Jika benar seperti itu, maka semua sikap dingin Wei memang bisa dimengerti.
‘Dia pasti merasa sangat tertekan karena harus meninggalkan kekasihnya ketika menikahi aku ... pantas saja, sudah hampir dua tahun pernikahan tapi sikapnya begitu dingin dan jauh,’ batin Ara tidak dapat menyembunyikan keluhannya.
“Mengapa dia tidak menolak pernikahan ini?” gumam Ara sedih.
Jika Wei menolak menikahinya, Ara pasti akan berusaha untuk menerimanya dengan lapang dada.
Sekarang ... Ara hanya bisa bertahan, apapun yang terjadi Ara ingin mencoba mempertahankan pernikahannya dengan Wei, setidaknya sampai ulang tahun pernikahan mereka yang kedua.
Jika sampai ulang tahun pernikahan mereka yang kedua Wei tidak juga berubah ... barulah Ara sendiri yang akan melepaskan Wei dengan ikhlas.
Di kantornya, Wei melempar tab ke pangkuan humas perusahaan dengan perasaan kesal.
“Cepat kalian buat klarifikasi tentang permasalahan ini!” katanya tegas sambil menahan amarah.
Bisa-bisanya netizen mengira dia sedang menjalin suatu hubungan dengan sekretaris pribadinya sendiri.
Apa yang harus dilakukannya jika mamanya yang memiliki penyakit jantung sampai melihat berita tersebut?
Bukankah usahanya selama ini akan berakhir sia-sia?
‘Buat apa aku menuruti perjodohan konyol ini jika semua akan berakhir sia-sia?’ batin Wei kesal.
Selama ini Wei terpaksa menerima perjodohan dengan Ara karena takut jika dia menolak mamanya akan merasa tertekan dan penyakit jantungnya kembali kambuh.
Itu sebabnya Wei hanya bisa protes dalam diam dan keheningan.
Wei ingin sang mama bisa melihat bagaimana tidak bahagianya Wei dan Ara sejak mereka dipaksa menikah.
Sayangnya Ara selalu menutupi semuanya dan berusaha terlihat baik-baik saja ketika sedang bertemu dengan keluarga mereka.
Tim humas perusahaan Wei bergerak cepat, dalam waktu singkat tidak ada lagi komentar netizen tentang Wei dan sekretaris pribadinya di media manapun.
Rina -sekretaris pribadi Wei- merasa heran melihat komentar netizen tentang dirinya dan Wei menghilang begitu saja.
Padahal sebelumnya dia merasa sangat bahagia karena mendapatkan dukungan dan restu dari semua netizen yang mengikuti berita tentang Wei dan dirinya.
“Mengapa ini tiba-tiba menghilang? Siapa yang telah menghapusnya? Apakah istri Wei?” gumam Rina bertanya kepada diri sendiri.
Rina memutuskan untuk datang ke kantor Wei dan mencari tahu.
Siapa sangka ketika masuk ke dalam kantor Wei, Rina melihat bagian humas sedang melaporkan hasil penghapusan komentar-komentar netizen sesuai yang diperintahkan oleh Wei.
“Jadi kamu yang memerintahkan untuk menghapus komentar itu?” tanya Rina ketika tim humas sudah keluar dari kantor Wei.
“Kalau bukan aku lalu siapa?”
“Aku kira itu istrimu.”
“Ara wanita baik dan polos, dia tidak mungkin melakukan hal-hal seperti itu,” kata Wei sambil menandatangani beberapa dokumen yang ada di hadapannya.
Rina cemberut ketika mendengar Wei masih saja menyanjung dan membela Ara.
‘Huh ... Jika dia benar-benar sepolos itu, mana mungkin dia bisa menjebak Wei dalam pernikahan paksa dan perjodohan yang tidak pernah diharapkannya?’ batin Rina mencibir secara diam-diam.
“Apakah ada yang ingin kamu sampaikan?” tanya Wei sambil mengalihkan tatapannya dari dokumen yang ada di tangannya ke arah Rina.
“Apakah nanti malam kamu ada acara?” tanya Rina to the point.
“Tidak ada.”
“Maukah kamu ikut dalam reuni sekolah kita?” tanya Rina lagi dengan tatapan memohon.
“Kapan? Nanti malam?” tanya Wei memastikan.
“Ya.”
“Jam berapa tepatnya?” tanya Wei lagi.
“Jam 20.30 di KTV.”
“Oke.”
“Bisakah aku menumpang mobilmu untuk berangkat ke sana?” tanya Rina ragu-ragu.
“Tentu.”
“Terima kasih,” kata Rina tidak dapat menyembunyikan rasa gembiranya.
Ara menatap layar ponselnya yang berdering hanya untuk mengetahui identitas si penelepon.
“Hi, Lit,” sapa Ara sambil menjepit ponsel dengan bahunya dan kembali memotong kuku.
“Ara ... apakah kamu ada di rumah?”
“Ya, kenapa?”
“Aku melihat suamimu dengan sekretarisnya memasuki KTV.”
Ara terdiam.
‘Wei bersama wanita itu lagi? Sepertinya dugaanku kemarin benar, mereka memang saling mencintai,’ batin Ara pahit.
Dia menghela napas panjang dan meletakkan gunting kuku di atas meja. Lalu memegang ponselnya tetap di kuping dan beranjak ke arah jendela.
Ara menghela napas panjang, jika benar suaminya memiliki wanita idaman lain, maka bukan hal yang aneh jika selama dua tahun pernikahan mereka Wei terus saja mengabaikannya.
Mereka benar-benar jarang berkomunikasi, walaupun Ara telah berusaha untuk mendekati Wei seperti waktu sebelum mereka menikah namun, semua usahanya itu seperti sia-sia saja.
“Halo ... Ara? Apakah kamu masih di situ?”
“Yah ... aku masih di sini.”
“Astaga, kamu membuat aku takut saja, mengapa kamu sama sekali tidak merespon kata-kataku?”
“Ya mana?”
“Tadi aku bertanya apakah kamu mau memergoki suamimu dan datang ke sini?”
“Tidak ... tentu saja tidak, aku takut dia malah akan merasa tidak enak jika melihatku di sana.”
“Ck! Itu tidak mungkin terjadi, Ara.”
“Mengapa kamu begitu yakin?”
“Bagaimana mungkin dia merasa tidak enak? Bukankah dia menerima pernikahan kalian karena mamanya?”
“Mamanya?”
“Iya ... mamanya terkena penyakit jantung, itu sebabnya Wei tidak berani menolak keinginan mamanya untuk menjodohkan kalian berdua. Dia takut penolakannya akan membuat mamanya jatuh sakit.”
“Lita ... dari mana kamu mendapatkan informasi ini?”
“Dari salah satu sahabat Wei ... Hei, bagaimana? Apakah Kamu benar-benar tidak ingin memergoki mereka?”
“ ... Kalaupun aku ke sana, apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus melabrak mereka? Hubunganku dengan Wei tidak sedekat hubungan suami istri pada umumnya,” kata Ara sedih.
“Jadi kamu akan membiarkan saja suamimu berkhianat?”
“Aku hanya akan memberikan dia kesempatan sebentar lagi.”
“Kamu ... kamu benar-benar bodoh sekali Ara. Mengapa dari sekian banyak pria yang naksir kamu, kamu malah jatuh cinta pada Wei?”
Ara hanya menghela napas panjang. Jika dia tahu Wei akan seperti ini, apakah mungkin dia akan jatuh cinta terlalu dalam kepadanya?
Kebaikan Wei dan kasih sayangnya sejak Ara masih kecil benar-benar mampu mengelabui Ara, hingga Ara berpikir Wei juga memiliki perasaan romantis dengannya.
Apalagi Wei selalu memuji dan mengatakan kalau pria yang akan menjadi suaminya adalah pria yang sangat beruntung.
‘Siapa yang tahu kalau ucapan itu hanya dia peruntukkan bagi orang lain, bukan untuk dirinya sendiri,’ batin Ara frustasi.
“Aku tanya sekali lagi apakah kamu benar-benar tidak mau ke sini?” tanya Lita penasaran.
Dia benar-benar tidak percaya Ara akan begitu saja membiarkan suaminya jalan dengan wanita lain.
“Haruskah aku?”
“Ya, kamu harus! Paling tidak dengan datang ke sini kamu jadi bisa melihat bagaimana reaksi suamimu jika kamu memergokinya jalan dengan wanita lain.”
Ara terdiam. Sebenarnya dia juga ingin mengetahui bagaimana reaksi Wei, tapi di sisi lain Ara juga takut ... takut kalau Wei akan tetap bersikap dingin dan acuh tak acuh.
Ara masih bisa berpura-pura baik-baik saja ketika melihat sikap dingin Wei saat mereka sedang berdua. Tapi apakah dia bisa tetap seperti itu jika Wei menunjukkan sikap yang sama di hadapan orang lain?Tapi ... walaupun takut, Ara benar-benar penasaran dan ingin memastikan bagaimana sikap Wei kepadanya ketika sedang di hadapan orang lain.Sejak menikah mereka tidak pernah jalan bareng atau ada di tempat yang sama dalam suatu kesempatan. Jadi Ara benar-benar tidak tahu bagaimana Wei akan memperlakukannya ketika di depan orang lain.“Baiklah ... aku akan ke sana,” kata Ara pada akhirnya.Dia memang takut, tapi rasa ingin tahu yang lebih besar membuatnya tidak dapat menahan keinginan untuk datang ke tempat Wei dan sekretarisnya berada saat ini.“Bagus, aku tunggu di depan KTV, jangan lama-lama,” kata Lita lega.Tidak lama kemudian Ara sudah ada di KTV tersebut dan diantar Lita masuk ke dalam.Pada saat yang sama Wei dan Rina baru saja keluar dari kotak KTV bersama teman mereka yang lain k
Bukankah dulu Wei jatuh cinta kepadanya?‘Mengapa sekarang sikapnya sama sekali tidak menunjukkan kalau dia pernah jatuh cinta padaku?’ batin Rina bingung.Jika dia tahu Wei akan seperti ini, Rina pasti akan berpikir dua kali ketika menolak cinta Wei.Dulu Rina pikir Wei akan semakin penasaran jika ditolak oleh seorang wanita.Bukankah di novel-novel roman diceritakan kalau para pria kaya itu sangat menghargai wanita yang sulit untuk didapatkan?Setelah keluar dari butik, Rina dan Wei mampir ke salon terlebih dahulu sebelum datang ke restoran mewah tempat acara pertemuan dilangsungkan.Sepasang suami istri berkebangsaan China sudah menunggu dan tersenyum ketika Wei dan Rina datang menghampiri mereka.“Maaf menunggu lama,” kata Wei sopan.“Tidak apa, silakan duduk,” kata si pria sambil tersenyum ramah.“Oh iya, kenalkan ini sekretarisku, namanya Rina ... Rina, ini Daniel dan itu istrinya Stacy,” kata Wei setelah duduk di kursinya.“Selamat malam, Tuan, Nyonya,” sapa Rina sambil terseny
Ara juga sudah menulis surat permintaan maaf kepada suaminya itu atas gangguannya selama ini. Mungkin selama ini kehadirannya benar-benar sangat mengganggu bagi Wei hingga pria itu sama sekali tidak mau lagi tidur di rumahnya sendiri sejak mereka menikah .... Suara klakson mobil membangunkan lamunan Ara. Kepala pelayan dengan sigap membukakan pintu taksi untuk Ara. “Terima Kasih,” kata Ara sambil masuk ke dalam mobil. Ketika pintu mobil ditutup, Ara melihat sekali lagi ke arah rumah yang telah ditinggalinya selama dua tahun ini. Dia seolah ingin mematrinya di dalam hati, betapa banyak kenangan pahit dan air mata yang dialaminya selama tinggal di rumah ini. “Selamat tinggal, Wei ... semoga kamu bahagia,” bisik Ara tanpa suara. Sore harinya .... Wei pulang dan merasa heran ketika melihat keadaan rumah yang tampak sepi. “Tuan ....” Kepala pelayan datang menyapa. “Hmm,” sahut Wei datar. Tanpa banyak bicara Wei langsung naik ke lantai atas. Tadinya dia ingin langsung masuk ke d
Wei hanya diam. Dia bangkit dari tanah dan mengelap darah di sudut bibirnya lalu kembali berjongkok di sisi makam istrinya dengan kepala tertunduk. Tidak ada keinginan dari Wei untuk membalas pukulan Arga ataupun menolak tuduhannyaDia tahu ini semua memang salahnya. Tanpa sengaja dia telah membunuh istrinya sendiri karena sikap dingin dan tidak pedulinya.Dia memang pantas untuk dipukul!Tidak ada air mata mengalir dari matanya ....Bukan berarti Wei tidak bersedih. Semua air matanya sudah terkuras habis sejak kemarin. Sekarang yang Wei rasakan hanyalah kosong dan hampa.Namun, semua itu malah membuat keluarga Ara menjadi semakin marah dan menganggap Wei sangat tidak berperasaan. Mereka mengira Wei merasa senang dan bebas atas kepergian Ara.Tidak ada lagi istri yang tidak diharapkan dan Wei bisa menikah dengan wanita manapun yang dia mau."Wei ... tolong kembalikan anak Mama," kata Eva-mama Ara- dengan air mata yang bercucuran. "Ara anak perempuan Mama satu-satunya ... tolong ..
Tidak ada satupun yang percaya kalau dirinya bukanlah gadis itu sekalipun Paul dan Hanna.'Mungkin ini memang jalan yang diberikan tuhan untukku, agar bisa memulai hidup baru dengan wajah yang baru,' batin Ara pasrah.Ara membayangkan wajah kedua orang tua dan kakak laki-lakinya. Dia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan keluarganya saat mendapat kabar kecelakaan pesawat yang melibatkan dirinya saat itu.Tanpa terasa air matanya mulai mengalir deras."Mengapa kamu menangis, Sayang? Harusnya kamu merasa bahagia karena bisa selamat dari kecelakaan itu," kata Paul merasa khawatir melihat air mata Ara yang mengalir begitu derasnya. "Aku sedih memikirkan wajahku, Papa," kata Ara dengan perasaan canggung sambil menghapus air matanya."Jangan sedih sayang, kami janji akan berusaha mengembalikan penampilan terbaikmu seperti sedia kala," kata Hanna sambil memeluk Ara penuh kasih sayang.***Gundukan tanah basah itu selalu bertabur warna warni bunga yang menebarkan bau harum.
Dia ingin tahu bagaimana reaksi Wei saat melihat hasil penyelidikan yang mengarah kepada Rina sebagai dalang di balik ramainya komentar netizen di foto mereka."Ini ... ini tidak mungkin, aku tidak percaya Rina mampu melakukan hal tercela seperti ini," kata Wei merasa tidak percaya kalau apa yang ada ditangannya saat ini adalah sebuah kebenaran."Sialan! Jadi kamu pikir kita semua yang bohong dan wanita itu yang benar?" tanya Arga marah."Bukan ... bukan begitu maksudku," bantah Wei cepat."Mau sampai kapan kamu terus membelanya? Jangan kamu kira aku tidak tahu kalau sebelumnya kamu pernah menyatakan cinta pada wanita itu dan ditolak! Kamu masih terobsesi padanya, 'kan?" tanya Arga sambil menyipitkan mata tidak bisa menyembunyikan kemarahannya."Tidak! Aku malah bersyukur dia telah menolak ku karena belakangan aku baru tahu kalau wanita yang aku cintai sebenarnya adalah Ara, bukan dia," jawab Wei tegas."Apa gunanya kamu mengetahui kalau kamu mencintai Ara di saat adikku itu sudah per
Ara menggelengkan kepalanya dan tersenyum sedih. 'Dia tidak mungkin sedih, aku rasa dia malah bahagia mendengar berita itu karena dia jadi lebih leluasa untuk menikahi kekasihnya,' batin Ara lagi dengan hati yang berdenyut sakit hingga membuatnya tanpa sadar mengerutkan kening."Ada apa? Mengapa wajahmu tiba-tiba terlihat sedih?" tanya Luke perhatian.Dia menyadari perubahan suasana hati Ara dari wajahnya yang tiba-tiba menjadi sangat sedih dan tertekan. Luke tidak mengerti kesedihan apa yang bisa dirasakan oleh gadis secantik Ara? Dia memiliki segalanya dan orang tua yang sangat menyayanginya.'Apakah dia sedih karena orang tuanya sibuk dan tidak bisa menungguinya di sini?' batin Luke menerka-nerka.Mendengar pertanyaan Luke, Ara segera menepiskan bayangan Wei dari pikirannya."Tidak apa, aku hanya sedang teringat pada seseorang," kata Ara sambil menghela napas panjang."Siapa? Apakah kekasihmu?" tanya Luke ingin tahu."Bukan. Aku memang mencintainya, tapi dia tidak mencintaiku," ka
Dia benar-benar ingin bebas dari jeratan keluarga bangsawan ini. Berbagai acara yang dihadirinya dalam waktu satu bulan ini benar-benar membuatnya lelah. Ara bukan tipe orang yang bisa mengenakan topeng kapan saja di wajahnya agar tetap terlihat lemah lembut dan sopan sebagaimana perilaku para bangsawan pada umumnya. Dia terbiasa bersikap bebas dan apa adanya sejak kecil. Apalagi dia dikelilingi oleh kakak laki-lakinya dan Wei yang selalu siap sedia untuk melindunginya kapan dan dimanapun. Di keluarga ini, Ara merasa hidupnya penuh dengan tekanan. Lanara adalah putri yang terlahir dari darah campuran, antara papanya yang bangsawan dan mamanya yang orang biasa saja. Tidak sedikit saudara sepupu yang memandangnya hanya sebelah mata. "Apakah kamu tidak menyukai kehidupan seperti ini?" tanya Paul merasa heran. Bukankah kehidupan mewah dan kelas atas ini banyak menjadi impian para gadis? Mengapa gadis di hadapannya ini malah bersikap tidak peduli dan ingin cepat pergi? "Sejujurnya m
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar