar, seharusnya dia tidak perlu bersikap berlebihan namun, apalah daya dirinya tidak bisa menghindari rasa khawatir kalau wanita yang dicintainya ini akan kembali disakiti oleh mantan suaminya dan bersedih."Tidak apa-apa, wajar saja jika kamu khawatir karena kamu adalah sahabatku," hibur Ara.Walau dia merasa jengah dengan sikap protective Luke yang berlebihan tapi Ara sadar semua itu untuk kebaikannya sendiri.Diam-diam Ara merasa bersyukur dan berterimakasih kepada Luke atas perhatian dan cintanya selama ini."Apakah kamu benar-benar akan ikut paman ke Indonesia?" tanya Luke masih tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya.'Apa yang akan Ara lakukan jika dia kembali bertemu dengan mantan suaminya?' batin Luke resah.Luke mulai mempertimbangkan untuk ikut juga ke Indonesia namun, dia ingat masih ada beberapa pekerjaan di Prancis yang harus segera dia selesaikan."Ya. Aku
"Aku dengar kamu akan membawa cucu Perempuanku ke Indonesia," kata Stefani kepada Paul ketika anak laki-lakinya itu datang berkunjung ke rumah besar dan menemaninya makan malam."Hmm," sahut Paul sambil menganggukkan kepalanya dan meneruskan makannya kembali."Mengapa kamu membawanya?" tanya Stefani tidak menyembunyikan rasa tidak setujunya.Ara pernah mengalami kecelakaan ketika hendak pulang ke Prancis dari Indonesia. Mengapa anaknya ini malah ingin membawanya ke negara itu lagi?"Aku ingin dia menangani beberapa proyek kerjasama antara aku dan salah satu pengusaha muda yang ada di Indonesia.""Mengapa harus dia? Ara hanyalah anak perempuan ... mengapa kamu tidak menyuruh Thomas saja untuk mewakili kamu memegang pekerjaanmu di Indonesia?" tanya Stefani terlihat tidak puas dengan keputusan putranya saat ini.Thomas yang saat ini sedang ada di meja yang sama dengan Paul dan Stefani tidak bisa menyembunyikan sinar di matanya.Sudah lama dia mengincar posisi sebagai tangan kanan Paul di
"Aku pulang dulu," kata Paul sambil berdiri dari duduknya dan pergi tanpa banyak kata."Nenek ....""Biarkan pamanmu memikirkannya, bagaimanapun keputusannya, kamu tetaplah pewaris keluarga, jadi jangan khawatir, pamanmu pasti akan tunduk pada aturan keluarga kita," kata Stefani memotong rengekan cucu laki-lakinya penuh keyakinan.Paul yang mendengar kata-kata Stefani sambil melangkah keluar hanya tersenyum sinis dan menghela napas panjang.Inilah sebabnya mengapa dia sangat enggan mengunjungi rumah mamanya sendiri jika tidak sedang ada acara keluarga. Kebiasaan mamanya mengatur dan ikut campur dalam kehidupan anak-anaknya benar-benar sangat mengganggu. Ditambah Stefani juga merupakan penganut patriarki sejati. Itu sebabnya walaupun dia menyayangi Lanara, tetap saja Thomas adalah yang utama.Ara mengerutkan kening melihat Paul pulang ke rumah dengan kening berkerut seperti sedang memikirkan sesuatu."Apakah ada masalah?" tanya Ara kepada Paul sambil menyerahkan secangkir teh hangat.P
"Jangan marah, kamu tahu sendiri bagaimana mamaku itu, mari kita abaikan saja dan fokus pada putri kita," kata Paul sambil mengusap punggung istrinya untuk meredakan kemarahannya.Apapun yang dilakukan mamanya kepada Hanna, istrinya ini tidak akan pernah marah dan menanggapinya dengan bijak, kecuali kalau itu menyangkut putri mereka. "Apa yang akan kamu lakukan? Apakah kamu akan membawa keponakan laki-lakimu juga?" tanya Hanna cemas.Dia khawatir kehadiran Thomas akan mengganggu putrinya dan mencelakainya.Hanna bukannya tidak tahu bagaimana pandangan Thomas kepada anak perempuannya. Keponakan laki-laki suaminya itu kerap menatap Ara dengan tatapan mata jahat dan kejam. Hanna takut terjadi sesuatu pada Ara jika Thomas diajak serta oleh suaminya. "Aku mengatakan pada mereka kalau aku akan memikirkannya ....""Tidak! Kamu tidak bisa membawa Ara ke Indonesia jika Thomas ikut serta, biarkan Ara bersamaku!" potong Hanna cepat."Tenanglah ... aku tidak akan membawanya, aku juga tahu kalau
"Ara ...," panggil Wei tanpa sadar."Kamu tahu nama panggilan kecil anakku?" tanya Paul heran."Panggilan kecil?" tanya Wei bingung."Ya ... anakku Lanara memiliki panggilan kecil Ara, itu pemberian istriku," jelas Paul sambil tersenyum. "Bukankah panggilan itu bagus?" tanyanya lagi kepada Wei.Wei mengalihkan tatapannya kembali pada Ara."Bagus ... sangat bagus," kata Wei menatap kosong ke arah Ara tanpa berkedip.Ternyata dia salah sangka lagi, wanita di hadapannya ini bukanlah Ara. Sekalipun dia memiliki suara dan panggilan yang sama dengan istrinya, dia bukanlah Ara, dia orang lain. Pikir Wei dengan tatapan mata yang meredup dan sedih.Dia segera mengalihkan pandangannya dari Ara dan mengajak Paul meninggalkan bandara menuju hotel yang telah dia siapkan.Sepanjang perjalanan, Wei tidak lagi mengindahkan Ara. Dia sibuk bercakap-cakap dengan Paul tentang proyek yang akan mereka kerjakan bersama."Kamu mungkin belum tahu, aku akan menyerahkan pengawasan proyek di sini kepada putriku,
Seberapa besar rasa tidak suka Wei kepada dirinya hingga cincin kawinnya pun dia berikan kepada wanita lain?"Mengapa anda masih saja terkenang dengan wanita yang sudah mati? Apakah sekertaris Tuan tidak dapat memuaskan Tuan?" tanya Ara tidak bisa menyembunyikan nada sinis dalam suaranya."Aku bukan atasan yang gila kepuasan seperti itu, kamu bisa menanyakan pada orang kepercayaan ku, apakah aku pernah berhubungan intim dengan sekertaris ku ....""Oh ... benarkah? Tapi siapa yang bisa percaya kalau tidak pernah terjadi apa-apa antara bos dan sekertarisnya jika mereka kemana-mana selalu bersama?" kata Ara memotong ucapan Wei, bertanya sekaligus memojokkan pria berkulit putih itu."Nona Ara sepertinya tahu banyak tentang kehidupan pribadiku, aku benar-benar merasa tersanjung," kata Wei sambil tersenyum dan menatap Ara tajam.Ara rasanya ingin memukul kepalanya sendiri saat melihat tatapan tajam Wei kepadanya. Pria itu seperti mencoba menembus benteng pertahannya dan ingin mencari tahu s
Telepon Wei membangunkan Joy yang saat ini sedang terbuai dalam mimpi indahnya. Joy memaki dalam hati, betapa tidak pengertiannya si bos yang meneleponnya di jam-jam seperti ini."Halo," sapa Joy dengan suara serak khas bangun tidur."Apakah aku mengganggu tidurmu?" tanya Wei yang menyadari kalau orang kepercayaannya itu sudah tidur saat dia menelepon.Joy memutar bola matanya mendengar kata-kata Wei. Jelas mengganggu mengapa bosnya ini malah bertanya lagi? Benar-benar membosankan!"Ada apa, Bos?" tanya Joy mengabaikan pertanyaan Wei sebelumnya.Dia tidak ingin menjawab pertanyaan Wei karena itu hanya akan membuatnya serba salah. Jika dia bilang tidak mengganggu, Joy takut Wei akan menjadi terbiasa mengganggunya di jam seperti ini. Sedangkan kalau dia bilang mengganggu, Joy yakin Wei pasti akan kesal kepadanya. Jadi lebih baik pertanyaan itu tidak usah dijawab."Bisakah kamu mencari tahu lebih detail tentang anak perempuan Paul itu?" tanya Wei penuh harap."Aku akan mencobanya, Bos,"
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar