Ara juga sudah menulis surat permintaan maaf kepada suaminya itu atas gangguannya selama ini.
Mungkin selama ini kehadirannya benar-benar sangat mengganggu bagi Wei hingga pria itu sama sekali tidak mau lagi tidur di rumahnya sendiri sejak mereka menikah ....
Suara klakson mobil membangunkan lamunan Ara.
Kepala pelayan dengan sigap membukakan pintu taksi untuk Ara.
“Terima Kasih,” kata Ara sambil masuk ke dalam mobil.
Ketika pintu mobil ditutup, Ara melihat sekali lagi ke arah rumah yang telah ditinggalinya selama dua tahun ini.
Dia seolah ingin mematrinya di dalam hati, betapa banyak kenangan pahit dan air mata yang dialaminya selama tinggal di rumah ini.
“Selamat tinggal, Wei ... semoga kamu bahagia,” bisik Ara tanpa suara.
Sore harinya ....
Wei pulang dan merasa heran ketika melihat keadaan rumah yang tampak sepi.
“Tuan ....”
Kepala pelayan datang menyapa.
“Hmm,” sahut Wei datar.
Tanpa banyak bicara Wei langsung naik ke lantai atas. Tadinya dia ingin langsung masuk ke dalam kamarnya seperti biasa. Namun, keheningan dari kamar milik Ara membuatnya mengerutkan alis dan merasa heran.
“Aneh sekali, bukankah biasanya dia akan membuat sedikit kegaduhan ketika sedang ada di mana saja?” gumam Wei bingung.
Tanpa sadar Wei melangkah mendekati kamar Ara dan mengetuknya perlahan.
Setelah lama tidak ada jawaban, Wei mulai membuka pintu dan masuk ke dalam kamar istrinya.
Dia tercengang ketika mendapati kamar istrinya yang begitu kosong dan bersih.
Dimana barang-barang milik Ara yang biasanya bertebaran di dalam kamar?
Foto pernikahan mereka juga Wei lihat sudah tidak lagi tergantung di dinding kamar.
Dengan cemas Wei membuka lemari pakaian Ara. Sesuai perkiraan, di sana dia juga melihat tidak ada satupun pakaian yang tersisa.
“Dia kabur?” gumam Wei merasa tidak percaya pada pemikirannya sendiri.
“Tuan ... ada surat di ruang kerja Tuan dari Nyonya,” kata kepala pelayan dari luar kamar.
Dia tahu tuannya pasti terkejut melihat semua barang milik istrinya menghilang tanpa bekas.
“Surat?”
“Ya.”
“Dia pergi?”
“Ya.”
“Kemana?”
“Nyonya tidak bilang, tapi mungkin surat di ruang kerja Tuan bisa menjelaskan tentang kepergiannya,” kata kepala pelayan sambil menundukkan kepalanya.
Dia telah melihat surat cerai dan cincin kawin itu. Jujur dia sangat menyayangkan jika tuan dan nyonyanya sampai bercerai.
Dalam pandangannya, keduanya adalah pasangan yang sangat cocok dan serasi jika saja sikap tuannya tidak berubah menjadi dingin dan tidak berperasaan.
Kepala pelayan telah melihat bagaimana pandangan nyonyanya menjadi redup dan sedih saat melihat suaminya ada di berita dan menunjukkan kedekatannya dengan sang sekretaris yang merupakan teman satu kampusnya.
Wei yang mendengar Ara meninggalkan sebuah surat, langsung keluar dari kamar Ara dan bergegas menuju ruang kerjanya.
Perlahan Wei menghampiri meja kerjanya ....
Dia mengambil surat itu dan tertegun ketika melihat surat lain yang ada di bawah surat yang saat ini sedang dipegangnya.
Itu surat cerai yang sudah ditandatangani oleh istrinya!
Dengan tangan gemetar Wei mengambil surat cerai tersebut dan terkejut ketika melihat sebuah cincin yang jatuh dari atas meja ke lantai.
Itu cincin kawin Ara!
Wei memungut cincin tersebut dan terduduk lemas di kursi kerjanya. Dia benar-benar tidak percaya kalau Ara akan mengambil jalan perceraian seperti ini setelah menghadapi sikap dinginnya.
Padahal bukan ini yang Wei inginkan. Mengapa Ara tidak mengerti maksud hatinya?
“Aku sungguh tidak menginginkan akhir yang seperti ini. Ara ... sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikanmu!” kata Wei sambil merobek surat perceraian di tangannya hingga menjadi serpihan kecil.
Wei ingin mengejar Ara ke bandara, tapi dia tahu itu sudah tidak mungkin.
Di penerbangan pesawat Indonesia menuju Prancis ....
“Halo, namaku Lanara, apakah kamu asli Indonesia?” tanya Lana ramah.
“Ya aku asli Indonesia. Namaku Ara Laksmi Damayanti. Kamu bisa memanggilku Ara,” jawab Ara tidak kalah ramah.
“Ara? ... hei! Nama panggilanku di rumah juga Ara!”
“Benarkah?”
“Iya ... coba kamu lihat kalungku ini. Di depan liontinnya bertulis Lana tapi di belakangnya ada tulisan Ara. Ini liontin yang bisa dipakai depan belakang.”
Lana menunjukkan kalung yang awalnya sedang dia pakai dan menyerahkannya kepada Ara untuk dilihat.
Ara memegang kalung Lana dan melihatnya bolak balik. Memang benar ada tulisan Ara di belakang tulisan Lana yang dihiasi dengan ukiran bunga.
Namun ... perhatian Ara pada kalung itu terpecah ketika dia merasakan badan pesawat mulai bergetar dan berguncang keras.
Ara menatap sekelilingnya yang tampak panik, bahkan Lana pun mulai ikut menangis ketakutan.
‘Apa ini? Apakah pesawat ini akan mengalami kecelakaan?’ tanya Ara dalam hati. “Aku hanya berniat liburan untuk mengobati hatiku yang terluka, siapa sangka aku malah akan dihadapkan pada kematian ...,” gumam Ara sedih.
Dia memejamkan matanya. Ada setetes bening bergulir di pipinya.
‘Apakah ini hukuman karena telah memisahkan sepasang kekasih yang saling mencinta? Mungkin ini memang jalan yang terbaik untukku dan juga Wei. Kami tidak lagi harus saling bertemu selamanya ...,’ batin Ara antara puas dan sedih.
Yah ... satu sisi Ara merasa puas karena tidak perlu lagi merasakan sakit akibat patah hati dan cintanya yang bertepuk sebelah tangan.
Namun, di sisi lain, Ara juga sedih karena tidak lagi bisa berjumpa dengan orang-orang terkasihnya di dunia ini termasuk Wei.
Berita kecelakaan pesawat yang ditumpangi Ara benar-benar membuat terkejut orang-orang terdekatnya, termasuk Wei.
Wei sampai pingsan ketika pertama kali mendengar berita kematian Ara dalam kecelakaan pesawat menuju Prancis itu.
Dia benar-benar tidak percaya istri kecilnya telah pergi ....
Padahal, Wei telah berniat untuk memperbaiki hubungan mereka.
Tapi kenapa Ara pergi meninggalkannya sendiri?
Apakah ini hukuman Tuhan karena sikap jahatnya kepada Ara selama ini?
Keluarga Ara menolak identifikasi karena merasa tidak tega untuk membiarkan jenazah orang kesayangan mereka yang tidak lagi berbentuk, berlama-lama teronggok di rumah sakit.
Ketika acara pemakaman, Wei hampir dipukuli oleh kakak laki-laki Ara yang merasa tidak terima adiknya meninggal dalam kecelakaan pesawat.
Dia merasa ini semua salah Wei!
Jika Wei tetap bersikap baik kepada Ara, apakah mungkin Ara akan terbang ke Prancis dan mengalami kecelakaan pesawat?
Keluarga Ara benar-benar menyesal telah menjodohkan anak perempuan kesayangan mereka dengan Wei.
Kalau saja mereka tahu Wei akan menyia-nyiakan Ara dan membuatnya menderita setelah menikahinya ....
“Sialan kamu Wei, jika kamu tidak mencintainya mengapa kamu menerima perjodohan itu?” tanya Arga -kakak Ara- geram.
Dia mendekati tempat Wei berjongkok dan menarik kerah bajunya hingga Wei berdiri dan terhuyung.
“Mengapa kamu memberikan harapan palsu pada adikku? Mengapa kamu membuatnya jatuh cinta lalu mencampakkannya? Mengapa?!” bentak Arga lagi sambil meluncurkan tinjunya ke arah Wei.
Wei hanya diam. Dia bangkit dari tanah dan mengelap darah di sudut bibirnya lalu kembali berjongkok di sisi makam istrinya dengan kepala tertunduk. Tidak ada keinginan dari Wei untuk membalas pukulan Arga ataupun menolak tuduhannyaDia tahu ini semua memang salahnya. Tanpa sengaja dia telah membunuh istrinya sendiri karena sikap dingin dan tidak pedulinya.Dia memang pantas untuk dipukul!Tidak ada air mata mengalir dari matanya ....Bukan berarti Wei tidak bersedih. Semua air matanya sudah terkuras habis sejak kemarin. Sekarang yang Wei rasakan hanyalah kosong dan hampa.Namun, semua itu malah membuat keluarga Ara menjadi semakin marah dan menganggap Wei sangat tidak berperasaan. Mereka mengira Wei merasa senang dan bebas atas kepergian Ara.Tidak ada lagi istri yang tidak diharapkan dan Wei bisa menikah dengan wanita manapun yang dia mau."Wei ... tolong kembalikan anak Mama," kata Eva-mama Ara- dengan air mata yang bercucuran. "Ara anak perempuan Mama satu-satunya ... tolong ..
Tidak ada satupun yang percaya kalau dirinya bukanlah gadis itu sekalipun Paul dan Hanna.'Mungkin ini memang jalan yang diberikan tuhan untukku, agar bisa memulai hidup baru dengan wajah yang baru,' batin Ara pasrah.Ara membayangkan wajah kedua orang tua dan kakak laki-lakinya. Dia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan keluarganya saat mendapat kabar kecelakaan pesawat yang melibatkan dirinya saat itu.Tanpa terasa air matanya mulai mengalir deras."Mengapa kamu menangis, Sayang? Harusnya kamu merasa bahagia karena bisa selamat dari kecelakaan itu," kata Paul merasa khawatir melihat air mata Ara yang mengalir begitu derasnya. "Aku sedih memikirkan wajahku, Papa," kata Ara dengan perasaan canggung sambil menghapus air matanya."Jangan sedih sayang, kami janji akan berusaha mengembalikan penampilan terbaikmu seperti sedia kala," kata Hanna sambil memeluk Ara penuh kasih sayang.***Gundukan tanah basah itu selalu bertabur warna warni bunga yang menebarkan bau harum.
Dia ingin tahu bagaimana reaksi Wei saat melihat hasil penyelidikan yang mengarah kepada Rina sebagai dalang di balik ramainya komentar netizen di foto mereka."Ini ... ini tidak mungkin, aku tidak percaya Rina mampu melakukan hal tercela seperti ini," kata Wei merasa tidak percaya kalau apa yang ada ditangannya saat ini adalah sebuah kebenaran."Sialan! Jadi kamu pikir kita semua yang bohong dan wanita itu yang benar?" tanya Arga marah."Bukan ... bukan begitu maksudku," bantah Wei cepat."Mau sampai kapan kamu terus membelanya? Jangan kamu kira aku tidak tahu kalau sebelumnya kamu pernah menyatakan cinta pada wanita itu dan ditolak! Kamu masih terobsesi padanya, 'kan?" tanya Arga sambil menyipitkan mata tidak bisa menyembunyikan kemarahannya."Tidak! Aku malah bersyukur dia telah menolak ku karena belakangan aku baru tahu kalau wanita yang aku cintai sebenarnya adalah Ara, bukan dia," jawab Wei tegas."Apa gunanya kamu mengetahui kalau kamu mencintai Ara di saat adikku itu sudah per
Ara menggelengkan kepalanya dan tersenyum sedih. 'Dia tidak mungkin sedih, aku rasa dia malah bahagia mendengar berita itu karena dia jadi lebih leluasa untuk menikahi kekasihnya,' batin Ara lagi dengan hati yang berdenyut sakit hingga membuatnya tanpa sadar mengerutkan kening."Ada apa? Mengapa wajahmu tiba-tiba terlihat sedih?" tanya Luke perhatian.Dia menyadari perubahan suasana hati Ara dari wajahnya yang tiba-tiba menjadi sangat sedih dan tertekan. Luke tidak mengerti kesedihan apa yang bisa dirasakan oleh gadis secantik Ara? Dia memiliki segalanya dan orang tua yang sangat menyayanginya.'Apakah dia sedih karena orang tuanya sibuk dan tidak bisa menungguinya di sini?' batin Luke menerka-nerka.Mendengar pertanyaan Luke, Ara segera menepiskan bayangan Wei dari pikirannya."Tidak apa, aku hanya sedang teringat pada seseorang," kata Ara sambil menghela napas panjang."Siapa? Apakah kekasihmu?" tanya Luke ingin tahu."Bukan. Aku memang mencintainya, tapi dia tidak mencintaiku," ka
Dia benar-benar ingin bebas dari jeratan keluarga bangsawan ini. Berbagai acara yang dihadirinya dalam waktu satu bulan ini benar-benar membuatnya lelah. Ara bukan tipe orang yang bisa mengenakan topeng kapan saja di wajahnya agar tetap terlihat lemah lembut dan sopan sebagaimana perilaku para bangsawan pada umumnya. Dia terbiasa bersikap bebas dan apa adanya sejak kecil. Apalagi dia dikelilingi oleh kakak laki-lakinya dan Wei yang selalu siap sedia untuk melindunginya kapan dan dimanapun. Di keluarga ini, Ara merasa hidupnya penuh dengan tekanan. Lanara adalah putri yang terlahir dari darah campuran, antara papanya yang bangsawan dan mamanya yang orang biasa saja. Tidak sedikit saudara sepupu yang memandangnya hanya sebelah mata. "Apakah kamu tidak menyukai kehidupan seperti ini?" tanya Paul merasa heran. Bukankah kehidupan mewah dan kelas atas ini banyak menjadi impian para gadis? Mengapa gadis di hadapannya ini malah bersikap tidak peduli dan ingin cepat pergi? "Sejujurnya m
"Di sana pasti sudah malam hari, apakah dia sedang memeluk kekasihnya? Apakah mereka sudah meresmikan hubungan mereka?" gumam Ara tidak dapat menyembunyikan rasa pahitnya.Ara rasa sedih, iri dan cemburu membayangkan wanita lain dalam pelukan Wei, padahal dia sendiri yang sudah menikah dua tahun dengan Wei sama sekali tidak mendapatkan kemewahan seperti itu.Ara merasa kesulitan untuk melepaskan bayangan Wei dari dalam benaknya. Pria itu seperti sudah terpatri di dalam hatinya. Walaupun dia sudah berusaha untuk melupakannya tapi bayangan pria itu selalu menghantui kemanapun dirinya pergi.Suara ponsel membuyarkan lamunannya. Ara menatap layar ponselnya untuk mengetahui siapa yang meneleponnya saat ini. Ini panggilan dari Luke."Halo?" sapa Ara tanpa semangat."Halo, apa aku mengganggumu dengan telepon ini?" tanya Luke sambil mengerutkan kening.Dia bisa mendengar suara tidak bersemangat gadis yang diteleponnya ketika menyapa dirinya."Tidak, aku hanya sedang banyak pikiran, maafkan a
"Mungkin saja ... siapa yang tahu, tapi aku yakin seratus persen kalau pria itu benar-benar telah jatuh cinta kepada putri kita," jawab Paul penuh keyakinan.Dia juga laki-laki, dia bisa melihat bagaimana tatapan penuh asmara dan memanjakan yang dilemparkan Luke kepada Ara."Semoga saja kali ini putri kita tidak akan dikecewakan lagi seperti sebelumnya," kata Hanna penuh harap."Jangan khawatir, Luke berbeda dengan pria sialan itu," kata Paul sambil menepuk bahu istrinya menenangkan.Lagian Paul pikir Ara bukanlah Lanara, tidak ada trauma atas hubungan masa lalu pada dirinya. Jadi kemungkinan Ara menerima cinta Luke jauh lebih besar dari pada Lanara.Paul tidak tahu kalau trauma Ara akan cinta tidak kurang dari Lanara. Bedanya Lanara dikecewakan oleh kekasihnya, sementara Ara dikecewakan oleh suaminya.Di kafe ...."Bisakah setelah ini kamu mengantar aku belanja?" tanya Ara kepada Luke."Tentu, apa yang ingin kamu beli?""Aku ingin beli baju."Luke mengerutkan kening heran."Apakah La
Ara merangkul pinggang Luke dari belakang untuk menahan agar Luke jangan sampai memukuli Joan kembali."Kamu lihat? Lanara masih mencintaiku, buktinya dia menghalangi kamu untuk memukulku kembali ... hehe," kata Joan sambil terkekeh penuh kemenangan dan menghapus darah dari sela bibirnya."Kamu!" Luke bergegas ingin menghajar Joan hingga Ara ikut terseret ke depan."Cukup! Luke, hentikan perkelahian ini!" kata Ara tegas."Tapi dia ....""Mari kita abaikan dia, aku bukanlah Lanara yang dulu, aku tidak punya perasaan apapun dengannya," kata Ara sungguh-sungguh.Luke menoleh ke arah Ara yang masih memeluknya dari belakang. Tubuhnya yang semula tegang menjadi rileks setelah mendengar kata-kata Ara.'Ara benar, dia bukanlah Lanara, aku tidak seharusnya terpancing pada omongan pria sialan ini,' batin Luke sambil menghela napas mencoba meredakan kemarahannya.Melihat Luke yang sudah mulai tenang, Ara pun melepaskan pelukannya."Kamu bohong, kamu masih mencintaiku, 'kan?" tanya Joan kepada Ar
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar