Telepon Wei membangunkan Joy yang saat ini sedang terbuai dalam mimpi indahnya. Joy memaki dalam hati, betapa tidak pengertiannya si bos yang meneleponnya di jam-jam seperti ini."Halo," sapa Joy dengan suara serak khas bangun tidur."Apakah aku mengganggu tidurmu?" tanya Wei yang menyadari kalau orang kepercayaannya itu sudah tidur saat dia menelepon.Joy memutar bola matanya mendengar kata-kata Wei. Jelas mengganggu mengapa bosnya ini malah bertanya lagi? Benar-benar membosankan!"Ada apa, Bos?" tanya Joy mengabaikan pertanyaan Wei sebelumnya.Dia tidak ingin menjawab pertanyaan Wei karena itu hanya akan membuatnya serba salah. Jika dia bilang tidak mengganggu, Joy takut Wei akan menjadi terbiasa mengganggunya di jam seperti ini. Sedangkan kalau dia bilang mengganggu, Joy yakin Wei pasti akan kesal kepadanya. Jadi lebih baik pertanyaan itu tidak usah dijawab."Bisakah kamu mencari tahu lebih detail tentang anak perempuan Paul itu?" tanya Wei penuh harap."Aku akan mencobanya, Bos,"
"Apa yang terjadi? Mengapa kamu menatap putriku seperti itu lagi?" tanya Paul mengerutkan alis tidak suka melihat tatapan panas Wei kepada Ara.Wei tersentak mendengar pertanyaan rekan bisnisnya. Dengan cepat dia merubah sikapnya dan tersenyum setelah berdehem untuk menetralkan kecanggungannya."Maaf ... istriku juga suka melakukan gerakan yang sama dengan nona Ara ketika akan duduk, anehnya jawaban mereka berdua sama persis ketika ditanyakan akan hal itu," kata Wei kepada Paul sambil tersenyum dan tanpa sadar melirik Ara.Ara mengepalkan tangannya mendengar kata-kata Wei."Aku dengar kalian bercerai, mengapa kamu masih memanggilnya istri?" tanya Ara menatap Wei ingin tahu."Aku tidak pernah menceraikannya," jawab Wei serius. "Sampai kapanpun dia akan tetap menjadi istriku," kata Wei lagi menegaskan."Lalu bagaimana dengan sekertarismu itu? Jangan bilang kalau kamu menikahi sekertarismu tapi kamu juga masih ingin mengikat istrimu dalam pernikahan yang sama. Sekalipun istrimu sudah tid
"Aku ingin membicarakan hal penting dengan Bos," jawab Clara terus terang."Hal penting apa?""Maaf, aku tidak bisa memberitahukannya kepadamu," jawab Clara terus terang.Di dalam hatinya dia memarahi Joy yang terlalu ingin tahu dan ikut campur pada urusan orang lain.Dengan wajah cemberut, ia meninggalkan Joy yang masih menatapnya penuh selidik dan kembali duduk di meja kerjanya sendiri. Joy mengerutkan bibirnya karena merasa aneh dengan sikap Clara saat ini. Wanita ini benar-benar sangat berbeda dari biasanya. Entah mengapa Joy merasa akan ada kejadian tidak baik yang diakibatkan oleh sekertaris baru bosnya ini.'Apa sebenarnya yang akan direncanakan wanita ini?' batin Joy waspada.Sebenarnya Clara hanya ingin meminta kesediaan Wei untuk datang ke pesta keluarganya yang akan dibiayai dan dirancang oleh Max untuk menjebak Wei.Keduanya sepakat untuk bergerak lebih awal dari rencana karena Clara telah melihat sendiri bagaimana cantik dan menariknya putri Paul yang akan menjadi rekan
"Mengapa kamu diam? Nona Lanara benar, apakah kamu hanya mengundangku dan tidak ingin mengundang mereka?" tanya Wei setelah lama melihat Clara hanya berdiam diri."Maafkan aku, sebenarnya ini hanya pesta kecil, rasanya tidak pantas jika aku mengundang orang besar seperti tuan Paul dan nona Lanara ....""Apakah kamu mengecilkan aku?" tanya Wei dengan wajah tidak bahagia memotong alasan Clara.Dia benar-benar tidak menyangka kalau Clara -sekretarisnya- akan menganggapnya lebih kecil dari Paul dan putrinya. Wei tahu Paul mungkin lebih kaya dari dirinya tapi itu semua hanya soal waktu. Dari segi usia Paul jelas jauh lebih tua darinya, wajar saja kalau dia lebih sukses karena waktunya berkecimpung di dunia usaha juga lebih lama dari dirinya. Namun, bukannya tidak mungkin suatu saat dirinya akan bisa melebihi Paul dalam hal apapun."B-bukan begitu maksudku, Tuan," kata Clara tergagap.Dia sama sekali tidak mengira kalau Wei akan tersinggung saat mendengar alasan yang dikatakannya untuk men
Paul tampak gemetar menahan kesedihan ketika berdiri disamping makam putrinya.Wei yang tidak melihat kejanggalan sikap Paul, tampak terlihat khusyuk berdoa."Papa ...."Ara memegang tangan Paul dan berusaha menenangkan papa angkatnya yang tampak kesulitan mengendalikan emosi ketika berada di dekat makam putri tunggalnya.Paul yang tidak bisa menahan rasa sedihnya segera meninggalkan tempat itu dengan mobilnya.Ara tetap berdiri di samping Wei yang tampak berjongkok di samping makam dan terlihat sangat kesepian."Kemana papamu pergi?" tanya Wei ketika selesai berdoa tidak melihat Paul di manapun."Dia ada urusan mendadak.""Apakah dia akan kembali?" "Aku tidak tahu," sahut Ara sambil mengangkat bahunya dan menghela napas.Sepertinya dia harus memberikan kesempatan kepada Paul untuk mengunjungi makam Lanara seorang diri, agar papa angkatnya itu bisa melepaskan semua kesedihannya akibat kepergian putri tunggalnya itu.Wei mengalihkan kembali tatapannya ke makam Lanara."Kamu tahu, aku
Lanara mendorong Max dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya memegang pinggang Wei yang saat ini sedang bersandar padanya."Nona Lanara, silahkan pergi dan tinggalkan tuan Wei disini, jangan khawatir karena sebentar lagi tenaga medis akan segera datang ....""Biarkan putriku membawa tuan Wei ke rumah sakit. Jangan menghalanginya ... kecuali kamu memang memiliki niat tersembunyi dan ingin mencelakai tuan Wei," kata Paul sambil memegang tangan Max yang terulur ingin mencegah Ara membawa Wei. "Tuan Paul, anda tidak bisa menuduh orang sembarangan!" kata Max tidak bisa menyembunyikan cemberutnya.Sepertinya rencana hari ini tidak akan bisa berjalan lancar sesuai rencana."Menuduh sembarangan atau tidak kita akan mengetahuinya segera!" kata Paul tegas. "Jika kamu tidak ingin menjadi tersangka silahkan menyingkir! Kita sama-sama tahu apa yang saat ini sedang dialami oleh tuan Wei dan itu pasti bukan suatu hal yang tidak disengaja!" kata Paul lagi memelototi Max galak.Dia telah lama
"Mengapa? Apakah karena kejadian tadi? Bukankah kalian suami istri yang sah? Apa anehnya melakukan semua itu?" tanya Paul bingung melihat reaksi Ara yang menurutnya terlalu berlebihan dalam menghadapi hubungan suami istri. Apalagi sepertinya tadi mereka belum sampai pada tahap akhir.Ara terdiam. Papa angkatnya tidak akan pernah mengerti bagaimana perasaannya karena dia tidak tahu bagaimana Wei telah memperlakukannya selama dua tahun pernikahan mereka.Hubungan suami istri antara dirinya dan Wei, lebih asing dari hubungan apapun yang ada di dunia ini."Kami hanya suami istri diatas kertas," kata Ara sambil menghela napas tidak berdaya. "Dia tidak mencintaiku, aku tidak ingin membuatnya menyesal di kemudian hari, sebagaimana yang dia lakukan pada pernikahan kami," kata Ara lagi dengan mata yang meredup. Wei pasti akan menyesal kalau melakukan sesuatu dengan cara terpaksa dan tidak sesuai dengan keinginannya. Jika Ara membiarkan semua itu terjadi maka ini akan berakhir sama seperti p
Keesokan harinya ....Joy yang bergegas dari kantor ketika mendengar Wei ada di rumah sakit, tampak tersengal-sengal ketika sampai di kamar rawat inap Wei."Bos, apa yang terjadi?" tanya Joy bingung melihat kondisi bosnya yang agak pucat saat ini.Joy tidak mengerti, bukankah Wei tadi malam seharusnya sedang menghadiri pesta Clara? Mengapa dia saat ini malah ada di rumah sakit?"Ada seseorang menaruh obat perangsang ke dalam minumanku," kata Wei datar."Apakah ini Clara?""Sepertinya tidak, karena sejak awal Clara ada bersamaku," jawab Wei yakin."Bisa saja dia menyuruh seseorang," kata Joy sambil mengerutkan alisnya.Sejak Clara mondar-mandir di depan kantor Wei, dirinya memang sudah mencurigai kalau wanita itu memiliki rencana jahat. Hanya saja Joy tidak menyangka kalau Clara akan berani meracuni Wei dengan obat perangsang."Tidak, urusan pesta itu semuanya diatur oleh Max sebagai hadiah karena kinerja Clara yang baik menggantikan Rina.""Max? Maksudmu tuan Max yang itu?" tanya Joy
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar